25
sekaligus suatu totalitas yang kompleks, yang menyimpan sejumlah kecakapan. Dalam kegiatan belajar-mengajar, kecakapan itulah yang perlu dikenali,
ditumbuhkembangkan. Berkaitan dengan pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah yang bersifat 1 indrawi; 2 nalar; 3 afektif; 4 sosial;
dan 5 religius. Kecakapan 1, 2, dan 3 mencakup aspek personal kehidupan manusia, sedangkan kecakapan 4 dan 5 melengkapinya sebagai insan
seutuhnya. Dengan kata lain, pengembangan kelima sifat kecakapan itu sejalan dengan mengasah, mengasuh, dan mengasihi nilai-nilai yang disajikan setiap
karya sastra pada umumnya karena tema sastra mencakup ketiga segi hakikat kehidupan manusia, yaitu yang bersifat personal, sosial, dan religius.
35
Hal tersebut berkaitan dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia bidang sastra dalam Kurikulum 2004 adalah agar 1
peserta didik mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan
kepribadian, memperluas
wawasan kehidupan,
serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan 2 peserta didik
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
36
Dengan lebih spesifik B. Rahmanto menyebutkan beberapa manfaat penggunaan karya sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila
cakupannya sebagai berikut: a.
Membantu keterampilan berbahasa Seperti kita ketahui ada 4 keterampilan berbahasa: i menyimak ii
wicara iii membaca iv menulis. Mengikutsertakan pengajaran sastra dalam kurikulum berarti akan membantu siswa berlatih keterampilan membaca, dan
ditambah sedikit ketrampilan menyimak, wicara, dan menulis yang masing- masing erat hubungannya.
b. Meningkatkan pengetahuan budaya
35
Boen S. Oemarjati, Pengajaran Sastra pada Pendidikan Menengah di Indonesia: Quo Vadis?, dalam M. Yoesoef, dkk, Susastra, Depok: Pusat Pengembangan Seni dan Budaya,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2003, h. 39
36
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: Grasindo, 2008, h. 170
26
Sastra berkaitan erat dengan semua aspek manusia dan alam dengan keseluruhannya. Setiap karya sastra bila dihayati benar-benar akan semakin
menambah pengetahuan orang yang menghayatinya. c. Mengembangkan cipta dan rasa
Dalam hal pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan adalah kecakapan yang bersifat indra; yang bersifat penalaran; yang bersifat afektif; dan
yang bersifat sosial; serta dapat ditambahkan lagi yang bersifat religi. d. Menunjang pembentukan watak
Dalam nilai pengajaran sastra ada dua tuntutan yang dapat diungkapkan sehubungan dengan watak ini. Pertama, pengajaran sastra hendaknya mampu
membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang telah banyak mendalami berbagai karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk
menunjuk hal mana yang bernilai dan hal mana yang tak bernilai.
37
Dalam bentuknya yang paling sederhana, pengajaran sastra membekali siswa dengan keterampilan mendengarkan dan membaca jika bagian-
bagian tertentu karya sastra dibacakan secara bergantian, menulis dan berbicara jika siswa diberi kesempatan menuliskan ataupun mendiskusikan pandangannya
tentang karya sastra.
38
Dalam hal ini, Sarumpaet, mengajukan model pembelajaran integratif, dengan menggunakan karya sastra sebagai wahana peningkatan keterampilan
berbahasa. Menurutnya, sastra perlu diperkenalkan pada siswa supaya mereka sadar akan adanya sastra sebagai bagian dari keterampilan berbahasa.
39
Tujuan pengajaran sastra bagi keterampilan berbahasa dapat dijabarkan ke dalam kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sastra.
Kemampuan mendengarkan sastra meliputi kemampuan mendengarkan, memahami, dan mengapresiasi ragam karya sastra puisi, prosa, drama baik karya
asli maupun saduran terjemahan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik.
37
B. Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1998, h. 25
38
Muljanto Sumandi, Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992, h. 200
39
Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra Pengajarannya, Yogyakarta: Pustaka, 2006, h. 84
27
Kemampuan berbicara sastra meliputi kemampuan membahas dan mendiskusikan ragam karya sastra di atas sesuai dengan isi dan konteks lingkungan dan budaya.
Kemampuan membaca sastra meliputi kemampuan membaca dan memahami berbagai jenis dan ragam karya sastra, serta mampu melakukan apresiasi secara
tepat. Kemampuan menulis sastra meliputi kemampuan mengekspresikan karya sastra yang diminati puisi, prosa, drama dalam bentuk sastra tulis yang kreatif,
serta dapat menulis kritik dan esai sastra berdasarkan ragam sastra yang sudah dibaca.
40
Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai afektif, nilai sosial, ataupun
gabungan keseluruhannya.
41
Namun, sebagai totalitas suatu karya seni, maka manfaat sastra bagi pengajaran adalah menyajikan kemungkinan-kemungkinan
yang ada dan dapat ditemui dalam kehidupan manusia sebagaimana direka oleh pengarangnya.
Hakikat pengajaran ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang dikandung karya sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-
pengalaman yang disajikan itu. Secara khusus, pengajaran sastra bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai
afektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial, secara sendiri-sendiri, atau gabungan dari keseluruhannya itu, sebagaimana yang tercermin di dalam karya sastra.
Dalam bentuknya yang paling sederhana, pembinaan apresiasi sastra membekali siswa dengan keterampilan mendengarkan, membaca, menulis, dan berbicara.
Porsi dan cara penyampaian bekal tersebut bergantung pada tingkatan, pendidikan siswa; tentu saja penyampaian tersebut tetap berpegang pada ketimbal balikan
proses belajar mengajar. Dengan kata lain, sastra menyajikan kepada siswa sejumlah pengalaman: yang sama, yang mirip, yang berbeda, yang baru; sejumlah
situasi dengan sejumlah pelaku dalam jalinan yang tersaji tersurat dan yang mungkin tersirat. Menangkap kemungkinan-kemungkinan yang dipancarkan
40
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, Jakarta: PT Grasindo, 2008, h. 171
41
Muljanto Sumandi, Berbagai Pendekatan dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992, h. 198
28
karya sastra tidaklah selalu mudah. Yang pasti, kita harus sabar dan senantiasa membukakan diri
2 METODE DEMONTRASI
1. Hakikat Metode Demontrasi
Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru harus memahami hakekat materi pelajaran yang di ajarkan sebagai suatu pelajaran yang dapat
mengembangkan kemampuan berfikir siswa. Selain itu guru harus memahami sehingga dapat merangsang kemampuan yang matang sehingga dapat
merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan matang. Metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan meragakan
atau mempertunjukan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai dengan
penjelasan lisan. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian
dengan baik dan sempurna. Juga siswa dapat mengamati dan memperhatikan apa yang diperlihatkan selama pelajaran berlangsung.
42
Metode demonstrasi juga merupakan metode mengajar dengan cara mendemokan atau memperlihatkan suatu proses. Metode ini, biasanya cocok
digunakan untuk mengajarkan suatu pembentukan suatu konsep atau proses suatu percobaan dalam suatu materi yang diajarkan.
43
Hal serupa juga di kemukakan oleh Dr. Winarno Surachmad M. Sc. Ed. Dengan demonstrasi sebagai metode mengajar dimaksudkan bahwa seorang guru,
orang luar yang sengaja diminta, atau siswa sekalipun memperlihatkan kepada seluruh kelas suatu proses, misalnya bagaimana cara bekerjanya sebuah alat
pencuci pakaian yang otomatis.
44
42
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta, 2010, h 90.
43
. Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sain s. Jakarta, Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. h 103.
44
Tasdik B. A dan Rahmat B.A., Enam Belas Metoda Pengajaran, Bandung, Ideal, 1973. H 19.
29
Sudjana dalam bukunya mengatakan bahwa teknik demonstrasi adalah teknik yang digunakan, untuk membelajarkan peserta didik terhadap suatu bahan
belajar dengan cara memperhatikan, menceritakan dan memperagakan bahan belajar itu.
45
Metode demonstrasi secara umum dikatakan merupakan format interaksi pembelajaran yang sengaja mempertunjukkan atau memperagakan tindakan,
proses atau prosedur yang dilakukan oleh pengajar atau orang lain kepada seluruh mahasiswa atau sebagian mahasiswa
46
. Dengan metode demonstrasi, proses penerimaan siswa pada pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga
membentuk pengertian dengan baik dan sempurna.
47
Syah mengatakan bahwa tujuan pokok penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar iyalah untuk memperjelas pengertian konsep dan
memperlihatkan meneladani cara melakukan suatu atau proses terjadinya sesuatu.
48
Lebih lanjut Syah menyebutkan alasan perlunya penggunaan metode demonstrasi dalam proses belajar mengajar yaitu asumsi psikologis, yakni belajar
adalah proses melakukan dan mengalami sendiri learning by doing and experiencing apa-apa yang dipelajari. Selain itu metode demonstrasi dalam
proses belajar mengajar juga memiliki arti penting yang strategis. Dalam memberantas penyakit “verbalisme”.
49
Proses belajar yang dilakukan dengan metode demonstrasi dapat membantu siswa melalui pengamatan untuk pemecahan masalah.
50
Metode demonstrasi mengambil bentuk sebagai contoh pelaksanaan suatu keterampilan
atau proses kegiatan. Penggunaan metode ini mempersyaratkan adanya suatu ke
45
Sudjana, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung, Falah Peodction, 2000. h 154.
46
Ni Wayan Sukerti, Optimalisasi Metode Demonstrasi pada Mata Kuliah Dasar Tata Boga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa Semester I Jurusan Pendidikan Kesejahteraan
Keluarga, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No, 2 TH. XXXVIII, April 2005, h.264.
47
Ibid. h. 264-265.
48
Muhibbin Syah, Psikolo i Pendidikan dengan pendekatan Baru, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004, cet Ke-15, h. 205.
49
Ibid h., h. 205-207.
50
Sujiwo Miranto, Model Pembelajaran Portofolio, Catatan Kuliah Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: 2005, h. 1-15, t.d.
30
ahlian untuk mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti kegiatan yang sesungguhnya.
51
Roestiyahdalam bukunya yang berjudul Didaktik Metodik mengatakan bahwa metode demonstrasi do gunakan
abila ingin memperlihatkan bagaimana sesuatu harus terjadi dengan cara yang paling baik.
52
Dengan metode demonstrasi maka emosi siswa digiring memasuki materi pelajaran sehingga mereka akan lebih mudah mengingat kembali materi
tersebut.
53
Melalui kegiatan demonstrasu\i dan diskusi, siswa yang memiliki kemampuan sedang dan tinggi cenderung lebih mudah mengakomodasi konsep
yang baru dan ketidakkonsistenan pola respon siswa menunjukkan bahwa siswa menyadari adanya konflik yang dimiliki dengan hasil percobaan.
54
Menurut Syagala dan Zain metode demonstrasi adalah cara penyajian bahan pelajaran dengan memperagakan atau mempertunjukan kepada siswa suatu
proses, situasi atu benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya atau tiruan,yang sering di sertai penjelasan.
55
Jika penyampaian materi hanya berupa penjelasan banyak menimbulkan miskonsepsi dan sedikit yang mengerti. Oleh
karena itu guru sastra harus merubah persepsi siswa terahadap dunia.
56
Suatu simulasi dapat di sajikan dalam beragam cara. Cara yang sering digunakan adalah
melalui kegiatan demonstrasi. Dengan demikian dapat ditemukan suatu bentuk
57
Demonstrasi menjadikan bahan ajar lebih konkret dan lebih nyata bagi siswa, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyaksikan atau
51
Atwi Suparman, Desain Instruksional, Jakarta: PAU-PPAI, Universitas Terbuka, 2001,cet. Ke-1, h. 176.
52
Roestiyah, Didaktik Metodik, Jakarta: Bina Aksara, 1986, cet. Ke-2, h. 76.
53
Muhammad Muslim, Mengatasi Kesalahan Konsep pada Pokok Bahasa Gaya dan Tekanan melalui Metode Demonstrasi di Kelas 1 STPN 1 Inderalay, Jurnal Forum MIPA, Vol. 18,
No. 2, Mei 2003, h. 62-63.
54
Ruli Meiliawati, Pengaruh Pelaksanaan Demonstrasi Terhadap Ppengetahuan Siswa SMU Tentang Konsep Perubahan Materi dan Hukum Kekekalan Massa, dalam Jurnal Pendidikan
MIPA, Vol. 07, No. 01, Januari 2006, h. 16
55
Syaiful Syagala dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta,1996, Cet. Ke-1, h. 102.
56
Derek A. Muller Manjula D. Sharma, Whay Should We Change How We Teach Physich?
http:ww.Physics.usyd.edu.auFondationOutreachSTWPreceedingmuller.pdf2-05-2008 , h. 2.
57
Noah Finkelstein,dkk., High-Tech for Teacing Physics: The Physics Educatio Technology Project, http;www.jolt.merlot.orgvol2no3Finkeilstein.htm , 24-05-2008, h. 4
31
mengalami kejadian atau keterampilan nyata sambil memperhatikan penjelasan.
58
Oleh karena itu metode demonstrasi sangat efektif dalam menolong siswa untuk mencari jawaban atas pertanyaan seperti: bagaimana cara membuatnya, terdiri
dari bahan apa, cara mana yang paling baik, dan bagaimana dapat diketahui kebenaranya.
59
Hasil penelitian Bates yang dikutip oleh Sumardi dkk. Menyebutkan bahwa metode demonstrasi termasuk salah satu metode yang
efektif.
60
Supramono mengatakan bahwa demonstrasi di gunakan untuk mengilustrasikan fakta ilmiah prinsip-prinsip dan proses
–proses untuk menstimulir interest dan menimbulkan problem-solving bagi para siswa.
61
Sola dan Ojo menyebutkan bahwa metode demonstrasi adalah teknik mengajar dalam mengkombinasikan penjelasan dengan praktek untuk
mengomunikasikan proses, konsep-konsep dan fakta-fakta. Demonstrasi biasanya di sertai dengan penjelasan hal-hal yang esensial. Lebih lanjut di katakan bahwa
metode demonstrasi pada dasarnya sangat sederhana akan tetapi menekankan .prinsip lerning by doing.
62
Menurut Mansyur yang dimaksud dengan metode demonstrasi dalam proses belajar dan mengajar ialah yang dipergunakan oleh seorang guru atau
orang luar yang sengaja didatangkan atau murid sekalipun untuk mempertunjukan gerakan-gerakan atau suatu proses dengan prosedur yang benar disertai
58
Pudyo Susanto, Keterampilan Dasar Mengajar IPA Berbasis Konstruktivisme, Malang: Universitas Negeri Malang, 2002 h. 61.
59
Tim Penyusunan LPK Sarjanawiyata Taman Siswa, Beberapa Alam Pikiran Pendidikan Dewasa ini, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Sarjanawiyata Taman
Siswa, 1981 h. 48
60
Yhosaphat Sumardi, dkk, “Kajian Eksploratif Tentang Penggunaan Alat-alat laboratorium Fisika Sebagai Sarana Penunjang Proses Belajar Mengajar Fisika di SMA Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Dalam Simposium Nasional Penelitian Pendidikan, IKIP Yogyakarta tanggal 9-11 Mei 1994, h. 61.
61
Edi Supramono, “Pendekatan Inquri dengan Alat-alat Peraga dalam Pembelajaran Fisika”, dalam Jurnal Fisika dan Pengajarannya, tahun ke-4 No 02, Agustus 2000, h. 84.
62
Agbooola Omowunmi Sola dan 0 loyede Ezekiel Ojo, “Effeect of Project, Inquiry and
Lecture- Demonstrasion Teaching Methods on Senior Secondary Student’s In separation of
Mixtures Practical Tes”, dalam Academic Journal Educational Researech and Review vol. 26,PP. 124-132, June 2007. h.2.