Break Even Point BEP Kriteria Investasi

51

4.5.8 Proyeksi Laba Rugi

Proyeksi laba rugi menggambarkan besarnya keuntungan dan kerugian pada industri ini. Proyeksi ini memuat mengenai pengeluaran dan penerimaan secara keseluruhan. Selisih antara penerimaan dengan pengeluaran produksi dinamakan laba operasi. Laba operasi setelah pengurangan pajak merupakan laba bersih. Pajak penghasilan ditetapkan sebesar 25. Ini berdasarkan pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia untuk badan perusahaan. Rincian laba rugi industri ditunjukan pada Lampiran 6. Perhitungan laba rugi menunjukan bahwa laba dari tahun-ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun pertama laba sebesar Rp.7.755.549, tahun kedua sebesar Rp. 8.215.426.000, dan pada tahun kesepuluh sebesar Rp. 10.632.014.000 Hal ini dikarenakan biaya pembayaran bunga yang semakin menurun tiap tahunnya dan pada akhir tahun kelima bunga modal investasi tetap telah habis terbayar. Tabel 31 menunjukkan proyeksi laba ruginya. Tabel 31. Proyeksi laba rugi dalam ribuan rupiah Tahun Penerimaan Rp Biaya Produksi Rp Laba operasi Pajak Laba bersih 1 82.941.300 72.600.568 10.340.732 2.585.183 7.755.549 2 82.941.300 71.987.399 10.953.901 2.738.475 8.215.426 3 92.157.000 78.699.232 13.457.768 3.364.442 10.093.326 4 92.157.000 78.459.815 13.697.185 3.424.296 10.272.889 5 92.157.000 78.220.398 13.936.602 3.484.151 10.452.452 6 92.157.000 77.980.981 14.176.019 3.544.005 10.632.014 7 92.157.000 77.980.981 14.176.019 3.544.005 10.632.014 8 92.157.000 77.980.981 14.176.019 3.544.005 10.632.014 9 92.157.000 77.980.981 14.176.019 3.544.005 10.632.014 10 92.157.000 77.980.981 14.176.019 3.544.005 10.632.014

4.5.9 Break Even Point BEP

Break even point BEP merupakan titik dimana total biaya produksi sama dengan total biaya penerimaan. Analisis BEP menunjukan pada tahun pertama industri ini harus menjual minimal sebesar 2.118.442 kg, pada tahun kedua sebesar 1.923.857 kg kemudian pada tahun ketiga menurun menjadi 1.729.273 kg dan terus menurun hingga pada tahun kesepuluh titik impas berada pada 1.501.341 kg. Tabel 32 menunjukan titik impas industri surfaktan MES. Tabel 32. Analisis BEP dalam ribuan rupiah Tahun Biaya Tetap Rp Harga Jual Rp Biaya Variabel per Unit Rp BEP kg BEP Rp 1 6.675.560 15,360 12,208 2.118.442 32.538.206 2 6.062.392 15,360 12,208 1.923.857 29.549.484 3 5.449.224 15,360 12,208 1.729.273 26.560.762 4 5.209.807 15,360 12,208 1.653.295 25.393.789 5 4.970.390 15,360 12,208 1.577.318 24.226.816 6 4.730.973 15,360 12,208 1.501.341 23.059.843 7 4.730.973 15,360 12,208 1.501.341 23.059.843 8 4.730.973 15,360 12,208 1.501.341 23.059.843 9 4.730.973 15,360 12,208 1.501.341 23.059.843 10 4.730.973 15,360 12,208 1.501.341 23.059.843 52

4.5.10. Kriteria Investasi

Penilaian kriteria investasi menggunakan metode NPV, IRR. BC ratio, dan PBP. Tabel penghitungan metode NPV, IRR, BC Ratio, dan PBP dijelaskan pada Tabel 33. Tabel 33. Kriteria kelayakan Investasi Kriteria kelayakan Nilai Satuan NPV 19.420.228 ribuan Rp IRR 22 BC Ratio 2,09 PBP 4,9 Tahun 1. Net Present value NPV Net Present value merupakan salah satu metode untuk menentukan kelayakan investasi dengan mempertimbangakan nilai waktu uang. Nilai Keuntungan yang diterima pada tahun sekarang akan berbeda pada keuntungan nilai yang akan datang walaupun secara nominalnya sama. Industri surfaktan MES ini memiliki nilai NPV sebesar Rp. 19.420.228.000 dengan discount rate sebesar 10 sesuai dengan bunga pinjaman. Nilai NPV industri ini menunjukan nilai positif sehingga dapat dikatakan industri ini layak. 2. Internal Rate of Return IRR Internal Rate of Return merupakan tingkat yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Industri dikatakan layak bila nilai IRR-nya lebih besar dari suku bunga yang telah ditetapkan. Nilai IRR industri ini adalah 22 lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu 10 sehingga industri ini dapat dikatakan layak. 3. Benefit Cost Ratio BC Ratio Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan manfaat terhadap biaya. Bila nilai BC ratio nya 1 maka proyek layak dijalankan. Nilai BC Ratio industri surfaktan MES sebesar 2,09 sehingga layak untuk dijalankan. Nilai ini menunjukan juga bahwa satu rupiah yang diinvestasikan pada industri ini akan menghasilkan manfaat sebesar 2,09 rupiah. 4. Pay Back Period PBP Pay Back Period merupakan metode penilaian kriteria investasi dengan tidak mempertimbangkan nilai waktu. Metode ini melihat berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan modal investasi awal. Perhitungan PBP menunjukan bahwa pada tahun awal pendirian kas masih menunjukan negatif Rp. 17.830.701.00, hal yang sama juga terjadi pada tahun pertama dimana kas masih negatif sebesar Rp.9.388.764.000. Tahun kedua arus kas mampu menghasilkan Rp 2.517.154.000, tahun ketiga menghasilkan Rp. 8.186.568.000, dan tahun keempat menghasilkan Rp. 8.366.131.000, dan tahun kelima menghasilkan Rp. 8.545.694.000. Ini menunjukan pay back period terjadi pada antara tahun keempat dan kelima yaitu 4,9 tahun atau sekitar 4 tahun lebih 11 bulan. Berdasarkan empat kriteria investasi yang digunakan yaitu NPV, IRR, BC ratio, dan PBP menunjukan bahwa indutri surfaktan MES layak dijalankan. 53

4.5.11. Analisis Sensitivitas