Perencanaan dalam Pembangunan TINJAUAN PUSTAKA
pedoman praktis dalam memahami pembangunan yang paling hakiki yaitu kecukupan sustainance, memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga
diri atau jati diri self-esteem, serta kebebasan freedom untuk memilih. Todaro berpendapat bahwa pembangunan harus dipandang sebagai proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial,sikap-sikap masyarakat,dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Jadi pada hakekatnya pembangunan ini harus
mencerminkan perubahan total suatu masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan keragaman kebutuhan dasar dan keinginan
individual maupun kelompok-kelompok sosial yang ada di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik secara
material maupu n spritual. Long dalam Nasdian 2010 menyebutkan bahwa pembangunan dari
perspektif sosiologi dan antropologi adalah perubahan yang sudah direncanakan, sebagai pemahaman pola pembangunan dan perubahan menyangkut jenis
pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dan perwakilannya untuk memulai pembangunan ekonomi dan perubahan sosial. Di dunia ketiga peran pemerintah
sangat besar dalam menata masyarakat sesuai sasaran politik dan ekonomi tertentu. Jika di negara maju sasaran lebih utama pada bidang sosial dan ekonomi
maka di negara berkembang lebih banyak ke arah perencanaan negara yang terpusat dengan mendapat bantuan luar yang banyak.
Menurut Korten 1998 perbedaan pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan berpusat pada industri adalah bahwa pembangunan yang berpusat pada
rakyat secara rutin menempatkan kebutuhan-kebutuhan rakyat diatas kebutuhan- kebutuhan sistem produksi sedangkan pembangunan yang berpusat pada sistem
produksi secara konsisten menempatkan kebutuhan-kebutuhan sistem produksi di atas kebutuhan-kebutuhan rakyat. Conyers 1994 menyebutkan bahwa
perencanaan sosial bukan semata dokumen perencanaan tetapi lebih kepada bagaimana perencanaan sosial menjadi arahan bagi tujuan perencanaan itu sendiri.
Perencanaan adalah istilah yang tidak mudah untuk didefinisikan. Para perencana sering berfikir bahwa mereka sudah mengetahui arti kata ini dengan
baik karena berkenaan dengan pekerjaan yang mereka kerjakan. Namun dalam prakteknya para perencana melakukan pekerjaan yang sangat beragam, sehingga
mereka mengartikan hal-hal yang berbeda dengan kata istilah tersebut. Menurut Hall 2002, menyimpulkan bahwa arti “perencanaan” adalah
proses aktivitas yang bertahap yang ditujukan untuk tercapainya suatu atau beberapa tujuan. Adapun teknis penyusunannya yang utama adalah berupa
pernyataan-pernyataan statements tertulis, yang dapat saja dilengkapi dengan proyeksi-proyeksi statistik yang relevan, formulasi-formulasi matematis, evaluasi
kuantitatif dan ilustrasi-ilustrasi diagram yang mendeskrifsikan keterkaitan komponen-komponen dari perencanaan yang disusun, dan bisa saja tanpa disertai
cetak biru representasi fisik atas obyek-obyek perencanaan sama sekali. Perencanaan merupakan cara yang rasional dalam menghadapi masa depan,
secara tipikal melibatkan pengumpulan data dan analisis data, mempelajari kemungkinan trend di masa depan, mempertimbangkan skenario-skenario
alternatif, beberapa darinya menganalisis berapa keuntungan dan biaya yang harus dikeluarkan, memilih skenario yang disarankan dan merencanakan bagaimana
mengimplementasikannya Kelly dan Becker, 2000. Lain halnya menurut Rustiadi et al. 2009 yang menyebutkan bahwa secara
umum terdapat dua unsur penting dalam perencanaan, yaitu hal yang ingin dicapai, dan cara untuk mencapainya. Dalam proses perencanaan, kedua unsur
tersebut baik secara eksplisit maupun implisit dimuat pada berbagai nomenklatur seperti; visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program, proyek, aktivitas
dan lain sebagainya.
Proses perencanaan sebenarnya bagian dari proses capacity building, yakni
membangun kapasitas kelembagaan suatu institusi Rustiadi et al., 2009. Implementasi dari suatu perencanaan diharapkan mengarah pada tercapainya
tujuan-tujuan goals yang diharapkan, seperti melalui proses monitoring dan evaluasi berdasarkan indikator-indikator kinerja yang ditetapkan. Hal ini
diperjelas oleh Friedman dalam Korten 1998 yang menyebutkan bahwa perencanaan itu tidak sekedar sebuah pembuatan rencana tetapi lebih berarti
sebagai proses “belajar bersama”, tidak memberi tekanan pada dokumen tetapi pada dialog, dan hasilnya lebih bergantung pada hubungan timbal balik pribadi-
pribadi menurut latar belakang khususnya dan bukan pada lembaga-lembaga yang abstrak. Sehingga dia menamakan gaya perencanaan ini sebagai transaktif dan
model yang mendasarinya sebagai “social learning”.