121
2.8.5. Indikator Konservasi Pulau di Eropa
Indikator konservasi pulau di Eropa ditunjukkan dengan nilai Indeks yang terdiri atas:
Coastal Index, digunakan untuk pengukuran kondisi sepanjang pantail, resiko kenaikan permukaan laut dan evaluasi terhadap perubahan iklim.
Isolation Index, merupakan indeks yang digunakan pengukuran dampak dari jarak pulau ke pulau lainnya, ancaman dan resiko bencana alam badai,
gempa, tsunami, dan lain-lain terhadap kesejahteraan manusia. Natural Protection, yaitu perlindungan terhadap alam baik kondisinya atau
situasi yang alam di suatu pulau serta perlindungan terhadap spesies yang perlu dilindungi.
Urbanization UR adalah indikator yang menerangkan penduduk pulau yang hidup di area urban skala: 0-9.
Human Threat HT adalah indikator tekanan terhadap tanah dan sumber daya alam.
Economic Pressure EP adalah pengukuran terhadap tingkat pembangunan ekonomi dan dampaknya terhadap pembangunan. Indikator yang
digunakan adalah berdasarkan Gross Domestic Product GNP atatu pendapatan perkapita dalam US, skala 0 - 9.
Human Impact Indeks HI Index adalah Indeks Dampak Manusia yang diukur terhadap seluruh tekanan dari kegiatan manusia terhadap pulau dan
perubahan-perubahannya. Terrestrial Conservation Importance Index adalah evaluasi terhadap
konservasi yang dilakukan. Elemen-elemennya adalah: Ecosystem Richness ER dan Species Richness SR.
2.19 Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Perairan Pesisir
Definisi dan pengertian kebijakan perlindungan dan pengelolaan perairan pesisir sebelum adanya Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 didefinisikan
sebagai:
Universitas Sumatera Utara
122
Definsi 1 “Proses Pengelolaan yang mempertimbangkan hubungan timbal balik antara kegiatan pembangunan manusia yang terdapat diwilayah
pesisir dan lingkungan alam ekosistem yang secara potensial terkena dampak kegiatan-kegiatan tersebut.
Definisi ke 2 “adalah suatu proses penyusunan dan pengambilan keputusan secara rasional tentang pemanfaatan wilayah pesisir beserta segenap
sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya secara berkelanjutan”. Definisi ke 3 “Suatu proses kontinu dan dinamis dalam penyusunan dan
pengambilan keputusan tentang pemanfaatan berkelanjutan dari wilayah pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya”.
Definisi ke 4 “Suatu proses kontinu dan dinamis yang mempersatukan mengharmoniskan kepentingan antara berbagai stakeholders pemerintah, swasta,
masyarakat lokal dan LSM; dan kepentingan ilmiah dengan pengelolaan pembangunan dalam menyusun dan mengimplementasikan suatu rencana terpadu
untuk membangun memanfaatkan dan melindungi ekosistem pesisir beserta segenap sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya, bagi kemakmuran
kesejahteraan umat manusia secara adil dan berkelanjutan.”. Dari definisi-definisi tersebut, kebijakan perlindungan dan pengelolaan
perairan pesisir memiliki arah kepada kesejahteraan nelayan. Kebijakan merupakan kesepakatan bersama dari masyarakat untuk mengatasi dari berbagai
persoalan yang timbul dan sudah disahkan oleh masyarakat itu sendiri melalui lembaga yang berwenang untuk dilaksanakan. Namun pemanfaatan potensi yang
ada belum mampu memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi nelayan Menurut Masykur 2006 sumberdaya perikanan laut yang tersedia
mempunyai potensi yang sangat besar tetapi belum tergarap secara optimal. Walaupun sumberdaya manusia yang terlibat atau yang bekerja di sektor
perikanan dan kelautan sangat banyak bahkan cenderung mengalami peningkatan setiap tahun, seiring dengan potensi pasar yang sangat besar baik pasar domestik
dan pasar luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
123
Pentingnya kebijakan pengelolaan pesisir ditegaskan oleh Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2003 mengatakan bahwa terdapat potensi
konflik kewenangan jurisdictional conflict dalam pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir. Dalam Pasal 3 Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa kewenangan provinsi terdiri atas darat dan wilayah laut sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan
atau ke arah perairan kepulauan. Sementara kewenangan kabupatenkota Pasal 10, UU 221999 adalah terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh
sepertiga dari batas laut propinsi atau sejauh 4 empat mil laut. Di satu sisi, kejelasan pembagian kewenangan ini diharapkan dapat meningkatkan
keberlanjutan dari pemanfaatan sumberdaya pesisir. Di sisi lain, justru hal ini berpotensi menimbulkan persoalan konflik antar wilayah dan potensi disintegrasi
ketika kualitas pengelolaan sumberdaya kelautan dan pantai di daerah otonom tersebut sangat dipengaruhi oleh kegiatan yang berada di wilayah kabupatenkota
otonom. Mengacu kepada Keputusan Menteri Perikanan dan Kelautan 2004 yang
mengarahkan pembuatan visi yang merupakan harapan masyarakat tentang masa depan sumberdaya pesisir, dan dijabarkan dalam bentuk empat kategori tujuan,
maka kebijakan pengelolaan perairan pesisir memiliki tujuan: a.
Tujuan Ekologi, menitik beratkan pada pelestarian dan konservasi sumberdaya pesisir.
b. Tujuan Ekonomi, difokuskan pada eksploitasi sumberdaya pesisir untuk
menghasilkan komoditi yang dapat dipasarkan. Kepentingan ekonomi ini sering lebih kuat untuk mengeksploitasi daripada mengkonservasi.
c. Tujuan Sosial Budaya, difokuskan pada revitalisasi nilai-nilai budaya
masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai masyarakat terhadap sumberdaya.
d. Tujuan Kelembagaan, pada aturan-aturan pengelolaan management rules
dalam meregulasi pemanfaatan sumberdaya pesisir serta institusi yang yang melaksanakannya.
Universitas Sumatera Utara
124
Undang-undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengandung kebijakan pengelolaan dengan berasaskan
pada keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas,
dan keadilan. Disini juga dijelaskan bahwa wilayah pesisir adalah daerah yang memiliki
akses terbuka open access setiap elemen masyarakat dan intitusi memiliki kepentingan. Pada Bab II Pasal 4 Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tersebut
ditetapkan tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yaitu: a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya
sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan; b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil; c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta
mendorong inisiatif masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil.
Menilik hal tersebut pengelolaan pengelolaan pesisir lebih tepat diimplementasikan dengan pendekatan kebijakan publik. Menurut Abdul Razak
Manan 2002 komponen kebijakan publik dapat merupakan hasil dari proses politik melalui advokasi kebijakan policy advocacy, tetapi juga merupakan
umpan balik dari analisis kebijakan policy analysis, yaitu analisis pelaksanaan, hasil dan dampak kebijakan. Anderson dalam Widodo 2001 mengungkapkan
bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan masalah tertentu. Lebih lanjut dikatakan Anderson ada elemen- elemen penting yang terkandung dalam kebijakan publik antara lain mencakup:
1 Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu; 2 Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah; 3
Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa
Universitas Sumatera Utara
125
yang bermaksud akan dilakukan; 4 Kebijakan publik bersifat positif merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu dan bersifat negatif
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5 Kebijakan publik positif selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang
bersifat memaksa otoritatif.
2.20 Ruang Lingkup Studi Kebijakan Publik