commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
IPA atau sains merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia serta makhluk lain
Amien dalam Ali nugraha, 2005:3. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya
untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang
mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan
alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, IPA memiliki peran yang sangat penting. Kemajuan
IPTEK yang begitu pesat sangat mempengaruhi perkembangan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan IPA di Indonesia dan negara-negara maju.
Pendidikan IPA telah berkembang di Negara-negara maju dan telah terbukti dengan adanya penemuan-penemuan baru yang terkait dengan teknologi. Akan
tetapi di Indonesia sendiri belum mampu mengembangkannya. Pendidikan IPA di Indonesia belum mencapai standar yang diinginkan, padahal untuk memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK, sains penting dan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa. Kenyataan yang terjadi di Indonesia, mata pelajaran IPA tidak
begitu diminati dan kurang diperhatikan. Apalagi melihat kurangnya pendidik yang menerapkan konsep IPA. Permasalahan ini terlihat pada cara pembelajaran
IPA serta kurikulum yang diberlakukan sesuai atau malah mempersulit pihak sekolah dan siswa didik, masalah yang dihadapi oleh pendidikan IPA sendiri
berupa materi atau kurikulum, guru, fasilitas, peralatan siswa dan komunikasi antara siswa dan guru.
Oleh sebab itu untuk memperbaiki pendidikan IPA diperlukan pembenahan kurikulum dan pengajaran yang tepat dalam pendidikan IPA.
Masalah ini juga yang mendasari adanya kurikulum yang disempurnakan yang 1
commit to user saat ini sedang dikembangkan di sekolah-sekolah, yaitu KTSP. Perkembangan
Ilmu Pengetahuan Alam IPA telah melaju dengan pesat. Hal ini erat hubungannya dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi
memberikan wahana yang memungkinkan IPA. Perkembangan IPA yang begitu pesat menggugah para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan
pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Kreatifitas sumber daya manusia
merupakan syarat mutlak yang harus ditingkatkan untuk dapat menyesuaikan perkembangan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya masyarakat
adalah melalui pendidikan. Pembaharuan di bidang pendidikan terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, diantaranya adalah pemberlakuan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan menekankan keterlibatan siswa secara aktif dan berusaha menemukan
konsep sendiri dalam proses pembelajaran disemua mata pelajaran termasuk IPA. Guru sebagai fasilitator memiliki peran memfasilitasi siswa-siswa untuk belajar
secara maksimal dengan mempergunakan berbagai strategi, metode, media dan sumber belajar. Dalam proses pembelajaran siswa sebagai titik sentral belajar,
siswa yang lebih aktif, mencari dan memecahkan permasalahan belajar dan guru membantu kesulitan siswa-siswa yang mendapat kendala, kesulitan dalam
memahami dan memecahkan permasalahan serta mendorong siswa untuk menggunakan keterampilan proses serta menerapkan inovasi model pembelajaran
sehingga pembelajaran IPA mampu mengembangkan life skill yang merupakan implementasi dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Ali Nugraha, 2005 :
10. Kenyataan menunjukkan bahwa metode pembelajaran konvensional
masih mendominasi dalam proses mengajar IPA. Pembelajaran konvensional yang umum dilakukan adalah metode mengajar dalam bentuk ceramah atau
metode mengajar secara informatif, pengajar lebih banyak berbicara dan bercerita untuk menginformasikan semua fakta dan konsep sedangkan siswa hanya
mendengarkan dan mencatat hal-hal yang disampaikan pengajar tersebut. Siswa akan memiliki banyak konsep tetapi tidak dilatih untuk menemukan dan
2
commit to user mengembangkan konsep. Guru tidak begitu peduli apakah konsep dan rumus
tersebut benar atau salah, akan tetapi lebih peduli pada hasil belajar yang berupa nilai angka. Metode pembelajaran konvensional dapat menyebabkan minat belajar
siswa menjadi rendah karena metode ini kurang menarik, menghalangi respon siswa dan daya minat. Salah satu tugas guru adalah menciptakan suasana
pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat. Suasana pembelajaran yang demikian akan berdampak positif
dalam pencapaian prestasi belajar. Seorang guru harus memiliki kemampuan dalam memilih pendekatan pembelajaran dan sekaligus menggunakan metode
pembelajaran yang tepat untuk menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif. Ketidaktepatan penggunaan metode mengajar sering menimbulkan kejenuhan
dalam mengikuti pelajaran dan materi yang diajarkan kurang dapat dipahami sehingga mengakibatkan siswa menjadi apatis.
Suatu teknik yang banyak digunakan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran IPA adalah metode praktik. Praktikum merupakan salah satu
kegiatan laboratorium yang sangat berperan dalam menunjang keberhasilan proses belajar mengajar IPA. Siswa dapat belajar melalui pengamatan langsung terhadap
meteri dalam IPA, dapat melatih keterampilan berfikir ilmiah, dapat menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan memecahkan berbagai
masalah baru melalui metode ilmiah tersebut. Iklim belajar mengajar dapat dikembangkan apabila guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
meningkatkan dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan fisik maupun mental sesuai dengan taraf kemampuannya. Jadi tugas guru bukan hanya
memberikan pengetahuan saja, melainkan menyiapkan situasi yang menggiring siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen serta menemukan
fakta dan konsep sendiri. Pembelajaran IPA juga perlu disusun sedemikian rupa sehingga siswa terlibat secara aktif. Para ahli psikologi umumnya sependapat
bahwa semakin besar keterlibatan siswa dalam kegiatan, maka semakin besar baginya untuk mengalami proses belajar. Biasanya apabila guru berpikir tentang
belajar, ia menganggap bahwa siswa sedang mengasimilasi beberapa informasi. Proses belajar meliputi semua aspek yang menunjang siswa menuju ke
3
commit to user pembentukan manusia seutuhnya a fully functioning person. Hal ini berarti
pembelajaran yang baik harus meliputi aspek psikomotorik, aspek afektif dan aspek kognitif. Siswa akan mudah memahami konsep yang rumit dan abstrak jika
disertai contoh-contoh yang konkrit, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktikkannya sendiri. Perkembangan pikiran
kognitif anak sesungguhnya dilandasi oleh gerakan dan perbuatan. Proses belajar mengajar yang digunakan harus berfokus pada keaktifan siswa dan guru
memposisikan diri sebagai fasilitator sehingga siswa mendapatkan kesempatan seluasnya untuk mengembangkan diri sesuai dengan taraf kemampuannya dalam
rangka menanamkan sikap dan nilai pada siswa. Keaktifan siswa di sekolah dasar pada umumnya masih kurang dan
kegiatan pembelajaran cenderung terpusat pada guru. Hal ini disebabkan proses pembelajaran lebih menekankan pada bercerita dan mendengarkan saja, tidak
terkecuali pada pokok materi energi gerak yang merupakan materi yang cukup mudah. Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian menyatakan
bahwa sebagian materi energi gerak merupakan percobaan. Tujuan dilaksanakannya percobaan adalah supaya siswa dapat mengamati dan mengalami
secara langsung materi energi gerak sehingga siswa lebih mudah menguasai materi ini. Namun pada umumnya guru masih belum mengarahkan siswa untuk
melakukan percobaan yang mendukung pengetahuan mereka tentang energi gerak yang bisa diterapkan dengan percobaan atau praktikum.
Hal ini juga dipengaruhi dengan terbatasnya media yang dapat digunakan dalam pembelajaran, sehingga dapat mempengaruhi pengetahuan siswa yang tidak
dapat diterima secara langsung hanya sekedar teori saja. Penugasan yang diberikan kepada siswa pun hanya terbatas pada mengerjakan soal-soal di LKS.
Kondisi yang demikian mengakibatkan siswa menjadi cepat bosan dan akan mempengaruhi hasil belajar siswa dalam segala aspek baik aspek kognitif, afektif
maupun psikomotor. Salah satu tujuan pembelajaran di sekolah dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah meningkatnya kualitas sumber daya siswa.
Salah satu indikator keberhasilan tersebut adalah tercapainya ketuntasan belajar siswa yang dicerminkan oleh nilai kognitif, nilai afektif dan nilai psikomotorik
4
commit to user yang standarnya ditentukan oleh sekolah. Adanya pemisahan penilaian
kemampuan ini menyebabkan siswa mau tidak mau harus menguasai semua kompetensi tersebut. Ketuntasan dalam pembelajaran dilandasi dengan dua
asumsi yaitu adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial atau bakat berdasarkan teori John B. Carrol dan pembelajaran
dilaksanakan secara sistematis dan terstruktur sehingga peserta didik akan mampu menguasai bahan yang disajikan kepadanya Ali Nugraha, 2005 : 121.
Hal ini tebukti dari hasil observasi awal, penulis menemukan bahwa terdapat beberapa kekurangan dalam proses pembelajaran IPA yang selama ini
diterapkan di kelas III SDN III Sendang, Wonogiri, antara lain: 1. metode penyampaian materi energi gerak hanya berlangsung dari satu arah
pihak guru atau dikenal dengan metode ceramah, 2. kurangnya keterlibatan siswa secara aktif selama proses pembelajaran
berlangsung. Menurut pendapat dari para siswa, mereka menyampaikan bahwa kesulitan dalam mata pelajaran IPA, antara lain :
a. Kesulitan dalam memahami dan menghafal konsep energi gerak yang abstrak.
b. Kesulitan mengaitkan konsep energi gerak dengan kehidupan sehari-hari yang mereka alami atau yang ada di lingkungan sekitar.
Hasil pengamatan menemukan bahwa rata-rata nilai IPA kelas III adalah 56,19. Jadi bisa dikatakan bahwa belum semua siswa tuntas pada mata pelajaran
IPA karena masih ada nilai di bawah 65. Input siswa kelas III SDN III Sendang, Wonogiri, secara pengamatan kurang begitu berkualitas terbukti sebanyak 50
siswa kelas III memperoleh hasil di bawah nilai KKM yang telah ditentukan. Dengan kata lain 85 dari seluruh pertanyaan dapat dijawab dengan benar dan
sebanyak 95 siswa mencapai taraf penguasaan yang ditentukan Benyamin S. Bloom Ali Nugraha, 2005 : 126-128.
Hal ini merupakan kelemahan yang harus diperbaiki. Sebagai calon pendidik mempunyai kewajiban agar siswa mendapatkan metode pembelajaran
yang terbaik sehingga proses pembelajaran IPA dapat ditingkatkan. Kelemahan- kelemahan yang selama ini terjadi dalam proses pembelajaran harus diperbaiki
5
commit to user mengingat pentingnya proses pembelajaran IPA sebagai langkah untuk
meningkatkan prestasi belajar IPA. Dalam meningkatkan belajar siswa khususnya ketuntasan belajar dalam
konsep energi gerak perlu diterapkan suatu pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran. Pendekatan Keterampilan Proses diartikan sebagai pendekatan
dalam proses pembelajaran yang menitikberatkan pada aktifitas dan kreatifitas siswa untuk mengembangkan kemampuan fisik dan mental yang sudah dimiliki ke
tingkat yang lebih tinggi dalam memproses perolehan belajarnya. Keterampilan proses yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan atau keterampilan
yang diperoleh melalui pendekatan keterampilan proses yang berupa keterampilan dasar dan keterampilan terintegrasi. Keterampilan tersebut diterapkan secara
bergantian dan seimbang. Keterampilan yang diterapkan antara lain, yaitu keterampilan mengamati siswa melihat benda yang bergerak, merasakan
hembusan angin, keterampilan menafsirkan siswa menafsirkan berbagai alat dan bahan yang tersedia untuk melakukan sebuah percobaan, keterampilan
meramalkan siswa memprediksi gerakan turbin yang digerakkan oleh air, keterampilan mengatur alat dan bahan siswa menggunakan benda yang dapat
digerakkan, keterampilan merencanakan penelitian siswa membuat percobaan energi gerak dengan membuat kincir air untuk menghidupkan lampu pada
generator, keterampilan menentukan variabel-variabel siswa mengetahui serta mempraktekkan langkah kerja dalam melakukan percobaan pembuatan kincir air,
keterampilan menerapkan konsep siswa menerapkan konsep gerak benda dalam pembuatan kincir air, keterampilan berkomunikasi siswa mengamati dan
mendeskripsikan benda kemudian menjelaskan deskripsi tentang gerakan kincir air di depan kelas, dan keterampilan mengajukan pertanyaan siswa mengajukan
pertanyaan pada guru tentang penggunaan energi gerak dalam kehidupan sehari- hari. Dengan adanya pendekatan keterampilan proses ini siswa akan belajar
secara mandiri untuk menemukan pengetahuan secara langsung melalui pengalaman.
Berdasarkan uraian tersebut perlu dilakukan penelitian tindakan kelas PTK. Judul yang di ambil oleh peneliti yaitu “Penerapan Pendekatan
6
commit to user Keterampilan Proses Dalam Mencapai Ketuntasan Belajar Konsep Energi Gerak
Pada Siswa Kelas III SD Negeri III Sendang, Wonogiri, Tahun Pelajaran 2010 2011.”
B. Rumusan Masalah