Pengaruh Interaksi Peradaban Islam-Barat Dalam Perang Salib Terhadap Ide Demokrasi (Studi Deskriptif Masa Renaissance di Eropa)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, Akbar S. 1989. Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society. London: Routledge.

Armstrong, Karen. 2011. Perang Suci: Kisah Detail Perang Salib, Akar Pemicunya, dan Dampaknya Terhadap Zaman Sekarang. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Arnold, Thomas W. 1985. Sejarah Da’wah Islam. Jakarta: Widjaya.

Asadulla, Abubakr. 2008. Islam Vs. West: Fact Or Fiction?: A Brief Historical, Political, Theological, Philosophical, and Psychological Perspective. Bloomington: iUniverse.

Atchity, Kenneth J. 1998. The Classical Roman Reader: New Encounters With Ancient Rome. Oxford University Press: 1998.

Bergant, Dianne dan Robert J Karris. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.

Budiardjo, Miriam. 1980. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan V. Jakarta: Gramedia.

Burns, Thomas S. 1991. A History of the Ostro-Goths. Bloomington: Indiana University Press.

Collins, Roger. 2004. A History of Spain: Visigothic Spain 409 -711. New Jersey: Blackwell Publishing.

Collins, Michaeldan Matthew APrice. 2006. The Story Of Christianity, Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius.

Crowther, Nigel B. 2007. Sport in Ancient Times. Westport: Greenwood Publishing Group.


(2)

Drinkwater, John dan Hugh Elton. 2002. Fifth-Century Gaul: A Crisis of Identity?. Cambridge: Cambridge University Press.

Dunstan, William E. 2010. Ancient Rome. Lanham: Rowman & Littlefield Publishers.

Durant, Will. 1944. Caesar and Christ. New York: Simon and Schuster.

Duverger, Maurice. 2007. SosiologiPolitik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Fachruddin, Fuad Mohd. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta:Bulan Bintang.

Faisal, Sanafiah. 1995. Format Penelitian Sosial Dasar-Dasar Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Fletcher, Richard. 2009. Relasi Damai Islam-Kristen. Tangerang: Alvabet.

Frassetto, Michael. 2003. Encyclopedia of Barbarian Europe: Society in Transformation. Santa Barbara: ABC-CLIO.

Freely, John. 2011. Cahaya dari Timur: Peran Ilmuwan dan Sains Islam dalam Membentuk Dunia Barat. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Ganchy, Sally dan Sarah Gancher. 2009. Islam and Science, Medicine, and Technology. New York: The Rosen Publishing Group.

Gibbon, Edward. 1837. The History of the decline and fall of the Roman Empire. London: Oxford University.

Hitti, Philip Khuri. 2006. History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Huda, Ni’matul. 2012. Ilmu Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Huntington, Samuel P. 2000. Benturan Antarperadaban dan Masa Depan Politik Dunia.Yogyakarta: Qalam.


(3)

Husaini, Adian. 2005.Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. Jakarta: Gema Insani.

Jestice, Phyllis G. 2004. Holy People of the World: A Cross-cultural Encyclopedia. Santa Barbara: ABC-CLIO.

Jones, Kenneth R. 2011. Jewish Reactions to the Destruction of Jerusalem in A.D. 70: Apocalypses and Related Pseudepigrapha. Leiden: BRILL.

Kawuran,Megandaru W. 2008. Kamus Politik Modern. Yogyakarta: Pura Pustaka.

Knippenberg, Hans. 2005. The Changing Religious Landscape of Europe. Amsterdam: Het Spinhuis.

Kleinhenz, Christopher. 2004. Medieval Italy: An Encyclopedia, Volume 2. New York: Routledge.

Lalu, Yosef. 2010. Gereja Katolik Memberi Kesaksian Tentang Makna Hidup. Yogyakarta: Kanisius.

Le Strange, Guy. 2011. Baghdad: During the Abbasid Caliphate. New York: Cosimo Inc.

Lewis, David Levering. 2012. The Greatness of Al-Andalus: Ketika Islam Mewarnai Peradaban Barat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Macpherson, Ian. 1975. Spanish Phonology: Descriptive and Historical. Manchester: Manchester University Press.

Mahmuddunasir, Syed. 1985. Islam: Its Concept & History. New Delhi: Lahoti Fine Art Press.

Nawawi, Hadri. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.


(4)

Prasetyo, Bambang dkk. 2005. Metode PenelitianKuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pruitt, Dean G dan Jeffrey Z Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Roger Garaudy. 1984. Janji-Janji Islam(terj. Prof. H.M. Rasyidi). Jakarta: Bulan Bintang.

Rogers,Harold E. 2006. The History of Democracy: From the Middle East to Western Civilizations. Bloomington: AuthorHouse.

Rojinsky, David. 2010. Companion to Empire: A Genealogy of the Written Word in Spain and New Spain, C.550-1550. Amsterdam: Rodopi.

Roth, Norman. 1994. Jews, Visigoths, and Muslims in Medieval Spain: Cooperation and Conflict. Leiden: BRILL.

Ruggles, D Fairchild. 2002. Gardens, Landscape, and Vision in the Palaces of Islamic Spain. University Park: Penn State Press.

Russell, Bertrand. 2013. History of Western Philosophy. London: Routledge.

Santoso, Topo. 2003. Membumikan Hukum Pidana Islam: Penegakan Syariat Dalam Wacana dan Agenda. Jakarta: Gema Insani.

Schweid, Eliezer. 2008. The Classic Jewish Philosophers: From Saadia Through the Renaissance (trans. Leonard Levin). Leiden: BRILL.

Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sholikhin, Muhammad. 2008. Filsafat dan Metafisika Dalam Islam. Yogyakarta: Narasi.


(5)

Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Syafii, Ahmad. 2006. Islam dan Politik: Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Gema Insani Press. Hlm. 190.

van den End, Thomas dan Christiaan de Jonge. 1997. Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam. Jakarta: STT Jakarta.

Von Grunebaum, Gustav Edmund. 1970. Classical Islam: A History, 600-1258. New Jersey: Transaction Publishers.

Waldman, Carl dan Catherine Mason. 2006. Encyclopedia of European Peoples. New York: Infobase Publishing.

Watt, W Montgomery. 1995. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wenn, Stephen Robert dan Gerald P Schaus. 2007. Onward to the Olympics: Historical Perspectives on the Olympic Games. Waterloo: Wilfrid Laurier University Press.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.

Wolfram, Herwig. 1990. History of the Goths. Barkeley:University of California Press.

Yatim, Badri. 2011.Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(6)

BAB III

PENGARUH INTERAKSI PERADABAN ISLAM-BARAT DALAMPERANG SALIB TERHADAP IDE DEMOKRASI

A. Interaksi Islam-Baratdalam Kerja Sama dan Konflik

Sejarah yang telah diuraikan pada Bab II menjelaskan bahwa peradaban Barat merupakan bagian yang terpisah dari peradaban Yunani dan Romawi. Namun, ketiga peradaban tersebut pernah mendominasi wilayah yang sama, yakni benua Eropa. Benua Eropa pada abad 21 telah terbagi-bagi menjadi beberapa negara modern dan jarang sekali para sarjana modern mengatakan negara-negara Eropa dengan istilah peradaban Barat. Hal ini disebabkan karena pada masa modern dengan adanya dampak dari globalisasi, sulit sekali untuk membedakan sebuah kondisi masyarakat yang terpisah dari yang lain untuk disebut sebagai sebuah peradaban. Peradaban Barat lebih mengacu kepada masyarakat Barat pada Abad Pertengahan sampai pada awal abad ke-19 yang masih dapat dikatakan berada dalam kesatuan tatanan masyarakat dan berbeda dari masyarakat lain.

Tanpa peradaban Yunani Klasik, peradaban Barat mungkin tak akan pernah muncul dalam sejarah kemanusiaan. Meminjam istilah Roger Garaudy, tanpa peradaban Yunani (disamping peradaban Romawi, Islam dan Kristiani), munculnya peradaban Barat dalam sejarah hanyalah l'occident est un accident

(kebetulan belaka).96

96

Ahmad Suhelmi. Op. Cit., Hlm. 37.

Akan tetapi dia menyebutkan bahwa peradaban Kristiani berbeda dengan peradaban Barat dan menyebutkan pendapat yang sama seperti yang dikemukakan oleh Roger Garaudy tentang adanya peradaban Judeo-Kristiani yang menurut penulis itu merupakan analisis yang kurang tepat jika mengacu kepada pengertian peradaban yang dikemukan oleh Samuel P. Huntington (lihat hal. 10).

Arnold Toynbee berpendapat bahwa peradaban Barat dewasa ini lahir dari puing-puing kehancuran peradaban Yunani-Romawi. Peradaban Barat merupakan kelahiran kembali peradaban Yunani-Romawi. Dia mengatakan, “With disintegration comes rebirth (dengan perpecahan


(7)

munculkebangkitan)”.97

Masa kejayaan peradaban Islam terhitung sangat singkatwalaupun kehadirannya dalam pentas sejarah cukup lama (jika ditambah dengan kekuasaan Turki Utsmani, antara tahun 600-1600). Masa kejayaan peradaban Islam yang sedikit itu, ternyata justru mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi kemunculan dan pertumbuhan peradaban lain, yang muncul maupun terus ada dan tumbuh sejak Islam hadir sebagai sebuah peradaban.

Dalam konteks kelahiran dan perkembangan peradaban Barat, Roger Garaudy menyebut tiga pilar peradaban Barat, yaitu peradaban Yunani-Romawi, Judeo Kristiani dan Islam.Pilar yang ketiga, yaitu peradaban Islam, memiliki pengaruh dalam perkembangan peradaban Barat. Pengaruh tersebut disebabkan karena adanya interaksi antar kedua peradaban. Interaksi tersebut terjadi pada Abad Pertengahan ketika peradaban Islam berkembang dengan sangat cepat di Eropa bagian paling Barat, Spanyol.

Kemunculan Islam di Jazirah Arab tidaklah dengan sendirinya langsung muncul peradaban Islam. Peradaban Islam baru terbentuk beberapa waktu kemudian, ketika peradaban tersebut tumbuh menjadi satu kekuatan di segala bidang, yang mampu memengaruhi dunia, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kebudayaan yang menjadi pusat dunia (masyarakat Eropa, Asia Kecil, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Jazirah Arab) sama seperti negara Amerika Serikat pada pasca Perang Dingin sampai akhir tahun 90-an yang menjadikan dunia satu kutub (yang sebelumnya terdiri dari dua kutub, Russia). Peradaban Islam sebagai sebuah peradaban sangat tergantung kepada mekanisme masyarakat Muslim pada Abad Pertengahan, bagaimana masyarakat Muslim mampu mengaplikasikan nilai-nilai dalam ajaran Islam dalam kehidupannya. Karena peradaban Islam adalah akumulasi hasil dari masyarakat Muslim, maka ia lebih dekat kepada nilai-nilai ajaran Islam.

98

97

Ibid. Hlm. 1-3.

98


(8)

Dalam teori interaksi sosial, wujud dari interaksi tersebut dapat berupa interaksi antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Interaksi yang terjadi antara peradaban Islam dan peradaban Barat dapat digolongkan sebagai interaksi antar kelompok. Masyarakat yang merupakan kumpulan individu atau kelompok merupakan bagian dari suatu peradaban dan satu-satunya unsur peradaban yang menjadi subjek sekaligus objek. Unsur peradaban lain yang berwujud abstrak adalah sistem pemerintahan, pemikiran-pemikiran dan budaya/nilai-nilai. Sedangkan unsur peradaban yang berwujud konkrit termasuk dari bangunan, tatanan kota, infrastruktur, dan produk-produk ilmu pengetahuan/teknologi yang berwujud fisik. Interaksi antara peradaban Islam dan Barat, peradaban Islam diwakili oleh masyarakat Muslim di Spanyol.

Bentuk dari interaksi seperti yang disebutkan oleh Pruit dan Rubin terbagi menjadi tiga, yaitu kerja sama, persaingan, dan konflik. Interaksi peradaban Islam dan peradaban Barat dapat digolongkan ke dalam bentuk kerja sama dan konflik. Catatan-catatan sejarah mengungkapkan bahwa sejak berkembangnya peradaban Islam di Spanyol, menjadi awal interaksi antara masyarakat Muslim dan Barat. Interaksi yang berbentuk kerja sama berupa perdagangan dan pengembangan ilmu pengetahuan.Sedangkan interaksi yang berbentuk konflik berupa pertentangan identitas dan perebutan wilayah. Di antara berbagai konflik yang terjadi, salah satu yang paling penting adalah Perang Salib. Dalam konteks ini, Perang Salib selama dua abad merupakan salah satu tonggak penting dalam proses interaksi antara peradaban Islam dengan Barat. Dengan terjadinya perang tersebut, perdagangan semakin meningkat di kawasan Laut Mediterania, tumbuhnyamerkantilisme dan juga menjadi proses pertukaran budaya.

Dalamwilayah Kerajaan Islam di belahan barat –SemenanjungIberia danAfrika Utara– Yahudi, Kristen, dan Muslimbergabung dalamsebuah masyarakat yangsering digambarkanolehsejarawanmodern dengankata “masa keemasan”. Mereka berbagi pengetahuan seperti puisi, musik, arsitektur, tafsir, hukum, filsafat, dan kedokteran. Dan pada waktu yang sama, tentaraMuslim dan


(9)

tentara Kristen terjebak dalam peperangan Reconquista. Di Mediterania timur, masyarakatyang saling bergantungjuga dapatditemukan seperti di UniversitasAl-Azhar di Kairo dan Universitas Kordobadi Spanyol.Keduanya didirikanpada abad ke-10, mengikutimodel universitas yang lebih tua (BaitAl-Hikmah di Baghdad), sebagai tempatpembelajaran bersamadi antara para sarjanadaritiga tradisi. Keduamodel pendidikan tersebutmemilikipengaruh besar padainstitusipendidikan tinggiEropadan kemajuanilmiah Eropa

Dalam sejarah awal Islam, ilmu pengetahuan menempati peran sentral. "Seorang sejarawan terkenal mengatakan bahwa ciri khas dari sekolah di Baghdad pada Abad Pertengahan terlihat dari prinsip-prinsipnya, yaitu semangat keilmiahan untuk melanjutkan perkembangan ilmu pengetahuan dari hal-hal yang diketahui sampai kepada hal-hal yang tidak diketahui, memperhitungkan secara tepat dari sebuah fenomena, tidak membenarkan apapun jika belum dikonfirmasi oleh pengalaman atau dari adanya eksperimen. Demikianlah prinsip-prinsip dasar diajarkan dan diakui kemudian oleh para ahli."Banyak kontribusi dibuat untuk ilmu-ilmu alam. Namun demikian, kemajuan ilmiah berkurang setelah abad ketigabelas. Muslim secara bertahap menjadi apatis, dan beberapa bahkan

.

Peradaban Islam di Spanyol yang lebih maju dibandingkan peradaban Barat pada Abad Pertengahan, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan, mendorong banyak masyarakat Barat yang datang ke Kordoba untuk belajar di universitas-universtias disana. Kota Kordoba menjadi pusat kemegahan di Eropa pada masa Kerajaan Umayyah. Infrastruktur peninggalan Kekaisaran Romawi yang telah hancur karena disebabkan perang antar kaum barbar, dibangun kembali. Bangunan yang paling dapat mewakili dari kemegahan kota tersebut adalah istana Kerajaan Umayyah. Kordoba dikenal terutama dari sekolah kedokteran yang berkembang pesat disana.


(10)

memusuhi ilmu pengetahuan dan alam, walaupun Islam memiliki tradisi kuat dalam mendorong analisis ilmiah dan rasa ingin tahu.99

Sedangkan Interaksi dalam perdagangan merupakan dampak dari kegiatan ilmiah tersebut. Para ahli sejarah Abad Pertengahan juga mengemukakan bahwa kegiatan penerjemahan naskah-naskah lama dari Yunani melibatkan masyarakat Barat. Kegiatan tersebut berdampak pada perkembangan perekonomian masyarakat Barat, yaitu arus perdagangan di laut Mediterania menjadi ramai terutama di kota-kota pelabuhan seperti Genoa, Florence dan Venice. Karena adanya interaksi menyebabkan terjadinya transformasi budaya danpermintaan pasar terhadap produk-produk dari Timur semakin meningkat dalam masyarakat Barat. Hal itu juga yang menyebabkan beberapa keluarga pedagang di kota-kota tersebut menjadi kaya dari monopoli perdagangan dan pengaturan sistem perbankan yang menjadi kebutuhan pasar masa itu.

Kajian awal tentang perdagangan abad pertengahan tidak dapat dipisahkan dari seorang ahli sejarah terkenal asal Belgia bernama Henri Pirenne (1862-1935) walaupun keakuratan kajian Pirenne banyak diperdebatkan. Dengan meneliti perpindahan dari masa Romawi ke Abad Pertengahan, Pirenne manaruh perhatian penting pada pengaruh kedatangan masyarakat Muslim di Eropa terhadap ekonomi. Pirenne berpendapat bahwa ekonomi Kekaisaran Romawi bertumpu pada pembangunan fisik kota-kota dan pada perdagangan di daerah kawasan Laut Mediterania. Setelah invasi kaum barbar (yang kemudian disebut sebagai masyarakat Barat) pada abad ke-5, perekonomian menurun drastis. Perubahan datang setelah Muslim menguasai Afrika bagian utara dan Spanyol pada abad ketujuh.100

99

Abubakr Asadulla. 2008. Islam Vs. West: Fact Or Fiction?: A Brief Historical, Political, Theological, Philosophical, and Psychological Perspective. Bloomington: iUniverse. Hlm. 58.

100

Richard Fletcher. 2009. Relasi Damai Islam-Kristen. Tangerang: Alvabet. Hlm. 66.

Perjalanan pada Abad Pertengahan sangatlah sulit ditempuh, berbahaya, dan lambat. Sekalipun begitu, banyak perjalanan yang dilakukan, demi


(11)

kepentingan pemerintahan, perang, perniagaan, agama, dan untuk mencari ilmu. Menurut analisis Goitein, mengenai dokumen-dokumen Geniza, suatu koleksi dokumen Abad Pertengahan yang ditemukan di Fustat (Kairo Lama), orang-orang lebih memilih melakukan perjalanan lewat jalur air ketimbang lewat daratan, sekalipun untuk jarak-jarak yang pendek.101

Dengan fokus pada peristiwa kerja sama antara kedua pihak, khususnya pada paruh pertama abad keduabelas, Kohler menyatakan bahwa banyak kontrak dan perjanjian yang ditandatangani, yang menunjukkan bahwa perdamaian dan kompromi sering dianggap lebih disukai dibandingkan dengan konfrontasi dan perang. Perjanjian-perjanjian seperti itu sering kali berupa lintas pengakuan – kaum muslim dan kaum Frank bekerja sama melawan kaum muslim dan kaum Frank lainnya– dan didorongoleh kepentingan lokal bersama dan kebutuhan bantuan militer untuk melawan pesaing-pesaing politik. Bagi kaum muslim sendiri, perjanjian-perjanian itu juga dibutuhkan untuk mendapatkan akses ke pelabuhan-pelabuhan di kawasan Mediterania bagian timur, yang banyak di antaranya masih tetap dalam genggaman kaum Frank (bagian dari masyarakat Barat) untuk waktu yang sangat lama. Pentingnya perdagangan jalur laut pada periode ini menjadi jaminan bahwa kaum muslim akan berusaha mencapai sejumlah kompromi dengan kaum Frank untuk melindungi dan menjaga kepentingan-kepentingan dagang mereka.102

101

Carole Hillenbrand. 2007. Perang Salib: Sudut Pandang Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hlm. 456.

102

Ibid. Hlm. 487.

Sejak abad ke-11, wilayah-wilayah di sebelah timur Mediterania yang secara aktual terpengaruh oleh masuknya Tentara Salib, pada masa pergolakan itu sendiri masyarakat Muslim disana terpecah-pecah di bawah sejumlah pemimpin kecil, yang tujuan-tujuan utamanya adalah untuk mempertahankan kedudukan pribadi mereka dan untuk menjadi lebih kuat dibandingkan rival-rivalnya di tingkat lokal. Tidak ada motif bagi upaya persatuan dan kesatuan masyarakat Muslim untuk melawan Barat yang dikomandani Perancis. Pada kondisi-kondisi tertentu sebagian malah beraliansi dengan Perancis untuk bertempur melawan kelompok muslim lain.

Lihat Muhammad Sholikhin. 2010. Menyatu Diri Dengan Ilahi. Jakarta: Narasi. Hlm. 48-49.

Interaksi dalam kerja sama diwarnai juga dengan konflik, seperti

Reconquista (atau penaklukan kembali) yang dimulai sejak Alfonso IV, Raja Leon, berhasil merebut Kota Toledo dari Kerjaan Islam. Reqonquista semakin


(12)

mendapat dukungan pada Perang Salib. Adapun yang menjadi penyebab utama Perang Salib sebenarnya adalah keberadaan Dinasti Saljuk (cikal bakal Turki Utsmani atau Turki Ottaman)

Selain itu, kalangan Kristen Barat sudah mulai mengidap Islamophobia, dengan pertimbangan, Dinasti Saljuk sebagai bangsa yang masih baru memeluk Islam, mereka belum memiliki pandangan luas dan masih fanatik sekali. Hal tersebut dianggap membahayakan masyarakat Barat yang akan berziarah ke Yerusalem, dan mengancam kekuasaan Bizantium di Konstantinopel. Juga adanya kedisiplinan Turki Saljuk dan tindakan keras terhadap para peziarah yang berziarah ke Holy Spulchure di Yerusalem, misalnya mengenai cukai lalu lintas yang tidak pernah terjadi pada zaman pemerintahan Abbasiyah di Baghdad.

yang sedang mencapai masa puncak. Seperti yang diketahui, tujuan Perang Salib adalah untuk merebut Bait Al-Maqdis serta mendirikan Kerajaan Kristen di negeri Asia Afrika. Sedangkan potensi ancaman terbesar saat itu adalah kekuasaan Bani Saljuk.

103 Hal itulah yang menggugah Kaisar Bizantium, Alexius Commenus, yang menghimbau Paus Urban II untuk mengusir dan menaklukkan Kerajaan Islam tersebut.104

Demokrasi seperti yang kita pahami di Abad 21, merupakan satu sistem politik yang berlandaskan pada ide demokrasi. Yaitu suatu ide tentang kedudukan antara negara dan masyarakat. Dalam ide demokrasi, kekuasaan dalam negara dipegang oleh rakyat. Dengan prinsip tersebut, pengakuan hak manusia, persamaan individu, keadilan dalam hukum akan terwujud karena proses pengambilan kebijakan dilakukan bersama-sama.

B. Pengaruh InteraksiTerhadap Ide Demokrasi

103

Ibid.

Lihat juga Gustav Edmund Von Grunebaum. 1970. Classical Islam: A History, 600-1258. New Jersey: Transaction Publishers. Hlm. 115.

104

Lihat lebih jelas dalam W Montgomery Watt. 1995. Islam dan Peradaban Dunia: Pengaruh Islam Atas Eropa Abad Pertengahan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 120.


(13)

Sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Athena, menjadi inspirasi masyarakat Barat untuk memperoleh suatu kehidupan baru yang lebih baik. Walaupun para filsuf Yunani pada masa tersebut mengkritisi sistem politik demokrasi, negara-negara saat ini percaya bahwa sistem demokrasi merupakan sistem yang paling ideal untuk diterapkan di abad modern. Plato sendiri memberikan pilihan yang paling baik yaitu monarki konstitusi. Karena sistem politik demokrasi pada masa Yunani Klasik terlalu banyak menyita waktu dalam pengambilan keputusan dan adanya kecenderungan akan terjebak ke dalam anarki yang disebabkan persamaan hak dalam pengambilan keputusan. Dengan kata lain, tidak adanya satu figur yang kuat untuk mengambil keputusan penting karena semua kebijakan harus melalui suara terbanyak. Dan untuk catatan, hak persamaan yang dimaksud tidak berlaku bagi budak. Yunani membenarkan adanya perbudakan.

Akan tetapi yang menjadi penting bagi masyarakat Barat adalah prinsip-prinsip dari sistem politik tersebut, yang kemudian disebut sebagai ideologi demokrasi atau paham demokrasi. Persamaan hak dijunjung tinggi dan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan telah menjamin tegaknya keadilan. Perbedaan sistem demokrasi Athena dan Republik Romawi hanya pada istilah saja. Kedua sistem tersebut mengikutsertakan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan bahkan posisi dewan atau senat yang menjadi wakil rakyat berada di atas kaisar. Namun dalam perkembangan kekaisaran tersebut, Republik Romawi tidak berjalan seperti yang diharapkandan berubah menjadi suatu sistem monarki. Dewan tetap diperbolehkan membahas suatu kebijakan akan tetapi kaisar sendiri yang akan memutuskan kebijakan.

Dengan bercermin dari masa lalu, baik John Locke ataupun Montesquieu, memberikan satu alternatif dengan memisahkan kekuasaan negara kepada tiga lembaga yang berbeda agar kekuasaan raja dan para dewan setara, dengan harapan keadilan akan dapat terwujud. Untuk mengimplementasikan hal tersebut, perlu adanya suatu konstitusi yang merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat.


(14)

Semua lembaga negara harus tunduk pada konstitusi tersebut dan konstitusi harus dijunjung tinggi. Meskipun masyarakat Barat pada masa itu masih berada di bawah pengaruh kekuasaan raja dan paus, namun pemikiran John Locke tersebut kemudian banyak diterima oleh sarjana-saraja Barat baik ketika dia masih hidup atau sesudahnya. Hal itu disebabkan dari argumen yang dia jelaskan tentang hakikat negara dan hubungan negara dengan masyarakat. Dia mengemukakan bahwa negara itu lahir dari sutu kontrak sosial yang dibuat oleh masyarakat baik secara sadar atau tidak untuk menjamin kepentingan dari masyarakat tersebut dan bukan atas keinginan Tuhan. Oleh karena itu, kekuasaan raja bukan berasal dari Tuhan tetapi dari kekuasaan yang diberikan oleh masyarakat yang terikat dengan perjanjian tersebut. Dengan demikian, segala kebijakan yang dibuat oleh negara harus sesuai dengan atau berdasarkan kepentingan masyarakat.

Pemikiran dari filsuf-filsuf Barat tidak dapat dipisahkan dari adanya Renaissance. Juga, pemikiran mereka tidak dapat dipisahkan dari kondisi masyarakat Barat pada masa itu dan hubungan masyarakat Barat dengan masyarakat luar, yaitu masyarakat Muslim.Peradaban Islam melalui tradisi keilmuan yang dicanangkan oleh para amir di Kerajaan Islam Spanyol (masa Kerajaan Umayyah) telah menjembatani peradaban Yunani Klasik dengan peradaban Barat. Pengenalan pemikiran-pemikiran filsuf Yunani oleh sarjana Muslim, telah memberikan masyarakat Barat sebuah perbandingan antara masyarakat maju dengan kondisi masyarakat mereka.

Pada Golden Age of Islamic science (masa keemasanilmu pengetahuan Islam), dari abad kedelapan sampai ketigabelas, para sarjana Muslim menetapkan panggung untuk Renaisans Eropa. The Golden Age of Islam dimulai pada masa Khalifah Ma'mun, yang mendirikan House of Science di Baghdad (perpustakaan, pusat penerjemahan, dan observatorium astronomi), dan berlangsung sampai dengan kematian Averroes (Ibnu Rusyid), yang merupakan filsuf terakhir dari para filsuf muslim, pada tahun 1198 di usia 72 tahun. "Bahwa Renaissance terjadi disebabkan karena keturunan pengikut asli Muhammad SAW tetap menjaga


(15)

kebudayaan (nilai-nilai dalam ajaran Islam) sementara Eropa terjebak dalam kegelapan di Abad Pertengahan." Menurut sebagian sarjana, ilmu pengetahuan modern di Eropa tidak lebih dari perluasan ilmu-ilmu yang dikembangkan di dunia Muslim pada abad kedelapan sampai abad ketigabelas. Transformasi ini terjadi melalui Spanyol dan Sisilia. Menurut E.J. Holmyard, "Pada masa awal perkembangan Islam,orang-orang Muslim merupakan pencari ilmu pengetahuan yang sangat antusias dan menjadikan Baghdad pusat intelektual dunia." Selama berabad-abad, umat Islam mendominasi penelitian ilmiah dan pemikiran, mereka merupakan para ahli dari ilmu-ilmu pengetahuan di masanya. Dalam kata-kata Sir John Glubb, "Selama lima abad setelah Muhammad SAW, umat Islam mendominasi dunia baik secara kultural maupun militer persis seperti yang dilakukan oleh negara-negara di Eropa dan negara Amerika Serikat selama 250 tahun belakangan ini".105

Menurut J.B. Bury, gerakan sosial dan intelektual yang mempersiapkan masyarakat Barat memasuki awal masa Renaissance, dimulai di kota-kota pelabuhan Italia di abad ke-13. Keadaan ini dimungkinkan karena kota-kota pelabuhan tersebut masih bisa berhubungan dengan pedagang-pedagang Timur tanpa dipengaruhi oleh sentimen keagamaan akibat Perang Salib, yang dengan demikian memberikan kemajuan dan kesejahteraan yang lebih baik kepada penduduknya. Pemicunya adalah minat terhadap kebudayaan Yunani Klasik yang mengutamakan kebebasan akal, pengalaman manusia, dan kehidupan duniawi. Pada mulanya minat tersebut tumbuh di kalangan perorangan kelas menengah atas saja yang tidak puas dengan suasana terkekang Abad Pertengahan. Individu-individu kelas menengah yang gelisah tersebut memiliki perpustakaan pribadi atau akses terhadap perpustakaan yang menghimpun karya-karya Yunani Klasik. Mereka yang biasanya merupakan kaum bangsawan atau pemuka-pemuka agama juga memiliki kemampuan untuk membaca literatur Yunani Klasik. Minat ini serta gagasan-gagasan yang terkandung di dalamnya –kesadarantentang

105


(16)

kepribadian dan harga diri, lingkungan yang lebih luas dan dunia pada umumnya– lambat laun menyebar ke seluruh Italia, terus ke Eropa Utara (terutama Jerman), yang kemudian melahirkan gerakan pembaruan atau Reformasi dalam agama Katolik. Dalam istilah yang lain, masyarakat Eropa sejak abad ke-14 mulai memasuki masa awal Renaissance, awal abad modern, dan mengenal serta menghayati paham baru yang disebut humanisme. Humanisme bertumpu pada keutamaan akal dan kebebasan berpikir yang kemudian dikenal dengan paham liberal (liberalisme). Dengan demikian, pertumbuhan dan perkembangan humanisme tersebut merupakan antitesa dari paradigma kehidupan yang berkembang di masa sebelumnya yang menundukkan pemikiran manusia di bawah otoritas gereja dan raja-raja absolut. Liberalisme pada tahap awal perkembangannya dikenal sebagai liberalisme klasik. Istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan liberalisme modern awal abad ke-20, juga dengan neoliberalisme yang mulai dipopulerkan sejak penghujung abad ke-20. Tatanan liberalisme klasik pada penyempurnaan demokrasi politik dan sistem ekonomi kapitalis berdasarkan kepada prinsip persaingan bebas.106

Perpustakaan pribadi milik para golongan kelas menengah atas atau akses kepada literatur-literatur Yunani Klasik diperoleh dari adanya kegiatan penerjemahan yang dilakukan oleh Kerajaan Islam di Spanyol. Karena dalam masyarakat Barat, sistem pendidikan hanya dilakukan di dalam gereja dan rumah-rumah para biarawan yang menyebabkan hanya para goloongan elite saja yang mendapatkan pendidikan. Akan tetapi dengan adanya kegiatan penerjemahan tersebut, ilmu pengetahuan tersebar ke Eropa melalui perdagangan di kawasan Laut Mediterania. Interaksi antara peradaban Islam dengan peradaban Barat telah mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat Barat yang ditandai lahirnya Renaissance. Dan dengan adanya gerakan ini,sistem pemerintahan yang baik dan hubungan antara masyarakat dengan negara menjadi

106

Zulfikri Suleman. 2010. Demokrasi Untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta. Jakarta: Buku Kompas. Hlm. 92.


(17)

isu yang penting di kalangan para cendekiawan Barat pada masa tersebut dan ide demokrasi kemudian muncul pada abad-abad setelahnya sebagai jawaban atas tuntutan perubahan di dalam tatanan masyarakat Barat.107

Kaitan antara konflik peradaban Islam-Barat dengan munculnya ide demokrasi memang jauh. Namun dampak dari konflik tersebut, seperti konflik yang paling lama yaitu Perang Salib, menjadi penting dalam kaitannya dengan pemikiran para filsuf Barat tentang ide demokrasi karena telah membuat hubungan negara dengan masyarakat dalam peradaban Barat bergeser dari apa yang semestinya. Konflik ini menjadi penting bagi pergeseran nilai-nilai yang telah tertanam di dalam masyarakat Barat yang selama beratus tahun telah berusaha dijaga oleh para pemuka agama dan raja dengan berbagai kebijakan.

Banyak para ahli sejarah mengatakan bahwa interaksi peradaban Islam dan Barat memang memiliki pengaruhterhadap perubahan dalam masyarakat Barat Abad Pertengahan disebabkan oleh interaksi dalam bentuk kerja sama, yaitu melalui kerja sama dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan perdagangan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi jika mengkaji lewat teori konflik, interaksi yang berbentuk konflik di antara kedua peradaban juga memiliki pengaruh terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat Barat dalam hal ini perubahan sistem politik mereka, yang dari monarki dan teokrasi menjadi negara-bangsa yang demokratis. Perubahan tersebut terlihat jelas dari masyarakat Perancis yang mendirikan pemerintahan Republik melalui revolusi.

108

Usaha para bangsawan dalam Perang Salib telah meningkatkan prestise (pengaruh dari kewibawaan atau nama) raja-raja di Eropa. Dahulu mereka tidak lebih dari bangsawan biasa yang kuasanya lebih besar sedikit dibandingkan dari bangsawan-bangsawan lainnya, dan yang selalu berperang sama seperti yang lain.

107

Menurut pandangan mereka sesuai dengan istilah renaissance yang digunakan, yaitu kelahiran kembali budaya Yunani. Akan tetapi penulis berpendapat, itu merupakan yang pertama kalinya karena masyarakat Barat bukan bagian dari Yunani Klasik.

108


(18)

PerangSalib menjadikan mereka menjadi pemimpin-pemimpin yang lebih berarti dalam masyarakat Barat (perhatikan peran raja Perancis dan Inggris serta kaisar Jerman dalam Perang Salib). Khususnya di Perancis, raja menjadi begitu kuat sehingga ia dapat mempersatukan negaranya dan kemudian kekuasaan tersebut disalahgunakan oleh penerusnya yang menjadikan kelahiran negara-negara nasional –dalamarti modern– dipercepat. Sejajar dengan perkembangan ini, pengaruh paus menurun. Paus sebagai pemimpin rohani dan juga politik dalam Perang Salib kehilangan prestise karena setelah Perang Salib yang pertama, perang-perang sesudahnya dapat dikatakan tidak mencapai hasil. Pemindahan pusat Gereja ke Avignon selama abad ke-14 (“Pembuangan Babel Gereja” dan “Skisma Barat” antara tahun 1378-1415) menuntaskan perkembangan tersebut.109

Akibat langsung dari Perang Salib yang negatif bagi Gereja adalah dibenarkannya kekerasan. Senjata diterima sebagai alat untuk mempropagandakan iman dan memberantas orang-orang yang mempunyai ajaran yang berbeda dengan ajaran Katolik Roma, baik di luar maupun di dalam masyarakat Barat. Karena paus telah menjanjikan pengampunan dosa bagi orang-orang yang terkena hukuman gereja kalau mereka ikut serta dalam Perang Salib, maka surat penghapusan dosa menjadi jauh lebih penting dari dahulu dan sistem surat penghapusan dosa dikembangkan sampai terjadi ekses-ekses yang ditentang oleh Martin Luther.110

Selain raja-raja, Perang Salib juga berdampak pada penduduk kota-kota. Pengaruh feodal di kota-kota berkurang sebab para lord (tuanfeodal atau pemilik tanah), kaum bangsawan, sibuk berperang dalam Perang Salib, sehingga tidak sempat menjalankan pemerintahan di kota-kota itu secara efektif. Kebutuhan mereka akan uang memaksa mereka untuk memberi hak-hak istimewa (privilese) kepada kota-kota (mungkin para keluarga yang berpengaruh seperti keluarga pedagang) sebagai imbalan uang yang diberikan. Hak-hak istimewa ini, yang

109

Thomas van den End dan Christiaan de Jonge. Op. Cit., Hlm. 83-84.

110


(19)

memberi kebebasan yang lebih besar, memperkuat kedudukan kota-kota tersebut. Disebabkan Perang Salib, hubungan-hubungan dengan dunia Timur menjadi lebih intensif, tidak hanya di medan pertempuran, tetapi juga di bidang perdagangan. Perdagangan meningkat, kota-kota perdagangan seperti Kota Venezia, kota-kota di Perancis dan di tepi Sungai Rhein, berkembang dan kaum saudagar menjadi kelas masyarakat yang menentukan (seperti keluarga De Medici di Florence di Italia). Demikianlah Perang-perang Salib mendorong perkembangan masyarakat Barat dari masyarakat feodal ke masyarakat modern.

Dengan adanya Perang Salib, semangat baru mulai menjiwai masyarakat Barat. Semangat baru ini tidak hanya nyata dalam keinginan berziarah atau ikut serta dalam Perang Salib. Semangat yang baru juga menghasilkan pembentukan universitas-universitas sekitar tahun 1200 dan sebelumnya telah menghasilkan pembaruan teologi yang mulai sekitar tahun 1100 (Anselmus, Abaelardus) dan yang memuncak dalam karya Thomas Aquinas (Thomas dari Aquino). Pada zaman yang sama, juga terjadi perkembangan dalam kesenian (seni bangunan, seni pahat, dan seni lukis). Perkembangan ini disebut dengan istilah “Renaissance abad ke-12” yang sebagian sarjana membedakannya dengan “Renaissance abad ke-14”. Renaissance inilah yang menjadikan masyarakat Barat terbuka untuk menerima apa saja dari luar, juga dari Spanyol dan Byzantium.111 Tidak hanya isinya yang diterimaoleh masyarakat Barat, yaitu filsafat Aristoteles, tetapi juga bungkusnya, yaitu bentuk yang diberikan filsuf-filsuf Arab kepada filsafat Aristoteles untuk menyesuaikan Aristoteles dengan ajaran Islam. Perlu disebut di sini nama Avicenna (Ibnu Sina, 980-1037, di Persia), Averroes (Ibnu Rusyd, 1126-1198, di Spanyol) dan juga nama seorang Yahudi, Maimonides (Mosyed Maimon, 1135-1204), yang menulis dalam bahasa Arab.112

Akhirnya pengalaman dari Perang Salib mendorong masyarakat Barat untuk mencari jalan ke Timur Jauh, daerah penghasil barang-barang mewah

111

Yang dimaksud adalah kebudayaan dari masyarakat Muslim Spanyol dan pemikiran dari YunaniKlasik.

112


(20)

seperti rempah-rempah dan kain sutera (India, Indonesia, Tiongkok), supaya mereka tidak bergantung lagi pada Kerajaan Islam. Hal itu berarti harus mencari jalan laut yang menghindari wilayah orang-orang Islam, yaitu Timur Tengah. Demikianlah ditemukan Amerika dan jalan laut melalui Afrika Selatan (Tanjung Harapan). Dengan penemuan benua Amerika, masyarakat Barat yang ingin merasakan kebebasan, melarikan diri dari Eropa dan menetap di Amerika yang masih merupakan koloni-koloni di bawah kekuasaan para raja di Eropa. Walaupun demikian, sebuah daerah baru yang jauh dari Eropa memungkinkan masyarakat Barat yang tidak terbagi ke dalam kasta (tidak adanya golongan bangsawan) untuk mewujudkan suatu negara yang tidak berbentuk monarki.Akan tetapi sesuai dengan pemikiran para filsuf-filsuf Barat yang mencita-citakan persamaan dan keadilan seperti yang pernah dilakukan di Perancis, yang dikenal dengan Revolusi Perancis.

Interaksi yang terjadi memang memiliki pengaruh terhadap munculnya perkembangan ide demokrasi dalam peradaban Barat.Namun di samping itu, nilai-nilai dalam ajaran Islam yang tercermin dalam peradaban Islam ada kemungkinan memiliki pengaruh terhadap pemikiran-pemikiran para filsuf Barat yang pemikiran mereka dijadikan doktrin dalam demokrasi modern. Karena nilai-nilai dalam ajaran Islam tersebut mencerminkan adanya kebebasan dan jaminan terhadap hak-hak manusia. Nilai-nilai tersebut lebih menyempurnakan sistem demokrasi Yunani Klasik, karena dalam sistem demokrasi yang pernah diterapkan di Athena masih membenarkan adanya perbudakan yang berarti menolak adanya persamaan hak. Sistem tersebut juga sering dikritik oleh para filsuf yang hidup pada masa itu di Athena. Selain itu, dalam ajaran Islam juga diharuskan untuk memperhatikan suara minoritas.

Hal itu dapat dilihat dengan melakukan perbandingan antara nilai-nilai dalam ajaran Islam dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi modern. Nilai-nilai yang dimaksud adalah seperti yang dikemukakan oleh Henry B Mayo yang telah disebutkan dalam Bab I yang meliputi, (1)menyelesaikan perselisihan


(21)

dengan damai dan secara melembaga;(2)menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah; (3)menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur; (4)membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum; (5)mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku; dan (6)menjamin tegaknya keadilan. Semua nilai-nilai tersebut telah ditetapkan dalam ajaran Islam sesuai dengan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Muhammad SAW sebagai Rasul Allah (penyampai pesan Allah), yang tindakan-tindakan tersebut juga menjadi hukum atau ketentuan-ketentuan bagi umat Muslim setelah ketetapan dalam Al Qur’an (tentunya tidak akan ada pertentangan antara tindakan Muhammad dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Al Qur’an).

Peradaban Islam, seperti yang dijelaskan oleh Samuel P Huntington, merupakan satu entitas kultural dan satu identitas masyarakat walaupun terkadang berbeda kesatuan secara politis. Dalam suatu peradaban terdapat budaya atau nilai-nilai yang membentuk jiwa masyarakat tersebut. Pengakuan atas nilai-nilai tersebut yang menjadi alasan bagi masyarakat tadi untuk disebut sebagai satu peradaban. Memang dalam istilah peradaban bukan hanya berbicara tentang nilai akan tetapi juga berbicara tentang pemerintahan dan teknologi. Namun kebudayaan merupakan fondasi dasar dari peradaban. Dan di dalam kebudayaan sudah pasti terdapat satu masyarakat yang memiliki nilai-nilai yang menyatukan masyarakat tersebut. Nilai-nilai juga bisa diartikan sebagai norma-norma yang mengatur atau dengan pengertian modern saat ini dapat disebut hukum.

Peradaban Islam adalah sebuah peradaban baru yang dipisahkan dari peradaban Jazirah Arab atau orang-orang Arab. Karena orang-orang Arab sebelum datangnya Islam sama sekali berbeda dengan kondisi setelah datangnya Islam baik dalam segi pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan teknologi. Dan pada masa awal datangnya Islam, masa awal saat diajarkannya nilai-nilai baru kepada orang-orang Arab yang kemudian disebut Islam, Muhammad SAW


(22)

sebagai pembawa nilai-nilai tersebut telah memberikan penjelasan hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk diyakini sebagai ajaran yang benar. Dan segala perkataan, tindakan dan persetujuan oleh Muhammad SAW juga kemudian menjadi hukum-hukum dalam ajaran Islam. Nilai-nilai tersebut yang kemudian memberikan satu identitas budaya baru kepada masyarakat Arab yang juga disebarkan kepada masyarakat-masyarakat yang berada dalam wilayah taklukan kerajaan Islam pada abad-abad berikutnya. Budaya baru tersebut menjadi dasar yang membentuk satu tatanan masyarakat yang semua para ahli setuju untuk menyebutnya sebagai peradaban Islam.

Penjelasan nilai-nilai demokrasi sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Henry B Mayo akan dijelaskan implementasinya dalam peradaban Islam, jauh sebelum para pemikir-pemikir Barat mencetuskan pemikirannya dimana pemikiran mereka digunakan masyarakat Barat sebagai dasar dari ide demokrasi modern. Pertama, menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Muhammad SAW pada saat melakukan ibadah pada tahun ke-6 Hijriah, membuat satu kesepakatan dengan para penduduk Mekkah untuk melakukan gencatan senjata walaupun posisi Muhammad pada saat itu memungkinkan untuk melakukan serangan dan menguasai Mekkah. Hal itu menunjukkan adanya tujuan untuk mewujudkan perdamaian dengan penduduk Mekkah yang menjadi musuh Muhammad SAW dan para pengikutnya pada masa itu walaupun tidak melembaga. Karena pengertian melembaga itu sendiri dalam pengertian modern, harus berwujud adanya suatu lembaga (institusi/organisasi) yang berdasarkan undang-undang untuk mengatur suatu hal tertentu. Akan tetapi pada masa Umar bin Khattab, khalifah kedua dalam Kekhalifahan Rasyidin, dia menunjuk seseorang sebagai qadhi (setara hakim agung pada masa sekarang) di Mesir yang bertugas untuk menyelesaikan berbagai perselisihan yang terjadi di wilayah tersebut. Tentu saja penunjukkan hakim tersebut didorong oleh hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam atau tidak terlepas dari adanya nilai yang telah disampaikan oleh Muhammad SAW. Dengan kata lain,


(23)

nilai yang membentuk peradaban Islam tersebut memiliki kesamaan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ide demokrasi modern.

Kedua, menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. Pengertian perubahan itu sendiri sangat luas dan ruang lingkupnya jika dikaitkan kepada perubahan masyarakat akan meliputi berbagai bidang. Dalam ajaran Islam, jika perubahan tersebut berupa perubahan dalam ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan atau perubahan hukum-hukum Islam sama sekali tidak akan terjamin kedamaian. Karena hukum-hukum tersebut merupakan ketetapan Allah yang tidak dapat diubah dan bukan sebuah perjanjian atau kesepakatan. Hukum-hukum tersebut merupakan hukum dasar atau pedoman hidup bagi seluruh Muslim. Hal tersebut dapat dilihat saat terjadinya perpecahan masyarakat Islam di dalam keyakinan terhadap hukum-hukum Islam dimana cucu Muhammad tewas dibunuh saat perang Karbala. Dimana salah satu kelompok memiliki keyakinan yang berbeda tentang hukum-hukum Islam. Pada saat Muhammad SAW masih hidup, semua masyarakat muslim itu berada dalam satu kesatuan. Setelah kematiannya, masyarakat Islam terpecah-pecah menjadi beberapa bagian. Itu artinya telah terjadi perubahan dalam masyarakat yang sedang berubah, dan dalam ajaran Islam, hal itu tidak dijamin akan terselenggara secara damai. Karena hukum dalam Islam itu sendiri melarang adanya bid’ah atau tindakan yang dibuat sebagai bagian dari keagamaan akan tetapi tidak sesuai atau tidak berkaitan dengan keagamaan. Hal itu sama saja jika dikaitkan dengan masa sekarang, yaitu adanya jaminan bagi masyarakat yang berada dalam suatu wilayah negara yang menganut demokrasi untuk menghapus demokrasi itu sendiri atau menerapkan ideologi lain seperti komunis atau monarki absolut. Tentu saja hal itu tidak dapat dijamin akan terselenggara secara damai bahkan oleh negara yang mengaku paling demokratis sekalipun. Oleh karena itu, jika yang dimaksud oleh Henry B Mayo adalah perubahan yang berada di luar konteks tersebut, maka dalam peradaban Islam sendiri hal itu telah dilakukan pada masa Kekhalifahan Rasyidin. Banyak masyarakat Arab yang telah menyerap budaya-budaya lain


(24)

berupa cara berpakaian, makan, dan ilmu pengetahuan selama tidak bertentangan dengan hukum-hukum Islam. Perpaduan kebudayaan itu (asimilasi) terjadi pada masa Umar, dimana ekspansi telah dilakukan yang mengakibatkan masyarakat Arab yang telah masuk Islam berinteraksi dengan masyarakat di luar Arab.

Ketiga, menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur. Makna dari kata teratur disini juga memiliki dua arti, satu bermakna “secara tertib/damai atau tidak ada kerusuhan” dan yang lain bermakna “secara berkala atau periode yang tetap”. Jika yang dimaksud secara tertib, maka hal itu telah diwujudkan dari tindakan Muhammad SAW ketika menjadi pemimpin baik dalam agama maupun masyarakat Muslim (dalam arti sosial/pemerintahan). Ketika Muhammad SAW sakit dan tidak dapat menjadi imam dalam shalat, Abu Bakar ditunjuk sebagai penggantinya tanpa ada kerusuhan yang terjadi. Begitu juga saat Abu Bakar menjadi khalifah yang pertama. Akan tetapi hal itu berada dalam keadaan mutlak karena keputusan Muhammad SAW merupakan hukum bagi Muslim yang membuat banyak para sarjana Barat modern mengatakan seperti berada dalam keadaan monarki absolut dimana semua keputusan Muhammad SAW berlaku secara mutlak bagi Muslim. Untuk itu, pada poin ketiga ini akan dikaitkan pada keempat khalifah sebagai penerus Muhammad SAW yang keputusan mereka bukan merupakan hukum-hukum Islam atau dijadikan ketetapan-ketetapan dalam Islam. Kesepakatan diangkatnya Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah tidak menimbulkan kerusuhan atau peperangan walaupun ada beberapa kelompok yang merasa tidak puas dengan keputusan tersebut. Hal itu lebih disebabkan oleh fanatisme yang timbul dari pengaruh masing-masing khalifah dalam masyarakat Arab mengingat budaya orang Arab yang memiliki semangat yang kuat dalam kesukuan. Hal itu juga merupakan sesuatu yang wajar dalam masyarakat yang menganut demokrasi sekaligus merupakan konsekuensi dari demokrasi itu sendiri seperti yang akan dijelaskan pada poin berikutnya. Sedangkan jika makna teratur yang dimaksud adalah pergantian secara berkala atau berperiode tetap, dalam peradaban Islam


(25)

baik masa Kekhalifahan Rasyidin yang demokratis ataupun masa Kerajaan Islam yang berbentuk monarki absolut, tidak menunjukkan adanya implementasi nilai demokrasi tersebut. Akan tetapi jika dilihat kembali pada poin ini dengan pengertian teratur secara berkala, Henry B Mayo mungkin tidak akan dapat memberikan satu contoh negara modern yang telah mewujudkan nilai ini. Karena presiden negara Amerika Serikat telah digantikan oleh wakilnya karena berada dalam keadaan diluar kondisi yang ditetapkan sebelum masa periode jabatannya habis. Jika yang nilai demokrasi yang dimaksud adalah adanya pergantian secara berkala yang ditetapkan dalam konstitusi sebagai syarat negara demokrasi, dalam Islam hal itu diserahkan kepada ummah. Tetapi jika pergantian pemimpin dilakukan secara berkala yang tidak tetap atau tidak ada waktu yang ditetapkan dalam konstitusi maka dalam ajaran Islam sendiri, yaitu telah dijelaskan Muhammad SAW melalui persetujuan atas Abu Bakar yang menjadi imam dalam shalat saat dia sakit, sudah memenuhi poin yang dimaksud oleh Henry B Mayo. Karena segala ucapan, tindakan dan persetujuan Muhammad merupakan hukum dalam Islam, maka persetujuan menggantikan posisi imam tersebut telah menjadi dasar hukum dalam Islam, yaitu ketika pemimpin sedang sakit atau tidak dapat lagi memimpin (meninggal) maka digantikan oleh pemimpin yang lain. Selain itu juga ditetapkan untuk tidak patuh kepada pemimpin yang tidak melaksanakan hukum-hukum Islam atau melanggar ketetapan yang telah ditentukan dengan kata lain melanggar konstitusi maka pemimpin tersebut boleh digantikan. Dalam masa Kekhalifahan Rasyidin, hal itu telah diimplementasikan dimana pergantian pemimpin dilakukan ketika pemimpin yang lama meninggal (tidak dapat lagi memimpin). Oleh karena itu, nilai-nilai dalam ajaran Islam yang telah membentuk tatanan masyarakat Islam sebagai peradaban Islam, memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi modern sesuai dengan poin yang dikemukakan oleh Henry B Mayo.

Keempat, membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Dalam ajaran Islam semua telah jelas tentang permasalahan yang berkaitan dengan


(26)

kekerasan. Sanksi-sanksi yang dikenakan kepada pelanggaran-pelanggaran hukum-hukum Islam seperti membunuh memiliki sanksi yang cukup keras, yaitu hukuman mati. Namun jika keluarga yang dibunuh mau menerima diat dan memaafkan si pembunuh, hukuman mati tidak dilaksanakan. Pelanggaran lain seperti mencuri juga memiliki sanksi yang keras, yaitu dengan pemotongan salah satu anggota tubuh yang dimulai dari tangan. Selain itu, pelanggaran lain yang lebih bersifat rohani seperti meninggalkan shalat dan puasa, sanksinya lebih bersifat tekanan batin berupa dosa dan bukan sanksi secara fisik. Karena hal tersebut merupakan hubungan kepada Allah, bukan hubungan sesama manusia. Dalam masa pemerintahan Islam itu sendiri, melihat kepada masa Kerajaan Umayyah dan Abbasiyah, pemakaian kekerasan tidak begitu terlihat dalam catatan-catatan sejarah kecuali yang berkaitan dengan pelanggaran-pelanggaran yang disebutkan tadi yang pasti dilaksanakan karena sudah merupakan ketetapan dalam hukum-hukum Islam. Namun, bagi masyarakat non-muslim yang berada dalam wilayah pemerintahan Islam (dzimmi), tidak dikenakan sanksi-sanksi tersebut kecuali membunuh seorang muslim dan penghinaan kepada agama. Masyarakat yang masuk ke dalam kategori dzimmi ini diberikan kebebasan untuk mennyelesaikan permasalahan sesuai dengan hukum agama atau ketentuan mereka sendiri. Hal ini yang membuat banyak para sarjana Barat berpendapat bahwa Muhammad SAW menegakkan agama dengan pedang. Namun dari sisi muslim sendiri, itu merupakan ketegasan hukum.

Kelima, mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku. Pendapat yang berbeda tidak dipermasalahkan dalam ajaran Islam selama perbedaan itu tidak berkaitan dengan hal-hal mendasar dalam ajaran Islam, yaitu rukun Islam dan rukun Iman. Perbedaan pendapat dalam hukum-hukum Islam yang sudah tetap dan jelas seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an ataupun telah dijelaskan oleh Muhammad SAW tidak dibolehkan. Misalnya, jumlah rakaat dalam shalat, waktu shalat, jumlah hari puasa dan ketentuan lainnya. Di luar itu,


(27)

perbedaan tidak masalah dan dalam ajaranIslam dikenal adanya Ijtihad, yaitu kesepakatan para Ulama (orang-orang berilmu) karena adanya perbedaan pendapat. Perkembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam dikenal adanya berbagai mazhab yang berkenaan dengan fiqih, seperti mazhab Syafi’i, Maliki, Hambali dan Hanafi. Serta dalam ilmu yang khusus untuk menentukan benar atau tidaknya suatu hadits sering terjadi perbedaan di antara Ulama. Nilai-nilai tersebut telah ada sebelum Henry B Mayo mengungkapkan pendapatnya tentang nilai-nilai demokrasi modern.

Keenam, menjamin tegaknya keadilan. Keadilan berkaitan dengan pengakuan akan adanya hak azasi manusia, yaitu hak hidup, hak milik dan hak pengakuan persamaan derajat di dalam masyarakat dan hukum. Dan untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan adanya hukum yang tertulis sebagai dasar pedoman bagi suatu negara atau dalam istilah saat ini disebut konstitusi. Al-Qur’an dan Sunnah merupakan konstitusi dalam masyarakat Islam. Dalam ajaran Islam, hukum dalam perdagangan, pembagian harta warisan, pembagian harta rampasan perang, dan perlakuan kepada tawanan perang atau budak, dan hubungan sesama manusia telah ditetapkan. Namun melihat ke dalam peradaban Islam pada Abad Pertengahan berdasarkan sejarah yang tertulis, yaitu dari kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh kerajaan Islam (penguasa) Umayyah, Abbasiyah, atau Ottoman sering kali terlihat adanya penyimpangan. Akan tetapi jaminan terhadap tegaknya keadilan telah ditetapkan dalam ajaran Islam hanya saja pelaksanaan hukum tersebut sering kali berbeda. Seperti pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga Bani Abbas kepada keluarga Bani Umayyah yang tercatat dalam sejarah, dimana disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Abbasiyah tersebut tidak dihukum mati karena telah melakukan pembunuhan akan tetapi malah menjadi penguasa.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi yang dikemukakan oleh Henry B Mayo juga sesuai dengan nilai dalam ajaran Islam. Namun nilai-nilai yang menjadi dasar peradaban Islam tersebut, dalam perkembangan sejarah


(28)

peradaban Islam mengalami kemunduran atau mulai diabaikan oleh masyarakat Islam. Sehingga Kekhalifahan Rasyidin yang memiliki kekuasaan tunggal113

Selain dari perbandingan yang dijelaskan di atas, teori filsuf Muslim Abad Pertengahan dengan teori filsuf Barat Abad Pencerahan memiliki kesamaan atau kedekatan pemikiran. Kesamaan tersebut menunjukkan kemungkinan adanya pengaruh dari filsuf Muslim terhadap pemikiran filsuf Barat. Filsuf Muslim yang dimaksud adalah Ibnu Khaldun dan filsuf Barat, John Locke, dalam pemikiran tentang negara. Pemikiran Ibnu Khaldun dan John Locke tentang negara sama-sama berdasarkan dari suatu perjanjian yang dilakukan oleh masyarakat, yang juga adanya pengakuan atas hak-hak alamiah manusia yang diperoleh sejak dia lahir. Karena perjanjian tersebut dilakukan untuk menjamin masyarakat yang melakukan perjanjian dapat memperoleh hak-hak mereka.Akan tetapi ada perbedaan cara penyampaian tentang hak manusia di antara kedua filsuf tersebut. Ibnu Khaldun secara tidak langsung mengemukakan hak manusia itu dengan mengatakan bahwa manusia agar bisa bertahan hidup harus makan dan berada dalam keadaan aman dari serangan makhluk-makhluk lain. Jika dijabarkan, Ibnu Khaldun menganggap hak manusia merupakan hal yang sudah dianggap milik semua manusia dan penjagaan hidup itu yang ditekankan dalam pemikirannya, seperti memperoleh makanan dan juga berada dalam keadaan aman dari serangan-serangan makhluk lain. Dengan kata lain, dalam menjaga hidup manusia memerlukan adanya makanan (hak milik) dan berada dalam keadaan aman dari serangan-serangan makhluk lain (hak kebebasan). Sedangkan John Locke (tidak seperti doktrin trias politica) dan beberapa penguasa (masa kerajaan) yang masih memegang erat nilai-nilai dalam ajaran Islam, dapat dikatakan demokratis meskipun tidak menganut sistem demokrasi seperti yang diterapkan oleh negara-negara modern saat ini. Karena nilai-nilai dalam ajaran Islam memiliki nilai-nilai yang sama dengan nilai-nilai yang terkandung dalam demokrasi modern.

113

Menurut penulis, sistem tersebut lebih dekat untuk diidentikkan kepada monarki konstitusional dimana Al Qur’an dan Sunnah sebagai konstitusi.


(29)

mengemukakan secara eksplisit bahwa manusia memiliki hak alamiah, yakni hak hidup, milik, dan kebebasan. Perbedaan tersebut bisa disebabkan kondisi lingkungan dari kedua filsuf. Ibnu Khaldun berada pada kondisi yang relatif damai dan John Locke berada dalam kondisi sebaliknya, yaitu kondisi adanya perbedaan hak dalam masyarakat Barat yang sudah dianggap sebagai suatu bentuk yang wajar. Tidak mengherankan John Locke dianggap bapak hak azasi manusia oleh masyarakat Barat mengingat pemikiran tersebut adalah hal yang baru bagi mereka.


(30)

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan

Identitas Barat yang lahir dari perpecahan dalam Kekaisaran Romawi dan kemudian runtuh setelah suku-suku barbar dari utara Eropa menyerang Kekaisaran Romawi Barat, menjadikan suku-suku tersebut menjadi bagian dari kekaisaran yang baru dan masyarakat yang beradab. Peradaban Barat dalam perjalanan sejarahnya, berhadapan dengan peradaban Islam yang berkembang pesat di Spanyol. Interaksi yang terjadi antara kedua peradaban baik dalam kerja sama maupun dalam konflik telah memberikan kontribusi dalam perkembangan masyarakat Barat yang lebih modern.

Masyarakat Barat yang tertinggal dalam ilmu pengetahuan mendapat pengaruh dari adanya pengembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam, yang kemudian menjadikan masyarakat Barat menyukai literature-literatur dari Yunani Klasik. Peradaban Islam menjadi jembatan antara peradaban Yunani Klasik dengan peradaban Barat. Namun perkembangan tersebut bukan hanya disebabkan oleh adanya pengembangan ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Perdagangan yang terjadi di kawasan Mediterania juga turut serta membantu dalam pertukaran kebudayaan. Dan pada masa Perang Salib, perdagangan tersebut menjadi lebih intens dan bukan hanya dalam medan perang saja.

Dalam perkembangan masyarakat Barat, Perang Salib memang telah memberikan kontribusi di dalamnya. Mereka mulai terbuka dan menerima nilai yang datang dari luar. Hal itu disebabkan karena adanya pergesaran nilai-nilai yang terjadi dalam masyarakat Barat. Perang Salib telah menjadikan raja-raja


(31)

lebih berkuasa, pengaruh paus menurun, dan adanya kota-kota yang mendapat kebebasan lebih yang semua hal itu turut membantu lahirnya Renaissance.

Dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dalam masyarakat Barat, khususnya ilmu pengetahuan filsafat dari Yunani Klasik, lahir banyak pemikir-pemikir Barat seperti John Locke dan Montesquieu yang telah memberikan kontribusi bagi terciptanya ide demokrasi modern yang berbeda bentuknya dengan demokrasi yang pernah diterapkan di Athena. Kedua pemikir tersebut memberikan satu pandangan tentang bagaimana seharusnya negara berjalan dan bagaimana kedudukan negara dalam masyarakat. Adanya berbagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Barat setelah Renaissance turut mempercepat proses lahirnya negara-negara bangsa di Eropa dimana demokrasi mulai dapat diterapkan.

Dalam kaitannya antara ide demokrasi dan ajaran Islam, terdapat kesamaan di dalam nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai dalam ide demokrasi modern dan nilai-nilai dalam ajaran Islam tidak jauh berbeda. Ide demokrasi modern yang dikenalkan oleh negara Amerika Serikat berasal terutama dari pemikiran John Locke dan Montesquieu. Pemikiran John Locke sendiri sangat mirip dengan pemikiran Ibnu Khaldun, salah satu pemikir Islam. Kedua pemikir mengatakan bahwa negara lahir dari adanya kesepakatan masyarakat atau kontrak sosial.

Filsafat Yunani Klasik dikenal masyarakat Barat bukan dalam bahasa Yunani melainkan dalam bahasa Arab. Tulisan-tulisan tersebut merupakan karya para filsuf Muslim yang juga turut memberikan tanggapannya terhadap pemikiran para filsuf Yunani Klasik. Dengan kata lain, masyarakat Barat tidak hanya mengenal pemikiran para filsuf Yunani Klasik saja akan tetapi juga mengenal pemikiran para filsuf Muslim yang telah berada dalam satu tulisan. Hilangnya ilmu pengetahuan dari Yunani Klasik pada masa Kekaisaran Romawi dimulai sejak adanya kebijakan bahwa Kristen merupakan iman resmi kekaisaran dan kebudayaan Yunani Klasik dianggap bertentangan dengan iman Kristen. Hal itu


(32)

menyebabkan semua yang berkaitan dengan Yunani Klasik dihancurkan seperti kuil-kuil, perpustakaan dan sekolah.

Pengaruh Perang Salib atau konflik terhadap ide demokrasi di Eropa, tidak bisa dijelaskan dengan satu atau dua kalimat. Namun pengaruh tersebut dapat digambarkan seperti Demokrasi Pancasila yang hadir dalam negara Indonesia karena adanya konflik yang terjadi dan juga adanya pengetahuan dari masyarakat Barat yang ditransformasikan kepada para pendiri bangsa melalui pembelajaran. Para pendiri bangsa Indonesia merupakan orang-orang terpelajar yang menamatkan studinya di luar negeri atau pun di sekolah sekolah dalam negeri yang didirikan masyarakat Barat. Konflik antara Belanda dan Indonesia memberikan semangat baru dalam masyarakat Indonesia yang merasa sebagai satu identitas. Gambaran lebih jelas tentang perang kegiatan penerjemahan dalam Peradaban Islam terhadap Renaissance, jika dikaitkan dengan masa sekarang, ilmu pengetahuan dengan mudah diakses oleh masyarakat yang berada dalam negara yang sedang berkembang melalui perusahaan percetakan yang menerbitkan buku-buku pengetahuan ke seluruh dunia atau media internet yang merupakan hasil dari pencapaian suatu peradaban.

Dan jika pendapat seorang penulis dalam sebuah karya ilmiah yang dia tulis dapat menjadi rujukan dalam dunia akademik, penulis berpendapat bahwa dasar penetapan kekuatan argumentasi sebuah tulisan ilmiah dalam sistem pendidikan modern dilihat dari referensi yang digunakan di dalamnya berasal dari peradaban Islam. Hal itu dengan membandingkan dengan tulisan-tulisan para pemikir Baratterdaulu ataupun modern (seperti John Locke, Thomas Hobbes, Montesquieu, Immanuel Kant, JJ Rousseau, Adam Smith, Karl Marx, Nietzsche,) yang mengemukan pendapatnya dan dijadikan rujukan atau dibenarkan tanpa adanya referensi yang dicantumkan atas tulisannya. Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa pencantuman sumber referensi (daftar pustaka atau catatan kaki) sebagai salah satu syarat dalam tulisan ilmiah merujuk kepada salah satu cabang ilmu yang dikembangkan dalam peradaban Islam, yaitu ilmu tentang


(33)

Hadits. Disiplin ilmu tersebut merupakan cabang ilmu yang mengkhususkan pada pengkajian asal-usul suatu hadits untuk ditetapkan kedudukan dari hadits tersebut, benar atau salah.Penulis juga berpendapat bahwa sangat membingungkan bagaimana sistem pendidikan pada masa sekarang telah memberikan batasan-batasan untuk mencapai suatu penemuan tanpa merujuk kepada para pemikir dan ilmuwan Barat. Penulis menganggap semua ketetapan standar-standar dalam dunia pendidikan untuk dapat diterima sebagai suatu hal yang ilmiah oleh masyarakat dunia benar-benar telah dikekang.

B. Implikasi Teoritis

Melihat arti dari renaissance itu sendiri adalah kelahiran kembali budaya Yunani Klasik termasuk pemikiran para filsuf dalam bidang politik. Plato, salah satu filsuf Yunani Klasik yang paling dikenal, mengatakan bahwa sistem monarki konstitusional merupakan sistem pemerintahan yang terbaik. Plato sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh sarjana Barat, mengkritisi sistem demokrasi yang diterapkan di Athena karena adanya kecenderungan akan terjebak dalam kondisi anarki dimana tidak adanya figur yang kuat. Aritoteles juga berpendapat bahwa negara yang dipegang oleh rakyat dan bertujuan jelek disebut demokrasi.

Aristoteles tidak mempermasalahkan kekuasaan itu dipegang satu orang, banyak orang atau seluruh rakyat, akan tetapi dia lebih menenkankan kepada tujuan dari negara tersebut. Sesuai dengan paham kolektivisme yang dilekatkan kepadanya, dia mengatakan bahwa kepentingan kolektif warga negara harus lebih diutamakan dari kepentingan individu. Jika dilihat pada masa sekarang, memang sistem yang paling dekat untuk mewujudkan kepentingan kolektif warga adalah dengan dukungan suara mayoritas seperti yang diterapkan di negara-negara modern.


(34)

Perlu diperhatikan, semua kepentingan kolektif warga adalah jaminan akan kebebasan untuk mendapatkan hak sebagai manusia dan tegaknya keadilan. Untuk itu yang perlu ditekankan adalah sebuah hukum yang menjadi pengikat seluruh warga dan menjamin kepentingan kolektif warga tersebut atau disebut sebagai konstitusi. Hal tersebut juga sama seperti yang dikemukanan oleh John Locke. Sebelum pemikiran John Locke dikenal, aplikasi tersebut telah diterapkan dalam pada masa Kekhalifaan Rasyidin dan masa kerajaan-kerajaan Islam lain yang masih memegang erat nilai-nilai dalam ajaran Islam.

Dalam sistem demokrasi, kepentingan kolektif belum tentu dapat dicapai karena yang paling penting adalah kekuatan dari konstitusi negara tersebutterhadap warga negara. Masa Kekhalifahan Rasyidin yang merupakan sistem pemerintahan monarki konstitusi dapat disebut bersifat demokratis. Oleh karena itu, sifat demokratis bukan saja dilekatkan kepada sistem demokrasi terlepas dari pengertian terminologi. Sifat demokratis juga dapat dilekatkan kepada sistem pemerinatahan yang lain seperti monarki konstitusi Yang terpenting adalah konstitusi yang digunakan dan sejauh mana warga negara mematuhi konstitusi tersebut. Kekhalifahan Rasyidin disebut bersifat demokratis karena konstitusi yang digunakan, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah, menjamin kepentingan kolektif warga negara.


(35)

BAB II

SEJARAH PERADABAN ISLAM DAN PERADABAN BARAT PADAABAD PERTENGAHAN

A. Sejarah Peradaban Barat

1. Runtuhnya Romawi Barat

Penerus kepemimpinan Kekaisaran Romawi, Diocletian (284-305) membuat perubahan radikal dengan membagi kekaisaran menjadi belahan barat dan timur yang diperintah oleh tetrarki dan mengeluarkan sejumlah besar titah hukum. Di atas kertas, tetrarki Diocletian adalah sebuah solusi elegan untuk mengatasi kondisi politik yang tidak stabil yang telah menghasilkan sekitar dua puluh kaisar dan kaisar-gadungan dalam jangka waktu yang singkat sejak kematian Kaisar Julian. Karena pada masa Julian, Kekaisaran Romawi baru saja selesai berperang dengan Kerajaan Sassania (Persia atau Iran) yang dimenangkan oleh Shapur I, shahanshah (sebutan untuk raja Persia). Perang itu telah berdampak pada kondisi Kekaisaran Romawi yang segera membutuhkan reformasi politik dan stabilitas ekonomi. Namun, lambatnya Romawi untuk pulih dari keterpurukan menyebabkan kekaisaran tersebut masuk ke dalam anarki, anjloknya mata uang, dan perang saudara antara apa yang disebut dengan kaisar-kaisar barak. Perang saudara dimenangkan oleh Diocletian.

Akan tetapi pada awalnya, rencanaDiocletianuntuk menjaga keamanan di dalam wilayah kekaisaranadalah dengan membuat kebijakan sentralisasisistematis.Kekaisaran inidibagi menjadi96provinsi, 72keuskupan, dan 4prefektur, masing-masing denganpenguasasendirisipil danmiliter.Setiappegawai yang diterima,pengangkatannya dilakukan langsung olehKaisar. Birokrasiyang membentang luastersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya dan


(36)

mendorongDiocletian untuk memberikan otonomi daerah sebagai kebijakan yang akan memaafkan kediktatorannya menurut Will Durrant.24

Diocletian dan kawan seperjuangannya, Maximian sebagai kaisar senior (augusti) yang masing-masing berkuasa di belahan timur dan di belahan barat, serta dua kaisar bawahan (cesari) yang naik status augustus ketika kaisar senior meninggal dunia. Dua kaisar bawahan tersebut yakni Galerius dan Constantius. Galerius menjadi kaisar bawahan dari Diocletian dan Constantius sebagai kaisar bawahan Maximian. Keempat pemimpin ini memiliki wilayah masing-masing akan tetapi kaisar bawahan tetap tunduk pada kekuasaan kaisar senior. Wilayah-wilayah kekaisaran di bagian barat seperti Gaul, Spain, dan Britain menjadi wilayah yuridiksi Constantius. Sedangkan Galerius memiliki Danube sebagai wilayah yuridiksi di belahan timur.25

Kekuasaan otoritas yang ditanamkan di tangan para kaisar membuat motto yang disakralkan Senatus Populusque Romanum (Senat dan Rakyat Roma) hampir tidak layak bagi entablature marmer yang di atasnya moto itu dituliskan. Karena Diokletianus sendiri telah menyatakan dirinya dewa, tampaknya ada kekecewaan besar di kalangan orang Kristen di kekaisaran itu dikarenakan keengganan mereka untuk mengakui klaim tersebut. Kerajaan menetapkan kebijakan harga tetap dan membekukan profesi komersial dan birokrasi kunci selama-lamanya untuk keturunannya sendiri. Sebuah sistem perpajakan penyitaan untuk menyubsidi birokrasi yang besar mengalihkan sisa harta kekayaan rakyat biasa maupun prajurit ke jajaran tinggi kelas bangsawan dan kelompok mapan militer. Kekuatan militer kekaisaran yang sudah besar itu tumbuh dari tiga puluh Pemerintahan Maximianus berpusat di kota Milan yang menjadi ibukota administratif belahan barat. Kota Split di Kroasia menjadi ibukota belahan timur Diocletian (sebelum ibukota belahan timur dipindahkan ke Konstantinopel oleh Kaisar Constantine).

24

Will Durant. 1944. Caesar and Christ. New York: Simon and Schuster. Hlm. 641. 25

Edward Gibbon. 1837. The History of the decline and fall of the Roman Empire. London: OxfordUniversity. Hlm. 134.


(37)

legion yang terdiri atas 300.000 infantri menjadi total 435.000 tentara. Para inovator besar kekaisaran bahkan mencabut perdamaian tiga puluh tahun dengan Kerajaan Sassania. Meskipun ekonomi pasar dan basis pertanian melemah secara gawat –dalam cara yang akan tampak nyata menjelang akhir abad berikutnya– Romawi abad ketiga berhasil bertahan dari sekitar enam puluh tahun tantangan Kerajaan Sassania bahkan ketika suku-suku Jerman berulang kali mencabik pertahanan Rhine dan Danube. Penerus Diokletianus, Konstantinus Agung (306-337), bukan hanya mempertahankan kekaisaran yang terpecah itu tetapi bahkan mereplikasi Kota Abadi (City of God) sebagai Konstantinopel di tempat koloni Yunani lama, Bizantium, lokasi strategis bagi Danube dan Eufrat. Bagian barat kerajaan, dilembagakan secara resmi oleh Konstantinus pada 325 dan secara bersama-sama diperintah oleh Roma dan Konstantinopel.26

Pada musim gugur 376, kaum Goth Tervingi dari Antiokhia yang dipimpin oleh Alaviv dan Fritigern, memohon izin kepada kaisar Romawi Timur yang saat itu dipegang oleh Kaisar Valen, untuk memasuki wilayah kekaisaran. Mereka melewati Danube dan menetap di wilayah Thrace.27

26

David Levering Lewis. 2012. The Greatness of Al-Andalus: Ketika Islam Mewarnai Peradaban Barat. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hlm.36-38.

27

Herwig Wolfram. 1990. History of the Goths. Barkeley:University of California Press. Hlm. 117.

Fritigern menjanjikan layanan militer rakyatnya sebagai imbalan tanah. Valens member izin, senang dengan prospek pasokan besar tentara dan bonus ke perbendaharaan kekaisaran dari pungutan tahunan yang disyaratkan atas provinsi sebagai pengganti pasukan. Jembatan Konstantin dibuka dan seratus ribu orang Goth menetap di Thrace (Bulgaria). Akan tetapi Lupicinus, komandan di Marcianople, mengeksploitasi kaum Goth yang kemudian menjadi faktor utama dalam munculnya bencana tahun 378. Lupicinus menjual gandum dan selimut musim dingin dengan harga setinggi langit dan kemudian mengabaikan permintaan mereka ketika kelaparan dan penyakit mendera pekemahan mereka yang beku. Komandan kemudian mencoba untuk membungkam para korban kejahatannya dengan menghabisi Fritirgen dan para kepala sukunya pada sebuah acara perjamuan. Rencana tersebut gagal dan


(38)

infanteri Thracian dicegat dan dibantai. Enam bulan kemudian, Thrace berada di ambang menjadi benteng barbar di dalam kekaisaran, sebuah situasi yang mengerikan untuk menuntut respon bersama dari Valen maupun sekutu baratnya, Gratianus.Valens memimpin barisan pasukan terbaiknya keluar dari Antiokhia pada akhir musim panas tahun378. Bersamaan dengan itu, Gratianus mempesiapkan pasukan pilihannya di Milan (ibukota administratif Romawi Barat) untuk menggabungkan kekuatan dengan Kekaisaran Romawi Timur. Akan tetapi Valens melakukan penyerangan terlebih dahulu kepada kaum Goth sebelum pasukan Gratianus bergabung dengan pasukannya. Dalam satu hari di Adrianople pada awal Agustus 378, kaum Goth menghabisi tiga legiun Romawi kurang dari tiga haridan Kaisar Valens terbunuh.Fritigern mematahkan tulang belakang Kekaisaran Romawi.

Dua dekade kemudian, Alaric I, pemimpin cerdik mereka dan calon

Romanitas, menuntut penghormatan dari kaisar (bersama pajak tahunan, perjanjian real estate, dan gelar kehormatan Latin). Namun Kaisar Honorius mengabaikan hal tersebut yang menyebabkan Kota Abadi (Roma) diserang dan mengalami kerusakan yang luas akibat kebakaran (gedung senat lama dibakar). Kuil, gereja, dan rumah-rumah bangsawan dikosongkan. Adik tiri Honorius, Galla Placidia, dipaksa untuk menikah dengan saudara laki-laki Alaric I.Pernikahan itu berlangsung pada Januari 414.28

Pada saat Hispania (Spanyol) diserang oleh suku Alans, Suevi, dan Vandals, Honorius maupun Flavius Konstantinus, komando sekaligus menantunya, meminta bantuan kaum Goth. Honorius menawarkan gelar dan lahan untuk imbalan atas pelayanan mereka di Hispania sebagai feoderati, atau penengah kekiasaran non-Latin. Goth dan Romawi berbaris-baris selama enam tahun untuk membersihkan Alans dan Vandal dari sebagaian besar Hispania. Komisi kekaisaran mereka secara substansial dilunasi pada 419. Kaum Visigoth,

28


(39)

sebagaimana sebutan untuk Goth kemudian, diberi wilayah di bagian selatan Galia (Aquitania). Hispania adalah bayangan cermin dari Roma itu sendiri. Provinsi-provinsi yang berisi populasi kekaisaran yang paling Latin di luar Italia. Selain Kordoba Caesaraugusta (Zaragoza), Augusta Emerita (Merida), dan Valentia (Valencia) merupakan kota-kota kosmopolitan di Hispania.29Kekaisaran Romawi Barat runtuh pada tahun 476 setelah Romulus Augustus dipaksa untuk menyerah kepada pemimpin Jermanik, Odoacer.30Romulus dibiarkan tetap hidup dan dia diasingkan ke wilayah pedalaman Campania.31

Tak sampai satu abad sebelum Odoacer membubarkan pemerintahan Kekaisaran Romawi Barat, kaisar terakhir yang memerintah atas nama Kekaisaran Romawi bersatu mengeluarkan ketetapan agama yang teramat penting bagi dunia. Theodosius I menuntaskan kemenangan ekumenis ideologi yang telah menyebar dari kelas bawah sampai kelas atas dunia Romawi. Meskipun Maklumat Milan Konstantin mengesahkan Kekristenan pada tahun 313, menetapkan kedudukan sejajar antara sekte yang kuat itu dengan politeisme dan dualisme yang saling bersaing.Hanya setelah dekrit Theodosius pada tahun 380 maka monoteisme baru menjadi iman resmi Kekaisaran Romawi. Keluarga-keluarga senator tua yang kuat berjuang keras untuk mempertahankan kuil-kuil pagan dan melestarikan acara-acara perayaan dan permainan Colosseum. Harapan terbaik mereka yang terakhir adalah menyelamatkan apa yang mereka yakini sebagai jiwa peradaban mereka dari metastasis Kristen yang datang bersama pemerintahan singkat namun brilian dari kaisar-filsuf Julian Pemurtad (361-363). Sampai dia dibunuh ketika mundur Kemudian Odoacer mengirim pesan kepada Kaisar Zeno di Konstantinopel, yang juga merupakan penguasa yang sah atas wilayah kekaisaran bagian barat, dimana pesan tersebut mempengaruhi kaisar bahwa penunjukan penguasa baru di wilayah tersebut tidak lagi diperlukan. Bisa dibilang, Abad Kegelapan berawal dari kepergian Romulus.

29

David Levering Lewis. Op. Cit.,Hlm. 177. 30

Carl Waldman dan Catherine Mason. 2006. Encyclopedia of European Peoples. New York: Infobase Publishing. Hlm. 642.

31

Kenneth J Atchity. 1998. The Classical Roman Reader: New Encounters With Ancient Rome. Oxford University Press: 1998. Hlm. 415.


(40)

bersama pasukannya dari pengepungan yang gagal atas ibukota Iran, Ctesiphon.Kebijakan penting kaisar Julian adalah tentang restorasi kaum pagan mempersatukan para Platonis dan politeis dari Britania hingga Bosporus. Theodosius tidak hanya mengakhiri segala bentuk toleransi publik, dia lebih lanjut melarang pemujaan atas berbagai berhala (pagan) dan bahkan menghapus Olimpiade pada tahun 393.32 Ahli sejarah yang lain juga menyebutkan hal yang sama dan penerusnya, Theodosius II, membuat satu kebijakan yang menghapus segala budaya yang berkaitan dengan Yunani Kuno seperti pengahncuran kuil-kuil Yunani.33

Terlepas dari pernyataan-pernyataan dasar Konsili Nicea pada tahun 325, banyak pikiran cerdas Yunani lebih lanjut menggabungkan dan memisahkan derajat keilahian Yesus dalam Tritunggal. Ada kaum Nestorian, yang terdapat dalam jumlah besar Suriah dan Irak, yang bersikeras bahwa Mesias Kristen memiliki dua kodrat terpisah, manusia dan ilahi. Kaum Monofisit atau Koptik di Mesir dan di tempat lain di Afrika Utara yang mengakui kodrat kristus sebagai ilahi saja. Betapapun musykilnya pemisahan ontologis semacam itu jika diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani, tidak ada yang bisa menandingi pentingnya masalah ini bagi lebih dari tujuh puluh juta jiwa yang mencari keselamatan dalam Kristus, dan Theodosius telah dengan jelas menahbiskan pada tahun 380 bahwa Kredo Nicea mengatakan dengan tepat dan hanya apa yang menurut dia dikatakannya: Kedua kodrat sejati sang Anak adalah “substansi” yang sama dengan sang Bapa. Meskipun demikian, perbedaan sekte-sekte lainnya akan bersaing dengan doktrin Katolik ortodoks selama berabad-abad mendatang.

Dia menjadikan agama Kristen satu-satunya iman yang sah pada tahun 391 dan berusaha menetapkan kata akhir tentang esensi dogma Kristen ortodoks untuk kerajaan itu.

32

Nigel B Crowther. 2007. Sport in Ancient Times. Westport: Greenwood Publishing Group. Hlm. 54. 33

Stephen Robert Wenn dan Gerald P Schaus. 2007. Onward to the Olympics: Historical Perspectives on the Olympic Games. Waterloo: Wilfrid Laurier University Press. Hlm. 9.


(41)

Sementara kebingungan Kristologis tetap bertahan, dekrit Theodosius menetapkan keutamaan Kristen di Kekaisaran Romawi Barat dan Timur.34

Abad kelima merupakan abad dimulainya invasi kaum barbar dan jatuhnya Kekaisaran Barat. Setelah kematian Augustine pada tahun 430, ada pandangan yang muncul di kalangan akademisi bahwa abad tersebut menjadi waktu terjadinya tindakan destruktif, yang bagaimanapun sangat menentukan garis sejarah yang penting dalam perkembangan Eropa. Abad ini waktu dimana suku Inggris menginvasi Britania yang menyebabkan wilayah tersebut menjadi wilayah Inggris, abad ini juga dimana invasi suku Frank mengubah wilayah Gaul menajadi Perancis, dan suku Goth menginvasi Spanyol kemudian memberikan nama wilayah tersebut seperti sebutan Andalusia. St Patrick, selama bertahun-tahun dalam pertengahan abad ini, mengubah orang-orang Irlandia menjadi pemeluk Kristian. Di seluruh Eropa Barat, kerajaan Jermanik menggantikan birokrasi Kekaisaran Romawi Barat yang terpusat. Pos kekaisaran berhenti, jalan-jalan besar rusak, peperangan di antara kaum barbar telah menghentikan perdagangan skala besar yang telah dibangun oleh Kekaisaran Romawi, dan kehidupan kembali menjadi lokal baik secara politik maupun ekonomi. Pusat kewenangan hanya tersisa dalam Gereja, dan dengan banyak kesulitan.35

Periode yang dikenal dengan Abad Kegelapan mungkin telah menghancurkan agama Kristen ortodoks di Eropa. Serbuan kaum barbar di abad ke-5 dan ke-6 menghancurkan Kekaisaran Romawi di sana. Eropa menjadi daerah primitif. Reruntuhan periode Romawi menjadi masa lalu yang dimiliki oleh ras besar, yang saat itu memiliki pencapaian yang menakjubkan. Budaya Kekaisaran lenyap bersama sebagian besar kearifan dari masa kuno. Rakyat bahkan tidak dapat bertani secara memadai dan pemukiman-pemukiman mereka rapuh tersapu

2. Awal Pembentukan Identitas Barat

34

David Levering Lewis.Op. Cit.,Hlm. 39-40. 35


(42)

habis oleh siklus kelaparan, banjir, dan penyakit yang tak kunjung habis. Seolah-olah keimanan sejati benar-benar dihancurkan oleh “kehidupan duniawi” karena penduduk barbar yang baru di Eropa adalah orang bid’ah atau pemuja berhala. Di Eropa daerah selatan, agama Kristen peninggalan dari masa kuno berhasil bertahan. Di perbatasan biara-biara, para rahib atau pendeta berhasil menjaga tulisan-tulisan dari beberapa Bapak gereja dan sedikit teks klasik. Tapi di provinsi-provinsi utara Kekaisaran lama, yang selalu jauh dari pusat utama kekuatan politik, tampak seakan masyarakat akan terjatuh tanpa harapan pada situasi-tak-bertuhan dan penuh kesalahan. Namun, Gereja Barat bukan hanya berhasil bertahan hidup, ia bahkan memungkinkan Barat untuk bangkit dengan kekuatan baru selama periode Perang Salib. Para paus mengirim misionaris ke kerajaan-kerajaan barbar di utara pengunungan Alpen dan mencapai beberapa keberhasilan yang patut diperhitungkan. Mereka berhasil mengalihkan kaum Anglo-Saxon di Inggris dan kaum Frank di Gaul ke agama Kristen Romawi “yang benar”. Tapi kedua kaum itu sebagian besar buta huruf dan tak terdidik. Keimanan mereka sering kali merupakan campuran membingungkan antara ajaran Kristen dan gagasan-gagasan pagan. Jelas bahwa masih banyak sekali yang harus dilakukan sebelum Eropa sepenuhnya pulih dari runtuhnya kekaisaran itu.

Namun, Eropa memiliki tetangga-Kristen yang kuat. Walaupun kekaisaran telah dihancurkan di barat, bagian timur kekaisaran yang beribukota Konstantinopel tetaplah utuh dan oleh orang Eropa saat itu dikenal dengan Byzantium. Kaisar Konstantinopel, yang menjadi kepala gereja dan negara, adalah keturunan para kaisar Romawi. Ia masih memerintah dalam negara yang kuat dan terpusat serta bertempur dengan mahir dalam operasi-diplomatik-dan-militer yang hebat untuk menjaga agar tentara Islam tidak bergerak mendekat. Sebagai satu-satunya kaisar yang tersisa, ia menjadi penguasa Italia, yang belum dimasuki sama sekali oleh kaum barbar. Sang kaisar memiliki pusat pemerintahan di Ravenna. Karena itu, kekaisaran Yunani Byzantium menikmati keberlanjutan yang tak terputus dan menjadi satu-satunya tempat agama Kristen kuno dari


(43)

Kekaisaran Romawi dapat bertahan hidup di dunia. Gereja Timur memiliki pendekatan pada masalah teologi dan konsep kesucian Tuhan yang tradisinya banyak berbeda dengan yang dikembangkan oleh Gereja Latin di Roma. Namun, belum ada perbedaan doktrinal antara agama Kristen Timur dan Barat. Perbedaan mereka lebih bersifat psikologis daripada teologis. Setelah hancurnya Kekaisaran Romawi Barat, orang-orang Latin merasa cemas terhadap tradisi dan identitas Latin mereka. Orang-orang Latin tidak ingin tersapu oleh pengaruh orang-orang Yunani walaupun kebanyakan paus pada awal Abad Pertengahan berasal dari Yunani atau kaum Kristen Timur.

Para pemeluk Kristen yang dulunya kaum barbar di antara kaum Anglo-Saxon dan kaum Frank secara khusus adalah para pembela ritus Latin dan mereka amat gelisah. Menurut mereka, Barat tidak boleh menjadi sekedar pos luar Gereja Ortodoks Yunani dari Byzantium. Mereka merasa tersinggung dengan cara orang-orang Yunani yang jelas-jelas memandang rendah mereka dan mereka juga benci pada fakta bahwa Romawi, satu-satunya kejayaan yang tertinggal di Eropa, harus didominasi oleh Byzantium, dan bahwa di sana mereka lebih banyak yang berbicara dalam bahasa Yunani daripada bahasa latin, dan bahwa Paus adalah seorang Yunani.

Para pemeluk Kristen Barat tidak ingin menciptakan Gereja yang terpisah. Mereka sekedar ingin diperlakukan dengan rasa hormat dan dimuliakan. Sementara itu, para paus melihat bahwa para kaisar Byzantium cenderung menyaingi klaim mereka sebagai pemimpin tertinggi Gereja. Ketika pada tahun 729, Kaisar ternyata berani mengirim instruksi kepada Paus Gregory II mengenai masalah-masalah doktrinal, Paus mengamuk dan memobilisasi –paling tidak dalam semangatnya– gereja-gereja Barat untuk melawan saudara Yunani mereka yang mulia. Ia mengumumkan bahwa ia akan mengirimkan misionaris baru ke “bagian-Barat yang paling jauh” dan bersumpah bahwa ia akan pergi sendiri untuk membaptis para pemeluk Kristen baru tersebut.Gereja Romawi (Roman Church) mulai terorganisasi dengan baik di zaman Paus Gregorius I (590-604)


(44)

yang dikenal sebagai the “Great”. Dialah yang membangun awal mula birokrasi kepausan masa Abad Pertengahan dan memperkuat kekuasaan kepausan (papacy’s power). Gregorius menggunakan administrasi Romawi untuk mengorganisasikan kekayaan Gereja di Italia, Sisilia, Sardinia, Gaul, dan wilayah lainnya. Ia memperkuat otoritas kepausan atas uskup dan para pastur lainnya, mengirimkan misionaris untuk menaklukkan Anglo-Saxon, dan melakukan aliansi dengan kaum Frank (Perancis). Paus Gregorius juga melakukan aktivitas ekonomi dengan mengimpor gandung untuk memberi makan prajurit Romawi dan mengirimkan pasukan untuk melawan kelompok heretic Lombard.36

Dua puluh tahun kemudian, seorang paus menyeberangi pengunungan Alpen, yakni ketika Stephen II bersekutu dengan Pepin, raja baru kaum Frank dan putranya Charlemagneyang terkenal (dalam buku lain disebutkan dengan nama Charles Martel). Dia membantu Stephen II menyebrangi pengunungan Alpen.37

36

Adian Husaini. 2005.Wajah Peradaban Barat: dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. Jakarta: Gema Insani.Hlm. 32.

37

John Drinkwater dan Hugh Elton. 2002. Fifth-Century Gaul: A Crisis of Identity?. Cambridge: Cambridge University Press. Hlm. 45

Akibatnya, Pepin memosisikan Kaisar Yunani sebagai pelindung sekuler Paus. Walaupun Pepin belum menjadi kaisar, orang-orang Byzantium memandang Paus Stephen II sebagai pengkhianat dan Pepin sebagai seorang barbar yang congkak. Tetapi di Barat, orang-orang sangat senang pada menonjolnya kekuatan Barat yang baru ini dan memandang Pepin dengan penuh kekaguman, yang sedang membangun kekaisaran-kaum-Frank yang kuat (akan disebut sebagai Kekaisaran Romawi Suci pada abad berikutnya), yang memaksa lebih banyak lagi kaum pagan untuk masuk ke dalam Kristen dalam upaya besar untuk menjadikan Eropa sebagai kekuatan kokoh dan bersatu. Perang-perang suci untuk ekspansi dilanjutkan oleh putranya, Charlemagne, yang pada akhirnya meneruskan kekuasaan Pepin pada tahun 771 dan secara menakjubkan memperluas wilayah kekuasaan.Pada tahun 800, Paus Leo III menobatkan Charlemagne sebagai Kaisar Romawi Suci di Barat pada Hari Natal.Pada saat itulah Kekaisaran Romawi Suci


(45)

yang dulunya merupakan Kekaisaran Romawi Barat berdiri sebagai Kekaisaran yang berdaulat dan terpisah secara politik sekaligus religius dari Kekaisaran Romawi Timur.

Penobatan ini merupakan tantangan terbuka terhadap Byzantium sebagaimana disadari baik oleh Charlemagne maupun Paus Leo III. Charlemagne yang tidak dapat membaca dan menulis, duduk di keagungan singgasana kekaisaran dan menjajarkan dirinya dengan Kaisar Yunani yang terpelajar. Bagi orang-orang Byzantium, hal itu menyakitkan saat menyadari bahwa keturunan kaum barbar, yang telah menghancurkan kekaisaran di barat, duduk di singgasana kekaisaran. Tapi bagi banyak orang di Eropa, tampak bahwa Barat siap menentukan nasib mereka sendiri dan menampakkan kemerdekaan dari orang-orang Yunani yang angkuh. Katedral St. Maria yang agung dari Charlemagne di ibukota kekaisarannya di Aachen dimodelkan pada basilica kekaisaran Byzantium di Ravenna. Ia secara cukup sadar merancang dirinya sebagai rekan setara dengan Kaisar dari Kekaisaran Romawi Timur.38

Charlemagne memerintahkan semua rakyat taklukannya untuk menjadi Kristen. Ia memerintahkan agar setiap orang Saxon yang menolak dibaptis, dibunuh. Ia tegaskan bahwa tata cara Roma dan bahasa Latin digunakan dalam liturgi. Ia ingin semua orang di kekaisaran itu melakukan ibadah dalam satu bahasa. ia sangat terpengaruh atas hubungannya dengan Roma, hingga tahun 781 ia meminta Paus Adrianus untuk memberinya sebuah Sacramentary.39

38

Michael Frassetto. 2003. Encyclopedia of Barbarian Europe: Society in Transformation. Santa Barbara: ABC-CLIO. Hlm. 110-111.

39

Michael Collins dan Matthew APrice. 2006. The Story Of Christianity, Menelusuri Jejak Kristianitas. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 90.

Selama 400 tahun, karena peperangan diantara para masyarakat Barat yang baru ini, hanya sedikit karya tertulis yang bisa dibuat di Eropa. Para pengarang Kristen menulis dalam scriptoria, di mana naskah-naskah disalin dalam bahasa Latin. Sebuah naskah baru ditulis dan ejaannya distandarisasi oleh Alcuin dan murid-muridnya di istana kaisar di Aachen. Beberapa naskah bergambar yang terbaik dihasilkan


(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dilaksanakan pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 27 Juni 2013

Pukul : 10.00 WIB

Tempat : Ruang Sidang FISIP USU

Tim Penguji:

Ketua :

Dra. T. Irmayani, M.Si

NIP. 196806301994032001 ( )

Anggota I :

Drs. Zakaria Thaher, M.SP ( )

NIP. 195801151986011002

Anggota II :

Adil Arifin, S.Sos, MA ( )


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Nama : Ramadhan Syah Harahap

NIM : 070906061 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pengaruh Interaksi Peradaban Islam-Barat Dalam Perang Salib Terhadap Ide Demokrasi

(Studi Deskriptif Masa Renaissance di Eropa)

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik,

Dra. T. Irmayani, M.Si NIP. 196806301994032001

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

(Drs. Zakaria Thaher, M.SP) (Adil Arifin, S.Sos, MA) NIP. 195801151986011002 NIP. 198302162010121003


(3)

For all believers who are still looking for.

And for all people who still find the answer.

This is dedicated to my biggest investor, Father.


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim. Alhamdulillaahirobbil’alamiin.Allohumma sholli‘alaa Muhammadwa ‘alaa alihi wa shohbihi ajma’iin. Akhirnya penulis telah menyelesaikan studi ini berupa penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Interaksi Peradaban Islam-Barat Dalam Perang Salib Terhadap Ide Demokrasi (Studi Deskriptif Masa Renaissance di Eropa)” yang dikerjakan selama satu tahun. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca serta Dosen Penasehat Akademik. Penulis juga berterimakasih kepada Dekan, Pembantu Dekan, Ketua Departemen serta staff pengajar dan pegawai di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, khususnya para pengajar di Departemen Ilmu Politik. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua kawan-kawan mahasiswa di Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat adanya kemungkinan kesalahan dan kekurangan dengan adanya berbagai keterbatasan baik kemampuan, pengalaman, waktu, dan dana dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis dengan tangan terbuka menerima berbagai kritikan terhadap tulisan ini dari para pembaca untuk menyempurnakan tulisan ini. Dan untuk setiap kritikan tersebut penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, 27 Juni 2013 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... v

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar Isi ... ix

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6

F. Kerangka Teori ... 7

G. Metodologi Penelitian ... 32

BAB II Sejarah Peradaban Islam dan Peradaban Barat Pada Abad Pertengahan A. Sejarah Peradaban Barat ... 35


(6)

BAB III Pengaruh Interaksi Peradaban Islam-Barat Dalam Perang Salib Terhadap Ide Demokrasi

A. Interaksi Islam-Barat dalam Kerja Sama dan Konflik ... 86 B. Pengaruh Interaksi Terhadap Ide Demokrasi ... 92

BAB IV Penutup

A. Kesimpulan ... 110 B. Implikasi Teoritis ... 113