Pasukan keamanan disiagakan di depan masjid-masjid, synagogues, di depan kantor berita juga, dan pasukan militer
dikerahkan di jalan-jalan » Terjemahan daripenulis.
Persona yang terdapat dalam peristiwa ke-tujuh ini diantaranya 159 je mengacu pada orang yang menunjukan rasa solidaritasnya dengan
menuliskan hastag« Je suis Charlie mais », les « Je ne peux pas être totalement Charlie » ou même les « Je ne suis pas Charlie ». 160 Je
mengacu pada orang-orang yang mendukung tindakan Kouachi bersaudara dan Coulibaly. 161 Des forces de l’ordre dan des militaires déployés.
b. Prinsip penafsiran lokasional
Prinsip penafsiran lokasional yang merupakan tempat terjadinya peristiwa ke-tujuh dapat dilihat pada contoh berikut :
162 Des forces de l’ordre étaient postées devant les mosquées et les synagogues, devant les journaux aussi, et des militaires
déployés dans les rues. Data no. 41 « Pasukan keamanan disiagakan di depan masjid-masjid,
synagogues, di depan kantor berita juga, dan pasukan militer dikerahkan di jalan-jalan » Terjemahan daripenulis.
Lokasi yang menjadi tempat terjadinya peristiwa ke-tujuh adalah devant les mosquées et les synagogues, devant les journaux aussi, et dans les
rues.
c. Prinsip penafsiran temporal
Prinsip penafsiran temporal yang menyatakan durasi atau waktu terjadinya peristiwa ke-tujuh, terdapat dalam tuturan 163 berikut :
163 Lundi 12 janvier 2015
Le slogan « Je suis Charlie » était trop réducteur, trop contraignant pour tenir plus de cinq jours. Data no. 39
Senin, 12 Januari 2015 « . . . Slogan « Je suis Charlie » menjadi begitu populer, begitu
penting dalam lima hari lebih. Terjemahan dari penulis.
Prinsip penafsiran temporal yang terdapat pada peristiwa ke-tujuh ini adalah pada hari senin tanggal 12 Januari 2015 yang mengacu pada waktu
disiagakanya pasukan keamanan dan militer di depan rumah ibadah dan kantor-kantor berita. Sedangkan cinq jours mengacu pada hastag – hastag
yang dituliskan pengguna jejaring sosial sejak lima hari terakhir.
d. Prinsip analogi
Peristiwa ke-tujuh ini berisi tentang informasi hastag-hastag yang digunakan oleh pengguna jejaring sosial, baik yang mengecam aksi
penyerangan di Prancis, maupun yang mendukung aksi penyerangan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada kalimat-kalimat berikut :
164 Le slogan « Je suis Charlie » était trop réducteur, trop contraignant pour tenir plus de cinq jours. Ont commencé à
émerger les récriminations de ceux qui ne s’y reconnaissaient pas ou s’y sentaient trop à l’étroit. Ont fleuri sur le Web et les
réseaux sociaux en une déclinaison infinie les « Je suis Charlie mais », les « Je ne peux pas être totalement Charlie » ou même
les « Je ne suis pas Charlie ». Data no. 40 « Slogan « Je suis Charlie » menjadi begitu populer, begitu
terkenal dalam lima hari lebih. Dimulai dari munculnya kecaman-kecaman dari mereka yang tidak saling mengenal
ataupun mereka yang merasa tidak begitu peduli. Berkembang ke Web dan jejaring sosial dengan deklinasi tak terbatas « Je suis
Charlie mais », les « Je ne peux pas être totalement Charlie » atau bahkan les « Je ne suis pas Charlie ».» Terjemahan dari
penulis
165 Certes en petit nombre, ont circulé des « Je suis Kouachi » ou « Je suis Coulibaly » qui ont soudain réveillé les peurs et
rappelé que même la plus belle de manifestations ne pouvait tout changer. Data no. 41
« Meskipun sedikit, beredar pula hastag « Je suis Kouachi » ou « Je suis Coulibaly » yang tiba-tiba menghidupkan kembali rasa
takut dan mengingatkan peristiwa paling indah yang tidak bisa merubah segalanyaa » Terjemahan dari penulis.
166 La recrudescence d’actes islamophobes jetait également plus qu’une ombre au tableau d’une République une et indivisible.
Data no. 42 « «Bayang-bayang akan islamophobia muncul lagi di Negara ini
dan memang tidak dapat dipisahkan. » Terjemahan dari penulis.
Peristiwa ke-tujuh ini memiliki makna bahwa Prancis adalah salah satu negara di Eropa yang memiliki ketakutan dan kekhawatiran berlebih terhadap
umat islam, hal ini dibuktikan dengan kalimat La recrudescence d’actes islamophobes jetait également plus qu’une ombre au tableau d’une
République une et indivisible, yang menyebabkan Prancis menyiagakan personil keamanan dan militer untuk menjaga rumah ibadah, kantor-kantor
berita dan jalan-jalan di Prancis. Sedangkan hastag-hastag « Je suis Charlie mais », « Je ne peux pas
être totalement Charlie » merupakan wujud simpati pengguna jejaring sosial atas tragedi penembakan di Charlie Hebdo namun juga tidak sepenuhnya
mendukung aksi Charlie Hebdo yang telah melukai hati umat muslim dengan menerbitkan karikatur Nabi Muhammad di cover majalahnya, « Je ne suis pas
Charlie »merupakan wujud kebencian terhadap majalah satirik tersebut, Je suis Kouachi », « Je suis Coulibaly » Merupakan wujud dukungan terhadap
aksi penyerangan yang dilakukukan di beberapa daerah di Prancis.
7. Peristiwa VIII, 13 janvier 2015 13 Januari 2015 a. Prinsip penafsiran personal
Partisipan yang terdapat dalam peristiwa ke-delapan dapat dilihat pada beberapa contoh berikut :
167 Dans la cour de la préfecture de police de Paris, trois cercueils
sous des drapeaux tricolores. Data no. 42 « Di halaman markas besar kepolisian Paris, bendera tiga warna
dibentangkan diatas tiga peti jenazah » Terjemahan dari penulis.
168 François Hollande évoquait, lui, ceux qui sont « morts pour que
nous puissions vivre libres ». Data no. 43 « Francois Hollande menyatakan, dia, mereka yang meninggal
demi kami dapat hidup dengan damai » Terjemahan dari penulis.
169 « Nous pouvons améliorer les mesures de sécurité pour renforcer la sécurité des Français » affirmait Nicolas Sarkozy.
Data no. 46 « Kami bisa meningkatkan keamanan untuk memperkuat
keamanan di Prancis » kata Nicolas Sarkozy » Terjemahan dari penulis.
170 « La France est en guerre contre le fondamentalisme islamiste »
tonnait Marine Le Pen « Les Français attendent de l’action, des décisions. Mais la France n’a encore rien fait » Dataa no. 47
« Prancis sedang dalam perang melawan fundamentalisme islam » Teriak Marie Le Pen. «Rakyat Prancis menunggu
tindakan dan keputusan. Tetapi Prancis belum melakukan apapun » Terjemahan dari penulis.
171 Des écrivains comme Olivier Rolin se sont interrogés à haute
voix : «Alors, ce serait une grande faute d’avoir peur de l’islam ? » Data no. 49
« Penulis-penulis seperti Olivier Rolin bertanya dengan nada tinggi : « Jadi, apakah merupakan kesalahan besar jika memiliki
ketakutan yang besar terhadap islam ? » Terjemahan dari penulis.
Persona yang terdapat pada peristiwa ke-delapan antaralain 167 trois cercueils yang mengacu tiga orang polisi yang menjadi korban tewas dalam
aksi penembakan yang terjadi di beberapa daerah di Prancis. 168 François Hollande. 169 Nicolas Sarkozy dan nous, mengacu pada pemerintah Prancis.
170 Marine Le Pen. 171 Olivier Rolin.
b. Prinsip penafsiran lokasional
Tempat terjadinya peristiwa ke-delapan dapat dilihat pada beberapa contoh berikut ini :
172 Dans la cour de la préfecture de police de Paris, trois cercueils
sous des drapeaux tricolores Data no. 42 «Di halaman markas besar kepolisian Paris, bendera tiga warna
dibentangkan diatas tiga peti jenazah » Terjemahan dari penulis.
173 L’après-midi, l’Assemblée nationale faisait une minute de silence qui s’achevait par une Marseillaise, la première qui ait
été chantée dans ce lieu depuis 11 novembre 1918. Data no. 45
« Pada siang hari, Parlemen mengheningkan cipta selama satu menit yang diakhiri dengan une Marseillaise, pertama kali
dinyanyikan di tempat itu pada tanggal 11 November 1918 ». Terjemahan dari penulis.
174 Lydie Salvayre, prix Goncourt, s’est appuyée sur son expérience
de pédopsychiatre dans un dispensaire banlieue pour prendre la parole. Data no. 50
« Lydie Salvayre, pemenang Nobel Goncourt, ikut angkat suara dengan menceritakan pengalamanya menjadi pedopsikiatri di
sebuah balai pengobatan » Terjemahan daripenulis.