Gambar 5. Curah hujan dan debit air hulu Sungai Cisadane selama penelitian Perubahan curah hujan berhubungan dengan debit air yang terjadi di
sungai. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November 345,4 mmbulan dengan debit air rata-rata sebesar 1,68 m
3
detik, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Juli 102,7 mmbulan dengan debit air rata-rata sebesar 1,16
m
3
detik Lampiran 3. Hubungan tersebut menunjukkan bahwa pola curah hujan pada beberapa bulan pengamatan berhubungan dengan pola debit air. Dapat
dilihat pada sebagian besar bulan pengamatan, besarnya jumlah curah hujan diikuti pula oleh meningkatnya jumlah debit air.
4.2 Parameter fisika dan kimia perairan
Hasil pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia perairan yang dilakukan pada bulan Juni-November 2007 di bagian hulu Sungai Cisadane
disajikan pada Lampiran 3, Lampiran 4, dan dalam bentuk gambar di setiap parameter. Sungai Cisadane bagian hulu memiliki lebar sungai berkisar antara
5,45-13,00 meter, dan memiliki kedalaman berkisar antara 0,02-1,45 meter. Kondisi sungai demikian menunjukkan jenis sungai yang tidak begitu lebar dan
dalam.
4.2.1 Arus
Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi dan mengangkut bahan pencemar. Hasil
pengukuran arus di hulu Sungai Cisadane pada setiap waktu pengamatan
menunjukkan kisaran antara 0,05–1,47 mdetik. Menurut kriteria Welch 1980 dapat dikategorikan sebagai aliran yang sangat lambat hingga sangat cepat.
Pada Gambar 6 dapat dilihat perbedaan kecepatan arus sungai yang didapat selama pengamatan. Kecepatan arus tertinggi terdapat di Stasiun 1
dengan kisaran 0,75-1,47 mdetik arus cepat hingga sangat cepat, Stasiun 2 memiliki kecepatan arus dengan kisaran 0,51-0,92 mdetik arus cepat, dan
terendah di Stasiun 3 dengan kisaran kecepatan arus sebesar 0,05-0,32 mdetik arus sedang hingga sangat lambat.
Gambar 6. Kecepatan arus pada setiap stasiun di hulu Sungai Cisadane Perbedaan kecepatan arus ini dipengaruhi oleh perbedaan kemiringan
lereng di setiap lokasi pengamatan Lampiran 1 yang dikarakteristikkan dengan penggunaan lahan di sekitar lokasi pengamatan. Stasiun 1 memiliki kemiringan
yang lebih besar dikarakteristikkan dengan daerah hutan dan tegalan. Besarnya arus sungai dapat mempengaruhi jenis substrat di setiap tempat.
Stasiun 1 dan Stasiun 2 yang memiliki arus cepat dicirikan jenis substrat yang berbatu dan berpasir, dan Stasiun 3 yang memiliki kecepatan arus lambat
dicirikan jenis substrat yang berbatu dan berlumpur. Kecepatan arus ini diduga dapat mempengaruhi jenis-jenis perifiton dan fitoplankton yang hidup di
dalamnya. Menurut Whitton 1975 in Whitton 1975, kecepatan arus yang besar dapat mengurangi jenis organisme yang tinggal sehingga hanya jenis-jenis yang
melekat saja yang bertahan terhadap arus. Welch 1980 menambahkan, bahwa pada sungai dangkal dengan kecepatan arus cepat, biasanya didominasi oleh
diatom perifitik.
4.2.2 Suhu
Pada pengamatan yang telah dilakukan, suhu perairan di Stasiun 1 berkisaran antara 20-24,10
o
C, Stasiun 2 berkisar antara 22-24,30
o
C, dan Stasiun 3 berkisar antara 24-28,20
o
C. Dari hasil tersebut menunjukkan kisaran suhu di Stasiun 1 lebih rendah bila dibandingkan dengan stasiun lain. Pada Gambar 7
dapat dilihat perbedaan nilai suhu setiap pengamatan. Stasiun 1 merupakan daerah dekat hutan dan disekitar aliran sungai ditumbuhi pohon dan tanaman
sehingga penetrasi cahaya matahari ke perairan akan terhalang.
Gambar 7. Sebaran nilai suhu di setiap pengamatan pada tiap stasiun di hulu Sungai Cisadane
Menurut Haslam 1995 in Effendi 2003, nilai suhu tersebut masih baik untuk pertumbuhan alga terutama jenis diatom 20-30
o
C dan Chlorophyta 30- 35
o
C, sedangkan jenis Cyanophyta lebih dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu lebih tinggi. Berdasarkan nilai yang didapat, kisaran suhu di lokasi
pengamatan masih berada pada baku mutu kelas I yang telah ditetapkan dalam PP RI no. 82 tahun 2001 Lampiran 5.
4.2.3 Kekeruhan