Pendidikan Akhlak melalui Metode Belajar sambil Bermain Di TK. Islam Ar-Rizqy Bekasi

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh :

Dea Insani Dermawanti 108011000055

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Alhamdulillah wasyukrulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala karunia dan rahmat-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang setia pada ajarannya.

Penulisan skripsi ini merupakan manifestasi dari sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan bagi penulis, namun hal tersebut sungguh membawa harapan baru bagi penulis agar menjadi yang lebih baik dimasa yang akan datang.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar S1 pada jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Terselesaikannya Skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Karenanya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bapak Bahrissalim M.Ag, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Sapuddin Siddiq, M.Ag selaku sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .

4. Bapak Dr. H. Dimyati M.A selaku pembimbing skripsi, yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan berbagai kemudahan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ibu Suryati, S. Pdi, Kepala TK. Islam Ar Rizqy yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang bersangkutan.

6. Teristimewa untuk kedua orang tua dan keluarga penulis, Bapak M. Sobandi, Ibu Ambarwati, Adik Krisna, Akbar dan naufal, serta calon suami (Aditia Muhamad) yang selalu ikhlas memberi kasih sayang, do’a, dan dukungan sepanjang waktu kepada penulis tanpa kenal lelah. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan di setiap urusan.

7. Sahabat-sahabat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terkhusus Indah Purnamawati S.Pdi, terima kasih atas dukungan untuk segera menyelesaikan penyusunan skripsi ini.


(6)

ii

Wassalamu’alaikum wr. wb

Jakarta, Desember 2013


(7)

METODE BELAJAR SAMBIL BERMAIN DI TK. ISLAM AR RIZQY BEKASI”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.

Keberhasilan pendidikan akhlak pada anak usia dini sangat ditentukan oleh pendidikan yang diberikan oleh keluarga, masyarakat sekitar dan terutama sekolah. Karena itu, metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak juga harus diperhatikan, agar pelaksanaan pendidikan akhlak tersebut dapat berjalan dengan efektif juga dengan hasil yang sangat baik.

Metode pembinaan akhlak di TK. Islam Ar Rizqy dapat dikatakan sangat baik. Pelaksanaan pembinaan akhlak tersebut meliputi pendidikan agama seperti: ibadah dan akhlak, juga pembinaan seperti: keteladanan dari para guru, pembiasaan untuk selaku berbuat baik atau berakhlakul karimah, nasihat kepada seluruh siswa agar menjauhi perbuatan-perbuatan tercela, serta hukuman yang diberikan kepada anak-anak yang melanggar peraturan yg berupa menghapal surat-surat pendek (juz ‘amma) atau doa-doa harian.

Kemudian mengenai respon siswa terhadap pembinaan akhlak yang dilakukan oleh para guru mereka juga sangat baik, ini terlihat dari akhlakul karimah siswa yang nampak sehari-hari . Akhlakul karimah tersebut meliputi akhlak kepada Allah SWT seperti melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, akhlak kepada sesama seperti: menghormati orang tua dan guru,memiliki solidaritas sosial dan membantu sesama, serta akhlak kepada alam atau lingkungan sekitar seperti perduli terhadap kebersihan dan lain sebagainya.


(8)

iii

ABSTRAK………...i

KATA PENGANTAR………....ii

DAFTAR ISI………..iii

DAFTAR TABEL………...v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Akhlak ... 10

1. Pengertian Akhlak ... 10

2. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 16

3. Metode Pendidikan Akhlak ... 18

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Manusia ... 19

1. Perkembangan Jiwa Agama Anak Usia Pra Sekolah ... 21

2. Arah Kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini ... 22

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah ... 23

C. Metode Belajar sambil Bermain ... 25

1. Pengertian Metode ... 25

2. Pengertian Belajar ... 26


(9)

iv

E. Pendidik Sebagai Pembina Akhlak Anak di Sekolah ... 35

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 38

B. Metode Penelitian, Jenis dan Sumber Data ... 39

C. Populasi dan Sampel ... 39

D. Instrumen Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 43

F. Teknik Analisis Data ... 45

BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 47

B. Pembahasan ... 49

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 68


(10)

v

Tabel 3.1 Kisi-kisi Questioner ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara ... 42

Tabel 4.1 Qustioner 2 ... 49

Tabel 4.2 Qustioner 3 ... 50

Tabel 4.3 Qustioner 4 ... 51

Tabel 4.4 Qustioner 1 ... 52

Tabel 4.5 Qustioner 5 ... 52

Tabel 4.6 Qustioner 6 ... 53

Tabel 4.7 Qustioner 7 ... 54

Tabel 4.8 Qustioner 8 ... 54

Tabel 4.9 Qustioner 9 ... 55

Tabel 4.10 Qustioner 10 ... 56

Tabel 4.11 Qustioner 11 ... 57

Tabel 4.12 Qustioner 12 ... 57

Tabel 4.13 Qustioner 13 ... 58

Tabel 4.14 Qustioner 14 ... 59

Tabel 4.15 Qustioner 15 ... 59

Tabel 4.16 Qustioner 16 ... 60

Tabel 4.17 Qustioner 17 ... 61

Tabel 4.18 Qustioner 18 ... 61

Tabel 4.19 Qustioner 19 ... 62

Tabel 4.20 Qustioner 20 ... 63

Tabel 4.21 Interpretasi Data Positif ... 66


(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Anak adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dan dididik agar ia menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya terutama dalam bidang pendidikan.

Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikannya. Disertai dengan pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia, kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial.

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia, baik jasmani maupun rohani. Pengembangan aspek kepribadian ini harus berlangsung secara bertahap agar menjadi sempurna. Dengan kata lain, terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia yang individu, sosial dan sebagai manusia yang bertuhan hanya dapat tercapai apabila berlangsung melalui proses menuju kearah akhir pertumbuhan dan perkembangannya sampai ke titik optimal kemampuannya. Oleh karena itu, banyak pakar pendidikan memeberikan arti pendidikan sebagai proses dan berlangsung seumur hidup.1

Krisis yang paling menonjol dari dunia pendidikan kita adalah krisis pendidikan akhlak. Dapat disaksikan saat ini betapa dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat menahan kemerosoton akhlak yang terjadi. Titik berat

1

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang: Malang Press,2007), cet. 1 hal.12


(12)

2

pendidikan masih lebih banyak pada malasah kognitif. Penentu kelulusan pun masih lebih banyak pada prestasi akademik dan kurang memperhitungkan akhlak dan budi pekerti siswa. Bahkan jika dilihat dari sudut global, munculnya banyak masalah yang mendera bangsa Indonesia adalah akibat rendahnya moral dan akhlak para pelaku kebijakan yang juga diikuti oleh rendahnya etos kerja masyarakat.

Sebenarnya konsep-konsep pendidikan nasional yang disusun pemerintah sudah menekankan pentingnya pendidikan akhlak dalam hal pembinaan moral dan budi pekerti sesuai UU Sisdiknas tahun 1989 atau revisinya tahun 2003. Disebutkan dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 UU No.20/2003 bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa, dan dalam pasal 36 tentang kurikulum dikatakan bahwa kurikulum disusun dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, meskipun dalam pasal-pasal tersebut kata-kata ‘iman dan takwa’ tidak terlalu dijelaskan.2 Namun kenyataannya dapat dikatakan bahwa mayoritas akhlak para peserta didik yang dihasilkan dari proses pendidikan di Indonesia tidak sesuai dengan yang dirumuskan.

Pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik diluar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, sebagaimana UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab VII Pasal 28 ayat (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal, dan atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini dijalur pendidikan formal

2

Undang-UndangRI,Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), No. 20, Bab VII


(13)

3

berbentuk Taman Kanak-kanak (TK),Raudatul Atfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.3

Pendidikan akhlak merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagaimana dijelaskan dalam hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hirairah ra.:

ﱠﻧإ

َﻤ

ُﺑ ﺎ

ِﻌْﺜ

ُﺖ

ِﻟُﺄ

َﺗﱢﻤ

َﻢ

َﻣ

ِرﺎﻜ

َم

ِقﻼﺧﻷا

Artinya:

“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak (HR.

Ahmad)4

Dari pengertian hadits di atas dapat dipahami bahwa risalah Muhammad SAW. akan sampai kepada tujuannya (memberi rahmat bagi umat manusia dan alam sekitarnya) manakala ajaran yang dibawa oleh Muhammad berupa norma-norma yang menuntun orang agar berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk dapat diikuti dengan sempurna. Hadist di atas juga menjelaskan tentang pentingnya posisi akhlak dalam agama Islam.Akhlak memiliki kedudukan dan urgensi sangat penting dalam membangun masyarakat Islam. 5

Dengan bukti-bukti kasus penyimpangan akhlak yang terjadi pada para peserta didik, nampak terlihat tidak tertanamnya dengan baik mana akhlak yang mesti dijadikan karakter dan mana akhlak yang dilarang untuk mengerjakannya. Jika pendidikan akhlak tersebut disampaikan dengan perencanaan yang baik, termasuk metodologi pengajarannya, maka bangunan karakter anak didik akan mulai terbentuk dari usia yang amat tepat, khususnya di lingkungan sekolah.

3

Undang-Undang RI, Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara, 2003), No. 20, Bab VII Pasal 28 ayat (1), (2), (3)

4

Imam Ahmad bin Hambal, Masnad Abi Hurairah, (Beirut), hal. 6884 5


(14)

4

Menurut Abdullah Nashih Ulwan dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Anak dalam Islam, menuturkan berikut ini merupakan sebab-sebab kenakalan pada anak, yaitu:

1. Ketidakharmonisan keluarga.

2. Pergaulan negatif dengan teman yang jahat. 3. Film-film sadis dan porno.

4. Keteledoran orang tua terhadap pendidikan anak.6

Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan pembinaan atau pembelajaran nilai-nilai moral islam yang dilakukan pendidik, dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan jasmani dan rohani dengan tujuan agar anak menjadi insan yang shaleh, berilmu pengetahuan, dan berbudi pekerti sesuai dengan nilai-nilai agama.

Raudlatul Athfal/ Taman Kanak-kanak Islam terpadu merupakan lembaga pendidikan anak usia pra sekolah dengan konsep terpadu yaitu memadukan agama dengan ilmu pengetahuan yang berbasis nilai-nilai al-Qur’an dan Sunnah. Pembelajaran nilai-nilai moral islami bisa diterapkan melalui bermain dengan nuansa islami seperti: bermain puzzle hijaiyah, cerita tauladan nabi dan rasul, menyanyikan lagu islami dan shalawat. Nilai-nilai yang diajarkan kepada siswa RA/TKIT seperti berbakti kepada kedua orang tua dan guru, mengucap salam seraya berjabat tangan ketika pergi dan pulang sekolah, tidak berkata kotor, jujur, sayang kepada teman, menghormati orang yang lebih tua, dan sebagainya. Kegiatan belajar di RA/TKIT dalam pembentukan perilaku/ nilai moral islam dapat dilakukan dengan pendekatan pembiasaan dan keteladanan guna untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Seseorang anak yang mempunyai akhlak Al-karimah akan terpancar dari sikap dan tingkah lakunya sehari-hari. Akhlak yang mulia akan terlahir dari orang tua yang memberikan pendidikan akhlak kepada anaknya sejak dini. Penanaman akhlak haruslah sesuai dengan usia perkembangannya. Oleh karena itu, pada usia

6

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, ter:Abdullah Miri, jilid I, (Jakarta: Pustaka Amani,1995), Cet. II, h. 140


(15)

5

dini lebih cepat bila menggunakan metode bermain sambil belajar sebagai sarana belajar akhlak untuk mereka.

Akhlak dalam hal ini bukan saja terhadap manusia, namun bagaimana harus berakhlak terhadap sang pencipta. Dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan

habluminallah dan habluminannas. Sebab sebelum kita berhubungan baik dengan

manusia maka hubungan dengan Allah Swt harus terlebih dahulu baik.

Kebiasaan dan latihan terhadap akhlak dapat ditanamkan pada masa kanak-kanak.Pada masa kanak-kanak ditanamkan nilai-nilai agama serta perbuatan yang baik dari orang tua. Dikarenakan pada masa ini mereka sangat peka untuk meniru apa yang mereka dapatkan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Seorang yang pada masa kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasanya nanti ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya. Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama, misalnya ibu bapaknya orang yang tahu beragama, lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja di rumah, sekolah dan masyarakat. Maka orang-orang itu akan dengan sendirinya mempunyai kecendrungan kepada hidup dalam aturan-aturan agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan agama dan dapat merasakan nikmatnya hidup beragama.7

Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini

7


(16)

6

dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Masa kanak-kanak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak usia dini dengan rentang usia 0-6 tahun, yaitu anak-anak yang sedang bersekolah pada taman kanak-kanak (TK). Pada periode-periode tersebut kepribadian anak mulai terbentuk dan kecendrungan-kecendrungannya semakin tampak. Pada masa ini merupakan kesempatan yang sangat tepat untuk penanaman nilai-nilai agama, sehingga anak dapat mengetahui mana hal-hal yang diperbolehkan agama dan mana hal yang dilarang agama. Pada masa kanak-kanak ditanamkan nilai-nilai agama serta perbuatan yang baik dari orang tua.8

Taman Kanak-kanak bertugas untuk menghindarkan seorang anak dari lingkungan yang tidak baik dan berdampak pada jiwa raga, akhlak, serta budi pekerti. Sebagaimana Allah berfirman :











)

ءﺎﺴﻨﻟا

9: 4/ Artinya :

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan

Perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’: 9)9

Pada masa kanak-kanak sangat identik dengan bermain. Oleh karena itu, dunia anak tidak dapat dipisahkan dengan bermain, sehingga bermain menjadi kebutuhannya setiap hari. Dari sebuah kebutuhan akan bermain, kemudian anak

8

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama,(Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1978), h. 71 9

Departemen Agama, Al-’Aliyy Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996), hal. 62


(17)

7

akan meniru dari apa yang sudah ia lakukan dalam bermain. Oleh karena itu, belajar sambil bermain hendaknya disediakan dengan baik sehingga menjadi permainan yang berkualitas dan berpengaruh terhadap akhlak anak.

Berkaitan dengan pembinaan akhlak pada anak usia dini, hendaknya disampaikan dengan cara yang mudah dipahami oleh anak. Oleh karena itu, di dalam proses belajar mengajar, guru hendaknya memiliki cara dan strategi yang efektif dan efisien agar tujuan dapat tercapai. Maka dari itu, metode yang tepat untuk pembinaan anak pada usia dini adalah dengan metode belajar sambil bermain, karena pada anak usia dini penuh dengan daya khayal dan kesenangan yang semuanya itu bisa didapatkan dalam suatu permainan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan masih kurangnya penelitian tentang pembinaan akhlak pada anak usia dini, maka penulis melakukan penelitian dengan judul

“Pendidikan Akhlak melalui Metode

Belajar sambil Bermain Di TK. IslamAr-Rizqy Bekasi”

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi berbagai macam masalah diantaranya:

1. Ketidaktepatan metode pendidik dalam proses pendidikan akhlak terhadap anak didik.

2. Bermain dijadikan satu metode belajar dalam menanamkan nilai akhlak pada anak.

3. Penerapan metode belajar sambil bermain pada pambinaan akhlak di TK Islam Ar Rizqy

4. Respon anak didik melalui metode belajar sambil bermain dalam pendidikan akhlak.


(18)

8

C.

Pembatasan Masalah

Dari beberapa identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Penerapan metode belajar sambil bermain pada pambinaan akhlak di TK

Islam Ar Rizqy

2. Respon anak didik melalui metode belajar sambil bermain dalam pendidikan akhlak.

D.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penerapan metode belajar sambil bermain pada pendidikan akhlak di TK Islam Ar Rizqy?

2. Bagaimana hasil atau respon anak terhadap pendidikan akhlak melalui metode belajar sambil bermain di TK. Islam Ar Rizqy Bekasi?

E.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan metode pendidikan akhlak di TK. Islam Ar Rizqy, Bekasi.

b. Untuk mengetahui bagaimana hasil atau respon anak terhadap pendidikan akhlak melalui metode belajar sambil bermain di TK. Islam Ar Rizqy, Bekasi.


(19)

9 2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat teoritis maupun praktis

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian ilmu pengetahuan pembinaan akhlak pada anak usia dini melalui metode belajar sambil bermain.

b. Secara Praktis

Bagi para pendidik :

1) Memberikan informasi tentang pembinaan akhlak pada anak usia dini melalui metode belajar sambil bermain.

2) Mendorong para pendidik untuk lebih meningkatkan pembinaan akhlak pada anak usia dini melalui metode belajar sambil bermain.


(20)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Pendidikan akhlak berkaitan erat dengan pendidikan agama. Tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam islam adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan pendidikan agama, yang baik menurut akhlak adalah yang baik menurut agama, begitu pula sebaliknya.

Pengertian ahklak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab, yang berarti perangai, tabi’at, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama.6 Menurut Ibnu Maskawih sebagaimana dikutip oleh Moh. Ardani, akhlak adalah suatu sikap mental yang mendorong untuk berbuat tanpa pemikiran dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa terbagi menjadi dua, ada yang berasal dari watak dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan.7

Sementara itu Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip oleh Moh. Ardani, memberi definisi akhlak sebagai berikut :

Akhlak adalah suatu sikap (hay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.8

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan akhlak adalah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya dan selalu ada padanya. Sifat itu dapat lahir berupa perbuatan baik dan perbuatan buruk, semua itu sesuai dengan pembinaan khususnya diwaktu kecil.

6

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: :Karya Mulia, 2005), h.25 7

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf …, h. 27 8


(21)

11

Akhlak terbagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Akhlak Al Karimah atau disebut juga akhlak yang mulia. Dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia, akhlak yang mulia itu dapat dibagi ke dalam 3 bagian sebagai berikut: 1) Akhlak terhadap Allah

Bentuk akhlak untuk berhubungan dengan Allah antara lain adalah taqwa, ikhlas, yakin, dan tawakal. Banyak alasan kenapa manusia harus berakhlak baik terhadap Allah. Diantaranya adalah sebagai berikut :

a) Karena Allah telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik bentuk, beserta segala keistimewaan dan kesempurnaannya dibanding makhluk lainnya. 9 Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an:             ) ﻦﯿﺘﻟا / 95 ه : ( Artinya:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” . (Q.S. Al Tiin:5)10

b) Karena Allah telah melengkapi manusia dengan panca indera, hati nurani dan naluri kepada manusia, serta berbagai potensi jasmani dan rohani lainnya yang bernilai amat tinggi. 11

9

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 150

10

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996) 11

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 152


(22)

12 Allah berfirman:                               ) ﻞﮭﻨﻟا / 16 : ٨٧ ( Artinya:

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.(Q.S. An Nahl:78)12

c) Karena Allah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah :

                                                     ) ﺔﯿﺸﺘﺠﻟا / 45 : ١٢ -١٣ ( Artinya :

“ Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur. Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

12


(23)

13

terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”.(Q.S. Al Jatsiyah:12-13) 13

d) Karena Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan lautan.14 Allah berfirman:                                 ) ءاﺮﺳﻻا / 17 : . ٧ ( Artinya:

“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.(Q.S. Al Isra’: 70)

Ketika Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menyembah-Nya, maka bentuk kongkrit Rasulullah diantaranya adalah dengan melaksanakan shalat wajib yang lima waktu. Karena kewajiban sebagai hamba Allah adalah mendirikan shalat fardu tersebut, maka kewajiban orang tua dan guru lah untuk mengajarkan kepada anak-anak. Dengan cara bermain yang dapat menumbuhkan semangat anak untuk melaksanakan shalat. Misalnya bercerita tentang para sahabat yang begitu mengutamakan shalat, kemudian dibubuhi permainan dengan tema yang sama. 15

13 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996) 14

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 150

15

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 155


(24)

14

2) Akhlak Terhadap Sesama Manusia

Rasulullah adalah suri tauladan yang baik bagi seluruh manusia selaku makhluk Allah, contoh yang diajarkan beliau dalam berakhlak terhadap sesama manusia sangat banyak seperti jujur, sabar, pemaaf, amanah, lemah lembut dan lain sebagainya.

Islam menganjurkan berakhlak yang baik kepada saudara, karena ia berjasa dan ikut serta mendewasakan kita dan merupakan orang yang paling dekat dengan kita. Caranya dapat dilakukan dengan memuliakannya, memberikan bantuan atau pertolongan ketika ia membutuhkan, menghargainya, dan sebagainya.16

Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama manusia. Diantaranya adalah:

Allah Ta’ala berfirman :

                                                                                                                                      ) تاﺮﺠﺤﻟا / 49 : ١٢ -١١ ( 16


(25)

15

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Aal Hujuraat : 11-12) 17

Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang dibelakangnya, tidak perduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti aibnya itu.18Allah berfirman:

                      ) ةﺮﻘﺒﻟا / 2 : ٦٣ ٢ ( 17

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996)

18

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 151


(26)

16

Artinya :

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”. ( QS. Al-Baqarah:263) 19

Menurut Syaikh Muhammad Said Mursi dalam bukunya seni mendidik anak, beliau menerangkan bahwa Rasulullah

Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bermain bersama cucunya, Hasan dan Husein. Beliau juga membiarkan Aisyah bermain dengan boneka-bonekanya. Beliau juga menghadiri permainan anak-anak para sahabat sekaligus memberikan dorongan kepada mereka.20

3) Akhlak Terhadap Lingkungan

Lingkungan yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa. Pada dasarnya akhlak yang diajarkan al-Qur’an terhadap lingkungan besumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia terhadap sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, serta bimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.21 Allah berfirman di dalam Qur’an:

19

Departemen Agama, Al-’Aliyy Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996)

20

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak,(Jakarta: Pustaka Al Kautsar,2006 ),Cet. 1, h. 44

21

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 152


(27)

17                                        ) مﺎﻌﻧﻻا / 6 : ٣٨ ( Artinya :

“Dan Tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan”.(QS. Al-An’am:38) 22

Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk al-Qur’an yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap manusia dan binatang, bahkan menebang atau mencabut pepohonan pun terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itupun harus dengan seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.23 Allah berfirman:

                      ) ﺮﺸﺤﻟا / 59 ه : ( Artinya :

“Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, Maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik”.(QS. Al-Hasyr:5) 24

22

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: CV. Diponegoro, 1996)

23

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), cet. 11, h. 153

24


(28)

18 2. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah roh dan tujuan utama pendidikan Islami. Ketika kita memberikan pendidikan akhlak terhadap anak-anak, berarti kita:

a. Membiasakan anak untuk berakhlak mulia dan menjauhkannya dari akhlak tercela.

b. Membersihkan anak dari akhlak tercela dan menghiasinya dengan akhlak mulia.

c. Mengembangkan anak supaya menjadi manusia yang sempurna akhlaknya, di mana ia akan menjadi kunci pembuka kebaikan dan kunci penutup kejahatan.

d. Membiasakan anak untuk membedakan antara akhlak mulia dengan akhlak tercela.25

Tujuan pendidikan akhlak adalah gambaran atau sasaran yang harus dicapai oleh pendidikan sebagai suatu sistem, dan tujuan pendidikan akhlak sebagaimana menurut Mahmud Yunus adalah:

“Membentuk putra-putri yang berakhlak mulia, berbudi luhur, bercita-cita tinggi, berkemauan keras, beradab sopan santun, baik tingkah lakunya, manis tutur bahasanya, jujur dalam segala perbuatannya, suci murni hatinya”26

Keterangan di atas memberi petunjuk bahwa ilmu akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya mnetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan baik atau buruk. Dengan mengetahui yang baik ia akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan, sedangkan dengan mengetahui

25

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak…, h. 50 26

Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1978), h. 22


(29)

19

yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkannya dan ia akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.

3. Metode Pendidikan Akhlak

Untuk mengembangkan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nilai-nilai agama, dan moralitas agar anak dapat menjalani sesuai dengan norma yang dianut masyarakat. Dalam menentukan suatu pendekatan dan metode yang akan dipergunakan pada program kegiatan anak, guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar.

Metode –metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini diantaranya bercerita, karyawisata, bernyanyi, mengucapkan sajak, dan sebagainya. Ada beberapa macam cara untuk pembinaan akhlak dalam islam yaitu:

a. Pendidikan secara langsung

Yang dimaksud dengan pendidikan secara langsung adalah mempergunakan petunjuk terutama nasihat dengan menyebutkan manfaat dan bahaya suatu perbuatan di mana dijelaskan pada anak-anak hal-hal yang bermanfaat dan yang tidak, menuntunnya kearah budi pekerti yang mulia, serta menghindari hal-hal yang tercela. Untuk pendidikan moral ini seringkali digunakan sajak-sajak dan syair-syair karena mempunyai ibarat yang indah, pengaruh yang besar dan dalam kepada jiwa anak. 27

27

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 47


(30)

20

b. Pendidikan akhlak secara tidak langsung

Pendidikan akhlak secara tidak langsung adalah dengan jalan memberikan contoh-contoh akhlak yang mulia seperti berkata benar, berani, ikhlas, adil dalam berbagi, jujur dalam bekerja, dan lain sebagainya.

c. Memanfaatkan kecendrungan dan pembawaan anak

Anak-anak pada umumnya memiliki kesenangan meniru ucapan-ucapan, perbuatan dan gerak-gerik orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Oleh karena itu, sangat diharapkan agar para pendidik dapat berakhlak dengan akhlak mulia, dan menghindari setiap perbuatan tercela. Sifat meniru itu mempunyai pengaruh besar, bukan saja dalam pengajaran tetapi juga dalam akhlak. Meniru merupakan faktor penting dalam periode pertama pembentukan pembiasaan. Jadi pembentukan tingkah laku yang baik pada anak ditanamkan sejak kecil. Karena itu kewajiban bagi pendidik untuk menanamkan kebiasaan baik kepada anak didiknya dalam rangka pembentukan akhlakul karimah. 28

B. Pertumbuhan, Perkembangan, dan Pendidikan Anak Usia Dini Para ahli psikologi membedakan pengertian “pertumbuhan” dan “perkembangan”. Istilah pertumbuhan diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif menyangkut aspek-aspek jasmaniah atau perubahan-perubahan yang terjadi pada organ tubuh dan struktur fisik, seperti pertambahan tinggi badan seorang anak. Sedangkan istilah perkembangan secara khusus diartikan sebagai perubahan yang menyangkut aspek-aspek mental psikologis manusia, seperti perubahan-perubahan yang berkaitan

28

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 48


(31)

21

dengan aspek pengetahuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama, kecerdasan, dan sebagainya. Dengan demikian pertumbuhan itu dapat diukur, sedangkan perkembangan hanya dapat diamati melalui perubahan-perubahan bentuk tingkah laku.29

Pertumbuhan fisik yang terjadi pada diri anak adalah menyangkut semua aspek organ tubuh dan struktur fisiknya baik organ bagian dalam maupun organ bagian luar. Adapun perkembangan mental psikologis yang terjadi pada diri anak adalah mencakup segala aspek mental psikologis anak, baik dari segi pengetahuan keterampilan, kecerdasan, sifat sosial, moral, agama, sikap, reaksi mental maupun reaksi psikologis lainnya yang kesemuanya melalui proses perkembangan serta mengalami perubahan yang bisa dilihat secara kualitatif dan kuantitatif sekaligus, sehingga seiring dengan pertumbuhan fisik, maka terjadi pula perkembangan mental.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia adalah sebagai berikut:

1. Faktor keturunan atau disebut juga faktor Nativisme

Adalah suatu faktor terjadinya pertumbuhan dan perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaannya atau keturunan dari orang tua, nenek moyang seseorang, misalnya jika orangtuanya penulis atau novelis kemungkinan salah seorang anak mereka akan menjadi penulis atau novelis. 30

2. Faktor lingkungan atau disebut juga faktor Empirisme

Adalah suatu faktor terjadinya pertumbuhan dan perkembangan manusia ditentukan oleh lingkungan. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial masyarakat, misalnya anak yang berlingkungan agamis, dimana orang tua

29

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), Cet. 1, h. 171

30

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), Cet. 1, h. 45


(32)

22

mereka senantiasa shalat berjama’ah di rumah atau di masjid, kemungkinan anak akan menjadi manusia yang agamis.

3. Faktor keturunan dan lingkungan atau disebut juga faktor Konvergensi

Adalah suatu faktor terjadinya pertumbuhan dan perkembangan manusia ditentukan oleh pembawaan atau keturunan dan lingkungan. Misalnya seorang anak yang lahir dari keluarga kiai/’ulama dan berlingkungan agamis, maka kelak ia akan menjadi ahli agama.31

1. Perkembangan Jiwa Agama Anak Usia Pra Sekolah

Menurut penelitian Ermest Harms perkembangan agama pada anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religious on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tingkatan-tingkatan, yaitu:

a. The Fairy Stage (Tingkat Dongeng)

Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi.

b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia adolescence. Pada masa ini ide keTuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kenyataan (realis). c. The Individual Stage (Tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memperoleh kepekaan emosi yang paling tinggi. Sejalan dengan perkembangan keagamaan individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu:

31

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), Cet. 1, h. 45


(33)

23

1). Konsep keTuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luar.

2). Konsep keTuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan)

3). Konsep keTuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama.32

Perkembangan jiwa agama anak itu dimulai sejak anak lahir dan akan terus berkembang dimulai dengan anak bisa bicara dan menyebut nama Tuhan. Sampai pada akhirnya melihat orang di sekitarnya mengerjakan segala macam peribadatan sebagai perintah Tuhan yang akhirnya jiwa agama pada anak terus berkembang seiring dengan perilaku orang tua yang agamis dan mengarahkan anaknya dengan pendidikan agama yang benar.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan jiwa agama pada anak usia pra sekolah dapat dilakukan melalui pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan dari sejak lahir melalui bahasa, melalui penglihatan dan pendengaran, misalnya melihat orang berdoa dengan menengadahkan tangannya dengan mengucapkan kata-kata Allah, bisa juga melalui jawaban-jawaban atas pertanyaan yang ditunjukan kepada orang tua tentang Tuhan, juga bisa melalui cerita-cerita kitab suci.

2. Arah Kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini

Dalam pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1, disebutkan bahwa yang termasuk anak usia dini adalah anak yang masuk dalam rentang usia 0-6 tahun.33

32

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), h. 66-67 33

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 47


(34)

24

Pendidikan akhlak usia dini adalah pendidikan dengan rentang usia 0-6 tahun. Pendidikan anak usia dini suatu wahana yang sangat mendasar bagi proses pembalajaran dan perkembangan anak. Pengalaman pembelajaran awal yang baik dapat dijadikan landasan yang kokoh bagi proses pembalajaran selanjutnya.

Kegiatan pendidikan usia dini hendaknya memperhatikan Sembilan kecerdasan anak. Teori tentang Multiple Intelligence yang menyatakan bahwa setiap anak memiliki beberapa potensi kecerdasan dan setiap kecerdasan dapat dirangsang dengan cara yang berbeda. Gardner menggunakan kata kecerdasan (intelligence) sebagai pengganti kata bakat.34

Ada Sembilan kecerdasan yang diidentifikasi oleh Gardner yang disebut dengan kecerdasan majemuk (multiple intelligence), yaitu:

a. Kecerdasan logika-matematik (logical mathematical intelligence). b. Kecerdasan bahasa (linguistic intelligence).

c. Kecerdasan ruang (spatial intelligence). d. Kecerdasan musical (musical intelligence). e. Kecerdasan gerak (bodly kinesthetic intelligence). f. Kecerdasan alam (naturalist intelligence).

g. Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence). h. Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). i. Kecerdasan spiritual (spiritual intelligence).35

34

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra Publishing, 2012), Cet. Ke-1, h. 43

35

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra Publishing, 2012), Cet. Ke-1, h. 47


(35)

25

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah

Anak bukanlah miniature orang dewasa. Anak kecil adalah makhluk Allah yang khas dan unik. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengajari anak kecil adalah kita harus dapat memasuki dunia mereka. Dunia anak kecil adalah dunia bermain, akan tetapi membina akhlaknya bukanlah pekerjaan main-main.

Jika sejak masa kanak-kanaknya, seseorang tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu takut, ingat pasrah meminta pertolongan dan berserah diri kepada-Nya, ia akan memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan di samping terbiasa dengan sikap akhlak mulia. Sebab benteng pertahanan religius yang berakar pada hati sanubarinya, kebiasan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya dan intropeksi diri yang telah menguasai pikiran dan perasaan, telah mamisahkan anak dari sifat-sifat jelek, kebiasaan-kebiasaan dosa dan tradisi-tradisi jahiliyah yang rusak. Bahkan setiap kebaikan akan diterima menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan menjadi akhlak dan sifat yang paling utama.36

Penanaman akhlak sangatlah berkaitan dengan pendidikan agama. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya penanaman akhlak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan agama, yang baik menurut akhlak adalah yang baik menurut ajaran agama, begitu pula sebaliknya yang buruk menurut akhlak adalah yang buruk menurut ajaran agama.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak anak pada usia dini ada dua faktor, yaitu:

36

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,1995), Cet. II, h. 177


(36)

26

a. Faktor internal

Faktor pembawaan, pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang terdapat pada satu individu dan selama perkembangan benar-benar dapat diwujudkan. Anak sejak dilahirkan memiliki potensi untuk berjalan, berkata-kata, dan potensi lainnya. 37

Anak pada dasarnya dilahirkan secara fitrah, sementara di sisi lain kedua orang tuanya memiliki otoritas untuk menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan memiliki peran yang tidak bisa diabaikan dalam membentuk pertumbuhan dan perkembangan rohani dan keagamaan anak.

b. Faktor eksternal

Merupakan faktor yang berada di luar dari diri anak. Contoh dari faktor eksternal antara lain: lingkungan keluarga, Taman Kanak-kanak, teman sepergaulan, lingkungan masyarakat, dan lain sebagainya. 38

C. Metode Belajar Sambil Bermain 1. Pengertian Metode

Secara etimologi, istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Metodos”. Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu, metha yang berarti melalui atau melewati dan hodos yang berarti jalan atau cara. Beberapa ahli mendefinisikan metode sebagai berikut:

a. Hasan Langgulung mendefinisilan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan

37

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), Cet. 1, h. 164

38

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), Cet. 1, h. 164


(37)

27

b. Abdul al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pendidikan

c. Al-Abrasy mendefinisikan bahwa metode adalah jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada murid-murid tentang segala macam materi dalam berbagai pelajaran.39

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik yang haris dimiliki dan digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan, memberikan pendidikan, dan pengajaran kepada peserta didik agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan.

2. Pengertian Belajar

Belajar bagi manusia sebagai makhluk sosial dan berbudaya jelas meiliki posisi dan peran yang sangat penting bagi kehidupannya. Meskipun proses belajar merupakan bagian dari kajian ilmu pendidikan, namun dalam pelaksanaannya ia tidak menyangkut persoalan teknis bagaimana belajar yang efektif menurut kaidah-kaidah teknik pengajaran atau pendidikan. Akan tetapi ia melibatkan masalah psikologis terutama berkenaan dengan kesiapan mental si pengajar dan perkembangan kejiwaan si peserta didik.40

Untuk memperoleh pengertian yang objektif mengenai pengertian belajar terutama belajar di sekolah, perlu dirumuskan secara jelas pengertian belajar. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.41

39

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 155 40

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2004), Cet. 1, h. 121

41

Slameto, Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-5, h. 2


(38)

28

Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu, terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi harus secara relative bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate beharvior), tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential beharvior). Oleh karena itu perubahan terjadi karena pengalaman.42

Belajar berarti suatu proses perubahan tingkah laku pada siswa akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui proses pengalaman dan latihan.43 Belajar adalah memperoleh kebiasaan, pengetahuan dan sikap. Ia membentuk karakter individu, merubah watak indivisu. Ia melahirkan cara-cara baru untuk melakukan sesuatu dan ia mengusahakan individu mengatasi rintangan atau menyesuaikan diri dengan situasi baru. Ia menunjukkan perubahan tingkah laku yang progresif sewaktu individu itu mereaksi terhadap satu situasi atau berbagai situasi dalam usaha untuk menyesuaikan tingkahlakunya secara efektif dengan tuntutan yang disampaikan atau ditujukan kepadanya. Ia memungkinkan untuk memenuhi kepentingan atau untuk mencapai tujuan.44

Untuk lebih memahami mengenai pengertian belajar, berikut ini dikemukakan beberapa prinsip-prinsip belajar, antara lain sebagai berikut: a. Belajar sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku

b. Hasil belajar ditandai dengan perubahan seluruh aspek tingkah laku c. Belajar merupakan suatu proses

d. Proses belajar terjadi karena ada dorongan dan tujuan yang akan dicapai

42 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. 1, h. 76

43

M. Subana dan Sunarti. 2000, Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000), h.9

44


(39)

29

e. Belajar merupakan bentuk pengalaman.45

Menurut UNESCO terdapat empat pilar belajar, yaitu : a. “Learning to know” belajar untuk mengetahui

b. “Learning to do” belajar untuk aktif;

Prinsip belajar learning to do bermakna “live long education”

kegiatan belajar sepanjang hidup c. “Learning to be” belajar untuk menjadi;

Makna dari learning to be adalah proses belajar yag dilakukan peserta didik dalam menghasilkan perubahan perilaku individu atau masyarakat terdidik mandiri

d. “Learning live together” belajar untuk bersama-sama;

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan oleh mata. Kita hanya dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala perubahan prilaku yang tampak.46

Dari berbagai definisi mengenai belajar di atas dapat penulis simpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada siswa yang dengan sengaja seseorang lakukan agar mendapatkan penyesuaian tingkah laku dirinya guna meningkatkan kualitas kehidupannya yang baru baik yang bersifat kognitif, apektif maupun psikomotorik.

3. Pengertian Bermain

Sedangkan pengertian bermain berasal dari kata “main” yang berarti melakukan permainan untuk menyenangkan hati (dengan menggunakan alat tertentu atau tidak) dan mendapat awalan “ber” yang artinya melakukan sesuatu untuk bersenang-senang.47

Bermain merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa

45

Akyas Azhari, PSIKOLOGI Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Penerbit Teraju, 2004), cet. 1, h. 122-125

46

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 229

47

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 858


(40)

30

mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan dari luar atau tekanan atau kewajiban. 48

Bermain memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan anak. Pengaruh bermain tersebut meliputi:

a. Perkembangan fisik b. Dorongan berkomunikasi

c. Penyaluran bagi energi emosional yang terpendam d. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan

e. Sumber belajar

f. Rangsangan bagi kreativitas g. Pekembangan wawasan diri h. Belajar bermasyarakat i. Standar moral

j. Belajar bermain sesuai dengan peran jenis kelamin k. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan.49

Bermain merupakan aktifitas yang penting bagi anak termasuk kaitannya dengan aktifitas bermain dimana belajar dalam arti yang sebenarnya yaitu memperoleh berbagai pengalaman baru dari hasil interaksi dengan lingkungan.

Menurut Linda sebagaimana dikutip oleh Anita Yus dalam bukunya yang berjudul “Penilaian perkembangan belajar anak taman kanak-kanak”, bermain merupakan peluang bagi anak untuk melakukan berbagai hal. Situassi itulah yang membuat anak belajar. Dengan demikian, bermain merupakan cara anak untuk belajar. Belajar tentang apa saja. Belajar tentang objek, kejadian, situasi, dan konsep (misalnya halus, kasar, dan lain-lain). Mereka juga berlatih koordinasi berbagai otot gerak misalnya otot jari. Berlatih mencari sebab akibat dan memecahkan

48

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1978), h. 320

49

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1978), h. 323


(41)

31

masalah. Selain itu, melalui bermain anak berlatih mengekspresikan perasaan, dan berusaha mendapatkan sesuatu. 50

Beberapa ahli psikologi memberi pandangan mereka tentang bermain. Karl Groos mengemukakan bahwa bermain merupakan bahwa bermain merupakan proses penyiapan diri untuk menyandang peran sebagai orang dewasa. Lazarus menyatakan bahwa bermain akan membangun kembali energi yang hilang sehingga diri mereka segar kembali. Schiller dan Spencer menyatakan bahwa bermain merupakan wahana untuk menggunakan energi yang berlebih sehingga anak terlepas dari tekanan.51

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa metode belajar sambil bermain adalah metode belajar yang dilaksanakan dengan gembira tanpa ada unsur paksaan dan dengan permainan tersebut dapat mengembangkan kreatifitas anak. Selain itu dengan bermain dapat menanamkan nilai-nilai keislaman dan akhlak pada anak.

4. Jenis dan Manfaat Bermain Bagi Anak

Menyenangkan merupakan kata kunci dalam setiap kegiatan bagi anak. Tanpa suasana yang menyenangkan, kegiatan bermain bagi anak idak akan berarti apa-apa, walaupun mengeluarkan biaya yang cukup mahal. Dengan adanya suasana yang menyenangkan, maka anak tidak akan merasa dipaksa, dibebani, dan membuatnya menjadi bosan serta bersedih hati.

Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang serius, tetapi menyenangkan. Menurut Conny R. Semiawan sebagaimana dikutip oleh Yazid Bustomi, bermain adalah aktifitas yang dipilih sendiri oleh anak karena menyenangkan, bukan karena hadiah atau pujian. Melalui bermain,

50

Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: kencana, 2011), h. 33

51

Anita Yus, Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: kencana, 2011), h. 34


(42)

32

semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan. Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Melalui permainan anak juga dapat mengembangkan semua potensinya secara optimal, baik potensi fisik maupun mental intelektual dan spiritual. Oleh karena itu bermain bagi anak usisa dini merupakan jembatan bagi berkembangnya semua aspek.52

Bermain yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya akan disukai oleh anak-anak usia dini, tetapi juga sangat bermanfaat bagi perkembangan anak. Lebih jelasnya, berikut beberapa manfaat bermain bagi anak usia dini.

Manfaat bermain bagi anak usia dini adalah :

a. Manfaat motorik, yaitu manfaat yang berhubungan dengan nilai-nilai positif dari aktifitas bermain anak yang berhubungan dengan kondisi jasmaniah anak. Misalnya unsur-unsur kesehatan, katerampilan, ketangkasan, maupun kemampuan fisik tertentu.

b. Manfaat afeksi, yaitu manfaat permainan yang berhubungan dengan perkembangan psiologis anak. Misalnya, naluri/insting, perasaan, emosi, sifat, karakter, watak, maupun kepribadian seseorang.

c. Manfaat kognitif, yaitu manfaat aktifitas bermain untuk perkembangan kecerdasaan anak, yang eliputi kemampuan imajinatif, pembentukan nalar, logika, maupun pengetqhuan-pengetahuan sestematis.

d. Manfaat spiritual, yaitu manfaat aktifitas bermain yang menjadi dasar pembentukan nilai-nilai kesucian maupun keluhuran akhlak manusia. e. Manfaat keseimbangan, yaitu manfaat aktifitas bermain yang berfungsi

melatih dan mengembangkan panduan antara nilai-nilai positif dan negative dari suatu permainan.53

52

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra Publishing, 2012), Cet. Ke-1, h. 75

53

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 148-150


(43)

33

Bermain secara garis besar dibagi ke dalam dua kategori, yaitu: a. Bermain aktif

Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang dilakukan individu, apakah dalam bentuk kesenangan berlari atau bermain apapun.

Beberapa permainan aktif di antaranya adalah: 1) Bermain bebas dan spontan

2) Bermain drama 3) Bermain konstruktif

4) Bermain pertandingan dan olahraga b. Bermain pasif (hiburan)

Dalam bermain pasif atau hiburan, kesenangan diperoleh dari kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi. Anak yang menikmati temannya bermain, memandang orang atau hewan di televisi, menonton adegan lucu atau membaca buku adalah bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi kesenangannya hampir seimbang dengan anak yang menghabiskan sejumlah besar tenaganya di tempat olah raga atau tempat bermain.54 Diantaranya membaca, melihat komik, mendengarkan radio, menonton film, dan mendengarkan musik

D. Pendidikan Akhlak Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Belajar Sambil Bermain

Anak merupakan amanah yang diberikan Allah kepada para orang tua. Anak-anak pada saat ini merupakan calon pemimpin pada generasi mendatang, maka sudah seharusnya mereka dididik tidak hanya sebatas pada intelektualnya dan fisik saja, tetapi juga akhlak mereka.

54

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1978), h. 321


(44)

34

Seorang pendidik sudah seharusnya menjaga segala ucapan dan tingkah laku mereka di depan anak-anak, karena apapun yang pendidik ucapkan dan lakukan akan berdampak pada anak didik nantinya.

Adapun hal-hal yang dapat dilakukan untuk anak didik sebagai langkah untuk pendidikan akhlak diantaranya sebagai berikut:

1. Menjaga ucapan dan perbuatan, karena anak pada usia dini hanya bisa meniru apa yang ada di sekelilingnya, maka pendidik haruslah bisa memberikan teladan yang baik.

2. Membiasakan melakukan hal-hal yang baik agar anak pun menjadi terbiasa melakukannya.

3. Melatih anak untuk mengerjakan segala sesuatu dengsan baik, misalnya makan dengan baik, berbicara dengan baik dan sebagainya. 55

Pendidikan akhlak akan belangsung dengan sia-sia, manakala nilai-nilainya tidak dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwasanya pendidikan karakter atau akhlak lebih menekankan pada kebiasaan anak untuk melakukan hal-hal yang positif. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang kemudian akan menjadi suatu karakter yang membekas atau tertanam dalam jiwa sang anak.

Berikut adalah beberapa nilai pendidikan akhlak yang dapat diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, yaitu: 1. Religius

2. Jujur 3. Toleransi 4. Disiplin 5. Kerja keras 6. Kreatif 7. Mandiri 8. Demokratis 9. Rasa ingin tahu

55

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 1978), h. 320


(45)

35

10.Semangat kebangsaan 11.Menghargai prestasi 12.Bersahabat

13.Cinta damai 14.Gemar membaca 15.Perduli lingkungan 16.Perduli social 17.Tanggung jawab.56

Ada pula beberapa faktor yang mempengaruhi kegiatan bermain pada anak usia dini. Faktor tersebut adalah kesehatan, perkembangan motorik, jenis kelamin, tingkat kecerdasan anak, peralatan bermain, lingkungan, jumlah waktu bebas, status sosial ekonomi57

E. Pendidik Sebagai Pembina Akhlak Anak di Sekolah

Sekolah atau madrasah adalah lembaga pendidikan yang penting setelah keluarga. Sekolah berfungsi untuk membantu keluarga menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anak-anak yang berhubungan dengan sikap dan kepribadian yang mulia serta pikiran yang cerdas.

Selain itu, fungsi atau peran sekolah pada umumnya menurut Alisuf Sabri dalam bukunya Pengantar Ilmu Pendidikan, adalah:

1) Mempertajam dan mencerdaskan intelek anak.

2) Penyempurnaan (dalam batas-batas tertentu) pendidikan dalam keluarga maupun dalam keagamaan.

3) Sekolah sebagai pembantu lingkungan keluarga bertugas mengembangkan pribadi anak didik dengan mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawanya dari keluarganya. 4) Sekolah juga berfungsi sebagai pewaris dan pemelihara kebudayaan, dan

sebagai pembaharu kebudayaan.

56

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 189-205

57

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1, h. 158-159


(1)

UJI REFERENSI

NAMA

: Dea Insani Dermawanti

NIM

:108011000055

Judul Skripsi : Pendidikan Akhlak melalui Metode Belajar sambil Bermain Di TK. Islam

Ar-Rizqy Bekasi

No. Judul Buku

Halaman

Pembimbing

BAB 1

1

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007), cet. 1

hal.12

Ada

2

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta :Karya Mulia, 2005) h. 26

Ada

3

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994)

h.115

Ada

4

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani,1995), Cet. II

h. 140

Ada

5

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1978)

h. 35

Ada

BAB 2

6

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: :Karya Mulia, 2005) h.25

Ada

7

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf …, h. 27

Ada

8

Muhammad Ardani, Akhlak Tasawuf…, h. 29

Ada

9

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 150

Ada

10

Muhammad Ardani, Akhlak Tasawuf …, h. 57

Ada

11

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 151

Ada

12

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak,(Jakarta: Pustaka Al

Kautsar,2006 ),Cet. 1

h. 44

Ada

13

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 152

Ada

14

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 153

Ada

15

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak…, h. 50

Ada

16

Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran,

(Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1978),

h. 22

Ada

17

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 171

Ada

18

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan

Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), Cet. 1,

h. 45

Ada

19

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), h. 66-67

Ada

20

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 47

Ada

21

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra

Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

h. 43

Ada

22

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra h. 47

ada


(2)

Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

23

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani,1995), Cet. II,

h. 177

Ada

24

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 164

Ada

25

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 155

Di PU

26

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 121

Ada

27

Slameto, Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,

(Jakarta:Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-5,

h. 2

Ada

28

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan

Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. 1,

h. 76

Ada

29

Anita Yus,

Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman

Kanak-Kanak

, (Jakarta: kencana, 2011),

h. 33

Ada

30

M. Subana dan Sunarti. 2000, Strategi Belajar Mengajar Bahasa

Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000),

h.9

Ada

31

L. Crow dan A. Crow, Psychologi Pendidikan, (Yogyakarta: Nur Cahaya, 2005),

h. 291

Ada

32

Akyas Azhari, PSIKOLOGI Umum dan Perkembangan, (Jakarta:

Penerbit Teraju, 2004), cet. 1,

h. 122-125

Ada

33

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2008),

h. 229

Ada

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996),

h. 858

Ada

35

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 320

Ada

36

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 323

Ada

37

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra

Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

h. 75

Ada

38

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 148-150

Ada

39

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 321

Ada

40

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 158-159

Ada

41

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 189-205

Ada

42

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), Cet. 1,

hal. 29

Ada

43

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani,1995), Cet. II,

h. 151

Ada

44

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam

Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007), cet. 1

hal. 95

Ada

45

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007), cet. 1

hal. 97

Ada


(3)

46

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 3

Ada

47

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 4

Ada

48

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 4

Ada

49

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 130

Ada

50

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 89

Ada

51

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 109

Ada

52

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 134

Ada

53

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 120

Ada

54

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 117

Ada

55

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 128

Ada

56

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 167

Ada

Mengetahui,

Pembimbing Skripsi

Dr. H. Dimyati, MA

NIP: 19640704 199303 1 003


(4)

UJI REFERENSI

NAMA

: Dea Insani Dermawanti

NIM

:108011000055

Judul Skripsi : Pendidikan Akhlak melalui Metode Belajar sambil Bermain Di TK. Islam

Ar-Rizqy Bekasi

No. Judul Buku

Halaman

Pembimbing

BAB 1

1

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007), cet. 1

hal.12

2

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta :Karya Mulia, 2005) h. 26

3

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994)

h.115

4

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani,1995), Cet. II

h. 140

5

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,

1978)

h. 35

BAB 2

6

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: :Karya Mulia, 2005) h.25

7

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf …, h. 27

8

Muhammad Ardani, Akhlak Tasawuf…, h. 29

9

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 150

10

Muhammad Ardani, Akhlak Tasawuf …, h. 57

11

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 151

12

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak,(Jakarta: Pustaka Al

Kautsar,2006 ),Cet. 1

h. 44

13

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 152

14

Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2012), cet. 11

h. 153

15

Muhammad Sain Mursi, Seni Mendidik Anak…, h. 50

16

Mahmud Yunus, Pokok-pokok Pendidikan dan Pengajaran,

(Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1978),

h. 22

17

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 171

18

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan

Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), Cet. 1,

h. 45

19

Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997), h. 66-67

20

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 47

21

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra h. 43


(5)

Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

22

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

h. 47

23

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani,1995), Cet. II,

h. 177

24

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 164

25

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), h. 155

26

Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT.

Mizan Publika, 2004), Cet. 1,

h. 121

27

Slameto, Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhinya,

(Jakarta:Rineka Cipta, 2010), cet. Ke-5,

h. 2

28

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan

Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brother’s, 2006), cet. 1,

h. 76

29

Anita Yus,

Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman

Kanak-Kanak

, (Jakarta: kencana, 2011),

h. 33

30

M. Subana dan Sunarti. 2000, Strategi Belajar Mengajar Bahasa

Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2000),

h.9

31

L. Crow dan A. Crow, Psychologi Pendidikan, (Yogyakarta: Nur

Cahaya, 2005),

h. 291

32

Akyas Azhari, PSIKOLOGI Umum dan Perkembangan, (Jakarta:

Penerbit Teraju, 2004), cet. 1,

h. 122-125

33

Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana

Prenada Media Group, 2008),

h. 229

34

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996),

h. 858

35

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 320

36

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 323

37

M. Yazid Busthomi, Panduan Lengkap PAUD, (Jakarta: Citra

Publishing, 2012), Cet. Ke-1,

h. 75

38

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 148-150

39

Muslichah Zarkasih, Child Development (terjemahan), (Jakarta:

PT Gelora Aksara Pratama, 1978),

h. 321

40

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 158-159

41

M. Fadlillah & Lilif M.K, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini,

(Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2013), cet. 1,

h. 189-205

42

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2005), Cet. 1,

hal. 29

43

Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam, (Jakarta:

Pustaka Amani,1995), Cet. II,

h. 151

44

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam

Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007), cet. 1

hal. 95

45

Djumransjah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi” Mengukuhkan Esistensi, (Malang Press,2007),


(6)

cet. 1

BAB 3

46

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 3

47

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 4

48

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 4

49

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 130

50

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 89

51

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 109

52

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktik, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), Cet. 13,

h. 134

53

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 120

54

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 117

55

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 128

56

M. Musfiqon, Panduan Lengkap Metodologi Penelitian

Pendidikan, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakarya, 2012), Cet. 1,

h. 167

Mengetahui,

Pembimbing Skripsi

Dr. H. Dimyati, MA

NIP: 19640704 199303 1 003