Hukuman Diat Bagi Tindak Pidana Pembunuhan Semi Sengaja Dalam Hukum Islam Dan Relevansinya Dengan Hukum Pidana Indonesia

(1)

HUKUMAN DIAT BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SEMI SENGAJA DALAM HUKUM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN

HUKUM PIDANA INDONESIA Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I)

Oleh : DEVISON NIM : 104045101544

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penilisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Neberi

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Oktober 2008


(3)

HUKUMAN DIAT BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SEMI SENGAJA DALAM HUKUM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN

HUKUM PIDANA INDONESIA Skripsi

Diajukan kepada fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi salah satu prsyaratan memperoleh

Gelar serjana Hukum Islam (SHI)

Oleh:

DEVISON NIM.104045101544

Di Bawah Bimbingan,

Prof. Dr. H. M. Abduh Malik NIP. 150094391

KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI KEPIDANAAN ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNUVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

! !

"

# $ %

%


(5)

!

" !

" &

"

!

' ( $


(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. Yang memberikan petunjuk dan selalu melimpahkan kasih sayang kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, Shalawt serta salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga, beserta sahabat para pengikutnya.

Maksut penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi syarat yang menjadi ketetapan dalam menyelenggarakan studi program S1 pada fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Skripsi ini berjudul “HUKUMAN DIAT BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN SEMI SENGAJA DALAM HUKUM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM PIDANA INDONESIA”

Sebagai manusia, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan yang dimiliki oleh penulis. Tanpa bantuan dan dorongan dari semua pihak, mungkin skripsi ini tidak akan selesai, pada kesempatan ini, maka penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Komarudin Hidayat, M.A. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.


(7)

3. Asmawi, M.Ag., Ketua Jurusan Jinayah Syiasa. Sri Hidayati. M.Ag, Sekretaris Jurusan Jinayah Syiasah, yang telah memberikan dorongan dan Administrasi kepada penilis.

4. Prof. Dr. H. M. Abduh Malik. Dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dorongan dan membantu penulis dalam menyelesikan skripsi ini.

5. Pimpinan perpustakaan (UIN dan Imam Jama’) beserta seluruh staf, yang telah membantu meminjamkan buku-buku yang diperlukan oleh penulis. 6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah

Jakarta, yang telah memberikan ilmunya kepada penulis.

7. Yang tercinta Ayahanda Almin.Perwira Negara dan Ibunda Murnisai, yang tidak henti-hentinya memberikan kasih sayang serta dorongannya dalam bentuk materi dengan tulus ikhlas dan selalu mendoakan penulis.

8. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih terutama kepada Istri tercinta Agustia Hamdiah. SKM., yang selalu senantiasa memberikan nasihat dan masukan kepada penulis baik dalam keadaan suka maupun duka tetap memberikan yang terbaik kepada penulis.

9. Keluarga besar Jinayah Siyasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Epi Somantri, dan Siti Zulfah. Serta teman-temanku khususnya kelas Pidana Islam angkatan 2004 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah bersama-sama berjuang dalam suka dan duka.


(8)

Semoga bantuan mereka dinilai sebagai amal shaleh dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Doa yang tulus dan ikhlas penulis memohonkan kepada Ayahanda serta ibunda yang telah menanamkan semangat dan memberi motivasi untuk meraih kesuksesan ini. Dengan harapan doa semoga Allah yang maha arif dan bijak juga maha pengasih dan maha penyayang dan memberi limpahan ampunan, rahmat dan karunianya kepada kita bersama.

Akhirnya skripsi ini dipersembahkan kepada almamater dan masyarakat akademik demi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Amien.

Jakarta, 03 September 2008


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTARISI...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan perumusan masalah...5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...6

D. Tinjauan (Review)...7

E. Metode Penelitian...8

F. Sistematika Penulisan...8

BAB II MENGENAL PEMBUNUHAN A. Defenisi Pembunuhan...10

B. Jenis-jenis Pembunuhan...12

C. Pembunuhan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia...14

1. Pembunuhan menurut hukum islam...14


(10)

BAB III MACAM-MACAM HUKUMAN

A. Macam-Macam Hukuman Pembunuh Semi Sengaja Dalam Hukum

Pidana Islam...25

1. Diat...25

2. Diat Yang Dikeluarkan...28

3. Diat Yang Diterima Bagi Pembunuh Semi Sengaja...31

B. Macam-Macam Hukuman Pembunuh Karena Kealpaan Dalam Hukum Pidana Indonesia...34

1. Denda...34

2. Denda Yang Dikeluarkan...40

3. Denda Yang Diterima Bagi Pembunuh Karena Kealpaan...42

BAB IV ANALISA PERBANDINGAN HUKUMAN DIAT DAN DENDA BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN A. Tolak Ukur Antara Kelebihan Dan Kelemahan Hukum Pidana Diat dan Hukum Pidana Denda………45

B. Keunggulan dan Kelemahan Hukuman Pidana Diat dan Hukuman Pidana Denda...47

1. Keunggulan Diat...47

2. Kelemahan dan Kelebihan Denda...48


(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...56 B. Saran...60

DAFTAR PUSTAKA...62 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum pada dasarnya adalah hal yang sangat krusial dan sulit untuk diterima, tetapi hukum sipatnya memaksa karna ini merupakan konsekuensi bagi seorang pelaku delik atau jarimah khususnya dalam pembahasan ini penulis membahas yang menerangkan bentuk hukuman bagi pelaku pembunuhan semi sengaja yang dalam hal ini diat dan denda.

Dengan adanya hukuman diat dan denda bagi pelaku pembunuhan semi sengaja ini yang bertujuan untuk membuat seseorang jera atau berhati hati dalam mengerjakan sesuatu yang bisa saja membuat seseorang tersalah karna kealpaan, Dan berusaha untuk berhati-hati atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang menyimpang.

Walaupun pada tataran prakteknya hukuman bagi pelaku pidan adalah suatu keharusan kehususnya bagi pelaku pidana pembunuhan semi sengaja yang diberikan konsekuensi ukubah maliah (hukuman yang bersifat harta), mungkin tidak akan menimbulkan sifat jera yang begitu efektif. Tetapi minimal usaha untuk mewujudkan bentuk jera atau berhati-hati dalam berbuat. Kepada pelaku delik atau jarimah pembunuhan sudah di maksimalisasi dengan adanya batasan atau ketentuan yang mengatur semua bentuk kejahatan khususnya pembunuhan secara semi sengaja. Ini semua diatur dalam hukum Islam maupun hukum pidana indonesia


(13)

Dalam hukum Islam pengaturan tentang seberapa besar harta yang harus dikeluarkan oleh seorang pelaku pidana pembunuhan, dan bentuk-bentuk harta yang harus dikeluarkan seperti Unta, Emas, Perak, Sapi, Kambing, Pakaian dan lain sebagainya. Dalam hal ini penulis ambil sebagai sebuah gambaran :

Contoh : unta.

Bagi pelaku tindak pidana berat diatur dengan ketentuan tiga puluh ekor bagi unta betina berumur tiga sampai empat tahun, Tiga pulu bagi unta betina yang berumur empat sampai lima tahun, Empat puluh bagi unta betina yang dalam keadaan bunting.

Bagi pelaku tindak pidana ringan sebesas seratus unta. Dua puluh untuk unta betina yang berusia 1-2 tahun, Dua puluh untuk unta betina yang berusia 2-3 tahun, Dua puluh untuk unta jantan yang berusia 2-3 tahun, Dua puluh unta jantan yang berusia 3-4 tahun, Dua puluh untuk unta betina yang berusia 4-5 tahun.

Dalam aturan ini hukuman denda baik tindak pidana atau jarimah berat maupun ringan adalah suatu kewajiban bagi pelaku delik atau jarimah dan masalah pemberian ini harus diberikan oleh pelaku atau keluarga dengan diberi waktu Tiga bulan dari putusan yang diberikan kepada pelaku kejahatan.1

Bentuk denda ini telah diatur dalam beberapa literatur hukum fiqih dan walaupun dalam penetapan aturan cara pembagian ini banyak para fuqoha yang berbeda pendapat.

1


(14)

Dalam aturan ini penulis menggambarkan hukuman bagi pelaku pidana pembunuhan yang dikenai konsekuensi hukuman Diat dan denda baik dalam hukum islam maupu hukum pidana indonesia yang digambarkan dalam KUHP dalam pasal 82 ayat 1, 2, dan 3.2

Pembayaran denda hanya dapat terjadi dalam hal pelanggaran yang hanya diancam dengan sanksi pidana denda saja. Jika maksimum denda yang diancamkan dibayar penuh oleh terdakwah, maka tidak dilakukan penuntutan lagi.

Jika disamping hukuman denda, dikenakan juga hukuman tambahan berupa perampasan barang-barang, maka barang tersebut harus diserahkan bersamaan dengan pelaksanaan pembayaran denda pada waktu itu juga harga barang-barang yang disita (dirampas) dibayar sekaligus.

Pembayaran denda itu tidak menghilangkan penambahan hukuman denda tambahan bila terjadi residivis, Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang belum dewasa, yang pada saat melakukan perbuatan itu belum berumur 16 tahun.

Ketentuan pembayaran diat dan denda maksimum untuk pelanggaran ini diatur oleh lembaga yang disebut “Afkoop” atau sering juga disebut “Schikking” (perdamaian).3

Dalam pengaturan tentangh hukuman diat bagi pembunuh telah diatur dalam al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 92:

2

Hamzah Andi, Kitap Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005).Cetakan ke Duabelas, h. 30

3

Yuswandi Ali. Penuntutan,Hapusnya Kewenangan Menuntut Dan Menjalankan Pidana, (Jakarta : CV: Pedoman Ilmu Jaya. 1994).


(15)

! "

# $%&'(

)*+,-. /0 1-) 2 1

34-. 5 1 6)78 9:;< = 5-> ?@ AB CD7 EF G: DHIJKL 782 MN O 6 5-. ?@ P QCD7

DHRO S T

UGV S T

!WX YZ F

! :

# $%&'(

)*+,-. 0 1-) 2 1

[ O 6 $ DHKL \:]^ _ Z`< ab[c \VAK

ab d 8-T

efga Artinya:

“...Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karna tersalah, (hendaklah) ia memerdeka kan hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah Dan barang siapa yang tidak memerolehnya, hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut.... (QS. An-Nisa’:92) 4

Dalam kasus pembunuhan ada beberapa paktor kondisi yang harus dilihat baik dari segi Sikis maupun dari segi Fisikis karena semua bentuk ini sangat mempengaruhi terjadinya pembunuhan yang terencana maupun tidak terencana karna dalam segi ini bentuk pembunuhan semi sengaja banyak terjadi di zaman moderen ini.

Dalam meleksanakan putusan, seorang hakim dalam memutuskan perkara pembunuhan harus dilihat dari segi kondisi pembunuh itu, yang menjadi landasan apakah seorang pelaku delik pembunuhan ini dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani karna untuk memperkuat ketetapan hukum yang akan diambila bahwa pembunuh ini melakukan pembunuhan semi sengaja dan hukumanya pun termasuk

4


(16)

pada hukuma yang berat atau ringan.Dan apakah seorang pelaku pembunuhan ini dalam keadaan cakap hukum atau tidak.

Pembunuhan pada dasarnya dibagi kepada beberapa bentuk yaitu sengaja, tidak sengaja, semi sengaja. Begitu juga tingkatnya berat dan ringan. Tetapi sangat berbeda dengan yang diterapkan di hukum pidana indonesia bentuk objeknya maupun nilai nominalnya karna hukum pidana indonesia menganut hukum Barat dan Islam menganut hukum Timur.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

Rasionalisasinya bagi penulis adalah supaya tidak begitu melenceng lebih jauh karna bahasan ini sangat luas kalaupun ingin dibahas secara menyeluruh dan dalam hal ini penulis memberikan batasan untuk lebih ideal.

I. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan ini penulis memberikan pembatasan masalah teori hukuman bagi pembunuhan semi sengaja dalam bentuk diat dan denda yang dipandang dari hukum islam dan hukum pidana indonesia

II. Perumusan Masalah

Dari sedikit uraian diatas penulis merumuskan beberapa masalah dalam pembunuhan semi sengaja yang ditinjau dari hukum Islam dan hukum pidana indonesia


(17)

a. Bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh pembunuh semi sengaja yang dikenakan hukuman diat dan denda menurut hukum islam dan relefansinya dengan hukum pidana indonesia

b. Bagaimana bentuk hukuman dalam hal ini denda dan diat yang harus dikeluarkan bagi pelaku pembunuh semi sengaja menurut hukum islam dan relefansinya hukum pidana indonesia

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian I. Tujuan Penelitian

a. Sebagai perbandingan hukum Islam dan hukum pidana indonesia b. Untuk mengetahui seberapa besar harta yang harus dikeluarkan c. Sejauh mana keharusan dikeluarkannya harta denda tersebut II. Kegunaan Penelitian

a. Memberikan pengetahuan tentang hukuman diat dan denda bagi pelaku pidana pembunuhan semi sengaja

b. Memperbanyak wawasan tentang literatur kepustakaan, khususnya bagi pelaku pidana pembunuhan semi sengaja yang dilihat dari hukum Islam dan hukum pidana indonesia


(18)

D. Tinjauan ( Reveuw )

1. Menurut Niniek Suparni SH. Eksestensi pidana denda dalam sistem pidana dan pemidanaan.

Pidana denda sebagai alternatif lain dalam penjatuhan hukuman yang dirasakan sebagai pidana oleh terpidana.Mengenai jumlahnya akan digunakan sistem kategori, sedangkan mengenai cara pelaksanaannya dapat di angsur dalam waktu yang ditetapkan oleh hakim.

2. Menurut Prof. Dr. H. zaenudin Ali, MA. Hukum pidana Islam.

Pembunuhan semi sengaja adalah perbuatan yang sengaja dilakukan oleh seseorang kepada orang lain dengan tujuan mendidik, sebagai Contoh: Seorang guru memukulkan penggaris kepada kaki seorang muridnya, tiba-tiba muridnya meninggal, maka perbuatan guru tersebut dinyatakan sebagai pembunuhan semi sengaja.

3. Menurut Bambang Waluyo. SH. Pidana dan Pemidanaan.

Hal yang sangat menarik dalam pidana denda antara lain adalah ditetapkanya jumlah denda berdasarkan kategori dan pembayarannya pun dapat di angsur. 4. Menurut Leden Marpaung asas teori Praktik Hukum Pidana.

Hukum denda selain diancam pada pelaku pelanggaran juga diancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternatif atau kumulatif.Jumlah


(19)

yang dapat dikenakan pada hukuman denda ditentukan minimum 25 sen sedangkan maksismum tidak ada ketentuan. Hukuman denda tersebut boleh dibayar oleh siapa saja, artinya keluarga atau kenalan dapat melunasinya E. Metode Penelitian

I. Objek Penelitian

Objek penelitian yang dijadikan penelitian oleh penulis adalah bagaimana menerapkan teori penjatuhan hukuman diat dan denda bagi pembunuhan semi sengaja menurut hukum islam dan relevansinya dengan hukum pidana indonesia.

II. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah kualitatif, yang berusaha memberikan beberapa macam wacana masalah.

III. Pengumpulan Data

Teknik yang di gunakan oleh penulis dalam pengumpulan data adalah bentuk study dokumentasi.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara garis besar dari seluruh permasalahan yang akan dibahas agar terarah, serta untuk memudahkan dalam menelaahnya, maka penulis membagi skripsi ini dalam lima bab sebagai berikut :

Bab pertama, Merupakan Bab Pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, Pembatasan dan perumusan masalah, Tujuan dan kegunaan penelitian, Metode Penelitian, dan sistematika penelitian.


(20)

Bab kedua, Berisi studi kepustakaan yang memaparkan teori pembunuhan dan berbagai macam jenis-jenis pembunuhan dan pembunuhan persfektif hukum Islam dan hukum pidana indonesia

Bab ketiga, Menjelaskan beberapa teori tentang denda dan diat dan macam-macam denda dalam pembunuhan. Dan lebih spesifik lagi menerangkan denda yang dikenakan kepada pembunuhan semi sengaja

Bab keempat, Menerangkan hukuman yang dikenakan kepada pembunuhan semi sengaja yang dalam hal ini lebih kepada evektifitas penjatuhan pidana denda serta berbagai kelebihan dan kekurangan yang diterapkan baik menurut hukum pidana islam dan hukum pidana indonesia

Bab kelima, Penutup yang disertai kesimpulan dan saran dan dimana pada bagian akhir terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran.


(21)

BAB II

MENGENAL PEMBUNUHAN

A. Defenisi Pembunuhan

Pembunuhan dalam Bahasa Arab adalah berasal dari kata - - yang artinya membunuh.

Ulama fiqih mendefinisikan pembunuhan dengan ”perbutan manusia yang berakibat hilangnya nyawa seseorang"

Mahmud Syaltut dalam kitabnya menjelaskan bahwa pembunuhan adalah membunuh manusia yang nyata-nyata hidup dan pasti hidupnya, dengan suatu perbuatan yang menurut akal pikiran dapat membunuhnya, dan di lakukan oleh manusia yang perbuatannya dapat dihukum.5

Kejahatan terhadap nyawa manusia dalam bentuk pembunuhan, dalam hukum islam sebagaimana dikatakana pula oleh Abdul Qodir Audah dalam kitab At Tasyri’iul Jinaul Islam:

ﺕ ! "

# $

Artinya: Pembunuhan adalah perbuatan manusia yang menghilangkan kehidupan, yakni pembunuhan itu adalah menghilangkan nyawa manusia dengan sebab perbuatan manusa yang lain6.

5

Mahmud Syaltut, (trj), Bustami A.Ghana dan Johar Bhahri, Hukum Islam Aqidah dan Syariah, (Jakarta: Bulan Bintang, tth) Jilid 4, h.42

6


(22)

Untuk memahami pembunuhan dalam hukum pidana Indonesia dapat dilihat dalam pasal 359 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Yang berbunyi: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan oarng lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pdana kurungan paling lama satu tahun“

Dari pasal tersebut dapat diambil pengertian sebagai berikut: a. Kealpaan bias menghilangkan nyawa seseorang.

b. Menghilangkan nyawa seseorang, artinya dengan kealpan merupakan perbuatan yang membuat orang takut.

c. Dalam bertindak harus disertai dengan niat dan jalan yang benar sehingga tidak merugikan orang lain, bahkan dapat menghilangkan nyawa orang lain. Dari defenisi tersebut dapat diambil substansinya bahwa menghilangkan nyawa seseorang baik dilakukan dengan sengaja ataupun tidak baik menggunakan alat atupun tidak dan benda yang digunakan berupa benda yang mematikan ataupun tidak.

Pembunuhan adalah perbuatan yang dilarang oleh sara’ dan jelas dikatakan dalam Al-qur’an salah satunya dalam surat al-isra’ ayat 33 yaitu:

4 6)78& [. 

jk[/lmL )

n]oKL )

_k p

qr )

s4-.

a2W [L -T

J

8 78&\R

\: .

m & 8 t

0 pvZ L 7 L

mX &Gw

A

* (x

*- b

a .[L )

6 yp%z-. 5 AB

) 7{<m


(23)

Artinya: Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuh) melainkan dengan suatu alasan yang benar. Dan barang siapa yang dibunuh secara dzalim,maka kami sesungguhnya telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan. (Qs.Al-Israa’:33)

Dari apa yang dikemukakan diatas tentang pengertian pembunuhan secara umum , penulis memberi pendapat bahwa setiap tindakan ataupun perbuatan seseorang yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain disebabkan tindakan itu, dapat diartikan sebagai sebuah pembunuhan. Hanya saja yang mengakibatkan kematian itu ada yang secara sengaja dan adapula karna kealpaan. Dan adakalanya mengakibatkan kematian secara langsung dan ada pula akibat itu datangnya kemudian baik disertai dengan bentuk luka pisik dan adapula beruapa prosses waktu yang menentukan.

B. Jenis-Jenis Pembunuhan

Sesuatu tindak pidana dapat dilakukan dengan direncanakan oleh pelaku perbuatan ini sengja dilakukan sengaja merencanakan dengan matang perbuatan pidana yang akan dilakukanya dengan segala akibatnya, tetapi kadang kadang perbuatan pidana dapat terjadi tanpa direncanakan terlebih dahulu. Begitu pula halnya dalam pembunuhan seseorang merencanakan terlbih dahulu perbuatan tersebut dan mempergunakan alat ysng dapat mematikan. Dan adapula pembunuhan yang tidak direncanakan oleh pelaku dalam hal ini misalnya kurang hati-hatinya dan tanpa perhitungan yang maksimal misalnya seorang guru memukul muridnya dan ternyata


(24)

murit tersebut meningal dunia akibat bentakan dan pukulan yang mengenainya yang pada dasarnya niat seorang guru hanya untuk memberi peringatan tetapi murid tersebut ada penyakit yang tidak bisa dibentak dan mengakibatkan kematian.

Dalam hukum islam secara umum tindak pidana pembunuhan dibagi kepada dua macam yaitu pembunuhan sengaja ( ‘amd ) dan pembunuhan tersalah ( Khata’). Kemudian para ulama mengembangkan menjadi tiga bagian, empat bagian dan lima bagian Ulama jumhur membagi pembunuhan menjadi tiga mcam walaupun Imam Malik menolak adanya macam pembunuhan selain dua macam pembunuhan, karna dalam Nas’ hanya ada dua macam pembunuhan yaitu pembunuhan ‘amd dan Khata’7. Ayat yang dimaksud oleh Imam Malik tersebut adalah dalam surat An-Nisa:92.

?@ AB

 G$ L

5 1  [. m s4-. = ! " # $%&'( )*+,-.

/0 1-) 2 1 efga

Artinya: Dan tidak layak bagi seorang mu’min membunuh seorang mu’min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mu’min karena tersalah (hendakla) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta diserahkan kepada keluarganya (siterbunuh itu)…(Q.S An’Nisa:92)

Ulama Jumhur yang mengembangkan macam-macam pembunuhan itu adalah Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I dan Imam Ahmad bin Hambal, mereka membagi pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu :

1. Pembunuhan Sengaja (‘amd)

2. Pembunuhan Menyerupai Sengaja (Syibhul al’amd)

7


(25)

3. Pembunuhan Tersalah (Khata’)8

Bila di transparansikan lagi dalam KUHP pada bab XIX dan bab XXI yang dalam hal ini termasuk dalm pembahasan penulis kejahatan terhadap nyawa orang terbagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Pembunuhan Biasa ( Pasal 338 KUHP) 2. Pembunuha Terkwlifikasi (Pasal 339 KUHP)

3. Pembunuhan yang DIrencanakan (Pasala 340 KUHP) 4. Pembunuhan Anak (Pasal 341 KUHP)

5. Pembunuhan Atas Permintaan Korban (Psala 344 KUHP) 6. Penganjuran dan Pertolongan Bunuh Diri (Pasal 345 KUHP) 7. Menggugurkan Kandungan (Pasal 346 KUHP)9

C. Pembunuhan Dalam Persfektif Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia Pembunuhan dengan pembagian seperti di atas dilihat dari dua persfektif yaitu dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia. Secara umum tindak pidana pembnuhan di bagi tiga macam yaitu pembunuhan sengaja (‘Amd) dan pembunuhan menyerupai sengaja (Syibhul ‘Amd) dan pembunuhan tersalah (Khata’).

8

A.Djazuli, fiqh jinayah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001).h.123

6


(26)

1. Pembunuhan Menurut Hukum Islam: a. Pembunuhan Sengaja (‘amd)

Suatu perbuatan tindak pidana pembunuhan dapat di jatuhi hukuman qishas jika pembunuhan itu di lakukan dengan sengaja atau di rencaakan terlebih dahulu oleh pelakunya.

Abdul Qodir ‘Audah mendefinisikan pembunuhan sengaja adalah:

%& '()

* '

% + )

# ,

$ -)

Artinya: pembunuhan sengaja adalah suatu pembunuhan dimana perbuatan tersebut mengakibatkan hilangnya nyawa itu di sertai dengan niat untuk membunuh korban.10

Pembunuhan sengaja menurut Ahmad Fathi Bahsini adalah:

.

/01

-.2 3 ,33$4 3

* 5 6! 7 4 4 3 2)3 86- 8$

+

5 9 :

;

<

, = " > ?

1

@A

B C D 0ﺕ ﺡ " .

F A G C '

C +

H

Artinya: pembunuhan sengaja karena permusuhan adalah kesengajaan membuat seseorang yang darahnya di lindungi dengan alat yang biasanya dapat membunuh, seperti alat pembunuhan atau yang lainnya, misalnya membakar, mencincang, melempar dari tempat yang tinggi, mencekik, mengebiri hingga nyawa melayang atau memium racun.11

Dari uraian tersebut dapat di lihat bahwa suatu tindak pidana pembunuhan yang di hukum qishas adal;ah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Adanya niat sengaja membunuh

10

Abdul Qodir ‘Audah, Op Cit, h. 7 10

11

Ahmad Fath Bahsini, al-Siyasah Fi Syari’ah al-Islamiah,(Beirut: daar Kitab al-Farabi.tth), h.208


(27)

2. Orang yang di bunuh ma’sum darahnya

3. Menggunakan alat yang bisa mengakibatkan seseorang kehilangan nyawanya b. Pembunuhan Mnyerupai Sngaja (syibhu al ‘amd)

Pembunuhan menyerupau sengja adalah perbuatan yang memang dilakukan dengan sengaja, tetapi tidak ada niat dalam diri pelaku untuk membunuh korban.Dan pelakunya seorang mukalaf sebagai bukti alat yang digunakan tidak mematikan.

Pada pembunuhan menyerupai sengaja, berdasarkan defenisi diatas harus memenuhi syarat sebagai berikut.

1. Ada unsure kesengajaan dari pelaku 2. Orang yang dibunuh ma’sum darahnya

3. Menggunakan alat yang pada dasarnya tidak mematikan

Perbedan antara pembunuhan sengaja dan pembunuhan menyerupai sengaja terletak pada suatu alat yang digunakan meupakan alat yang tidak mematikan.Pada pembunuhan sengaja alat yang digunakan untuk membunuh adalah alat yang pada dasarnya dapat membunuh sedangkan pada pembunuhan semi sengaja adalah suatu alat yang pada dasarnya tidak mematikan.Hukuman bagi pembunuhan sengaja adalah Qisas Sedangkan pembunuhan semi sengaja adalah Diat Seperti di jelaskan oleh sabda Nabi SAW yang berbunyi :


(28)

@%B

%& I ﺹ I $B ,C )K'& I LM N

"

)& " I -!& "&

O

P

Kﻥ$R

# ,$ C K'

? " *S

.

T$A , 5

-)

!1 > R0 * ,

P C

U

, !ﺡ "

ﺹ ﺝ

"

W A'

$ C ﺝ C

X

Artinya: Dari Abdullah bin Amruh bin Ash: Bahwasannya Rosulullah SAW.Bersabda: Ketahuilah bahwa denda pembunuhan tersalah dan menyerupai sengaja (seperti dengan cambuk dan tongkat)adalah 100 ekor unta. Dari 100 ekor itu ada 40 ekor unta betina yang sedang bunting.

c. Pembunuhan Karena Kesalahan (Khata’)

Pembunuhan tersalah adalah pembunuhan yang tidak didasari oleh kesengajaan berbuat tetapi korban bukan yang dituju.12 Pembunuhan yang ada tujuan kesasaran korban (membunuh) seperti seorang yang sedang berburu ia membidikan senjatanya ke binatang tersebut tetapi mengenai orang yang sedang lewat.

Pembunuhan seperti ini terjadi akibat kurang hati-hatinya seseorang dalam melakukan perbuatan.

1. Tidak ada niat untuk membunuh

2. Orang yang dibunuh adalah orang yang ma’sum darahnya 3. Alat yang digunakan adalah alat yang dapat mematikan

Menurt H.A Djazuli pembunuhan tersalah terdapat tiga kemungkinan yaitu:

a. Bila sipelaku pembunuhan sengaja melakukan perbuatan dengan tanpa maksut melakukan suatu kejahatan, tetapia mengakibatkan kematian

12

Syihabuddin al-Qulyibi dan ‘Amirah, Qalyubi Wa Amirah (ttp,Syirkah al Nur Asyia, tth).Jilid 4 h.96


(29)

seseorang kesalahan seperti ini disebut salah dalam perbuatan (error in concrito)

b. Bila pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat membunuh seseorang yang dalam persangkaanya boleh dibunuh, misalnya sengaja menembak seseorang yang disangka musuh dalam peperangan tetapi ternyata teman sndiri; kesalahan seperti itu disebut salah dalam maksut (error in objecto)

c. Bila pelaku tidak bermaksut melakukan kejahatan, Tetapi akibat menimpa bayi dibawhnya hingga mati.13

2. Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Indonesia: a.Pembunuhan biasa

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja dalam bentuk pokok, diatur dalam pasal 338 KUHP “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun” unsur-unsur pembunuhan yang terdapat dalam pasal ini adalaha:14

a. unsure objektif : 1) Perbuatan: menghilangkan nyawa 2) Obyeknya: Nyawa orang lain

b. Unsur subyektif: Dengan sengaja

13

A.Djazuli, Fiqh Jinayah,op. cit, h. 123

14


(30)

b. Membunuh Karna Kealpaan

Barang siapa karma kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara palinglama Lima Tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.15

Dengan demikian jelas bahwa pembunuhan ini adalah pembunuhan yang tidak ada niat sama sekali dan ini terkadang menjadi pertimbangan hakim dalam menentukan hukuman yang bisa diakhiri dengan hukuman denda apabiala keluarga si korban memaafkan.dengan demikian hakim bisa saja mengambil keputusan menerapkan hukuman denda.

c. Pembunuhan Terkwalifikasi

Hakum bagi pembunuhan ini diatur di dalam pasal 339 KUHP. Jenis pembunuhan ini adalah pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului dengan perbuatan atau tindak pidana lain, dan yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan perbuatan itu, atau didalam kedapatan tengah berbuat untuk melepaskan dirinya maupun peserta lainnya dari hukuman atau memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum.

Adapun unsure-unsur dari kejahatn ini adalah:16

15

Ibid, h.139

16


(31)

a. Pembunuhan ini dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan suatu perbuatan pidana lain yang dilakukan sesudah pembunuhan itu

b. Pembunuhan ini dilakukan dengan maksud untuk memudahkan melakukan pidana lain

c. Pembunuhan ini dilakukan sesudah melekukan perbuatan lain dengan maksud:

1) Untuk menyelamatkan dirinya atau pengikutnya dari hukuman

2) Supaya apa yang didapat dari perbuatan itu tetap akan ada ditangannya

d.Pembunuhan yang Direncanakan

Pembunuhan dengan rencana lebih dahulu atau disingkat dengan pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejehatan nyawa manusia, diatur dalam pasal 340. Unsur-unsur pembunuhan ini adalah:17

a. Unsur subyektif: 1) Dengan sengaja

2) Dengan rencana terlebih dahulu b. Unsur obyektif: 1) Perbuatan: Menghilangkan nyawa 2) Obyeknya nyawa orang lain

17


(32)

e. Pembunuhan Anak

Pembunuhan ini diatur dalam pasal 341 KUHP yang diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 7 tahun. Yang terkena pasal ini adalah seorang ibu, baik kawin atau tidak, yang dengan sengaja (tidak direncanakan lebih dahulu) membuat anaknya pada waktu dilahirkan atau tidak berapa lama sesudah dilahirkan karena takut ketahuan bahwa ia sudah melahirkan anak, kejahatan ini disebut membunuh biasa anak (kingderdoodslag). Apabila pembunuhan itu dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu, maka kejahatan ini dinamakan (kingdermoord) diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Unsur-unsur pembunuhan ini adalah:

a. Pembunuhan ini harus dilakukan oleh ibunya sendiri

b. Pembunuhan ini harus didorong oleh rasa ketakutan akan diketahui melahirkan anak itu.18

f..Pembunuhan atas Permintaan Korban

Bentuk pembunuhan ini diatur dalam pasal 344 KUHP yang berbunyi: “ Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dengan perbuatan atau memberi sarana kepadanya untuk itu. Maka diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang tersebut jadi bunuh diri.

Kejahatan ini terdiri dari Unsur-unsur sebagau berikut:

18


(33)

a. Perbuatan: menghilangkan nyawa ; b. Obyek: Nyawa orang lain;

c. Atas permintaan korban;

d. Yang jelas dinyatakan dengan sungguh-sungguh19

g. Penganjuran dan Pertolongan Pada Bunuh Diri

Kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri itu merupakan tindakan yang terlarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang yaitu seperti yang diatur dalam pasal 343 KUHP, yang rumusnya sebagai berikut:20

“ barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri “

Dari rumusan ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 345 KUHP diatas dapat diketahui bahwa ketentuan pidana tersebut mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:21

a. Unsur subyektif: Dengan sengaja b. Unsur obyektuf: 1) Orang lain

2) Mendorong melakukan untuk bunuh diri

19

Adami Chazawi, op,cit.,h.102

20

Andi Hamzah, KitabUndang-undang Hukum Pidana, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1989). cet ke-1, h.167

21


(34)

3) Memberi sarana untuk bunuh diri

h. Pengguguran kandungan

Kata “ Pengguguran kandungan “ adalah terjemahan dari kata : abort is profokator: yang dalam kamus kedokteran diterjemahkan dengan “membuat keguguran” Pengguguran kandungan diatur dalam KUHP oleh pasal-pasal 346, 347, dan 349 , jika diamati pasal-pasal tersebut maka akan dapat diketahui bahwa ada tiga unsur pada kasus pengguguran kandungan yaitu:22

a. Janin

b. Ibu yang mengandung

c. Orang ketiga yang terlibat pada pengguguran tersebut

Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati buah kandungannya atau menyuruh orang menyebabkan, maka dihukum dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun. Yang dimaksut dengan buah kandungan disini belum merupakan bayi. Menurut yurisprudensi buah kandungan itu harus bernyawa, sudah mulai bergetar dalam kandungan pasal 346 KUHP “seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”

Orang yang sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, maka dihukum menurut pasal 347 KUHP:

22


(35)

1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Apabila dilakukan dengan persetujuan wanita itu, maka dikenakan pasal 348 KUHP: 1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan

kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Jika seorang dokter, bidan atau ahli obat membantu kejahatan dalam pasal, 340, berbuat atau membunuh salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka bagi mereka hukumannya adalah ditambah dengan sepertiganya dan dapat dipecat jabatannya ini dinyatakan dalam pasal 349 KUHP. Terkecuali apabila membantu menggugurkan kandungan tersebut, dilakukan demi menyelamatkan nyawa si ibu, maka dalam hal ini tidak dikenakan hukuman.


(36)

BAB III

MACAM-MACAM HUKUMAN

A. Macam-Macam Hukuman Pembunuh Semi Sengaja Dalam Hukum Pidana Islam

1. Diat :

Hukuman Diat dan kifarat untuk pembunuhan sengaja dan pembunuhan yang lainya merupakan hukuman pokok. Apabila kedua hukuman tersebut tidak bias dilaksanakan, karena sebab-sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukuman penggantinya adalah hukuman diat untuk qishash dan puasa untuk kifarat.

Pengrtian diat, sebagaimana dikemukakan oleh Syaid Syabiq adalah sebagai berikut :

6

C %& 6L'()

Y6 Zﺕ [* '( \!A \( Y]6

)

*

6-H

Artinya: Diat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadinya tindak pidana (pembunuhan ataupun penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya23

Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa diat merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada korban apabila ia masih hidup, atau kepada wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintah. Dasar hukum untuk wajibnya hukuman diat ini terdapat dalam al-qur’an dan sunnah:

23


(37)

?@ AB

 G$ L

5 1  [. m s4-. = ! " # $%&'( )*+,-.

/0 1-) 2 1 efga

Artinya: … dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, (hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (terbunuh itu) kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. (QS. An-Nisa’:9224

Menurut ayat ini, hukuman diat dikenakan kepada pelaku pembunuhan karena kesalahan, namun disini kedudukannya sebagai hukuman pokok. Adapun penerapannya untuk pembunuhan sengaja merupakan hukuman pengganti yang diperkuat oleh hadis Nabi.

& 0 ^ 1

"&

O

@%B

%& I %ﺹ I $B

O

- _

")#

$%

C

] ` ,C 6 G " ﺕ

"

% `# a]

U

W A'

$ C ﺝ C

X

Artinya: Dari Abi Syuraih Al-Khuza’i Ia berkata: Telah bersabdah Rosulullah saw: Maka barangsiapa yang salah seorang anggota keluarganya menjadi korban pembunuhan setelah ucapanku ini, keluarganya memiliki dua pilihan: adakalahnya memilih diat, atau memilih qishash (hukuman bunuh).

(Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Nasa’i)25

Sebelum berbicara bentuk diat dan denda yang dikeluarkan dalam pembunuhan ini terlebih dahulu penilis menjelaskan hukuman bagi tindak pidana terlebih dahulu: Dalam hukum islam ditinjau dari segi hubungan antara satu dengan hukuman yang lain dapat dibagi menjadi empat yaitu:

24

T.M. Hasbi Ash-Shiddiqi, dkk., Al-Quran dan terjemah, Mijamma’ Khadim Al-Haramain Asy-Syarifain, Madinah, 1971,hlm. 135

25


(38)

a) Hukuman pokok (al’uqubah al ashliyah) yaitu hukuman asal bagi suatu kejahatan, seperti hukuman qishas untuk pembunuhan. Potong tangan untuk pencurian dan hukuman bunuh bagi orang yang murtad.

b) Hukuman pengganti (al’uqubah al badaliyah) yaitu pengganti hukuman pokok karena hukuman tersebut tidak bisa dilaksanakan disebabkan karena suatu alasan hukum. Seperti hukuman diat bagi pembunuhan sengaja yang di maafkan dan begitu juga dengan hukuman bagi pembunuhan semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan yang dimaafkan hukuman bentuk diatnnya oleh ahli waris korban.

c) Hukuman tambahan (al’uqubah al taba’iyah) yaitu hukuman yang secara otomatis. Tanpa melalui putusan hakim mengikuti hukuman pokok. Seperti terhalangnya menerima warisan bagi pelaku pembunuhan keluarga.

d) Hukuman pelengkap (al’uqubah al-takmaliyah) yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang telah dijatuhkan. Seperti mengalungkan tangan seorang pencuri yang telah dipotong dilehernya. Hukuman ini harus berdasarkan hukuman yang diputuskan oleh hakim.26

2. Diat Yang Dikeluarkan :

26


(39)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan jenis diat. Menurut Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Imam Syafi’I dalam qaul qadim, diat dapat dibayar dengan salah satu dari tiga jenis, yaitu:

a. Unta b. Emas c. Perak

Alasannya sebagai berikut:

a) Hadis yang diriwayatkan oleh Amr ibn ash dari ayahnya dari kakenya, bahwa Rosulullah saw.menulis surat kepada penduduk Yaman. Di antara isi suratnya itu, adalah:

* 6- b '

# 6,G

$ ) >

C M ﺕ ,C 6PG _ $ 6ﻥc# d*' "& e

' Z f! & " ,

? " 4*S

HHHHH

Artinya: Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seseorang mukmin tanpa alas an yang sah dan ada saksi, ia harus diqishash kecuali apabila keluarga korban merelakan (memaafkan); dan sesungguhnya dalam menghilangkan nyawa harus membayar diat, berupa seratus ekor unta.27

b) Dalam lanjutan hadits Amr ibn Hazm tersebut diatas yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, Rasulullah menyatakan:

HHH

6]

C %&

d ' < C \

H

Artinya: …Dan untuk keluarga yang memiliki emas, diatnya adalah seribu dinar.28

27

Asy-Syaukani, VII, op. cit., hlm. 212; Al-Kalani, III, op. cit., hlm.244.

28Ibid,


(40)

c) Penetapan Sayidina Umar dalam hadis (atsar) yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Imam Syafi’i. Syaidina Umar menetapkan untuk penduduk yang memiliki emas, diatnya adalah seribu dinar, dan untuk perak diatnya adalah sepuluh ribu dinar.29

Menurut Imam Abu Yusuf , Imam Muhammad ibn Hasan, dan Imam Ahmad ibn Hambal,jenis diat itu ada enam macam, yaitu:

a. Unta b. Emas c. Perak d. Sapi e. Kambing f. Pakaian

Menurut Hanabila, lima jenis yang disebut pertama merupakan asal diat, sedangkan yang keenam,yaitu pakaian bukan asal, karena bisa berubah-ubah. Alasan yang dikemukakan oleh kelompok kedua ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari ‘Amer ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Sayidina Umar berpidato:

'g

$

C %& [d ' < C \ 6]

C %& 86$ # [Y 6

[h%7 -

? 6,G PC

C %& [d

S

!

C %& [ e C i&

S

%

C %& [d 1

C

d*6%ﺡ

H


(41)

Artinya: “Ingatlah, sesungguhnya harga Unta telah naik (mahal) –berkata perawi-maka Umar memberikan harga kepada pemilik emas dengan seribu dinar, dan kepada pemilik perak dua belas ribu dirham, dan kepada pemilik sapi dua ratus ekor sapi, dan kepada pemilik kambing seribu ekor kambing, dan kepada pemilik pakaian duaratus setel (pasang) pakaian.30

Adapun kadar (ukuran) diat dan macamnya dari hadis tersebut telah cukup jelas, yaitu apabila diatnya unta, jumlah seratus ekor,sapi duaratus ekor, kambing dua ribu ekor, uang emas seribu dinar, uang perak dua belas ribu dirham, dan pakaian dua ratus setel.Dalam hal ini tidaka ada perbedaan pendapat di kalangan ulama, kecuali apabila diat dibayar dengan uang perak. Menurut Hanafiah, apabila diat dibayar dengan emas maka jumlahnya seribu dirham, dan apabila dibayar dengan uang perak maka jumlahnya sepuluh ribu dirham. Sedangkan menurut jumhur ulama apabila diat dibayar uang perak, jumlahnya dua belas ribu dirham.sebab perbedaan pendapat ini adalah karena perbedaan kurs uang emas dengan uang perak.Menurut Hanafiah nilai satu dinar setara dengan sepuluh dirham berdasarkan hadis (atsar) Umar yang diriwayatkan oleh Baihaqi melalui Imam Syafi’i. Sedangkan menurut jumhur ulama nilai satu dinar setara dengan dua belas dirham, berdasarkan hadis Umar melalui Amer ibn Syu’aib tersebut.

30

Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islamiah wa Adillatuhu, Juz VI, Dar Al-Fiqr, Damaskus, 1989, hlm. 217.


(42)

3. Diat Yang Diterima Bagi Pembunuh Semi Sengaja :

Pembunuhan menyerupai sengaja dalam hukum Islam diancam dengan beberapa hukuman, sebagai hukuman poko dan hukuman pengganti, dan sebagian lagi dengan hukuman tambahan. Hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan semi sengaja ada dua macam, yaitu diat dan kifarat. Sedangkan hukuman pengganti yaitu ta’zir. Hukuman tambahan yaitu pencabutan hak waris dan wasiat.

a. Hukuman Diat

Pembunuhan semi sengaja tidak diancam dengan hukuman qishas, melainkan hukuman diat Mughalladzah.Hal ini didasarkan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nasa’I, dan Ibn Majah dari Abdullah ibn Amr ibn Ash, bahwa Rosulullah saw. Bersabda:

P C Kﻥ$R

# ,$ C K'

? " 4*S -)

!1 cR0 * ,G PC

U

$ C ﺝ C

d, 6!ﺡ " 4 6 ﺹ ﺝ "

S A6'

X

Artinya: Ingatlah, sesungguhnya diat kekeliruan dan menyerupai sengaja yaitu pembunuhan dengan cambuk dan tongkat adalah seratus ekor unta, di antaranya enpat puluh ekor yang di dalamnya perutnya ada anaknya (sedang bunting).

(Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Dawud, Nasa’I, dan Ibn Majah, dan dishahihkanoleh Ibn Hibban)31

Diat Syibhul ‘amdi (pembunuh menyerupai sengaja)sama dengan diat pembunuh sengaja, baik dalam jenis, kadar, maupun pemberatannya. Hanya saja

31


(43)

keduanya berbeda dalam hal penanggung jawab dan waktu pembayaran.Dalam pembunuhan sengaja, pembayaran diatnya di bebankan kepada pelaku dan harus dibayar tunai. Sedangkan diat untuk pembunuhan menyerupai sengaja di bebankan kepada ‘aqilah (keluarga), dan pembayaranya dapat diangsur dalam waktu tiga tahun.Akan tetapi, Imam Malik berpendapat bahwa sibhul ‘amd (menyerupai sengaja) sama dengan sengaja dalam pembebanan diat kepada harta pelaku,kecuali dalam hal pembunuhan oleh orang tua terhadap anaknya yang pada mulanya dilakukan dalam rangka pendidikan dengan pedang atau tongkat. Dalam hal ini, diatnya adalah diat sibhul ‘amd, yaitu diat mughalladzah (diat yang berat), Komposisinya dibagi tiga dan diangsur selama tiga tahun,seperti pembunuhan karena kesalahan.32

Adapun diat yang ditanggung oleh ‘aqilah (keluarga) tidak ada kesepakatan dikalangan fuqaha. Menurut Hanafiah, ‘aqilah (keluarga) hanya menanggung seperduapuluh (5%) diat, yaitu lima ekor unta dalam tindak pidana atas selain jiwa. Akan tetapi untuk tindak pidana atas jiwa (pembunuhan), ‘aqilah menanggung semua diat.33

Menurut Malikia dan Hanabilah, ‘aqilah hanya menanggung maksimal sepertiga diat. Syafi’iyahberpendapat bahwa ‘aqilah menanggung semua diat, baik sedikit maupun banyak.34

32

Wahabah Zuhaili, VI, op. cit.,hlm.317

33

‘Ala Ad-Din Al-Kasani, Bada’I Asy-Shanai’fi Tertib Asy-Syara’i, Juz, Juz VII,Dar Al-Fiqr,Beirut, 1996, hlm.378

34


(44)

b. Hukuman Kifarat

Menurut jumhur ulama, selain malikiah, hukuman kifarat diberlakukan dalam pembunuhan semi sengaja. Hal ini karna statusnya dipersamakan dengan pembunuhan karena kesalahan, dalam hal tidak dikenakan qishas, pembebanan diat kepada ‘aqilah dan pembayaran dengan angsuranselama tiga tahun.

Sebagaimana halnya dalam pembunuhan sengaja, kifarat dalam pembunuhan menyerupai sengaja ini merupakan hukuman pokok yang kedua.Jenisnya, yaitu memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Apabila hamba sahaya tidak ditemukan ia diganti dengan puasa dua bulan berturut-turut.

Malikiyah menganggap pembunuhan menyerupai sengaja sebagai pembunuhan sengaja yang tidak wajib dikenakan hukuman kifarat. Dengan demikian menurut mereka hukuman pokok untuk tindak pidana ini hanya satu, yaitu diat.

c. Hukuman Ta’zir

Apabila hukuman diat gugur karena sebab pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti dengan hukuman ta’zir. Seperti halnya dalam pembunuhan sengaja, dalam pembunuhan menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih jenis hukuman ta’zir yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.


(45)

d. Hukuman Tambahan

Seperti halnya dalam pembunuhan sengaja, yaitu penghapusan hak waris dan hak wasiat. Hal ini didasarkan kepada keumuman dari hadis Amr ibn Syu’aib bahwa Nabi bersabda:

_>L1 j ) " ﺕ % b

U

'R -

S A6' a

X

Artinya: Tidak ada bagian warisan sedikit pun bagi seorang pembunuh. (Hadis ini diriwayatkan oleh Nasa’I dan Daruquthin)35

Pembunuhan _ ﺕ (pembunuh) dalam hadis tersebut mencakup semua bentuk pembunuhan, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun menyerupai sengaja.

B. Macam-Macam Hukuman Pembunuh karena Kealpaan Dalam Hukum Pidana Indonesia

1. Denda :

Dalam hukum pidana Indonesia hukuman dibagi menjadi dua yaitu: 1.Hukuman pokok yang terdiri dari:

a) Hukuman mati b) Hukuman penjara c) Hukuman denda d) Hukuman tutupan

2.Hukuman tambahan yang terdiri dari:

35


(46)

a) Pencabutan beberapa hak tertentu b) Perampasan barang tertentu c) Pengumuman putusan hakim36 1. Hukuman Pokok

a. Hukuman Mati

Pidana mati tercantum dalam KUHP yang diwarisi oleh pemerintahan colonial dan tetap demikian ketika dinasionalisasikan dengan UU No. 1 tahun 1946. bahkan sesudah merdeka, beberapa undang-undang yang dikeluarkan kemudian. Ternyata tercantum juga ancaman pidana mati didalamnya. Dengan demikian, alas an bahwa pidana mati itu tercantum dalam KUHP pada waktu deberlakukan oleh pemerintahan colonial di dasarka pada, “alasan berdasarkan factor rasial”, mungkin hanya berlaku dahulu saja karena pemerintahan Republik Indonesia ternyata mengeluarkan Undang-undang selain KUHP.

Pada kenyataannya tidak demikian halnya, karena pidana mati masih berlaku sampai sekarang. Karena menurut kebanyakan para pakar hukum pidana bahwa keadaan khusus di Indonesia menuntut supaya penjahat-penjahat yang yersebar dapat dilawan dengan pidana mati. Dalam suatu daerah yang begitu luas. Yang didiami oleh masyarakat heterogen (berbeda sifat). Alat-alat kepolisian tidak dapat menjamin keamanan seperti di Eropa barat. Oleh karena itu, pidana mati masih eksis dipertahankan dalam KUHP.

36

Soerjdono Soekamto dan Purnandi Purwa caraka.Sandi-sandi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993).hlm 8


(47)

b. Hukuman Penjara

Di dalam KUHP hukuman penjara terdiri dari dua pola yaitu pidana penjara seumur hidup dan pidana untuk waktu tetentu. Pidana penjara dalam waktu tertentu atau sementara ditentukan minimum dan maksimum lamanya penjara minimum pemjara selama satu hari dan maksimum penjara perjumlah 15 atau 20 tahun untuk batasan yang apling akhir.

c. Hukuman Kurungan

Hukuman kurungan seringan ringannya adalah satu hari dan hukuman seberat-beratnya yang umum adalah 1 tahun dan waktu satu tahun ini dapat ditambahi paling lama 1 sampai 4 bulan dalam hal: keadaan kebersamaan. Penghilangan kejahatan dan yang ditentukan dalam pasal 52 KUHP (pasal 18 KUHP)

Perbedaan antara hukuman penjara dan hukuman kurungan adalah: 1) Pekerjaan yang diberikan lebih ringan daripada hukuman penjara

2) Orang yang dapat hukuman kurungan berhak memperbaiki nasibnya atau biaya sendiri.

3) Yang dijatuhi hukuman penjara dapat dikirim kemana-mana untuk menjalani hukuman, sedangkan hukuman kurungan tidak bioleh dijalani diluar tempat tinggalnya atau daerah tempat hakim menentukan perkaranya.37

d. Hukuman Denda

37


(48)

Hukuman denda ini diancamkan sering kali sebagai alternative dengan hukuman kurungan terhadap semua pelanggaran yang tercantum dalam KUHP terhadap semua kejahatan ringan hukuman denda diancamkan sebagai alternative dengan hukuman penjara.

e. Hukuman Tutupan

Berdasarkan pasal 2 ayat 1 PP. No.8 tahun 1948 bahwa hukuman tutupan bukan hukuman yang berdiri sendiri, melainkan sama dengan hukuman penjara. Perbedaannya hanyalah terletak pada orang yang melakukan tindak pidana karena didorong oleh maksut yang patut untuk dihormati.

2. Hukuman Tambahan

a. Pencabutan Beberapa Hak Tertentu

Hukuman ini disebutkan dalam KUHP pasal 35-38. hak-hak yang dicabut dan telah diatur dalam pasal 35 KUHP adalah hak memegang jabatan pada umumnya jabatan tertentu, hak memasuki angkatan bersenjata, hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan pengadilan hak menjadi wali, Wali menjadi pengawas atas orang yang bukan anak sendiri, hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian dan pengampunan atas anak sendiri, hak menjalankan mata pencaharian tertentu. Dalam pasal 36 sampai pasal 38 pencabutan hak tertentu sama seperti yang dirumuskan dalam pasal 35 KUHP.


(49)

Perampasan harus mengenai barang-barang tertentu yang telah diatur dalam pasal 39 sampai 42 KUHP. Perampasan barang tertentu disini adalah perampasan terhadap barang kepunyaan terpidana yang diperoleh darikejahatan atau yang sengaja atau sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, jadi tidak mungkin merampas seluruh harta kekayaan.

c. Pengumuman Putusan Hakim

Dalam hukum pidana Indonesia, hukuman pidana pembunuhan sengaja dipenjara paling lama 15 tahun (pasal 338 KUHP), sedangkan pembunuhan karena kelalaian hukuman pokoknya adalah pidana penjara paling lama 15 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun.

Hukuman tambahan untuk kedua macam pembunuhan yang disebutkan dalam pasal 35 KUHP antara lain dicabut haknya untuk memegang jabatan pada umumnya jabatan tertentu, hak memasuki angkatan bersenjata, hak hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum dan lain-lain. Hukuman pelengkapnya sama dengan hukuman pidana islam yaitu apa yang ditetapkan oleh hakim.

Denda adalah hukuman yang dikenakan kepada kekayaan, hukuman kurungan dan hukuman penjara kepada kemerdekaan,sedang hukuman mati kepada jiwa orang.38

38

R.Sugandi.SH.Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya.Usaha Nasional.Surabaya, 1981, hlm. 37


(50)

Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.dan dalam penjatuhan pidana denda hakim wajib melihat kemampuan terpidana, dan dalam melihat kemampuan terpidana, hakim wajib memperhatikan apa yang dapat dibelanjakan oleh terpidana sehubungan dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatannya.

Dan ketentuan yang dimaksut diatas adalah mengurangi untuk tetap diterapkan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan untuk tindak pidana tertentu.39

Pidana denda juga bisa dipandang sebagai alternative pidana pencabutan kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik kriminal, pidana ini tidak kala efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan.Berdasarkan pemikiran ini maka pada dasarnya sedapat mungkin denda itu harus dibayar oleh terpidana dan untuk pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Kalau keadaan mengizinkan, denda yang tidak dibayar itu dapat diambilkan dari kekayaan atau pendapatan terpidana untuk sebagai penggantinya.

Pengertian “apabila keadaan mengizinkan” berarti terpidana mampu, akan tetapi tidak mau melunasi dendanya. Bilamana usaha pengganti itu tidak memungkinkan, maka pidana penjara pengganti dikenakan kepadanya.Ketentuan agar terpidana sedapat mungkin membayar dendanya harus diartikan bahwa kepadanya diberi kesempatan oleh hakim untuk mengangsur dendanya.

39


(51)

Mengingat tujuan pemidanaan yang tidak berupa pembalasan, maka dalam penjatuhan pidana denda hakim harus memperhatikan kemampuan terpidana secara nyata.40

Pidana denda diancamkan atau dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan.Oleh karena itu pula, pidana denda merupakan satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidan. Walaupun pidana denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda itu secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.41

2. Denda Yang Dikeluarkan :

Besarnya denda itu sekurang kurangnya tiga rupiah dan tujuh puluh lima sen, dan apabila hukuman ini tidak bisa di laksanakan maka dalam hokum pidana Indonesia ada bentuk penggantinya yaitu dengan hukuman kurungan dan lamanya hukuman kurungan yang dijadikan pengganti untuk pidana denda ini adalah seminimnya adalah satu hari dan semaksimalnya adalah enam bulan dalam bentuk hukuman apa saja yang bentuknya adalah sebagai pengganti daripada denda, Hukuman kurungan itu dapat dijatuhkan untuk selama-lamanya delapan bulan di dalam hal-hal karena adanya gabungan dari kejahatan-kejahatan.42

40

Suparni, Niniek.Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan, (Jakarta; Sinar Grafika,2007).Ed.1, Cet.2.hlm.36

41

Ibid, hlm.24

42

P.A.F Lamintang, Djisman Samosir. Hokum pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru, 1979.cet. ke-3. hlm.29


(52)

Dan lamanya dalam hukuman kurungan yang dijatuhkan kepada terpidana dalam hal ini pengganti denda untuk berapa harinya itu harus sudah ditentukan oleh keputusan hakim sehingga sudah ada langkah selanjutnya apabila pidana denda tidak terlaksana.

Sehingga untuk suatu hukuman denda sebesar tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang diganti dengan satu hari, untuk suatu hukuman denda yang lebih besar diganti dengan satu hari bagi tiap-tiap tujuh rupiah lima puluh sen hukuman denda yang telah diputuskan, dan demikian pula untuk bentuk denda yang tersisa.

Dalam pidana Indonesia tidak secara sfesifik menjelaskan bentuk denda yang di khususnya pidana pembunuhan semi sengaja tetapi cuma melihat factor dan unsurnya saja hakim dalam menentukan berat ringannya denda bagi khusus pidana ini, jadi tidak ada spesifikasi dalam hal ini tetapi bentuk maksimalnya bisa dilihat sebagai berikut:

o Jika tidak ditentukan minimum khusus, maka pidana denda paling sedikit

Rp 15.000,- (lima belas ribu rupiah).

o Pidana denda paling banyak di tetapkan berdasarkan kategori, yaitu :

a. Kategori I Rp 150.000,- (seratus limapuluh ribu rupiah); b. Kategori II Rp 750.000,- (tuju ratus lima puluh ribu rupiah); c. Kategori III Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah);

d. Kategori IV Rp 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah); e. Kategori V Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah);


(53)

f. Kategori VI Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah);43

Pidana denda juga bias dipandang sebagai alternative pidana pencabutan kemerdekaan. Sebagai sarana dalam politik _riminal, pidana ini tidak kala efektifnya dari pidana pencabutan kemerdekaan.Berdasarkan pemikiran ini maka pada dasarnya sedapat mungkin denda itu harus dibayar oleh terpidana dan untuk pembayaran itu ditetapkan tenggang waktu. Kalau keadaan mengizinkan, denda yang tidak dibayar itu dapat diambilkan dari kekayaan atau pendapatan terpidana untuk sebagai penggantinya.

3. Denda Yang Diterima Bagi Pembunuh Karena Kealpaan :

Di dalam konsep Rancangan undang-undang KUHP Nasional, Pidana denda masuk di dalam kelompok pidana pokok sebagai urutan keempat. Adapun susunan urutannya adalah sebagai berikut:

o ke-1 pidana penjara o ke-2 pidana tutupan o ke-3 pidana pengawasan o ke-4 pidana denda o ke-5 pidana kerja social

Lebih lanjut ditentukan bahwa urutan pidana pokok tersebut menentukan berat ringannya pidana.44

43


(54)

Dalam menjatuhkan pidana, peranan hakim sangat penting. Setelah mengetahui tujuan pemidanaan, hakim wajib mempertimbangkan keadaan-keadaan yang ada di sekitar si pembuat pidana, seperti misalnya:

- factor usia si pembuat pidana

- perbuatan tindak pidana apakah untuk pertamakali - kerugian terhadap korban

- sudah adakah ganti rugi, dan sebagainya.

Ada satu ketentuan bahwa dalam hal seseorang melakukan tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana penjara, namun apabila hakim berpendapat tidak perlu menjatuhkan pidana penjara setelah memperhatikan, dan mempertimbangkan hal-hal yang menjadi tujuan pemidanaan, pedoman pemidanaan serta pedoman penerapan pidana penjara, maka hakim dapat menjatuhkan pidana denda.45

Jadi dalam hal ini pidana denda diancamkan, dan seringkali alternatif dengan pidana kurungan terhadap hamper semua “pelanggaran” (overtredingen) yang tercantum dalam Buku II KUHP, terhadap semua kejahatan ringan, pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif dengan pidana penjara.Demikian juga terhadap bagian terbesar kejahatan-kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja; antara lain dalam pasal 359 KUHP:

44

Suparni, niniek, op,cit.,hlm.49

45


(55)

“Barang siapa karena kesalahan (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”

Tetapi apabila dalam hal ini hakim sudah melihat factor dan unsurnya maka dalam hal pembunuhan semi sengaja dapat dikenakan hukuman denda dengan pertimbangan hakim, dan dilihat juga unsure obyektif dan dan praktisnya pemidanaan.

Karena era moderen seperti sekarang ini pidana denda tidak dibahas secara spesifik tetapi bentuk bembahasanya hanya membahas bentuk minimalis bentuk denda dan maksimalnya bentuk denda:

o Minimal Rp 1 .000,- tetapi berhubung perkembangan Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 1), semua bentuk denda di kali 15, Misal (Rp .1000,- x 15 menjadi Rp .15,000,-


(56)

BAB IV

ANALISA PERBANDINGAN HUKUMAN DIAT DAN DENDA BAGI TIDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Tolak Ukur Antara Kelebihan Dan Kelemahan Hukum Pidana Diat dan Hukum Pidana Denda

Sebelum Membahas antara kelebihan dan kelemaha pidana diat dan pidana denda maka penulis memaparkan sejauh mana tolak ukur yang baik untuk memberikan bentuk efek jera bagi si pelaku supaya lebih berhati-hati dalam berbuat. dan memberikan unsur pelajaran bagi masyarakat secara universal.

Dalam tolak ukur ini penulis memberikan abstrak untuk mencapai pengertian yang benar terhadap keunggulan dan kelemahan dalam pidana Islam dan pidana indonesia yang orientasinya kepada pelaku yang merasa bersala dan korban yang merasa dirugikan.

Bentuk-bentuk tolak ukur ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam penjatuhan hukuman untuk pidana pembunuhan semi sengaja, seorang tersangka telah melanggar hukum dan merugikan orang lain maka hukumannya bagi pelaku harus yang seberat-beratnya. Tetapi ada bentuk sisi lain yang harus dipertimbangkan oleh badan hukum ataupun keluarga korban, bentuk tersebut adalah melihat proses yang terjadi bukan mementingkan kepentingan sepihak egoisme seseorang, akan tetapi seorang tersangka


(57)

melakukan perbuatan tersebur tidak di iringi kesengajaan dan niat melainkan karena kealpannya.

Maka semua elemen yang bersangkutan juga harus mempertimbangkan nama baik dan prospek tersangka di kemudian hari.

2. Konsekuensi yang diberikan kepada pelaku harus sesuai dengan perbuatanya yakni membunuh seseorang akibat ketidak hati-hatian dalam berbuat, akan tetapi dalam menjatuhkan hukuman usahakan pihak yang mengadili harus berusaha memberikan putusan yang terbaik sehingga pihak korban merasa terhibur dengan hukuman yang akan di terima oleh si pelaku.

3. Dalam penjatuhan hukuman ada bagian yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu yaitu dalam penerimaan hukuman denda seharusnya yang menerima adalah si korban bukan orang lain atau instansi lain yang tidak semestinya menerima karena tidak merasa dirugikan.

4. Dalam melaksanakan hukuman tidak semestinya orang yang tidak bersalah ikut merasakan keperihan dan penderitaan yang dilakukan oleh seorang terhukum karena semua perbuatan ada konskuensinya dan yang merasakan semua penderitaan itu orang yang melakukan saja bukan orang lain yang tidak tahu ikur serta dalam penderitaan yang dibuat diri si pelaku karena jelas dalam al-qur’an orang mendapat pahala karena perbuatanya dan mendapat hukuman karena perbuatannya .

Tolak ukur ini berlandaskan : QS.AL An’am :ayat 164 :


(58)

=

4

&`(J 

RP

}k[/ z

s4-.

~D•+& €

=

4

‚ 

!

-ƒ)

[ƒ

….

„1

e… a

“…Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…” (Qs.Al An’am : 164)

QS.AL Baqarah ayat 286 :

4

G) ~& J

qr

)

†([/ z

s4-.

V

8

w

=

V L

\‡ O'(AB

~D•+&

….

‡ O'(

[B

)

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya…”(QS.Al-Baqarah : 286)

B. Keunggulan Dan Kelemahan Hukum Pidana Diat Dan Hukum Pidana Denda

1. Keunggulan Pidana Diat:

a. Keunggulan;

1. Dalam hukum islam suatu tauran yang sangat kongkrit adalah bagi si pelaku pidana dapat kehilangan hak warisnya karna melakukan tindak pidana khususnya dalam hal ini pidana diat.

2. Dan diat dalam pidana Islam diterima oleh si korban bukan Negara seperti yang ada dalam pidana Indonesia.

3. Ada bagian hukuman yang bisa mencabut hak menerima wasiat karna melakukan tindak pidana.


(59)

4. Dalam penjatuhan pidana diat otoritasnya adalah seorang hakim yang dalam hal ini tidak bisa menentukan sendiri keputusanya karna dalam islam sudah diatur sedemikian detailnya besar hukuman diatnya dan harus mengacu kepada al-qur’an dan sunnah, dan mengacu kepada aturan yang sudah ada yang telah dikemukakan oleh para fuqaha.

5. Dalam penjatuhan hukuman diat ketika si pelaku pidana tidak dapat membayar dalam bentuk harta maka islam memberikan bentuk yang lain yaitu bisa dilaksanakan hukuman dalam bentuk kifarat dalam hal ini memerdekakan hamba sahaya yang mu’min, Dan apabila tidak mendapatkan hamba sahaya yang mu’min maka wajib berpuasa selama dua bulan berturut-turut

6. Dalam hukum islam bagi si pembuat pidana dikenakan hukuman seprtiga maka hukuman bisa diwakilkan oleh keluarga tetapi jika kurang dari sepertiga maka dikenakan kepada si pembuat pidana

7. Dalam hukum islam adapun kelebihan yang lain adalah bagi pembuat pidana ada kategori anak kecil, orang gila, dan orang dewasa.

2. Kelebihan dan Kelemahan Pidana Denda:

a. Kelebihan;

1. Dengan penjatuhan pidana denda maka otomatias terpidana akan tetap terjaga, setiap terpidana merasakan kebutuhan untuk nenyembunyikan identitas mereka atau tetap anonym/tidak dikenal.kebanyakan ddari


(60)

mereka takut untuk dikenal sebagai orang yang pernah mendekam dalam penjara oleh likungan social atau lingkungan kenalan mereka.

2. Pidana denda tidak menimbulkan stigma atau cap jahat bagi terpidana, sebagaimana halnya yang dapat ditimbulkan dari penerapan pidana perampasan kemerdekaan.

b. Kelemahan;

1. Bahwa pidana denda ini dapat dibayarkan atau ditanggung oleh pihak ketiga (majikan, suami tau istri, orang tua, teman/kenalan baik, dan lainnya) sehingga pidana yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh si terpidana sendiri. Hal mana membawa akibat tidak tercapainya sifat dan tujuan pemidanaan untuk si pembuat tindak pidana agar menjadi anggota masyarakat yang berguna, serta mendidik si pembuat tindak pidana untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Tidakkah demikian akan mengakibatkan si pembuat tindak pidana akan berulang-kali berbuat tidak pidana ( karena misalnya memiliki bakat atau tingkah laku sebagai pembuat tindak pidana), sebab ia merasa bahwa pertanggungan jawab akan dipikul oleh orang lain.

Kalau pembayaran denda tidak dapat dipenuhi karena tidak mempunyai uang untuk membayar denda atau tidak ada barang yang dapat dilelang, bukankah tidak pidana lain yang baru lagi akan lahir untuk mendapatkan


(61)

uang pembayar denda. Ini berarti tindak pidana yang satu melahirkan tindak pidana yang baru, dan keadaan ini dapat berlanjut seterusnya. 2. Bahwa pidana denda juga dapat membebani pihak ketiga yang tidak

bersalah, dalam arti pihak ketiga turut merasakan pidana tersebut, misalnya uang yang dialokasikan bagi pembayaran pidana denda yang dijatuhkan bagi kepala rumah tangga yang melakukan kesalahan mengemudi kerena mabuk, akan menciutkan anggaran rumah tangga yang bersangkutan.

3. Bahwa pidana denda ini lebih mengutungkan bagi orang-orang yang mampu, karena bagi mereka yang tidak mampu maka besarnya pidana denda tetap merupakan beban atau masalah, sehingga mereka cenderung untuk menerima jenis pidana yang lain yaitu pidana perampasan kemerdekaan.

4. Bahwa terdapat kesulitan dalam pelaksanaan penagihan uang denda oleh jaksa selaku eksekutor, terutama bagi terpidana yang tidak ditahan atau tidak berada dalam penjara, di satu pihak dapat diadakan upaya paksa dalam bentuk peraturan perundang-undangan agar terpidana membayar denda dengan memberikan wewenang kepada jaksa selaku eksekutor untuk melelang barang yang disita, dan kalau barang yang disita tidak ada baru diterapkan pidana pengganti denda.

Akan tetapi di lain pihak dengan melihat kondisi di Indonesia dimana masyarakat atau rakyatnya mayoritas masi hidup di dalam tarap di bawah


(62)

sejahtera material atau berkemampuan financial, mungkinkah dapat memenuhi denda yang harus dibayar.

5. Dalam pidana denda ini seharusnya denda yang didapat diberikan kepada si korban bukan Negara, tetapi dalam pidana Indonesia diambil oleh Negara dan yang jadi pertanyaan siapa yang merasa rugi dan siapa yang mendapat keuntugan.

C. Analisa Perbandingan Hukuman Diat Dan Denda

Pada dasarnya setiap hukum mempunyai tujuan yang umum baik dalam hukum islam maupun hukum pidana Indonesia adalah untuk menciptakan suatu kedamaian atau maslaha dan keselarasan hidup serta melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat yang berdasar pada rasa keadilan. Dimana pada prioritasnya pembenahan bagi pelaku dan berhati-hati dalam mengrjakan sesuatu atau jarimah sebagai konsekuensi atas perbuatannya.

Dalam hukum pidana islam, terdapat tiga syarat mengenai pertanggungjawaban pidana antaranya adalah:

a. Melakukan perbuatan yang dilarang atau haram b. Perbuatan atas kealpaan

c. Mengetahui akibat perbuatanya

Dengan demikian hukuman atau pertanggung jawaban dalam hukum pidana islam bisa dikenakan kepada orang yang berbuat pidana baik secara sengaja ataupu tidak sengaja dan termasuk kepada perbuatan yang dilarang oleh syara’.


(63)

Dan hal ini diatur dalam tindak pidana denda, dan untuk bentuk hukumannya bisa di pertimbangkan apabila ada unsur kelalaian atau kekeliruan, dan pidana diat bisa saja tidak dilaksanakan apabila unsur tersebut terbukti.dan dalam hal ini ada bentuk hukuman pengganti didalamnya.

Syari’at islam dalam menjatuhkan hukuman mempunyai tujuan untuk membentuk masyarakat yang baik dan dikuasai oleh rasa saling menghormati, mencintai antara sesama anggotanya denagn mengetahui batasan-batasan hak dan kewajibannya. Karena sesuatu jarimah pada hakekatnya adalah perbuatan yang tidak disenangi dan menginjak keadilan serta membangkitkan kemarahan masyarakat terhadap perbuatannya, disamping menumbuhkan rasa kasi sayang terhadap korban, maka hukuman yang dijatuhkan terhadap pembuat tindak pidana lain merupakan salah satu cara menyatakan reaksi dan balasan dari masyarakat terhadap perbuatan atau pembuat yang telah melanggar kehormatan dan merupakan usaha penenangan terhadap diri korban. Dengan hukuman itu dimaksut untuk memberikan rasa derita yang harus dialami oleh pembuat, dan dengan demikian maka terwujudlah rasa keadilan.

Adapun syarat pertanggung jawaban pidana dalam hukum pidana Indonesia antara lain sebagai berikut:

a. Melakukan kesalahan

b. Perbuatan tersebut dilakukan bukan karena kehendaknya atau kealpaan tetapi merupakan betuk ketidak hati-hatian seseorang.


(64)

d. Mampu bertanggung jawab dan tidak ada alasan kecuali keluarga memaafkan Apabila ditinjau dari hukum pidana Islam dan hukum pidana Indonesia.

Hukuman bagi pelaku tindak pidana pembunuhan semi sengaja adalah diat tetapi karena ada unsur ketidak tahuan atau kealpaan maka hukumannya bias diganti dengan hukuman yang sifatnya mengganti yaitu kifarat, atau ta’zir karena ada kesalahan dan ini sudah diatur dalam hukum islam kecuali hukum ta’zir yang kebijakannya diserakan kepada hakim dalam memutusnya. Karena sudah diatur dalam KUHP dalam pasal 359 “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan oarng lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pdana kurungan paling lama satu tahun“.

Dari uraian diatas dalam hal pembunuhan semi sengaja hanya orang yang mempunyai kehendak dan tidak memenuhi syarat dan unsurlah yang dikenakan pidana diat, sedangkan yang ada unsure kealpaan ada konsekuensi yang bias dinegosiasi yaitu adanya unsure pemaafan dari keluarga korban dan bias diganti dengan denda, apabila tidak ada keluarga yang mampu membayar maka ada unsure paksaan, dan bias dikurung sesuai dengan pasal 359 KUHP.

Diatas telah dijelaskan mengenai hukuman bagi tindak pidana pembunuhan semi sengaja menurut hukum islam dan hukum pidana Indonesia. Dimana hukuman tersebut tentu sedikit banyaknya ada persamaan dan perbedaan yang mencolok. Karena sumber hukumnyapun berbeda kalau hukum islam dari Allah SWT, dan hukum pidana Indonesia berasal dari hasil rekayasa manusia. Akan tetapi di kedua hukum tersebut juga ada kesamaan yaitu kedua hukum tersebut sama-sama


(65)

mengandung unsur (aturan), tetapi ada yang dibuat oleh manusia sendiri dan mengatur norma-norma dalam bermasyarakat saja agar bisa membedakan hak dan kewajiban, dan dalam pidana Islam mengatur kehidupan dunia dan akherat serta aturan hukum tersebut dibuat oleh Allh SWT dan sifatnya abadi.

Dari segi persamaan dalam bentuk hukum islam dan hukum pidana Indonesia adalah dalam bentuk hukuman, bahwa hukum pidana islam dalam pembunuhan semi sengaja bentuk hukuman mengacu kepada Al’qur’an dan sunnah sedangkan hukum pidana Indonesia mengacu kepada undang-undang yang sama-sama mempunyai bentuk hukuman yang pokok tetapi apabila dimaafkan oleh keluarga korban maka bisa menggantinya dengan diat, begitu juga dalam hukum pidana Indonesia apabila dimaafkan maka bisa dikenakan hukuman denda.

Sedangkan bentuk ketidak samaannya sangat mencolok antara lain:

a. Hukum islam bentuk diat diatur secara sfesifik khusus untuk pembunuhan semi sengaja dan dalam hukum pidana Indonesia tidak diatur secara sfesifik. b. Dalam hukum islam ada beberapa alternative yang bisa di ambil ketika diat

tidak bisa dijalankan antaranya memerdekakan hamba sahaya, berpuasa dua bulan berturut-turut, dan ada juga hukuman ta’zir yang bisa saja tidak dihukum samasekali karena ada Shulh (perdamaian), sedangkan dalam pidana indonesia hanya ada denda dan kurungan dan ada keputusan hukuman bisa ditentukan oleh seorang hakim.

c. Dalam hukum islam bagi pembunuhan semi sengaja ini ada semacam hukuman tambahan yaitu penghapusan hak waris dan hak wasiat hal ini


(66)

dikuatkan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Nasa’I dan Daruquthani yang berbunyai:

_>L1 j ) " ﺕ % b

U

'R -

S A6' a

X

Artinya: Tidak ada bagian warisan sedikit pun bagi seorang pembunuh. (Hadis ini diriwayatkan oleh Nasa’I dan Daruquthin)

Dalam hal ini pembunuhan yang dimaksud adalah seluruh bentuk pembunuhan baik yang sengaja maupun yang tidak sengaja.46

46


(67)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pembunuhan menurut hukum islam dan hukum pidana Indonesia adalah suatu proses yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, baik dilakukan dengan sengaja atau tidak dengan sengaja. Baik yang menggunakan suatu alat ataupun yang tidak menggunakan alat sama sekali, baik alat yang mematikan atau tidak mematikan. Dalam hukum islam pembunuhan dikelompokan dalm tiga macam yaitu:

a. Pembunuhan sengaja (‘amd),

b. Pembunuhan menyerupai sengaja (syibhul ‘amd),

c. Pembunuhan karena kesalahan atau kerena kealpaan (khata’). Sedangkan dalam hukum pidana Indonesia ada tuju macam yaitu : a. Pembunuhan biasa,

b. Pembunuhan terkwalifikasi, c. Pembunuhan yang direncanakan, d. Pembunuhan anak,

e. Pembunuhan atas permintaan si korban, f. Bunuh diri dan menggugurkan kandungan

2. Menurut hukum Islam, penghapusan suatu bentuk hukuman adalah seseorang yang telah melakukan perbuatan jarimah pada dasarnya dapat dijatuhi


(1)

menghapuskan kesalahan pembuat pidana, diantaranya karena keaalpaan, belum dewasa, gila, dan paksaan.

3. Dalam hukum islam unsure karena ketidak tahuan dan bukan niat dalam melakuakn tindak pidana karena kemungkinan seandainya tau aka nada permasalahan seperti ini kemungkinan seseorang pembuat pidana pun tidak akan melakukan pembunuhan karena ada suatu bentuk hukuman atau konsekuensi apabila seorang tersebut membunuh kecuali orang tersebut gila atau belum dewasa dan belum bisa membedakan yang baik dan yang buruk. 4. Menurut hukum pidana islam dan hukum pidana Indonesia dalam penjatuhan

hukuman bagi tindak pidana pembunuhan semi sengaja bentuk hukumannya diat dan dalam hukum pidana Indonesia bisa dihukum sesuai dengan pasal 359 KUHP. Dan dalam hukuman bagi tindak pidana pembunuhan semi sengaja ini bentuk hukumannya bisa dibagi antara denda, kifarat, dan hukuman tambahan yaitu hilangnya hak waris dan hak wasiat.

5. Segi persamaan antara hukuman bagi tindak pidana pembunuhan semi sengaja ini dalam hukum pidana islam dan hukum pidana Indonesia adalah apabila ada unsure pemaaf dari si koban atau keluarga maka hukumannya adalah diat atau denda dan bentuk perbedannya adalah bentuk nominalnya karena dalam kalau dalam hukum pidana islam bisa binatang, dan dalam hukum pidana Indonesia hanya uang dan hukum penjara.

6. Dalam hukum pidana islam dan hukum pidana indonesi kalau melihat bentuk hukuman sama-sama hukuman diat tetapi bisa menjadi kifarat, kalau unsurnya


(2)

terpenuhi pemaafan dan bukan karena tidak ada niat melakukan tindak pidana dan dalam hukum pidana Indonesia juga begitu adanya unsure pemaaf karena kealpaan maka bisa hukuman penjara menjadi hukuman pengganti yaitu denda yang diatur dalam pasal 359 KUHP

7. Dalam hukm pidana Indonesia si pelaku pidana bisa langsung melaksanakan hukuman yang di putuskan oleh hakim karena bisa memilih apakah siap untuk pidana denda atau pidana kurungan, dan pertimbangannya apabial sudah diperkirakan tidak bisa dibayar maka alangkan baiknya mengambil alternative kerungan supaya bisa langsung bisa di eksekusi.

8. Dan dalam hukum pidana islam dan hukum pidana Indonesia ada sedikit perbedaan yaitu untuk lamanya pidana kurungan dalam pidana inslam adalah itu tidak ada sama sekali untuk bentuk pidana kurungan, tetapi untuk pidana Indonesia adalah maksimal enam bulan dan apabila penyertaan pidana maka maksimal delapan bulan

9. Dalam bentuk denda yang diklerkan adalah tiga rupiah dan tujuh puluh lima sen, dan apabila si pelaku pidana meminta hukuman kurungan maka denda yang dikenakan untuk satu harinya adalah tujuh rupiah lima puluh sen, Dan demikian pula untuk denda yang tersisa.


(3)

A. Saran-saran

1. Jika dilihat dari segi bentuk hukuman untuk hukum pidana Indonesia harus diperhatikan kembali karena untuk hukuman khusus bagi tindak pidaana pembunuhan karena kealpaan ini tidak diatur secara spesifik hanya mengacu kepada Psal 359 KUHP saja dan ketentuan hukuman dendanya deserahkan kepada hakim, berbeda dengan hukum pidana islam yang mengatur sedemikian terperincinya walaupun sama-sama ada outoritas hakim tetapi hukum pidana islam ada acuan untuk penjatuhan bentuk dendanya yaitu al-qur’an dan denda.

2. Hendaknya dalam hukum pidana Indonesia ada acuan atau ketegasan dalm unsure pembunuhan khusus untuk tindak pidana semi sengaja yang mengacu kepada hukuman pokok penjara maksimal lima tahun, dan kalau ada unsure pemaafan tidak ada bentuk denda yang menjadi acuan khusus pembunuhan karena kealpaan ini.

3. Hendaknya para ualam lebih berusaha untuk bagai mana untuk menerapkan hukum pidana islam karena hukum pidana islam ini sangat memberikan efek jera dan mengatur secara spesifik bentuk hukuman bagi pembunuhan, sengaja, semi sengaja, dan karena kesalahan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an al-Karim

Al-Audah, Abdul Qodir. At-Tasyri’al-Jinaiy al-Islamiy. Beirut: Dar Al-Fikr. Ali,zaenudin. Hukum Pidana Islam, cet.I. Jakarta: Sinar Grafika, 2007. As-Shiddiqi, Hasbi. T.M. Al-Qur’an dan Terjemahan.Madinah: 1971

Al-Kahlani, Muhammad ibn Isma’il. Subul As-salam. Mesir: Mathba’ah Mushthafa Al-Baby Al-Halaby, 1960.

Asy-Syaukani, Muhammad ibn Ali. Tanpa Tahun. Nail Al-Authar. Saudi Arabia: IdarahAl-Buhuts Al-‘Ilmiah, Tidak Ada Tahun.

Al-Kasani, ‘Al’a Ad-Din. Badai’ Ash-Shanai’fi Tartib Asy-Sarai’. Juz.VII. Beirut: Dar Al-Fikr, 1996.

Bassar, Muhammad Sudrajar. Tindak-tindak Pidana Tertentu Dalam KUHP. Cet.II. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1986.

Chazawi, Adami. Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001

Departemen Hukum dan Perundang-Undangan (DEPHUM). Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: DEPHUM, 1999-2000.

Hamzah, Andi. Kitap Undang-Undang Hukum Pidana, cet.12. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

Jonker. Buku Pedoman Hindia Belanda. Jakarta: PT: Bina Aksara, 1987.

Lamintang dan Samosir, Djisman. Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru,1990.


(5)

Lamintang. Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Nyawa. Bandung: Bina Cipta, 1986.

Marpaung, Leden. Asas Teopri Praktik Hukum Pidana. Cet.III Jakarta: Sinar Grafika.2006.

Muslich, H.A., Wardi. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2005. Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: PT : Sinar Baru Algensindo, 1986.

Suparni, Niniek. Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana Dan Pemidanaan. Cet.II. Jakarta: Sinar Grafika.2007.

Sabiq, Sayid. Fiqh As-Sunnah. Beirut: Dar Al-Fikr, 1980.

Sugandi, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, 1981.

Syahud, Muhammad. Dkk. Hukum Islam Aqidah Dan Syari’ah. Jakarta: Tidak ada tahun.

Soekamto, Soerdjono dan Purnandi Purwa caraka. Sandi-sandi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993

Waluyo, Bambang. Pidana Dan Pemidanaan. Cet.II. Jakarta: Sinar Grafika, 2004. Yunus, Muhammad. Kamus Huruf Indonesia. Cet.8. Jakarta: PT. Hidakarya Agung,

1990.

Yuswandi, Ali. Penuntutan, Hapuisnya Kewenangan Menuntut Dan Menjalankan Pidana. Jakarta: CV : Pedoman Ilmu Jaya.1994


(6)