33
4.2.4 Hasil pemeriksaan karakteristik
Hasil pemeriksaan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut
ini:
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun sisik naga
No. Karakteristik
Hasil Pemeriksaan
1. 2.
3. 4.
5. Kadar air
Kadar sari larut air Kadar sari larut etanol
Kadar abu total Kadar abu tidak larut asam
4,31 24,34
8,31 6,38
0,47
Tabel 4.1 menunjukkan kadar air simplisia daun sisik naga sebesar 4,31 memenuhi persyaratan umum yaitu di bawah 10. Kadar air yang lebih besar dari
10 dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya Depkes RI, 1985.
Penetapan kadar sari larut air menyatakan jumlah zat yang tersari larut dalam air yaitu glikosida, gula, gom, protein, enzim, zat warna dan asam organik.
Penetapan kadar sari larut etanol menyatakan jumlah zat yang tersari dalam pelarut etanol seperti glikosida, antrakinon, steroida, flavonoida, saponin dan tanin
Depkes RI, 1995. Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk
memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya toksik bagi kesehatan.
Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn dan K. Kadar abu tidak larut
34 dalam asam untuk mengetahui kadar senyawa anorganik yang tidak larut dalam
asam misalnya silikat WHO, 1998. Abu total terbagi dua yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu
fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan
luar yang terdapat pada permukaan simplisia WHO, 1998. Penetapan kadar abu tidak larut Assam menyatakan jumlah silika,
khususnya pasir yang ada pada simplisia, diperoleh dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida WHO, 1998.
4.3 Hasil Skrining Fitokimia
Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak n-heksan,
etilasetat dan etanol daun sisik naga dapat dilihat pada tabal 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2
Hasil skrining fitokimia
No. Pemeriksaan
Hasil Serbuk
Ekstrak n-heksan
Ekstrak etilasetat
Ekstrak etanol
1 Alkaloida
- -
- -
2 Flavonoida
+ -
+ +
3 Glikosida
+ -
+ +
4 Tanin
+ -
- +
5 Saponin
- -
- -
6 Steroida
+ +
+ +
Keterangan: + Positif : mengandung golongan senyawa
− Negatif : tidak mengandung golongan senyawa Hasil yang diperoleh pada tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa serbuk
daun sisik naga dan ekstrak etanol daun sisik naga mengandung golongan
35 senyawa kimia yang sama yaitu flavonoid, glikosida, tanin dan steroid. Ekstrak n-
heksan daun sisik naga hanya mengandung senyawa steroid sedangkan ekstrak etilasetat daun sisik naga mengandung flavonoid, glikosida dan steroid dan
ekstrak etanol daun sisik naga mengandung flavonoid, glikosida, tanin dan steroid.
Hasil tersebut diatas menuntukkan bahwa daun sisik naga memiliki potensi sebagai antioksidan, yaitu dengan adanya senyawa-senyawa yang
mempunyai potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoida Kumalaningsih, 2006.
Senyawa flavonoid mengandung cincin aromatik yang terkonjugasi, umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida
Harborne, 1987. Senyawa flavonoid tersebut bertindak sebagai penangkap radikal bebas karena gugus hidroksil yang dikandungnya mendonorkan hidrogen
kepada radikal bebas. Senyawa tersebut mampu menetralisir radikal bebas dengan memberikan elektron kepadanya sehingga atom dengan elektron yang tidak
berpasangan mendapat pasangan elektron dan tidak lagi menjadi radikal Silalahi, 2006.
4.4 Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan dari ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat, ekstrak etanol daun sisik naga diperoleh dari hasil pengukuran absorbansi 1,1-diphenyl-2-
picrylhidrazyl DPPH dengan adanya penambahan larutan uji ekstrak n-heksan, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol daun sisik naga secara spektrofotometri uv-
visibel.
36
4.4.1 Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH
Pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visibel. Data hasil pengukuran
panjang gelombang maksimum dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1 Kurva serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol
menggunakan spektrofotometer uv-visibel Hasil penentuan panjang gelombang serapan maksimum DPPH pada
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa larutan DPPH dalam metanol menghasilkan serapan maksimum pada panjang gelombang 516 nm. Panjang gelombang 516
nm, termasuk dalam kisaran panjang gelombang sinar tampak yaitu pada rentang panjang gelombang 400 - 750 nm Gandjar dan Abdul, 2007 serta termasuk
dalam rentang panjang gelombang DPPH yang berkisar antara 515 - 520 nm Molyneux, 2004; Marinova, 2011.
4.4.2 Hasil penentuan operating time larutan DPPH dalam metanol
Penentuan operating time bertujuan untuk mengetahui waktu pengukuran yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara