“Sekali lagi ya.. secara sugesti saya lebih pede, itu dalam arti yang positif. Pede kalo ada masalah saya bisa bilang
nggak akan terlalu membuat saya kelimpungan.” A,
68.1-4
Selain itu, A juga merasa bahwa kini amarahnya telah berkurang.
“Jadi kalo ada masalah saya jarang marah-marah. saya paling tegur baik-
baik gitu.” A, 14.2-4
2. Subjek B
2.1 Tema-tema subjek B
a. Regulasi emosi maladaptif
Subjek B nampaknya mengalami kesulitan dalam meregulasi atau mengelola emosi yang ada dalam diri. B
mengalami kesulitan dalam mengelola amarahnya.
“Maksud saya aku kok dingenekke, aku dendam bek kowe dan akan menjadi larut; berguling-guling dan akan
menjadi rekaman yang nggak tau juntrungnya sampe dimana.” B,31.2-5
Pengelolaan emosi yang kurang baik berdampak pada cara
pemecahan masalah B. Dahulu B akan mencampuradukkan antara berpikir, emosi, dan memecahkan masalah.
“Biasanya dulu yang saya lakukan adalah campur aduk antara berpikir emosi dan memecahkan masalah itu.
Selalu begitu. Padahal itu sebenarnya nggak ada hubungannya dengan masalah itu sendiri to. Mungkin
99 itu emosi, perasaan galau dan sebagainya.” B, 41.1-6
Pemecahan masalah yang kurang baik ini membuat B banyak berharap dan menghubungkan sesuatu hal dengan hal gaib.
“Saya selalu berharap, misalnya ah nanti ada ini, ada pertolongan ada apalah, nah itu saya percayai. Tapi
kenyataannya hidup itu kan nggak seperti itu. 99 itu nggak seperti yang kita harapkanlah... selalu gitu... ya
mungkin ini terlalu ekstrim lah.. ato 80 ato berapa lah. Lebih banyak yang tidak kita inginkan yang terjadi
daripada yang kita inginkan terjadi. Dan kita selalu berharap, kita berusaha gini berharap, dan emosi kita
juga melibatkan itu. Ada perasaan senang, marah disitu
dalam mengejar tujuan itu.” B, 6-16 “Dan yang jelas kita lebih dominan, nggak usah
dihubung-hubungkan dengan
apa....ujan ini
dihubungkan dengan tahayul-tahayul yang tidak perlu. Mau bengi ngimpi opo bar kuwi ngene. Yang kadang-
kadang kita menghubung-hubungkan sendiri dan kita percayai, dulu kan gitu.Mau bengi aku ngimpine koyo
ngene, kok biso ngene wah kudu ngene
.” B, 55.1-8
Semua hal yang dilakukan di atas membuat B semakin sulit
mengelola emosinya. B larut dalam kekhawatiran.
“Nah dengan ini, itu kan emosi-emosi yang resah kita to sebenere, resah kita untuk mengharapkan hal ini bekerja
dengan otak-atik gathuk tadi; kalo orang jawa tu. Saya jadi resah dhewe yang enggak karu-karuan. Padahal
dengan resah itu kita akan memutuskan untuk melakukan hal yang akan datang dengan yang itu juga. Jadi, kan
betapa nelongsone dhewe, trus tambah khawatir
.” B,56.1-8
b. Peningkatan awareness