73 menjadi penguasa mutlak. Demikian halnya dengan wacana kolonial yang tidak
melulu eksploitatif, tetapi juga tetap ada celah di dalamnya bagi si terjajah untuk menelikung kekuasaan yang melingkupinya dan memberdayakan dirinya. Dalam
bagian berikut pertama-tama akan diuraikan sinopsis dari keempat cerita yang dikaji, lalu dilanjutkan dengan analisis masing-masing tema, yakni tinjauan dari
aspek gender dan seksualitas, ras, hubungan nyai dan tuan, perkawinan dan pernyaian, kemudian diakhiri dengan kesimpulan bab ini.
1. Sinopsis
Cerita pertama,
Tjerita Njai Dasima,
163
ditulis oleh G. Francis dan pertama kali diterbitkan di Batavia pada 1896. Cerita ini merupakan salah satu cerita nyai
yang paling populer, bahkan hingga masa sesudah kemerdekaan. Terbukti dengan begitu banyaknya pementasan kisah ini dalam bentuk teater, bahkan dalam bentuk
film layar lebar.
164
Cerita ini bertutur tentang kehidupan seorang perempuan cantik dari Kampung Kuripan yang diambil menjadi nyai oleh seorang lelaki Eropa, Edward
W. Kehidupan perkawinan mereka yang telah berlangsung selama delapan tahun dilalui dengan bahagia dan dari hubungan tersebut lahir seorang putri yang
dinamai Nancy. Kecantikan dan kekayaan Dasima yang menjadi nyai seorang lelaki Eropa
telah menjadikannya incaran banyak lelaki sebangsanya. Di antaranya ialah Samioen, seorang penjual opium gelap dari Pejambon yang telah beristri. Lewat
163
Toer, Tempo Doeloe, 225-247.
164
Film tersebut berjudul Samiun dan Dasima, diproduksi pada tahun 1970 oleh Chitra Dewi Film Production. Lihat Taylor, “Nyai Dasima,” 234.
74 perantara seorang perempuan tua bernama Ma’ Boejoeng yang bekerja di rumah
Dasima serta seorang dukun, Samioen mulai menjalankan rencananya. Dengan dalih mengajak Dasima kembali ke ajaran Islam, Ma’ Boejoeng dan Samioen
berupaya membujuk Dasima bercerai dengan tuannya. Selain itu, dalih lain yang diajukan pada Dasima ialah bahwa Dasima hidup dalam perzinahan dengan orang
kafir dan bahwa sebagai seorang nyai, Dasima sewaktu-waktu bisa ditinggalkan tuannya pulang ke negerinya sehingga kelak ia akan hidup terlunta-lunta.
Pada akhirnya Dasima minta bercerai dari tuannya. Tuan W. awalnya kaget dan tidak mau menceraikan Dasima karena ia mencintai Dasima dan sudah
berencana mengawini Dasima secara resmi di gereja. Akan tetapi, Dasima bersikeras dan ia pun pergi meninggalkan tuan dan anaknya dengan membawa
serta harta yang selama ini dikumpulkannya. Ia lantas menikah dengan Samioen sebagai istri keduanya. Sayangnya, perkawinan itu justru tidak memberi
kebahagiaan pada Dasima. Harta kekayaan Dasima justru jatuh ke tangan Samioen dan Dasima diperlakukan secara semena-mena oleh Hayati, istri pertama
Samioen, dan Mpok Saleha, mertuanya. Dasima pun minta cerai. Samioen lalu mengajukan syarat agar Dasima menyerahkan semua hartanya. Dasima menolak
dan mengancam akan minta bantuan Tuan Edward untuk membawa kasus ini ke pengadilan. Pada akhirnya Samioen yang merasa terdesak merencanakan
pembunuhan terhadap Dasima dan untuk itu ia menyewa seorang pembunuh bayaran bernama Puasa. Mayat Dasima dibuang di sungai dan tersangkut di dekat
rumah Tuan W. yang lalu melaporkannya ke polisi. Kasus kematian Dasima pun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75 diusut tuntas oleh polisi yang kemudian berhasil menangkap para pelaku
pembunuhan tersebut. Cerita kedua, Tjerita Nji Paina, pertama kali diterbitkan di Betawi pada
tahun 1900 oleh pencetak dan penerbit terkenal pada masanya, yakni A. Veit Co.
165
Tjerita Nji Paina mengisahkan seorang gadis Jawa bernama Paina, putri Niti Atmodjo yang bekerja sebagai seorang juru tulis pabrik gula. Paina
digambarkan sebagai gadis yang amat cantik. Tunduk pada adat kebiasaan orang Jawa pada waktu itu, Paina sejak kecil telah ditunangkan dengan putra seorang
hartawan. Kehidupan keluarga Niti digambarkan serba berkecukupan hingga terjadi
pergantian administratur di pabrik tempat ia bekerja. Atasan baru Niti yang bernama Briot digambarkan sebagai sosok yang perilakunya kasar dan bengis.
Prestasi kerjanya tidak baik dan ia amat mengandalkan Niti Atmaja dalam menjalankan tugas-tugas di pabrik.
Pada suatu ketika, Briot berjumpa dengan Paina yang baru saja pulang dari rumah calon mertuanya dan ia pun lantas jatuh cinta pada Paina yang
kecantikannya begitu memukau Briot. Namun, Paina mengacuhkannya dan justru merasa benci kepada Briot yang terang-terangan menampakkan rasa sukanya pada
Paina. Sementara itu, akibat banyaknya perintah dari Briot, Niti menjadi lengah
dan salah satu mandor secara berulang-ulang mengambil uang kas yang dititipkan Briot padanya tatkala ia dipanggil menghadap Briot. Suatu hari, Briot
165
Toer, Tempo Doeloe, 24.
76 memerintahkan Niti untuk mengembalikan kasnya pada Briot. Malangnya, ketika
dihitung uang kas itu kurang dua puluh lima rupiah dan beberapa sen. Maka, timbullah niat jahat pada Briot untuk memanfaatkan keadaan ini. Briot pun
menyatakan bersedia membebaskan Niti dari hukuman asalkan Niti mengizinkan Paina menjadi nyai Briot.
Niti pun menyampaikan hal ini kepada putrinya. Meski awalnya Paina menolak dengan tegas, akhirnya Paina bersedia diambil sebagai nyai oleh Briot
karena ia merasa kasihan pada ayahnya. Kendati demikian, Paina terus memutar akalnya supaya terbebas dari “kutukan” tersebut. Maka, pada malam sebelum
pergi ke rumah Briot, Paina sengaja memeluk seseorang yang sakit cacar yang tengah mewabah pada waktu itu agar ia tertular oleh penyakit tersebut. Memang
Paina akhirnya berhasil menulari Briot dengan penyakit tersebut. Briot pun meninggal, sedangkan Paina sendiri sembuh meskipun cacar menyisakan bopeng
di mukanya. Dikisahkan Paina kemudian dinikahkan dengan seorang Jawa hartawan dan hidup bahagia hingga masa tuanya.
Cerita ketiga, Cerita Nyai Ratna, karya Tirto Adhi Soerjo awalnya diterbitkan sebagai cerita bersambung di surat kabar harian Medan Prijaji pada
1909. Dengan latar Jawa Barat, kisah ini menceritakan perjalanan hidup seorang perempuan elok jelita bernama Ratna Purnama. Namun, kehidupan Ratna rupanya
tak begitu mulus. Sebagai seorang janda, ia hidup menumpang pada paman dan bibinya, yakni pasangan suami-istri Brata.
Kecantikan Ratna memikat banyak laki-laki. Tak kurang, Tuan Jaksa melamar Ratna untuk dijadikan istri mudanya meskipun lamaran itu akhirnya
77 ditolak Ratna. Pada saat yang bersamaan seorang kapten kapal berkebangsaan
Belanda juga tengah mencari seorang perempuan pribumi untuk dijadikan nyai. Dengan perantaraan Mak Kendut, Ratna pun diminta sebagai nyainya dan
pinangan ini diterima oleh Ratna berkat nasihat Nyi Brata yang pernah merasakan hidup berkecukupan dan bahagia ketika menjadi nyai.
Demikianlah akhirnya Ratna menjadi nyai dari tuan kapten kapal yang sering pergi berlayar untuk waktu yang lama. Suatu ketika Ratna jatuh cinta pada
lelaki lain, yakni seorang pemuda bangsawan yang tampan dan tengah belajar kedokteran di STOVIA bernama Sambodo. Perasaan Ratna tidak bertepuk sebelah
tangan. Sambodo dan Ratna pun menjalin hubungan asmara. Bahkan ketika sang tuan sedang ada di rumah, mereka bisa berhubungan dengan leluasa. Oleh Ratna,
Sambodo diaku sebagai saudaranya. Karena begitu mencintai Sambodo, Ratna bermaksud meminta lepas dari
tuannya dan ingin menikah dengan Sambodo. Namun, hal ini ditolak Sambodo karena studinya belum selesai. Ratna akhirnya terpisah dari Sambodo karena
mengikuti tuannya pindah ke Semarang. Ketika sang tuan akhirnya jatuh bangkrut, Ratna pun diusir dari rumahnya hingga ia pergi ke sana kemari menjual
diri. Lalu, sampailah ia di Banyumas dan bekerja sebagai koki Tuan van Braak yang lantas menikahinya sebagai “nyonya kawin.”
Karena menyadari bahwa tuannya akan sulit melepasnya terkait status resminya tersebut, Ratna pun mencari kesenangan dengan menjalin hubungan
dengan beberapa lelaki lain. Selain itu, Ratna akhirnya meracun suaminya hingga mati agar ia bisa mewarisi hartanya dan menikah dengan kekasih lainnya, yakni
78 Karel de Vos. Upaya untuk memperkarakan Ratna atas tuduhan pembunuhan
terencana itu gagal karena salah satu saksi melarikan diri dan saksi lainnya meninggal karena diracun. Di akhir cerita, dikisahkan Ratna berjumpa kembali
dengan Sambodo yang mengetahui kasus Ratna dari surat kabar dan pada saat itu Ratna sudah menjadi nyonya seorang advokat Belanda, yakni Tuan Von Gorkom.
Cerita keempat, Hikayat Siti Mariah, ditulis oleh Haji Mukti dan pertama kali dimuat sebagai cerita bersambung di harian Medan Prijaji dari tahun 1910
hingga 1912. Hikayat ini bercerita tentang kehidupan Siti Mariah, anak Kontrolir Kedu Elout van Hogerveldt dan gundiknya, Sarinem. Kisah berawal dari dijualnya
bayi Sarinem yang bernama Urip oleh suaminya yang pemabuk, tukang main perempuan dan penjudi, Wongsodrono. Bayi Urip kemudian diasuh oleh seorang
mandor perkebunan tebu Sokaraja, Joyopranoto dan istri. Di Sokaraja itulah Urip yang berganti nama menjadi Siti Mariah tumbuh besar. Di antara teman
sepermainan Mariah adalah Nona Lucie, anak pemilik pabrik Sokaraja Nyonya van Holstein, dan Sondari, seorang bocah Indo, yang sesekali datang dari Batavia.
Joyopranoto bermaksud menjodohkan Mariah dengan Sondari, sedangkan Nyonya Holstein hendak menjodohkan Sondari dengan Lucie. Namun, pada akhirnya
diketahui bahwa Mariah adalah saudara Sondari dari ayah yang sama tetapi lain ibu sehingga rencana itu tidak terlaksana. Sementara Sondari terang-terangan
menampik niat Nyonya Holstein. Setelah besar, Siti Mariah tumbuh menjadi gadis cantik yang tersohor di
Sokaraja. Seorang opsiner Belanda dari Batavia yang baru saja bekerja di pabrik Sokaraja—Henri Dam—pun jatuh cinta kepadanya dan perasaannya itu tidak
79 bertepuk sebelah tangan. Awalnya hubungan mereka ditentang oleh mandor
Joyopranoto yang berusaha menghalangi hubungan mereka dengan berbagai cara. Namun, istri Joyopranoto dan Sarinem, ibu kandung Mariah, justru mendukung
mereka berdua. Pada akhirnya Joyopranoto merestui hubungan tersebut. Dari hidup bersama itu lahirlah seorang anak yang dinamai Ari van Dam.
Henri Dam berencana akan menikahi Mariah kelak dan mendaftarkan Ari untuk diakui statusnya sebagai anaknya yang sah. Namun demikian, kebahagiaan itu
lantas terusik dengan kehadiran Nyonya Holstein yang menginginkan Henri menjadi menantunya dan melanjutkan kepemimpinan pabrik. Segala daya upaya
ia kerahkan, termasuk memakai guna-guna dari dukun Betawi Jiman, agar Henri terpikat pada Lucie.
Demikianlah Henri akhirnya menceraikan Mariah dengan surat lepas dan mengambil Ari yang lantas disekolahkan oleh Nyonya Holstein di Batavia. Tetapi,
pernikahan itu ternyata tidak membuat Henri bahagia. Apalagi setelah ia menerima kabar bahwa anaknya yang dibawa Nyonya Holstein ke tanah Betawi
meninggal karena kolera. Demikian halnya Mariah yang terpisah dari tuan dan anak yang dikasihinya. Terpukul karena mendengar kabar tentang meninggalnya
Ari, Mariah diam-diam meninggalkan rumah untuk mencari anaknya yang hilang karena ia yakin anaknya masih hidup.
Dikisahkan bahwa Henri pada akhirnya bisa menata hidupnya kembali setelah kematian Ari. Suatu ketika Nyonya Holstein berkunjung ke Sokaraja dan
ia berencana menjual segala asetnya di pabrik lantas pulang ke Belanda. Malangnya, terjadi kecelakaan dan ia meninggal karena jatuh ke mesin
80 penggilingan tebu. Duka yang mendalam membuat Henri dan Luci memutuskan
untuk pergi ke Eropa. Dalam perjalanan tersebut mereka singgah di Jeddah di mana mereka bertemu dengan Sondari yang kini telah menjadi seorang konsul di
sana. Di Belanda Henri dan Luci akhirnya menetap di Nijmegen, tempat
kelahiran Henri dan hidup mewah berkat kekayaannya dari pabrik gula. Meskipun sudah menjadi hartawan terpandang, Luci yang gila hormat tak juga puas. Atas
permintaannya ia mengubah nama keluarga Dam menjadi Hubrecht van Goldstein tot Amersfoort. Ia pun tetap berfoya-foya tatkala pabrik tengah merugi. Selain itu,
Luci juga berselingkuh dengan Tuan Booghuizen. Suatu ketika sepulang dari tamasya dengan selingkuhannya itu, Luci
keguguran dan hari-hari selanjutnya ia sakit keras. Sebelum meninggal, ia mengaku bahwa ia sebenarnya tidak mencintai Henri. Lelaki yang dicintainya tak
lain Tuan van Goldstein yang pernah menumpang tinggal di rumahnya di Batavia. Lelaki inilah ayah sesungguhnya dari Marie, anak yang dikira Henri sebagai
anaknya. Akan tetapi, hubungan itu tak direstui Nyonya Holstein yang lebih memilih Henri sebagai menantunya. Sementara itu, bayi yang meninggal ketika
Luci keguguran tak lain adalah hasil hubungan gelapnya dengan Booghuizen. Selain itu, rahasia gelap lainnya yang terkuak dari pengakuan Luci ialah bahwa
Nyonya Holstein sendirilah yang telah meracun suaminya hingga ia mati. Lalu, Ari tidaklah mati sebagaimana yang diketahui Henri selama ini, tetapi ia telah
dibuang atas suruhan Nyonya Holstein juga. Mengetahui semuanya ini ditambah keadaan pabrik yang merugi akibat gaya hidup mewah Luci, Henri bermaksud
81 pulang ke Jawa dan ia mengontak sahabatnya Sondari yang kini telah mengubah
namanya menjadi Haji Mukti. Sementara itu diceritakan pula tentang nasib Ari yang ternyata tidak mati.
Nyonya Holstein menyuruh orang membangun makam kosong. Ia ternyata dibuang dan diambil oleh penyamun Karyodrono yang tak lain adalah
Wongsodrono. Seusai perampokan gagal yang dilakukan Wongsodrono di mana ia pada akhirnya mati, Ari dimasukkan ke panti asuhan dan diberi nama keluarga
pensiunan tentara Van Aken. Ketika menanjak dewasa, Ari memutuskan untuk mengembara untuk mencari kerja hingga akhirnya ia bekerja di pabrik Sokaraja
berkat pertolongan Joyopranoto, yang tak lain adalah kakeknya sendiri dan telah berganti nama menjadi Haji Abdulrahman. Ia juga bertemu dengan Nyi Haji
Fatimah, serta nenek kandungnya Hajah Aisah. Diceritakan pula bahwa Siti Mariah yang disangka telah mati dengan
menghanyutkan diri di Sungai Serayu ternyata masih hidup. Dalam pengelanaan mencari Ari, Mariah sempat menyamar menjadi jongos Salimin, lalu babu
Salimah yang mengabdi pada keluarga Tuan Esobier dan mengasuh putranya Sinyo Anton. Ketika Nyonya Esobier meninggal, Tuan Esobier pun menikahi
Mariah. Setelah Tuan Esobier meninggal, Mariah pun menetap di Malang. Sementara itu, Henri Dam sendiri sudah pulang ke Sokaraja. Setelah
Nyonya Lucie meninggal, keluarga yang tercerai berai ini pada akhirnya bisa bertemu kembali berkat pertolongan Sondari. Mariah akhirnya bersatu lagi dengan
Henri dan anaknya yang hilang, Sinyo Ari. Di akhir cerita dikisahkan keluarga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82 Dam berangkat ke Eropa dan menetap di Brussel di mana Henri Dam bekerja
sebagai bankir. Mereka pun hidup berbahagia di sana.
2. Gender dan seksualitas