Good Corporate Governance LANDASAN TEORI
4 Menciptakan dukungan para pihak yang berkepentingan stakeholder
dalam lingkungan perusahaan tersebut terhadap keberadaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan, karena
umumnya mereka mendapat jaminan bahwa mereka juga mendapat manfaat maksimal dari segala tindakan dan operasi perusahaan dalam
menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan.
5. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan GCG
Menurut Wijaya dan Permatasari 2012, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari GCG, yaitu:
a. Faktor Eksternal
Yang dimaksud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan
penerapan GCG, diantaranya: 1
Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
2 Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik lembaga
pemerintahaan yang diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju GCG yang sebenarnya.
3 Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat best practices
yang dapat menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark acuan.
4 Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan
GCG di masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan masyarakat untuk
mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela. 5
Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG terutama di Indonesia adalah
adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan
bahwa perbaikan
lingkungan publik
sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi
GCG. b.
Faktor Internal Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan
praktek GCG yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
1 Terdapatnya budaya perusahaan corporate culture yang mendukung
penerapan GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
2 Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan
mengacu pada penerapan nilai-nilai GCG. 3
Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
4 Terdapatnya sistem audit pemeriksaan yang efektif dalam
perusahaan untuk menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
5 Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami
setiap gerak dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap langkah
perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
6. Prinsip
– Prinsip Good Corporate Governance Prinsip
–prinsip tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance sesuai Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117M-
MBU2002 tentang Penerapan GCG pada BUMN Effendi, 2009:4-5, sebagai berikut:
1 Tranparansi transparency
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.
2 Akuntabilitas accountability
Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
dan ekonomis. 3
Pertanggungjawaban Responsibilitas Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
4 Kemandirian independence
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
5 Kewajaran fairness
Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
7. Mekanisme Good Corporate Governance
Menurut Boediono 2005 dalam Sari 2010, mekanisme good corporate governance merupakan suatu sistem yang mampu
mengendalikan dan mengarahkan kegiatan operasional perusahaan serta pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga dapat digunakan untuk
menekan terjadinya masalah keagenan. Menurut Barnhart dan Rosenstein 1998 dalam Purwantini
2010, mekanisme good corporate governance dibagi dalam dua kelompok yaitu internal dan eksternal mechanism. Internal mechanism
mekanisme internal, seperti komposisi dewan direksikomisaris, kepemilikan manajerial, dan komposisi eksekutif. External mechanism
mekanisme eksternal, seperti pengendalian oleh pasar. Sedangkan menurut Iskandar dan Chamlou 2000 dalam
Purwantini 2010 ,
mekanisme corporate governance juga dibagi menjadi dua kelompok yaitu internal dan external mechanism.
1 internal mechanism adalah cara untuk mengenalikan perusahaan
dengan menggunakan struktur dan proses internal seperti rapat umum pemegang saham, komposisi dewan komisaris, komposisi dewan
direksi dan pertemuan dengan board of directors, sedangkan struktur kepemilikan perusahaan dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Tingkat konsentrasi kepemilikan
Tingkat konsentrasi kepemilikan dapat dikategorikan menjadi struktur kepemilikan terkonsentrasi dan perusahaan yang struktur
kepemilikannya tidak terkonsentrasi. b.
Kepemilikan perusahaan Suatu perusahaan dapat dimiliki institusi maupun non institusi.
Institusi merupakan sebuah lembaga yang memiliki kepentingan besar terhadap investasi saham. Sehingga biasanya institusi
menyerahkan tanggung jawab pada divisi tertentu untuk mengelola investasi perusahaan tersebut. Karena institusi memantau secara
professional perkembangan
investasinya maka
tingkat pengendalian terhadap tindakan manajemen sangat tinggi sehingga
potensi kecurangan dapat ditekan. Keberadaan institusi inilah yang mampu menjadi alat monitoring efektif bagi perusahaan.
2 External mechanism adalah cara mempengaruhi perusahaan selain
dengan menggunakan mekanisme internal, seperti pengendalian oleh perusahaan dan pengendalian oleh pasar.
Menurut Ujiyantho dan Pramuka 2007 dalam Puryati 2012, mekanisme Good Corporate Governance terdiri dari komite audit,
komisaris independen, Kepemilikan institusional dan Kepemilikan manajemen.
Mekanisme good corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
komisaris independen, komite audit dan dewan komisaris. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional digunakan karena oleh beberapa
peneliti dipercaya mampu mempengaruhi jalannya perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu memaksimalisasi nilai perusahaan. Hal
ini disebabkan oleh karena adanya kontrol yang mereka miliki Wahyudi dan Pawestri, 2006 dalam Susanti, 2010.
Menurut Jensen dan Meckling 1976 dalam Arifin 2010, kepemilikan manjerial dan kepemilikan
institusional merupakan dua mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan.
Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi
jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian
tujuan perusahaan. Keberadaan komisaris independen sangat diperlukan sebagai salah satu elemen corporate governance yang membantu
meningkatkan akuntabilitas dewan komisaris. Komisaris independen
membantu merencanakan strategi jangka panjang dan secara berkala melakukan review atas implementasi strategi tersebut Firdausya dkk,
2013. Komite audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara krediabilitas proses penyusunan laporan keuangan,
seperti menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance Puryati,
2012. a.
Kepemilikan Manajerial Masalah keagenan agency problem bisa dikurangi bila
manajer mempunyai kepemilikan saham dalam perusahaan, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka akan baik
kinerja perusahaan. Kepemilikan saham yang besar dari segi ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis
ketika kepemilikan manajerial rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya oportunistik manajemen akan meningkat.
Kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang
saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga
sekaligus sebagai seorang pemilik. Kepemilikan manajerial dapat digunakan sebagai mekanisme good corporate governance yang dapat
mengurangi konflik kepentingan antara manajer dan berbagai pihak
yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan memperbesar kepemilikan manajerial, maka manajemen akan merasakan secara
langsung dampak dari setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan Jensen dan Meckling, 1976.
Semakin besar kepemilikan saham manajerial dapat mencegah tindakan opportunistic manajer.
Pengertian kepemilikan manajerial menurut Wahidahwati 2001 sebagai berikut: “Kepemilikan manajerial merupakan
pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan”.
Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara
pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenan diasumsikan akan hilang apabila seseorang manajer adalah
juga sekaligus sebagai seorang pemilik Shleifer dan Vishny, 1997. b.
Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat
penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional
dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan
investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis
sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi data Jensen dan Meckling, 1976.
Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar lebih dari 5 mengidentifikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan, dengan demikian proporsi kepemilikan institusional
bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan manajemen.
Kepemilikan institusioanal akan mendorong pemilik untuk melakukan peminjaman kepada manajemen, sehingga dapat
memotivasi manajemen untuk meningkatkan kinerjanya dan akan meningkatkan nilai perusahaan.
c. Komite audit
Ikatan Komite Audit Indonesia IKAI mendefinisikan komite audit sebagai berikut: “Suatu komite yang bekerja secara
professional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi
dewan komisaris atau dewan pengawas dalam menjalankan fungsi pengawasan oversight atas proses pelaporan keuangan, manajemen
risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-
perusahaan”.
Menurut Purwaningtyas 2011 Penggunaan komite audit usaha perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara
pengawasan terhadap manajemen perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen perusahaan dengan dewan komisaris
maupun pihak eksternal lainnya. Tugas komite audit juga berkaitan erat dengan penelaahan terhadap risiko yang dihadapi perusahaan
serta ketaatan terhadap peraturan. d.
Komisaris independen Effendi 2009:16-17, Butir 1-a dari Peraturan Pencatatan
Efek No 1-A PT Bursa Efek Jakarta sekarang PT Bursa Efek Indonesia mengenai Ketentuan Umum Pencatatan Efek yang Bersifat
Ekuitas di Bursa mengatur tentang rasio komisaris independen. Dalam butir tersebut dinyatakan bahwa jumlah komisaris independen
haruslah secara proposional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh pihak yang bukan merupakan pemegang saham
pengendali, dengan ketentuan bahwa jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya 30 tiga puluh persen dari seluruh jumlah
anggota komisaris. Butir 2 dari peraturan tersebut mengatur mengenai
persyaratan komisaris independen. Butir tersebut menyatakan bahwa komisaris independen dilarang untuk memiliki hubungan terafiliasi
baik dengan pemegang saham pengendali, direktur, maupun komisaris lainnya.
Kedua hal tersebut menunjukkan bahwa komisaris independen mewakili kepentingan minoritas, sehingga diharapkan
menjadi penyeimbang dalam pengawasan perusahaan publik. e.
Dewan Komisaris Dewan komisaris dalam suatu perusahaan lebih ditekankan
pada fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Peran dewan komisaris diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi
yang timbul antara agen dan prinsipal. Menurut Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia 2006, dewan komisaris
sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat
kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksnakan GCG.
Dewan komisaris memiliki peranan yang sangat penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta
memastikan bahwa para manajer benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan
yaitu memaksimalkan nilai perusahaan.