Latar Belakang Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Penyedia Jasa Keuangan Bank Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejahatan pencucian uang atau dalam bahasa Inggris disebut money laundering merupakan salah satu kejahatan yang berkembang pesat seiring dengan peradaban manusia. Dampak yang ditimbulkan akibat kejahatan pencucian uang sedemikian besar dan luas, sehingga menjadikannya sebagai salah satu tantangan internasional. 1 Sifat dasar tindak pidana pencucian uang itu sendiri secara umum adalah berupaya memperoleh keuntungan keuangan dari tindak pidana yang dilakukannya. Sementara, pelaku tindak pidana berupaya untuk menjadi sosok yang baik dan tidak ada seorangpun yang diharapkannya beranggapan bahwa dirinya telah melakukan tindak pidana. Untuk itulah, pelaku tindak pidana akan selalu melakukan berbagai upaya agar keuntungan ataupun dana yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dinyatakan berasal dari aktivitas yang legal. 2 Tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui sistem keuangan, investasi lansung tetapi juga disembunyikan dalam bentuk harta benda seperti properti, kendaraan, perhiasan dan lain sebagainya. 3 Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen 1 Yusup Saprudin, Money Laundring kasus LC fiktif BNI 1946, Jakarta : Pensil-324, 2006, hal.1. 2 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2010, hal.3. 3 Ibid.,hal. 4. dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. 4 Kegiatan money laundering hampir selalu melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik electronic funds transfer, dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Perlawanan terhadap kegiatan pencucian uang oleh bank pada dasarnya merupakan penyimpangan dari tradisi memegang teguh rahasia bank. Terdapat suatu prinsip yang berlaku secara universal yang menyatakan larangan kepada bankir untuk memberikan informasi tentang nasabahnya kepada pihak ketiga termasuk kepada otoritas yang berwenang, kecuali dimungkinkan oleh undang-undang yang berlaku. 5 Cara pencucian uang yang dilakukan dengan melewatkan uang yang diperoleh secara illegal melalui serangkaian transaksi finansial yang rumit adalah guna menyulitkan pihak berwenang untuk mengetahui asal-usul uang tersebut. Kebanyakan orang beranggapan transaksi derivatif merupakan cara yang paling 4 Muammar Zia Nasution, “Analisis Yuridis Peran Dan Tanggung Jawab PPATK Sebagai Intelligence Unit Dalam Sistem Perbankan Indonesia, dalam Jurnal Hukum Ekonomi ”, Vol.1, No.2, 2013, hal.2. 5 Erdiansah, “Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Bentuk Peranan Bank Dalam Mengantisipasi Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering Pada PT Bank Negara Indonesia Persero TBK Cabang Pekanbaru”, dalam Jurnal Ilmu Hukum, Vol.3, No.1, 2011, hal. 2. disukai karena kerumitannya dan daya jangkauanya menembus batas-batas yuridiksi. Kerumitan inilah yang merupakan kekhususan dari tindak pidana pencucian uang yang kemudian dimanfaatkan para pelaku guna melakukan tahap proses pencucian uang. Tindak pidana pencucian uang dalam perkembangannya semakin kompleks, melintasi batas yuridiksi, menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga keuangan di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah keberbagai sektor. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta dari berbagai pihak untuk melakukan pengenalan, pencegahan, dan pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang. 6 Ada beberapa faktor yang menjadi pendorong maraknya kegiatan pencucian uang disuatu negara, antara lain: 7 Globalisasi sistem keuangan, kemajuan di bidang teknologi, ketentuan rahasia bank yang sangat ketat, penggunaan nama samaran atau anonim, penggunaan electonic money e-money, praktik pencucian uang secara layering, berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasiaan hubungan antara lawyer dan akuntan dengan kliennya masing- masing, serta pemerintah di suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan. Selain itu, tindakan pencucian uang juga sangat berdampak negatif secara langsung maupun tidak langsung terhadap perekonomian suatu negara. Adapun dampak-dampak negatif pencucian uang ialah: 8 1. Menghambat sektor swasta yang sah 6 Juni Sjafrein Jahja, Melawan Money Laundering, Jakarta : Visimedia, 2012, hal.14. 7 Ibid.,hal. 70. 8 Ibid. 2. Menghemat integritas pasar-pasar keuangan 3. Hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi 4. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi 5. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak 6. Merusak reputasi negara 7. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi Berbagai dampak tersebutlah yang membuat negara-negara di dunia dan organisasi internasional sangat memperhatikan upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan ini. Upaya memberantas pencucian uang, pada awalnya dilakukan secara bilateral diantara negara yang menjadi tempat asal dana kejahatan dengan negara yang diduga menjadi tempat pencucian uang. Dalam perkembangannya, pemberantasan pencucian uang secara bilateral dirasakan tidak memadai dan efektif, sehingga perlu diperluas ke tingkat multilateral. Kerja sama multilateral dimaksudkan untuk mempersempit dan membuka blog spot wilayah-wilayah anti pencucian uang dimana pun di dunia ini. Pada saat ini, pencucian uang atau money laundering, sudah merupakan fenomena dunia dan tantangan internasional. Semua negara sepakat, bahwa pencucian uang merupakan suatu tidak kejahatan yang harus dihadapi dan diberantas melalui kerjasama antar negara. 9 Secara yuridis untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang di Indonesia diawali dengan diundangkannya undang-undang nomor 15 tahun 2002, yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 25 tahun 2003 tentang tindak pidana pencucian uang dan kemudian diubah dengan undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana 9 Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Op.Cit.,hal.9. Pencucian Uang selanjutnya disebut UU TPPU. 10 Bersamaan dengan disahkannya undang-undang nomor 15 tahun 2002 pada tanggal 17 April 2002 telah dibentuk suatu lembaga yang dimaksudkan sebagai upaya Indonesia ikut serta bersama dengan negara-negara lain dalam memberantas kejahatan lintas negara yang terorganisir seperti terorisme dan pencucian uang, lembaga yang dimaksud ialah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan selanjutnya disebut PPATK. 11 PPATK adalah lembaga yang independen yang dalam melaksanakan tugasnya yaitu dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Dalam menjaga ke independenannya, ketentuan mengenai PPATK dalam hubungannya dengan tindak pidana pencucian uang diatur dalam UU Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang melarang setiap orang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK. Di sisi lain, PPATK wajib menolak danatau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun. 12 Penanggulangan tindak pidana pencucian uang, merupakan tugas yang berat bagi PPATK, terutama untuk medeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana lanjutannya. Sehingga pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang memerlukan mekanisme yang sistematis dan kompherensif, yang mencangkup pendeteksian dan proses hukum. 10 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme, Jakarta : PT Pustaka Utama Grafiti,2004, hal.153. 11 Yusup Saprudin,Op.Cit., hal.54. 12 Juni Sjafrein Jahja, Op.Cit., hal 15. Tugas pokok PPATK adalah membantu aparatur penegak hukum dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dengan cara menyediakan informasi intelijen yang dihasilkan dari analisis terhadap laporan- laporan yang disampaikan kepada PPATK. Laporan tersebut dianilisis oleh PPATK, pihak pelapor yang dimaksud adalah Penyedia Jasa Keuangan selanjutnya disebut PJK baik itu PJK bank maupun PJK non-bank, PPATK berkewajiban untuk membuat pedoman bagi PJK dalam mendeteksi perilaku pengguna jasa keuangan yang melakukan transaksi keuangan yang mencurigakan. 13 Tujuan pedoman tersebut adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai anti money laundering yang dapat digunakan sebagai acuan bagi setiap PJK termasuk PJK bank untuk membantu mendeteksi kegiatan pencucian uang. Selain itu juga untuk memberikan pemahaman yang sama kepada setiap penyedia jasa keuangan atau pihak yang yang terkait dalam penanganan tindak pidana pencucian uang. 14 Banyaknya kesulitan yang dialami PJK dalam mendeteksi ketidakwajaran transaksi keuangan pengguna jasa atau nasabah membuat PPATK perlu menetapkan suatu aturan yang berkenaan dengan identifikasi terhadap transaksi keuangan mencurigakan bagi PJK sehingga PJK mempunyai pedoman dalam mengidentifikasi transaksi yang berindikasi transaksi keuangan mencurigakan. Sehubungan dengan hal tersebut PPATK telah mengeluarkan peraturan mengenai pedoman tersebut yaitu Keputusan Kepala PPATK Nomor: 13 Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Bandung : BooksTerrace Library, 2008, hal.471. 14 Ibid.,hal.472. 24KEP.PPATK2003 tentang Pedoman Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan bagi Penyedia Jasa Keuangan. Pedoman ini dikeluarkan dalam rangka memberikan pemahaman dan acuan bagi setiap PJK termasuk PJK Bank tentang bagaimana melakukan identifikasi transaksi keuangan mencurigakan dengan tepat. 15 Namun, peraturan tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan standar internasional yang ditetapkan oleh Financial Action Task Force FATF dan belum mencangkup perubahan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, khususnya dengan bertambahnya pihak pelapor baru. Dengan demikian PPATK memandang perlu untuk menyempurnakan peraturan pedoman mengenai identifikasi transaksi keuangan mencurigakan bagi PJK yang mengakomodir perubahan ketentuan dan perkembangan tipologi pencucian uang. Peraturan yang telah dibuat oleh PPATK sebagai upaya penyempurnaan pedoman tersebut ialah Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-111.02PPATK062013 Junto Peraturan Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-041.02PPATK032014 tentang Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan dalam artian peraturan ini berlaku bagi PJK secara keseluruhan baik untuk PJK bank maupun PJK non-bank. Dengan adanya peraturan tersebut dimaksudkan agar PJK dapat memberikan laporan transaksi keuangan mencurigakan yang lebih berkualitas kepada PPATK. 16 Sehingga akan 15 Ibid.,hal.504. 13 Penjelasan umum Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-111.02PPATK062013 Junto Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor: PER-041.02PPATK032014. mempermudah PPATK dalam menjalankan tugasnya yaitu untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Hal inilah yang mendorong Penulis untuk membahas tentang “Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Penyedia Jasa Keuangan Bank Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang‟‟.

B. Perumusan Masalah