Desain Pesan Pembuatan Media Kartu Siraja

29 disetiap pembelajaran, yaitu dengan cara membongkar pasangkan aksara Jawa dengan sandhangan, kemudian menJawab soal dengan cepat dan tepat.

E. Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Media SIRAJA

Pada penelitian pengembangan media SIRAJA, teori belajar digunakan sebagai dasar dalam menciptakan produk media belajar yang efektif dan efisien. Teori-teori belajar yang digunakan sebagai dasar dalam mengembangkan media kartu SIRAJA, yaitu: a. Teori Belajar Behavioristik Belajar menurut teori behavioristik adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon C. Asri Budiningsih, 2012: 20. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuan untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Sehingga apa yang diberikan maka itu yang harus dihasilkan. Belajar dikatakan berhasil jika seseorang mampu mengulangi materi yang telah dipelajari atau yang diberikan oleh guru. Adapun beberapa hukum belajar yang dikemukakan oleh Thorndike dalam Suyono 2011; 61 antara lain: 1. Law of Effect hukum efek, jika sebuah respon R, menghasilkan efek memuaskan, maka ikatan antara S stimulus dengan R respon akan 30 semakin kuat dan sebaliknya. Artinya belajar akan lebih bersemangat apapbila mengetahui akan mendapatka hasil yang baik. 2. Law of Readiness hukum kesiapan, maknanya, suatu kesiapan terjadi berlandaskan asumsu bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan satuan pengantar untuk berbuat atau tidak terhadap sesuatu. Implementasinya, belajar akan lebih berhasil bila individu memiliki kesiapan untuk melakukannya. 3. Law of exercise hukum latihan, hubungan antara S dengan R akan semakin bertambah erat jika sering dilatih dan akan semakin berkurang bila jarang dilatih. Jadi, belajar akan berhasil apabila banyak latihan atau ulangan-ulangan. Penggunaan teori belajar behavioristik pada media Siraja adalah melalui kartu puzzle Siraja dapat menghasilkan stimulus dan menghasilkan respon yang kuat mengenai aksara Jawa. Media ini berperan sebagai Law of Exercise atau hukum latihan untuk peserta didik. Pembelajaran yang terus terus diulang-ulang melalui kartu puzzle aksara Jawa media siraja mampu membentuk pengetahuan yang kuat tentang aksara Jawa terhadap siswa. b. Teori Belajar Kognitif Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar Suyono, 2011: 75. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh presepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajar. Teori ini berpandangan bahwa 31 belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainya. Menurut Piaget C. Asri Buduningsih, 2012: 35, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi penyeimbang. Adapun penjelasanya sebagai berikut: 1. Proses Asimilasi adalah proses perubahan yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, yang dimaksud adalah apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dipunyainya. 2. Proses Akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami dengan kata lain struktur kognitif yang sudah dimiliknya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima. 3. Proses Ekuilibrasi adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asilimasi dan komodasi. Bruner memiliki pandangan tersendiri pada teori belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kesehariannya. Menurut Bruner C. Asri Buduningsih, 2012: 41 32 perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu enaktif, ikonik dan simbolik. 1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. 2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksdunya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan tampil dan perbandingan komparasi. 3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol berbahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Berdasarkan tahapan perkembangan di atas, dapat disimpulkan bahwa tahap enaktif sebagai tahap awal anak mendapatan pengetahuan atau informasi melalui pengalaman langsung. Melalui media bantu pembelajaran, tahapan ikonik dilakukan. Peningkatan pengetahuan pada anak akan terjadi pada tahap ini. Selanjutnya tahapan simbolik, dimana 33 anak mampu mengembangkan informasi dari pengetahuan yang telah didapatkannya. Dalam penelitian ini, konsep teori belajar kognitif yang dipergunakan pada media pembelajaran Siraja berfungsi yaitu tahapan simbolik. Komunikasi dilakukan dengan menggunakan banyak sistem symbol. Aksara Jawa huruf merupakan contoh sistem symbol. Fase simbolik merupakan tahap final dalam pembelajaran. Melalui symbol tersebut siswa lebih memahami informasi yang disampaikan sebagai aspek kognitif. Sehingga para siswa dapat membangun basis pengetahuanya sendiri bukan karena diajari melalui hafalan namun melalui pemahaman penggunaan aksara Jawa. c. Teori Belajar Konstrutivistik Menurut Suyono 2011: 105 konstruktivistik adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksikan pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan pemahaman kita tentang dunia tempat kita hidup. Sedangkan menurut C Asri Budingsih 2012: 64, bahwa belajar merupakan suatu usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya, memungkinkan mengarah pada tujuan tersebut. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar konstruktivistik memandang pentingnya keaktif siswa dalam pembelajaran sehingga mereka dapat