LaKIP Kementerian PUPR 2015

(1)

P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkah dan hidayahNya sehingga Laporan Kinerja Kementerian PUPR telah dapat diselesaikan pada waktunya.

Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian PUPR wajib menyusun dan menyampaikan Laporan Kinerja Tahunan Tingkat Entitas Akuntabilitas Kinerja Kementerian/Lembaga paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Kementerian PUPR terdiri dari atas 11 unit organisasi Eselon I yang melaksanakan 12 program dengan 15 sasaran strategis, sehingga laporan kinerja ini merupakan konsolidasi pencapaian sasaran program yang telah dilaksanakan selama TA 2015.

Laporan Kinerja yang menggambarkan dinamika Kementerian PUPR sejak awal sampai dengan berakhirnya TA 2015 dimaksudkan sebagai pertanggung jawaban terhadap penggunaan seluruh sumber daya, memuat upaya, dan metode yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PUPR sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun awal Rencana Strategis Kementerian dan RPJMN 2015-2019.

Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat kendali dan penilaian kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan kinerja demi terwujudnya pemerintahan yang akuntabel di lingkungan Kementerian PUPR.

Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah bekerja keras melakukan segala daya dan upaya terselesaikannya laporan kinerja ini.

Jakarta, 26 Februari 2016

MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT


(4)

(5)

ii

Ringkasan Eksekutif

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Infrastruktur utama yang dibangun oleh kementerian PUPR antara lain jalan dan jembatan, bendungan, irigasi, perumahan, penyediaan air minum, sanitasi, dan revitalisasi kawasan. Dari output pembangunan infrastruktur terbangun tersebut diharapkan dapat tercapai outcome yang berkelanjutan dan berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan pelayanan infrastruktur dasar.

Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2015 merupakan tahun pertama pengukuran dan evaluasi capaian kinerja Kementerian PUPR untuk masa RPJMN III dan Renstra 2015-2019.

Pada tahun 2015, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan alokasi anggaran sebesar 119,65 Triliun untuk mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pengembangan wilayah, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan termasuk pengusahaan penyediaan rumah dan pembiayaannya, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien dan akuntabel. Hal tersebut didukung dengan perwujudan 15 sasaran strategis melalui pelaksanaan 12 program oleh 11 unit organisasi.

Kinerja Kementerian PUPR sebesar 114,50% diukur berdasarkan 15 indikator kinerja yang mendukung 15 (lima belas) sasaran strategis. Dengan 11 diantaranya dapat memenuhi target bahkan sebagian lagi melampaui target yang sebelumnya telah ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja tahun 2015, dengan rincian sebagai berikut:

 Tingkat dukungan kedaulatan pangan dan ketahanan energi, dengan realisasi 52,66 dan kinerja 114,90%;

 Tingkat konektivitas jalan nasional, dengan realisasi 74,50 dan kinerja 102,05%;

 Tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan bidang PUPR , dengan realisasi 80 dan kinerja 100%;

 Tingkat dukungan ketahanan air nasional, dengan realisasi 39,74 dan kinerja 137,27%;  Tingkat kemantapan jalan nasional, dengan realisasi 89,36 dan kinerja 103,90%;

 Tingkat pengendalian pelaksanaan program dan anggaran pembangunan bidang PUPR, dengan realisasi 91,09 dan kinerja 178,82%;

 Tingkat pengendalian pelaksanaan konstruksi nasional, dengan realisasi 80,87 dan kinerja 107,82%;

 Persentase sumber daya manusia yang kompeten dan berintegritas, dengan realisasi 18,00 dan kinerja 180%;


(6)

iii  Tingkat kinerja dan integritas Kementerian PUPR, dengan realisasi 95,66 dan kinerja

132,40%;

 Tingkat penyediaan dan pemanfaatan hasil inovasi teknis terapan bidang PUPR, dengan realisasi 85,49 dan kinerja 127,59%;

 Tingkat pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan informasi publik, serta sarana dan prasarana, dengan realisasi 76,96 dan kinerja 134,28%. san Eksekutif

Terdapat 4 (empat) indikator kinerja lainnya yang capaian kinerjanya kurang dari 100%, indikator tersebut adalah:

 Indeks rasio dukungan infrastruktur PUPR terhadap keterpaduan pengembangan kawasan dengan capaian 96,25%;

 Tingkat layanan infrastruktur dasar permukiman dan perumahan dengan capaian 99,33%;

 Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman dengan capaian 97,02%;

 Tingkat pemenuhan perumahan yang layak huni bagi rumah tangga berpenghasilan rendah dengan capaian 99,67%;

Kinerja realisasi anggaran/keuangan Kementerian PUPR pada tahun 2015 berhasil diiwujudkan sebesar Rp 110,023 triliun dari alokasi pagu sebesar Rp 119,65 triliun. Dengan Progres fisik 95,51% Realisasi tersebut secara efektif dilaksanakan hanya dalam jangka waktu sekitar 8 bulan dikarenakan revisi DIPA disampaikan pada akhir Mei yang diakibatkan adanya perubahan nomenklatur.

Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN dan RB, tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya serta kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Kementerian PUPR sudah menunjukkan hasil yang baik. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa catatan penting yang perlu diperbaiki. Berikut ini adalah upaya-upaya yang dilakukan pada tahun 2015 oleh Kementerian PUPR dalam peningkatan akuntabilitas kinerja:

 Penyempurnaan Indikator Kinerja;

 Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Aksi Kinerja;

 Penyempurnaan system aplikasi informasi kinerja dan keuangan serta evaluasi akuntabilitas;

 Penjabaran IKU unit kerja ke dalam ukuran kinerja individu pegawai.

Adapun hal-hal yang harus menjadi perhatian kedepan dalam rangka peningkatan kinerja organisasi, diantaranya adalah sebagai berikut:

 Reviu Rencana Strategis Kementerian PUPR;

 Penetapan indikator kinerja utama (IKU) bidang PUPR;  Standarisasi metode pengukuran indikator;


(7)

iv  Peningkatan implementasi penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP) yang diturunkan

berdasarkan beban kerja unit organisasi;

 Pencapaian outcome yang perlu disandingkan dengan Standar internasional atau negarlain yang memiliki tingkat pertumbuhan yang sama/setara;

 Penyempurnaan sistem informasi kinerja yang dilakukan melalui sistem aplikasi ePerformance.


(8)

v

DAFTAR ISI

Hal.

Kata Pengantar ... i

Ringkasan Eksekutif ... ii

Daftar Isi ... v

BAB 1 PENDAHULUAN ... I-1

1.1 LATAR BELAKANG ... I-1

1.2 TUGAS DAN FUNGSI ... I-2

1.3 STRUKTUR ORGANISASI ... I-3

1.4 ASPEK STRATEGIS ORGANISASI ... I-7 1.4.1 Pengelolaan Sumber Daya Air ... I-7 1.4.2 Penyelenggaraan Jalan ... I-7 1.4.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman ... I-8 1.4.4 Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman ... I-8 1.4.5 Pengembangan Wilayah ... I-9 1.4.6 Pembinaan Konstruksi ... I-9 1.4.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur ... I-10 1.4.8 Dukungan Manajemen, Sarana dan Prasarana ... I-11 1.4.9 Sumber Daya Manusia Aparatur ... I-11 1.4.10 Penelitian dan Pengembangan ... I-11

1.5 ISU STRATEGIS ... I-12 1.5.1 Pengelolaan Sumber Daya Air ... I-13 1.5.2 Penyelenggaraan Jalan ... I-14 1.5.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman ... I-19 1.5.4 Pembiayaan Perumahan ... I-20 1.5.5 Penyediaan Perumahan ... I-21 1.5.6 Pembinaan Konstruksi Nasional ... I-22 1.5.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur ... I-22 1.5.8 Pengembangan Infrastruktur Wilayah ... I-23 1.5.9 Penelitian dan Pengembangan ... I-26 1.5.10 Manajemen Sumber Daya Manusia ... I-29 1.5.11 Peningkatan Dukungan Manajemen serta Sarana dan Prasarana . I-29


(9)

vi

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA ... II-1

2.1 URAIAN SINGKAT RENCANA STRATEGIS ... II-1 2.1.1 Visi dan Misi... II-1 2.1.2 Tujuan dan Sasaran ... II-2 2.1.3 Sasaran Strategis ... II-4 2.1.4 Kebijakan dan Program ... II-6

2.2 PERJANJIAN KINERJA ... II-9

2.3 METODE PENGUKURAN ... II-11 2.3.1 Meningkatnya keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR

antardaerah, antar sektor dan antar tingkat pemerintahan ... II-11 2.3.2 Meningkatnya dukungan untuk kedaulatan pangan dan energi .. II-13 2.3.3 Meningkatnya dukungan konektivitas bagi penguatan

daya saing ... II-13 2.3.4 Meningkatnya dukungan layanan infrastruktur dasar permukiman

dan perumahan ... II-14 2.3.5 Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan

penganggaran ... II-14 2.3.6 Meningkatnya ketahanan air ... II-16 2.3.7 Meningkatnya kemantapan jalan nasional ... II-16 2.3.8 Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur

permukiman ... II-18 2.3.9 Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan ... II-19 2.3.10 Meningkatnya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan

kebijakan dan rencana program dan anggaran pembangunan

bidang PUPR ... II-19 2.3.11 Meningkatnya kapasitas dan kualitas konstruksi nasional ... II-20 2.3.12 Meningkatnya SDM yang kompeten dan berintegritas ... II-21 2.3.13 Meningkatnya budaya organisasi yang berkinerja tinggi dan

berintegritas ... II-21 2.3.14 Meningkatnya inovasi teknis terapan bidang PUPR ... II-25 2.3.15 Meningkatnya pengelolaan regulasi dan layanan hukum, data dan

informasi publik, serta sarana dan prasarana ... II-26


(10)

vii

BAB 3 KAPASITAS ORGANISASI ... III-1

3.1 SUMBER DAYA MANUSIA ... III-1

3.2 SARANA DAN PRASARANA ... III-5 3.2.1 Aset Tetap... III-5 3.2.2 Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Pelaksanaan

Pekerjaan ... III-6

3.3 DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (DIPA) ... III-10 3.3.1 Pagu Anggaran... III-10 3.3.2 Realisasi Anggaran ... III-12

BAB 4 AKUNTABILITAS KINERJA ... IV-1

4.1 CAPAIAN KINERJA ORGANISASI ... IV-1 4.1.1 Customer/Stakeholder Expectation ... IV-3

4.1.1.1 Meningkatnya Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR Antardaerah, Antar Sektor, dan Antar Tingkat

Pemerintahan ... IV-3 4.1.1.2 Meningkatnya Dukungan untuk Kedaulatan Pangan dan

Energi ... IV-7 4.1.1.3 Meningkatnya Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan

Daya Saing ... IV-9 4.1.1.4 Meningkatnya Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar

Permukiman dan Perumahan ... IV-11 4.1.2 Internal Process ... IV-12

4.1.2.1 Meningkatnya Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran ... IV-13 4.1.2.2 Meningkatnya Ketahanan Air ... IV-15 4.1.2.3 Meningkatnya Kemantapan Jalan Nasional ... IV-17 4.1.2.4 Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan

Infrastruktur Permukiman ... IV-18 4.1.2.5 Meningkatnya Penyediaan dan Pembiayaan

Perumahan ... IV-21 4.1.2.6 Meningkatnya Pengendalian dan Pengawasan

Pelaksanaan Kebijakan dan Rencana Program dan


(11)

viii 4.1.2.7 Meningkatnya Kapasitas dan Kualitas Konstruksi

Nasional ... IV-26 4.1.3 Learning and Growth ... IV-32 4.1.3.1 Meningkatnya SDM yang Kompeten dan Berintegritas ... IV-33 4.1.3.2 Meningkatnya Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi

dan Berintegritas ... IV-35 4.1.3.3 Meningkatnya Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR ... IV-38 4.1.3.4 Meningkatnya Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum,

Data dan Informasi Publik, serta Sarana dan

Prasarana ... IV-44

4.2 PERBANDINGAN KINERJA ORGANISASI ... IV-49 4.2.1 Subbidang Sumber Daya Air ... IV-49 4.2.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ... IV-51 4.2.3 Subbidang Cipta Karya... IV-52 4.2.4 Subbidang Perumahan ... IV-53

4.3 ANALISIS KINERJA ORGANISASI ... IV-54 4.3.1 Subbidang Sumber Daya Air ... IV-56 4.3.2 Subbidang Jalan dan Jembatan ... IV-63 4.3.3 Subbidang Cipta Karya... IV-72 4.3.4 Subbidang Perumahan ... IV-75 4.3.5 Program Prioritas Infrastruktur PUPR ... IV-84

4.4 ANALISIS EFISIENSI, EFEKTIVITAS, DAN MANFAAT ... IV-88 4.4.1 Efisiensi dan Efektivitas Pembangunan Infrastruktur PUPR ... IV-88 4.4.2 Manfaat Pembangunan Infrastruktur PUPR ... IV-91

4.5 UPAYA PENINGKATAN AKUNTABILITAS ... IV-94

4.6 PENGHARGAAN BAGI KEMENTERIAN PUPR ... IV-100

BAB 5 PENUTUP ... V-1

LAMPIRAN I PERJANJIAN KINERJA


(12)

ix

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel II.1 : Perjanjian Kinerja ... II-10 Tabel II.2 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Kedaulatan Pangan dan

Ketahanan Energi ... II-13 Tabel II.3 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar

Permukiman dan Perumahan ... II-14 Tabel II.4 : Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional ... II-16 Tabel II.5 : Capaian Tingkat Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur

Permukiman ... II-18 Tabel II.6 : Komponen Pengukuran Penyediaan dan Pembiayaan Perumahan ... II-19 Tabel II.7 : Komponen Pengukuran Tingkat Pengendalian Pelaksanaan Konstruksi

Nasional ... II-21 Tabel II.8 : Pengukuran Indikator Nilai Laporan Kinerja Pemerintah ... II-22 Tabel II.9 : Pengukuran Indikator Transparansi Pelaksanaan Program ... II-24 Tabel II.10 : Pengukuran Indikator Tingkat Pengelolaan dan Pengadministrasian

Pegawai ... II-24 Tabel II.11 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ... II-27 Tabel II.12 : Tabel Pengukuran Indikator Tingkat Layanan Informasi Publik ... II-28

Tabel III.1 : Jumlah Pegawai Berdasarkan Jabatan ... III-3 Tabel III.2 : Jumlah Kekurangan Pegawai Berdasarkan Analisis Beban Kerja... III-4 Tabel III.3 : Aset Tetap Kementerian PUPR ... III-5 Tabel III.4 : Pagu Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 ... III-11 Tabel III.5 : Realisasi Anggaran Kementerian PUPR Tahun 2015 ... III-13

Tabel IV.1 : Capaian Kinerja Kementerian PUPR Tahun 2015 ... IV-2 Tabel IV.2 : Capaian Kinerja dari Perspektif Customer/Stakeholder ... IV-3 Tabel IV.3 : Capaian Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur ... IV-4 Tabel IV.4 : Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur PUPR ... IV-5 Tabel IV.5 : Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan Energi ... IV-7 Tabel IV.6 : Outcome Pendukung Capaian Dukungan Kedaulatan Pangan dan

Ketahanan Energi ... IV-7 Tabel IV.7 : Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya Saing ... IV-9 Tabel IV.8 : Outcome Pendukung Capaian Dukungan Konektivitas Bagi Penguatan Daya

Saing ... IV-10 Tabel IV.9 : Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar Permukiman dan

Perumahan ... IV-11 Tabel IV.10 : Outcome Pendukung Capaian Dukungan Layanan Infrastruktur Dasar


(13)

x Tabel IV.11 : Capaian Kinerja dari Perspektif Internal Process ... IV-12 Tabel IV.12 : Capaian Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran .... IV-13 Tabel IV.13 : Perhitungan Keterpaduan Perencanaan, Pemrograman dan

Penganggaran ... IV-13 Tabel IV.14 : Capaian Ketahanan Air... IV-15 Tabel IV.15 : Outcome Pendukung Capaian Ketahanan Air ... IV-16 Tabel IV.16 : Capaian Kemantapan Jalan Nasional ... IV-17 Tabel IV.17 : Outcome Pendukung Capaian Kemantapan Jalan Nasional ... IV-17 Tabel IV.18 : Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman ... IV-18 Tabel IV.19 : Outcome Pendukung Capaian Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur

Permukiman ... IV-19 Tabel IV.20: Capaian Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan ... IV-20 Tabel IV.21 : Outcome Pendukung Capaian Penyediaan dan Pembiayan Perumahan ... IV-20 Tabel IV.22 : Capaian Rumah Layak Huni Bagi MBR Melalui Belanja APBN ... IV-22 Tabel IV.23 : Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan Anggaran ... IV-23 Tabel IV.24 : Outcome Pendukung Capaian Pengendalian Pelaksanaan Program dan

Anggaran ... IV-23 Tabel IV.25 : Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi Nasional ... IV-26 Tabel IV.26 : Outcome Pendukung Capaian Kapasitas dan Kualitas Konstruksi

Nasional ... IV-27 Tabel IV.27 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 1 ... IV-28 Tabel IV.28 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 2 ... IV-29 Tabel IV.29 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 3 ... IV-29 Tabel IV.30 : Jumlah SDM Berkompeten Tahun 2014 dan 2015 ... IV-30 Tabel IV.31 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 4 ... IV-31 Tabel IV.32 : Realisasi Capaian Komponen Outcome 5 ... IV-31 Tabel IV.33 : Capaian Kinerja dari Perspektif Learning and Growth ... IV-32 Tabel IV.34 : Capaian SDM yang Kompeten dan Berintegritas... IV-34 Tabel IV.35 : Capaian Budaya Organisasi yang Berkinerja Tinggi dan Berintegritas ... IV-35 Tabel IV.36 : Capaian Indikator Pengelolaan dan Pengadministrasian Pegawai ... IV-37 Tabel IV.37 : Capaian Inovasi Teknis Terapan Bidang PUPR ... IV-38 Tabel IV.38 : Capaian Tingkat Penyediaan dan Pemanfaatan Hasil Inovasi Teknis Terapan

Bidang PUPR ... IV-38 Tabel IV.39 : Capaian Pengelolaan Regulasi dan Layanan Hukum, Data dan Informasi

Publik, serta Sarana dan Prasarana ... IV-44 Tabel IV.40 : Capaian Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan

Hukum ... IV-45 Tabel IV.41 : Capaian Indikator Tingkat Kenyamanan Bekerja ... IV-46 Tabel IV.42 : Perbandingan kinerja dengan Renstra Subbidang Sumber Daya Air ... IV-50 Tabel IV.43 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Sumber Daya Air ... IV-51


(14)

xi Tabel IV.44 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Jalan dan Jembatan ... IV-52 Tabel IV.45 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Jalan dan Jembatan ... IV-52 Tabel IV.46 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Cipta Karya ... IV-53 Tabel IV.47 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Cipta Karya ... IV-53 Tabel IV.48 : Perbandingan Kinerja dengan Renstra Subbidang Perumahan ... IV-54 Tabel IV.49 : Perbandingan Kinerja dengan RPJMN Subbidang Perumahan ... IV-54 Tabel IV.50 : Realisasi Pembangunan Rumah Susun Tahun 2015... IV-77 Tabel IV.51 : Daftar Program Prioritas Nasional Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat Tahun 2015 ... IV-84 Tabel IV.52 : Perbandingan Indikator Kinerja Tahun 2014 dan Tahun 2015 ... IV-95


(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Struktur Organisasi ... I-6 Gambar 1.2 : Tahap Penguatan Sistem Logistik Nasional 2011-2025 ... I-15 Gambar 1.3 : Lima Koridor Ekonomi IMT-GT ... I-16 Gambar 2.1 : Peta Strategi Kementerian PUPR ... II-6

Gambar 2.2 : Pengukuran Indikator Tingkat Fasilitasi Produk Hukum dan Bantuan

Hukum ... II-26

Gambar 3.1 : Komposisi PNS Berdasarkan Data Pendidikan (%) ... III-2

Gambar 3.2 : Kompisisi Pegawai Bedasarkan Unit Organisasi (%) ... III-2

Gambar 3.3 : PNS Berdasarkan Kelamin ... III-3 Gambar 3.4 : Jumlah Pegawai Berdasarkan Golongan ... III-4 Gambar 3.5 : Sistem Manajemen Pelaksanaan Kegiatan ... III-6 Gambar 3.6 : Beranda Sistem e-Monitoring ... III-7

Gambar 3.7 : Skema Integrasi Aplikasi Emonitoring+SIRUP+SPSE ... III-9

Gambar 3.8 : Perbandingan Pagu Anggaran ... III-11 Gambar 3.9 : Penyerapan Per Bulan 2012-2015 ... III-13 Gambar 3.10 : Grafik Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja ... III-14 Gambar 4.1 : Peta Strategi Kementerian PUPR ... IV-2 Gambar 4.2 : Lokasi Pembangunan 16 Bendungan Baru ... IV-9 Gambar 4.3 : Logistics Performance Index ... IV-55

Gambar 4.4 : Cakupan Pelayanan Akses Air Minum Tahun 2011-2015 ... IV-56

Gambar 4.5 : Dukungan Jalan Terhadap KSPN Prioritas ... IV-65

Gambar 4.6 : Rumah Susun Pekerja di Rawabebek, Jakarta Barat ... IV-78

Gambar 4.7 : Skema Penyaluran BSPS Tahun 2015 sesuai Peraturan Menteri PUPR

Nomor 39 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan

Stimulan Perumahan Swadaya ... IV-79

Gambar 4.8 : Contoh Fasilitasi BSPS di Provinsi Sumatera Selatan ... IV-80

Gambar 4.9 : Rencana dan Realisasi Pembangunan Baru Tahun 2015 ... IV-80

Gambar 4.10 : Rencana dan Realisasi Peningkatan Kualitas Tahun 2015 ... IV-81

Gambar 4.11 : Alur Pengiputan Laporan yang Dipantau Presiden ... IV-86

Gambar 4.12 : Tingkat Penyerapan Anggaran Tahun 2010-2015 ... IV-89

Gambar 4.13 : Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2014 ... IV-90 Gambar 4.14 : Kurva S Penyerapan Anggaran TA. 2015 ... IV-90

LAMPIRAN:

LAMPIRAN 1. : Perjanjian Kinerja


(16)

BAB 1


(17)

I-1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Dalam rangka mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya, diperlukan

penyelenggaraan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang

mengintegrasikan dari sistem perencanaan, pemrograman, penganggaran, serta pelaksanaan program dan kegiatan yang kemudian dituangkan dalam laporan kinerja instansi pemerintah (LaKIP).

LaKIP disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang telah diamanahkan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan seluruh sumber dayanya, meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, serta anggaran (DIPA). Untuk

itu, di dalam LaKIP akan diuraikan mengenai history suatu instansi sampai dengan habis

berlakunya tahun anggaran.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berkewajiban menyusun LaKIP Tahun 2015 dan menyerahkan kepada Kementerian PAN dan RB selambat-lambatnya dua bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Sesuai dengan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014, LaKIP Kementerian ini berisi ikhtisar pencapaian sasaran strategis sebagaimana telah ditetapkan di dalam Perjanjian Kinerja. Pencapaian sasaran tersebut menjelaskan mengenai visi dan misi Kementerian PUPR, capaian kinerja tahun ini, capaian kinerja tahun berjalan dibandingkan dengan target kinerja lima tahunan yang direncanakan, serta analisis penyebab keberhasilan dan kegagalan programnya.

Pada tahun 2015 ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapatkan alokasi anggaran sebesar 119,65 Triliun untuk mewujudkan ketahanan air, kedaulatan pangan, kedaulatan energi, pengembangan wilayah, penguatan konektivitas nasional, perwujudan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan termasuk pengusahaan penyediaan rumah dan pembiayaannya, industri konstruksi yang kompetitif, sinergi pusat dan daerah, serta pengelolaan sumber daya yang efektif, efisien dan akuntabel. Hal tersebut didukung dengan perwujudan 15 sasaran strategis melalui pelaksanaan 12 program oleh 11 unit organisasi.


(18)

I-2

Pencapaian sasaran strategis tersebut tentunya tidak mudah, karena kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun harus mampu menjawab permasalahan mendasar dan isu strategis pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Namun berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian PUPR untuk mencapai sasaran strategis tersebut dalam rangka mendukung visi pembangunan nasional, yang akan dituangkan di dalam laporan kinerja ini.

1.2

Tugas dan Fungsi

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya

air, penyelenggaraan jalan, penyediaan perumahan dan pengembangan kawasan permukiman, pembiayaan perumahan, penataan bangunan gedung, sistem penyediaan air minum, sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan, dan pembinaan jasa konstruksi;

b. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

c. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat;

d. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat;

e. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian


(19)

I-3

f. Pelaksanaan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan pengembangan

infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat;

g. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan

rakyat;

h. Pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pekerjaan umum dan

perumahan rakyat; dan

i. Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di

lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

1.3

Struktur Organisasi

Kementerian PUPR terdiri atas 11 unit organisasi eselon IA, 5 staf ahli Menteri, dan 4 pusat dengan rincian sebagai berikut:

1. Sekretariat Jenderal

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

2. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

Direktorat Jenderal Sumber Daya Air mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan sumber daya air sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Direktorat Jenderal Bina Marga

Direktorat Jenderal Bina Marga mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan jalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Direktorat Jenderal Cipta Karya

Direktorat Jenderal Cipta Karya mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan kawasan permukiman, pembinaan penataan bangunan, pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan sistem pengelolaan air limbah dan drainase lingkungan serta persampahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(20)

I-4

5. Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan

Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penyediaan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Direktorat Jenderal Bina Konstruksi

Direktorat Jenderal Bina Konstruksi mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan

Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pembiayaan perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

8. Inspektorat Jenderal

Inspektorat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

9. Badan Pengembangan Insfrastruktur Wilayah

Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan teknis dan strategi keterpaduan antara pengembangan kawasan dengan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

10. Badan Penelitian dan Pengembangan

Badan Penelitian dan Pengembangan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

11. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia mempunyai tugas melaksanakan pengembangan sumber daya manusia pekerjaan umum dan perumahan rakyat.

12. Staf Ahli Menteri

Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal.

a. Staf Ahli Bidang Keterpaduan Pembangunan mempunyai tugas memberikan rekomendasi

terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang keterpaduan pembangunan.


(21)

I-5

b. Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi mempunyai tugas memberikan rekomendasi

terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang ekonomi dan investasi.

c. Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Peran Masyarakat mempunyai tugas memberikan

rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang sosial budaya dan peran masyarakat.

d. Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga mempunyai tugas memberikan rekomendasi

terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang hubungan antar lembaga.

e. Staf Ahli Bidang Teknologi, Industri, dan Lingkungan mempunyai tugas memberikan

rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri terkait dengan bidang teknologi, industri, dan lingkungan.

13. Pusat-Pusat

a. Pusat di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal

Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui Sekretaris Jenderal, antara lain: Pusat Data dan Teknologi Informasi serta Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan.

b. Pusat di bawah koordinasi Ditjen Sumber Daya Air

Pusat berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pekerjaan Umum melalui Direktur Jenderal Sumber Daya Air, antara lain: Pusat Bendungan serta Pusat Air Baku dan Air Tanah.


(22)

I-6

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Ditjen Bina

Marga

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Inspektorat Jenderal

Staf Ahli Menteri

Ditjen Cipta Karya

Ditjen Penyediaan Perumahan

Ditjen Pembiayaan

Perumahan

Ditjen Bina Konstruksi Ditjen Sumber

Daya Air

Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Badan Penelitian dan Pengembangan

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Pusat Air Tanah dan Air Baku

Pusat Bendungan

Pusat Data dan Teknologi

Informasi

Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan

Perumahan Sekretariat


(23)

I-7

1.4

Aspek Strategis Organisasi

Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian PUPR berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan, dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan kembali dalam rencana dan strategi berikutnya.

Meskipun terdapat kekurangan pegawai di Kementerian PUPR dibandingkan dengan beban kerja dan anggaran yang diberikan, terdapat pegawai potensial yang dapat diandalkan untuk ke depannya yaitu sebanyak 67 pegawai yang telah memiliki gelar doctor (S3).

1.4.1 Pengelolaan Sumber Daya Air

Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini.

Selama periode tahun 2010-2015, capaian pembangunan infrastruktur sumber daya air diarahkan untuk mendukung ketahanan air nasional yang diharapkan dapat mendukung ketahanan/kedaulatan pangan untuk peningkatan produksi padi serta ketahanan energi nasional melalui pengembangan potensi PLTA pada waduk-waduk yang ada saat ini.

1.4.2 Penyelenggaraan Jalan

Dalam rangka dukungan terhadap konektivitas nasional untuk penguatan daya saing pada periode tahun 2010-2015 telah dilakukan pembangunan jalan nasional sepanjang 1.780 km, jalan bebas hambatan sepanjang 66,59 km, dan jembatan sepanjang 48.583 m. Untuk capaian

hasil pembangunan jembatan/flyover/underpass/ terowongan sampai tahun 2015 sepanjang

64.427 m. Sebagai ilustrasi salah satu pencapaian pembangunan jembatan adalah Jembatan Kelok 9, yang terdiri dari enam jembatan dengan total panjang 943 m dan jalan sepanjang 2,089 km. Sebagai ilustrasi, capaian pembangunan jalan bebas hambatan periode tahun 2010-2015 diantaranya yaitu ruas Kanci-Pejagan, Semarang-Ungaran, Nusa Dua-Benoa, JORR W1 (Kebon

Jeruk-Penjaringan), Cinere-Jagorawi, Surabaya-Mojokerto, dan Bogor Ring Road.

Selanjutnya pembangunan/pelebaran jalan dan jembatan untuk kawasan strategis, perbatasan serta wilayah terluar dan terdepan pada tahun 2010-2015 adalah sepanjang 3.434 km (Jalan: 3.434 km dan Jembatan: 5.358 m). Untuk kawasan perbatasan, antara lain telah dilakukan


(24)

I-8

pembangunan Jalan Paralel Perbatasan Kalimantan (Tamajuk–Sei Ular Malinau) dan telah

tersambung sepanjang 42.07 km dari rencana sepanjang 1.755 km, Jalan Perbatasan NTT-RDTL telah dilakukan penanganan sepanjang 54,2 km dari rencana sepanjang 877 km dan percepatan pembangungan Papua dan Papua Barat termasuk Jalan perbatasan Papua sepanjang 102 km.

1.4.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman

Capaian pada periode 2010-2015 pembangunan infrastruktur dasar untuk kualitas layanan air minum dan sanitasi permukiman perkotaan dilakukan melalui peningkatan cakupan pelayanan air minum, peningkatan jumlah pelayanan sanitasi, serta pembinaan Pemda/PDAM. Peningkatan kualitas layanan air minum dilakukan melalui pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di lebih dari 2.853 Kawasan yang dapat meningkatkan persentase cakupan pelayanan air minum sampai tahun 2015 menjadi 70,31% dengan kapasitas 167.784 l/det atau setara dengan lebih dari 160 juta jiwa yang tertangani. Selain itu peningkatan jumlah layanan air minum juga dilakukan melalui pembinaan kemampuan pemerintah daerah/PDAM yaitu status kinerja PDAM hingga saat ini sebanyak 182 PDAM sehat, 103 PDAM kurang sehat, dan 74 PDAM tidak sehat. Dalam upaya peningkatan cakupan pelayanan sanitasi, hingga tahun 2015 terjadi peningkatan prosentase cakupan pelayanan akses sanitasi menjadi 63.

1.4.4 Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman

Sementara itu, untuk capaian pembangunan perumahan 2015 dalam mendukung penyediaan dan pembiayaan perumahan telah dilakukan upaya-upaya antara lain; (1) Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman (ditetapkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan Permukiman, UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, PP No. 88/2014 tentang Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan 88 Peraturan Menteri Perumahan Rakyat); (2) Penyediaan rumah layak huni yang didukung oleh prasarana, sarana dan utilitas

umum (meliputi: Pembangunan rusun sebanyak 220 Twin Block/Tower Block atau 10.497 unit,

Fasilitasi pembangunan rumah khusus sebanyak 6.713 unit, yang mencakup rumah khusus untuk pekerja, nelayan, kawasan perbatasan, warga baru di perbatasan NTT-Timor Leste, relokasi penduduk Jatigede dan percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat; (3) Perluasan Program Pro-Rakyat Klaster 4 melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (meliputi: Pembangunan Baru Perumahan Swadaya dengan sebanyak 20.756 unit, Peningkatan Kualitas Perumahan Swadaya dengan capaian sebanyak 61.489 unit, PSU Swadaya dengan capaian sebanyak 29.956 unit; dan (4) Pengembangan sistem pembiayaan perumahan jangka panjang melalui: Penyaluran kredit pembiayaan perumahan dengan capaian sebesar 76.489 unit melalui pola Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan melalui pola subsidi


(25)

I-9

1.4.5 Pengembangan Wilayah

Sebagai upaya untuk mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia oleh UNESCO dan sebagai bentuk implementasi RTRW yang konsisten pada tema-tema budaya/pusaka berbasis penataan ruang, telah difasilitasi kota/kawasan perkotaan di kabupaten melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Melalui program ini diharapkan Pemda akan menyusun rencana aksi P3KP dan mengimplementasikannya sehingga kota yang bersangkutan dapat mempertahankan atau mengembalikan identitas maupun ciri khas sesuatu secara berkelanjutan yang pada gilirannya dapat di promosikan pada tingkat

internasional sebagai World Heritage City.

Untuk mengatasi ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan, yang ditandai dengan terkonsentrasinya berbagai program pembangunan di perkotaan, pada tahun 2013 telah diinisiasi Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) yang diharapkan dapat menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sampai tahun 2015 telah dilakukan fasilitasi melalui Penguatan Kelembagaan dan Kebijakan, fasilitasi Penyusunan RPI2JM Pengembangan Kawasan Perdesaan, Bimtek Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan

Perdesaan, Penguatan Peran Pemangku Kepentingan, Penyusunan Road Map, Pemantauan

Pelaksanaan P2KPB, dan Pembangunan/Pengembangan Fisik yang dominan.

1.4.6 Pembinaan Konstruksi

Sektor konstruksi adalah salah satu sektor andalan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, dan selalu dituntut untuk tetap meningkatkan kontribusinya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, bahwa sejarah kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB terus meningkat dari hanya sebesar 3,9% di tahun 1973 hingga sebesar 9,99% dari PDB tahun 2013 dan memberikan kontribusi lapangan kerja kepada 5,67% dari total angkatan kerja.

Walaupun mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan dan kemajuan bangsa, sektor konstruksi nasional berada pada kondisi yang kurang menggembirakan. Keterbatasan infrastruktur menjadi salah satu penghambat investasi konstruksi di Indonesia - disamping kualitas birokrasi pemerintahan dan pengaturan tenaga kerja untuk mendorong pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu daya saing sektor konstruksi baik produktiftas dan efsiensi maupun kreatiftas dan inovasi masih terbatas. Berbagai indikator daya saing yang berhubungan dengan ketersediaan dan kondisi infrastruktur, baik yang bersifat makro seperti Indeks Daya Saing Global maupun yang bersifat mikro seperti perbandingan keuntungan bersih (net profit) dan nilai penjualan (annual sales) atau nilai penjualan dengan total biaya pegawai kontraktor nasional menunjukkan kinerja produktivitas dan efisiensi yang belum menggembirakan.


(26)

I-10

Melihat strategisnya peran sektor konstruksi bagi perekonomian dan tantangan-tantangan kedepan yang harus dihadapi, pembinaan menjadi kunci utama untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi nasional agar mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri melalui berbagai upaya pembinaan, mulai dari aspek pengat pengaturan, pemberdayaan, sampai dengan pengawasan.

1.4.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

Dalam aspek penyelenggaraan negara, pada era reformasi birokrasi ini, publik beropini bahwa penyelenggara negara melakukan pemborosan, pelayanannya buruk, KKN dan pengawasannya mandul. Selain itu hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada instansi pusat menunjukan adanya upaya anti korupsi dan mekanisme pengaduan masyarakat yang merupakan sub indikator yang nilainya masih rendah dibawah 6.

Namun demikian, kondisi sumber daya manusia Auditor Kementerian PUPR saat ini secara kualitas kompetensinya di bidang pengawasan infrastruktur masih belum sesuai dengan yang diharapkan sehingga diperlukan terobosan diklat keteknikan dan non keteknikan dengan bekerja sama dengan BPKP dan YPIA maupun lembaga lainnya dan sekaligus melakukan

assessment untuk masing-masing bidang. Pengendalian dan pengawasan pada Kementerian Perumahan Rakyat dilakukan secara bersinergi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku pembina penyelenggaraan SPIP yang telah mengembangkan

penerapan SPIP dengan menyusun peta risiko melalui kegiatan penilaian risiko (risk assessment)

di 3 unit kerja, yaitu: Deputi Bidang Pembiayaan, Deputi Bidang Perumahan Swadaya dan Deputi Bidang Pengembangan Kawasan.


(27)

I-11

1.4.8 Dukungan Manajemen, Sarana dan Prasarana

Pada tahun 2014, Kementerian PU berhasil mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) berdasarkan audit atas LK TA 2013. Hal ini menunjukkan ada perbaikan dalam pengelolaan, penatausahaan dan pelaporan kinerja keuangan di Kementerian PU dibandingkan periode-periode sebelumnya. Yang artinya pembinaan, pendampingan dan fasilitasi penatausahaan dan pelaporan keuangan serta penataan BMN cukup berhasil. Sebagai perbandingan, opini hasil audit dari BPK-RI terhadap LK Kementerian PU pada tahun tahun

2009- telah aik dari Dis lai er e jadi Wajar De ga Pe ge ualia WDP , da

tahun 2012 naik e jadi Wajar Ta pa Pe gecualian (WTP) –De ga Paragraf Pe jelasa .

Berdasarkan nilai indeks kepuasan masyarakat terhadap Pelayanan Informasi Publik Kementerian PUPR tahun 2015 sebesar 67,91 yang menunjukkan nilai mutu pelayanan baik (B). Selain itu juga dapat dikatakan bahwa penyebarluasan informasi maupun pelayanan informasi publik sudah termasuk kategori baik dan respon media pun sangat baik dalam memberitakan isu-isu yang berhubungan dengan infrastruktur PUPR.

1.4.9 Sumber Daya Manusia Aparatur

Sumber daya manusia merupakan aset pembangunan yang merupakan subyek yang akan merencanakan, melaksanakan dan mengawasi dan juga sekaligus sebagai objek untuk dikembangkan kapasitasnya. Berdasarkan pengalaman, hingga saat ini perhatian terhadap sumber daya manusia bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat masih sangat kecil apabila dilihat dari segi investasi penganggaran dan kelembagaannya. Investasi pengembangan SDM dalam 5 tahun rata-rata hanya 2 permil dari anggaran pembangunan infrastruktur.

Apabila dilihat dari pencapaian target hanya sebanyak 18% pegawai yang memiliki Kompetensi Sumber Daya Manusia Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sesuai dengan persyaratan jabatan. Sementara itu pengembangan SDM tidak berada dalam satu koordinasi yang utuh mulai dari pengembangan karir, evaluasi kompetensi dan pemantauan kinerja sampai dengan pengembangan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan.

1.4.10 Penelitian dan Pengembangan

Pencapaian kinerja penelitian dan pengembangan pada tahun 2015 antara lain: (1) Menghasilkan teknologi litbang yang termanfaatkan sebanyak 26 teknologi, dan 12 rekomendasi yang termanfaatkan. Rincian output yang telah tercapai antara lain 141 komponen teknologi, 36 proseding DSP, 1 model dukungan NCID, 1 dokumen penerapan standar, 8 naskah kebijakan, 45 dokumen rekomendasi teknis, 55 naskah R-3, 14 laporan layanan pengujian laboratorium, 19 rekomendasi kebijakan, 1 dokumen R-3 yang ditetapkan, dan 1 dokumen Pembinaan Laboratorium Pusat Litbang dan Daerah.


(28)

I-12

1.5

Isu Strategis

Secara umum potensi dan permasalahan yang terkait dengan penyelenggaraan pembangunan bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat diantaranya meliputi: pertama, pembangunan infrastruktur dipandang dapat memberikan kontribusi langsung terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengentasan kemiskinan jika dilakukan secara sistemik. Sebagai ilustrasi, persentase penduduk miskin dapat diturunkan hingga 11,37% (2013), walaupun Indeks Gini perlu mendapatkan perhatian, mengingat perbedaan masih relatif lebar yaitu menunjuk pada angka 0,413 pada tahun 2013. Kedua, pertumbuhan penduduk Indonesia yang akan terus meningkat yaitu mencapai 271 juta jiwa di tahun 2020, McKinsey memprediksi bahwa jumlah

penduduk Indonesia yang masuk kategori consu ing class akan meningkat ke angka 85 juta

jiwa pada tahun 2020 sebagai golongan menengah. Hal ini berimplikasi terhadap tuntutan pelayanan publik yang jauh lebih baik. Disamping itu, pertumbuhan penduduk juga berpengaruh terhadap eksploitasi sumber daya alam yang cenderung tidak terkendali, dan pada ahirnya dapat menurunkan daya dukung. Ketiga, arus urbanisasi yang tinggi diikuti dengan berbagai persoalan klasik perkotaan, seperti: kemacetan, kekumuhan, banjir, degradasi kualitas lingkungan (udara dan air), minimnya ruang terbuka hijau, kurangnya air bersih, kesenjangan pendapatan, meningkatnya sektor informal, dan terjadinya perkembangan perkotaan

horizontal (urban sprawl). Sebagai ilustrasi, dalam kurun 4 dekade terakhir (1970 – 2010) telah

terjadi kenaikan populasi perkotaan di Indonesia sebanyak 6 kali lipat yang membawa implikasi pada belum terpenuhinya berbagai tuntutan kebutuhan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat, padahal perkotaan merupakan mesin pertumbuhan dan ujung tombak daya saing. Keempat, perubahan iklim yang terjadi saat ini juga mengancam kehidupan. Sebagai contoh, perkotaan khususnya kota-kota di kawasan pesisir terancam rob akibat fenomena kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah seperti di Jakarta dan Semarang. Hal ini terutama disebabkan juga oleh pengambilan air tanah secara berlebihan.Kelima, secara

geografis I do esia terletak di kawasa ri g of fre ya g e iliki a yak gu u g api ya g


(29)

I-13

lempeng tektonik dunia yang menyebabkan tingginya tingkat kejadian gempa bumi. Sebagai contoh, pada tahun 2012 terjadi 363 gempa di atas 5 skala Richter. Hal ini berpengaruh terhadap perencanaan, pelaksanaan, operasionalisasi serta pemeliharaan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Keenam, kesenjangan wilayah timur dan barat, Bappenas 2012 mencatat fakta bahwa beberapa wilayah bahkan bertumbuh di atas pertumbuhan rata-rata nasional. Sementara itu, KTI yang begitu kaya akan sumber daya alam, kelautan, mineral, dan hutan selama puluhan tahun hanya menyumbang 18% dari perekonomian nasional. Hal ini bisa diakibatkan wilayah di bagian timur Indonesia sangat kurang pembangunan infrastrukturnya. Ketujuh, pengendalian pembangunan belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang, sehingga berimplikasi pada kerusakan alam. Sebagai contoh, terjadinya sedimentasi pada badan-badan air, terjadinya longsor, dan daya tampung reservoir yang menurun secara signifkan.

Kedelapan, permasalahan utama di bidang maritim adalah kurang terpadunya perencanaan pembangunan infrastruktur perhubungan laut dan penyeberangan, maupun pengembangan kota pesisir dengan pembangunan infrastruktur PUPR, terutama jalan dan sumber daya air. Kesembilan, sinergi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang tercermin pada pola pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan. Sinergi tersebut masih perlu terus dilakukan perbaikan dan penataan yang intensif mengingat infrastruktur merupakan urusan pemerintahan yang bersifat concurrent (dilaksanakan bersama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah) sesuai dengan batasan kewenangan pusat dan daerah. Sebagai ilustrasi, kemampuan Pemda, terutama dalam aspek pendanaan untuk melakukan operasi dan pemeliharaan infrastruktur serta komitmen (political will) masih harus ditingkatkan. Terkait hal ini, berdasarkan data Kementerian Keuangan pada tahun 2010 dari seluruh kabupaten dan kota, realisasi belanja untuk urusan Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang hanya mencapai rata-rata 14,24 persen dari seluruh total belanja Pemerintah Daerah, dan pada tahun 2012 justru menurun hanya mencapai 13,95 persen, bahkan 38,57 persen diantaranya di bawah 10 persen.

1.5.1 Pengelolaan Sumber Daya Air

Potensi sumber air Indonesia sangat besar yaitu 3.9 triliun m3 namun yang dimanfaatkan baru

mencapai ± 13,8 milyar m3 atau ± 58 m3 perkapita yang dapat dikelola melalui reservoir. Angka

ini jauh lebih rendah dari Thailand 1.277 m3 perkapita dan satu tingkat di atas Ethiopia (38

m3/Kapita).

Dalam aspek ketahanan energi, tahun 2019 diperkirakan kebutuhan tenaga listrik di Indonesia mencapai 298 GWh (Sumber: RUKN 2010-2029). Total kapasitas terpasang pembangkit nasional hingga Juni 2012 adalah sebesar 40.438 MW, yang mana 4.655 MW diantaranya terdiri


(30)

I-14

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA, PLTM dan PLTMH). Untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional dalam rangka ketahanan energi tersebut, beberapa waduk direncanakan akan dikembangkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), diantaranya: Waduk Karian, Jatigede, Jatibarang, Bajulmati, Bendo, Lolak, Kuwil, Karalloe, Tugu, Titab, Marangkayu.

Selanjutnya, kontribusi sektor irigasi terhadap produksi padi relatif besar, pada tahun 2015 peningkatan layanan jaringan irigasi sebesar 182.017 H yang akan lebih meningkatkan kontribusi irigasi terhadap produksi padi tersebut.

Namun demikian, ke depan masih terdapat permasalahan-permasalahan seperti: pertama, dampak negatif perubahan iklim terhadap ketersediaan dan kualitas sumber daya air yang terjadi diantaranya karena dinamika masyarakat. Dengan demikian, perlu adanya upaya mitigasi dan adaptasi. Perubahan iklim global yang disebabkan emisi gas rumah kaca juga telah mengubah pola dan intensitas hujan dan menaikan permukaan laut sehingga meningkatkan

kerawanan kekeringan dan banjir. Kedua, masih terjadinya kerusakan pada catchment area,

perubahan pola hujan, erosi dan sedimentasi sangat tinggi, peningkatan kejadian banjir dan kekeringan, tingginya pencemaran dan rendahnya kualitas air, serta dampak perubahan iklim yang memerlukan mitigasi dan adaptasi. Sebagai ilustrasi, pengaruh perubahan iklim, seperti peningkatan muka air laut akan membawa perubahan pada garis pantai yang akan menimbulkan masalah dalam kaitannya dengan perlindungan sarana dan prasarana sepanjang pantai dan batas wilayah Negara. Ketiga, jaringan irigasi masih mengalami kerusakan, sehingga perlu optimalisasi penurunan daerah irigasi dalam kondisi rusak kewenangan Pemerintah Pusat dan dorongan kepada daerah untuk menurunkan daerah irigasi dalam kondisi rusak kewenangan Pemerintah Daerah. Keempat, pembangunan waduk dan embung sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber-sumber air masih menghadapi banyak hambatan, terutama disamping anggaran juga terkait dengan penanganan dampak sosial dan pengadaan tanah.

1.5.2 Penyelenggaraan Jalan

Kualitas infrastruktur jalan di Indonesia dalam mendukung konektivitas dan daya saing saat ini berada pada tren yang cukup positif. Berdasarkan penilaian Global Competitiveness Index (GCI), kualitas infrastruktur jalan menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Infrastruktur jalan mengalami peningkatan dari nilai 3,4 pada tahun 2012-2013 menjadi 3,7 pada tahun 2013-2014 dan berada pada urutan ke 78 dari 148 negara. Perlu adanya terobosan dalam pelaksanaan penyelenggaraan jalan untuk menjaga tren positif tersebut.

Lebih lanjut kualitas infrastruktur jalan juga berdampak pada kinerja logistik nasional. Sebanyak 82% logistik nasional masih menggunakan moda transportasi jalan darat, maka perbaikan kualitas infrastruktur jalan darat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi nasional. Demi


(31)

I-15

meningkatkan kinerja logistik nasional, telah ditetapkan tahapan penguatan sistem logistik nasional 2011-2025. Pada akhir periode 2015-2020 biaya logistik nasional direncanakan turun 4% dari tahun 2015.

Sumber: Sislognas, 2012

Gambar 1.2. Tahap Penguatan Sistem Logistik Nasional 2011-2025

Dalam rangka peningkatan kualitas infrastruktur jalan untuk mendukung penguatan Sistem Logistik Nasional, terdapat isu strategis terkait program penyelenggaraan jalan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR, antara lain:

1) Dukungan Global dan Regional terhadap Pembangunan Jalan

Dalam rangka memperkuat kerjasama ASEAN, pada tahun 2015 negara anggota ASEAN sepakat untuk mewujudkan ASEAN Community dengan 3 (tiga) pilar yaitu: (i) Komunitas Politik-Keamanan ASEAN; (ii) Komunitas Ekonomi ASEAN; dan (iii) Komunitas Sosial-Budaya ASEAN. Dalam konteks ini, konektivitas merupakan salah satu aspek terpenting dalam rangka mewujudkan visi dari Komunitas ASEAN tersebut, yang diterjemahkan dalam bentuk proyek

Trans Asia – ASEAN highways.

Disamping kerjasama pada tingkat ASEAN, kerjasama pada skala yang lebih sempit yang tidak kalah pentingnya bagi Indonesia adalah antara Indonesia, Malaysia dan Thailand yang dikenal sebagai Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA). Ditinjau dari perspektif transportasi, kerjasama ini pada dasarnya berupaya untuk meningkatkan konektivitas antar negara-negara yang menjadi anggotanya khususnya terkait dengan infrastruktur jalan. Hal ini diwujudkan dengan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek pengembangan jalan pada wilayah-wilayah yang menjadi bagian dari koridor yang dikembangkan.


(32)

I-16

Gambar 1.3. Lima Koridor Ekonomi IMT-GT

Lima koridor ekonomi IMT-GT terdiri atas koridor Songkhla – Penang – Medan, Selat Malaka,

Banda Aceh – Medan – Pekanbaru – Palembang, Melaka – Dumai dan Ranong – Phuket – Aceh.

Dukungan Ditjen Bina Marga pada kelima koridor ini terutama pada pengembangan Jalan Tol Trans Sumatera guna meningkatkan konektivitas bagian utara dan selatan Pulau Sumatera. Sama halnya dengan IMT-GT, tiga koridor ekonomi prioritas dicanangkan guna mendukung

interaksi mobilitas lintas batas antar negara anggota BIMP EAGA yaitu West Borneo Economic

Corridor, East Borneo Economic Corridor, dan Greater Sulu Sulawesi Corridor. Dukungan Ditjen Bina Marga pada ketiga koridor ekonomi tersebut terutama difokuskan pada peningkatan

kualitas jalan perbatasan Tanjung Selor, ruas jalan Tayan – Serawak, dan pembangunan jalan tol


(33)

I-17

2) Peningkatan Konektivitas Nasional

Potensi pembangunan infrastruktur jalan masih sangat tinggi karena Indonesia masih

membutuhkan jaringan konektivitas transportasi yang handal. Tumbuhnya pusat – pusat

pertumbuhan ekonomi baru memerlukan konektivitas yang memadai untuk mengoptimalkan

potensi masing – masing kawasan serta mempermudah pemerataan kesejahteraan.

Infrastruktur jalan membuka koridor-koridor ekonomi dan menghubungkan berbagai pusat kegiatan ekonomi dan logistik nasional sehingga pembangunan infrastruktur jalan selalu menjadi prioritas pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Pembangunan jaringan jalan nasional harus menyatukan dan menghubungkan berbagai titik Kawasan Ekonomi Nasional, Kawasan Ekonomi Wilayah dan Kawasan Ekonomi Lokal sehingga arus bahan baku, bahan jadi, dan hasil produksi dapat dengan mudah menjangkau lokasi terminal, bandara maupun dermaga sebagai kelanjutan sistem logistik nasional.

Hingga akhir tahun 2015, Indonesia masih dihadapkan pada tantangan peningkatan konektivitas nasional. Pembangunan jalan masih terfokus pada kawasan Barat. Sedangkan pusat-pusat ekonomi di kawasan Indonesia Timur masih belum seluruhnya terhubung. Pembangunan jalan perlu difokuskan untuk mendorong pertumbuhan di kawasan Indonesia Timur, dengan memberi dukungan dan layanan jalan terhadap pusat ekonomi sehingga dapat meningkatkan interaksi ekonomi antar wilayah.

Selain itu, aksesibilitas untuk kawasan terisolir, perbatasan dan terluar juga menjadi salah satu isu yang strategis terkait Negara Kesatuan Republik Indonesia. Infrastruktur jalan mampu memfasilitasi pemerataan pembangunan, membuka akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan dan fasilitas sosial lain seperti pasar, administrasi pemerintahan serta penyeimbang ekonomi untuk daerah perbatasan.

3) Kemantapan Jalan Nasional dan Jalan Daerah

Kemantapan jalan merupakan kunci dalam menjamin kelancaran mobilitas orang dan barang yang akan berpengaruh terhadap efisiensi waktu dan biaya, kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan. Kondisi jalan nasional di Indonesia saat ini cukup baik dengan kemantapan 94%. Meskipun begitu, perlu sedikit upaya agar mencapai 98% mantap pada tahun 2019. Disamping itu, diperlukan pemeliharaan secara berkala agar kemantapan jalan nasional tetap terjaga. Akan tetapi, kondisi ini belum dirasakan pada jalan daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Jalan merupakan sebuah sistem jaringan yang terstruktur dan terintegrasi satu sama lain. Kemantapan jalan daerah penting untuk mendukung fungsi jalan nasional dengan menghubungkan daerah-daerah Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan daerah Pusat Kegiatan Nasional (PKN).


(34)

I-18

Antisipasi kerusakan jalan sudah harus dipertimbangkan pada saat perencanaan dan konstruksi. Pembangunan jalan baru harus mempertimbangkan umur rencana (design life) yang lebih lama serta mampu menahan beban dan pengaruh cuaca. Design life jalan selama ini relatif pendek, yaitu hanya pada kisaran 10 tahun. Antisipasi sejak masa konstruksi dapat mengurangi resiko kerusakan jalan dalam jangka pendek. Kegiatan perbaikan jalan yang dilakukan terus menerus akibat rusaknya jalan dalam jangka waktu pendek akan memakan biaya yang lebih besar sehingga antisipasi terhadap kerusakan jalan sejak proses konstruksi dapat menghemat biaya perawatan jalan.

4) Pembangunan Jalan Berwawasan Lingkungan

Proses konstruksi jalan merupakan salah satu sumber polusi. Omri Dahlan dan Alex Goykham

dala artikel ya The Importance of Green Roads mengatakan bahwa pembangunan 1 mil

jalan akan menghasilkan polusi sebesar 1.200 ton, setara dengan polusi dari 210 mobil dalam setahun. Oleh karena itu, pembangunan jalan harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan. Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Jalan pasal 5 sudah

e gisyaratka agar pe a gu a jala I do esia e jadi lebih ramah lingkungan.

Salah satu upaya pembangunan jalan yang berwawasan lingkungan adalah menerapkan konsep

Green Roads atau jala ra ah li gku ga ya g memperhatikan tiga aspek yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Konteks green road ini mencakup tahap pembiayaan, perencanaan, desain, konstruksi, dan pemeliharaan jalan, serta penanganan dampak perubahan iklim. Dalam

pembangunan green roads dikenal beberapa prinsip penting yaitu meminimalkan pemanfaatan

energi dan air, mengurangi penggunaan sumber daya alam tak terbarukan, desain dan material yang meminimalkan dampak lingkungan akibat pembangunan dan pengoperasian jalan (polusi udara, suara, getaran, dan limbah), serta lansekap jalan membaur dengan lingkungan sekitar. Saat ini telah banyak dikembangkan teknologi pembangunan jalan seperti alat berat, teknik desain, material bahkan teknologi kelengkapan jalan seperti dinding peredam kebisingan, teknologi pembatas jalan, dan lain-lain. Puslitbang Jalan dan Jembatan telah mengembangkan

teknologi yang berkaitan dengan kriteria green roads. Namun pada kenyataannya, penerapan

teknologi masih sangat minim dilakukan. Yang seharusnya dilakukan adalah mendorong penerapannya dalam pembangunan jalan di Indonesia, selain untuk pelestarian lingkungan, teknologi-teknologi tersebut diciptakan untuk meningkatkan kualitas infrastruktur jalan serta meningkatkan keselamatan pengendara.


(35)

I-19

1.5.3 Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman

Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat melalui penyediaan akses air minum sebesar 100%, terwujudnya kota tanpa pemukiman kumuh, serta pemenuhan sanitasi layak, pada tahun 2020.

Selain itu, pengembangan permukiman tidak sekedar sebagai pendukung sarana kebutuhan kehidupan, tetapi merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, menampakkan jati diri, memberikan kontribusi terhadap

peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan karena memiliki multiplier effect

terhadap pertumbuhan ekonomi dan wilayah, peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), serta penciptaan lapangan kerja.

Peran dan partisipasi aktif dari Pemerintah Daerah dalam hal pendataan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, masih bisa dioptimalkan. Sebagai contoh, dukungan Pemerintah Daerah dalam pembangunan khususnya sarana dan prasarana dasar terkait pembebasan tanah sangat besar, sehingga berpotensi untuk diberdayakan dan ditingkatkan dalam kerangka sinergi pusat daerah.

Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan, seperti 70% emisi gas

rumah kaca berasal dari kawasan perkotaan, salah satunya berasal TPA Open Dumping yang

menghasilkan gas metana (CH4). Bangunan gedung menggunakan 40% dari energi global, dan menghasilkan emisi pada tahap konstruksi dan operasi.

Selain itu, dalam aspek akses air minum, masih perlunya peningkatan cakupan layanan yang saat ini secara nasional sekitar 70 persen, penurunan kehilangan air, peningkatan kualitas air

minum, optimalisasi potensi pendanaan swasta, penerapan tarif full cost recovery; optimalisasi

penerapan Good Corporate Governance; peningkatan kualitas dan kuantitas air baku,

optimalisasi potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengembangan SPAM serta pengembangan teknologi pengolahan air.

Selanjutnya terkait sanitasi, tantangan/permasalahan antara lain: (1) cakupan layanan sanitasi nasional saat ini masih rendah yaitu sekitar 59,7 persen; (2) belum seluruh masyarakat dapat menikmati akses sanitasi yang layak (sekitar 70 juta jiwa penduduk Indonesia buang air besar sembarangan); (3) rendahnya kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat; daerah belum memiliki dokumen perencanaan sanitasi berkualitas; (4) perlunya peningkatan peran daerah terkait pengelolaan sanitasi; (5) kesulitan penyediaan lahan yang layak dan sesuai dengan ketentuan teknis pembangunan infrastruktur; dan (6) perlunya peningkatan manajemen aset.


(36)

I-20

Dalam penanganan permukiman kumuh ada beberapa tantangan/permasalahan antara lain; (1) hasil identifikasi kawasan kumuh pada tahun 2015 mencapai 35.003 Ha; (2) perlunya peningkatan peran daerah dalam pengentasan kawasan kumuh, saat ini sekitar 53 persen belum memiliki Perda bangunan gedung; dan (3) peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah tidak layak huni belum seluruhnya didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, sehingga memicu meluasnya permukiman kumuh.

1.5.4 Pembiayaan Perumahan

Beberapa peluang untuk pembiayaan perumahan antara lain: (1) sumber-sumber pembiayaan yang dapat digalang dan dimanfaatkan melalui pelembagaan yang terintegrasi masih terbuka (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, Tabungan Perumahan, Dana Jangka Panjang); (2) Bank BTN sebagai bank untuk pembiayaan perumahan; (3) Lembaga Keuangan Bank/ Lembaga

Keuangan Bukan Bank (Koperasi/ Multifinance); (4) PT. SMF sebagai lembaga pembiayaan

sekunder perumahan; (5) penerapan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) pembiayaan perumahan; (6) pemanfaatan sumber dana di luar APBN/APBD; dan (7) perumahan menjadi urusan wajib pemerintahan provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten.

Namun demikian terdapat beberapa permasalahan diantaranya adalah: (1) masih terbatasnya bantuan pembiayaan perumahan bagi MBR untuk memiliki Rumah Sejahtera, termasuk masih

terbatasnya skema/pola bantuan pembiayaan perumahan (availability) bagi masyarakat

berpenghasilan rendah; (2) masih rendahnya daya beli atau kemampuan (affordability) MBR

pada sektor perumahan, baik untuk membeli rumah yang disediakan oleh pengembang maupun untuk meningkatkan kualitas rumah yang sudah tidak layak huni; (3) relatif masih

terbatasnya akses MBR ke lembaga keuangan untuk mendapatkan KPR (accessibility); dan 4)

terjadinya mismatch dalam pembiayaan perumahan, akibat relatif sedikitnya ketersediaan dana


(37)

I-21

1.5.5 Penyediaan Perumahan

Peran dan partisipasi aktif Pemerintah Daerah dalam hal penyediaan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah sangat penting. Peran tersebut, yang meliputi pendataan, perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, perlu dioptimalkan. Sebagai contoh, pemerintah daerah perlu memberikan dukungan dalam bentuk kesiapan sarana dan prasarana serta pembebasan tanah bagi pembangunan perumahan. Dukungan Pemerintah Daerah tersebut perlu ditingkatkan dalam kerangka sinergi pusat dan daerah.

Di samping Pemerintah Daerah, pelaku yang juga perlu diberdayakan adalah masyarakat dan dunia usaha, termasuk BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur perumahan dan kawasan permukiman yang selama ini belum didorong secara maksimal. Peran dunia usaha seharusnya dikembalikan sebagai investor yang efektif dan sebagai generator pengembangan kawasan. BUMN harus didorong untuk dapat melaksanakan pelayanan kepada masyarakat sekaligus membantu Pemerintah untuk menyelesaikan target-target yang telah ditetapkan. Sedangkan masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah, perlu diberdayakan secara terorganisir dan ditempatkan sebagai aktor penting pembangunan.

Disisi lain, terdapat tantangan dan permasalahan yaitu; (1) dukungan kebijakan bidang perumahan dan kawasan permukiman belum memadai; (2 koordinasi dan kelembagaan pembangunan perumahan kurang optimal; (3) peran kontrol Pemerintah terhadap harga lahan dan harga perumahan belum optimal; (4) efisiensi proses dan mahalnya biaya perizinan untuk pembangunan perumahan kurang maksimal; (5) terbatasnya dan mahalnya harga bahan bangunan untuk pembangunan perumahan; (6) pengawasan dan pengendalian dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan masih kurang maksimal; (7) masih tingginya

backlog kepemilikan rumah; dan (8) pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk pembangunan perumahan perlu dikembangkan.

Kementerian PUPR memiliki tanggung jawab cukup besar untuk menyediakan tempat tinggal yang layak huni sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 28H bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan. Hingga saat ini, masih terdapat backlog

kepenghunian rumah sebesar 7,5 juta. Sementara setiap tahun kebutuhan rumah rata-rata adalah 800 ribu unit berdasarkan asumsi bahwa setiap pasangan menikah akan membutuhkan satu rumah. Jika hanya melalui penyediaan program pemerintah maka hanya akan tercukupi kebutuhan 400 ribu unit per tahun. Untuk itu, perlu dilakukan program Pembangunan Sejuta


(38)

I-22

1.5.6 Pembinaan Konstruksi Nasional

Jasa konstruksi dikenal sebagai kegiatan yang sangat terfragmentasi. Fragmentasi vertikal terjadi dalam rantai produksi antara produsen material, pemasok, manufaktur, kontraktor spesialis, dan kontraktor general, sementara fragmentasi horizontal terjadi dalam siklus proyek yaitu gagasan, konseptual desain, studi kelayakan, perencanaan detail, pengadaan, konstruksi, penyerahan pekerjaan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi.

Selain itu, rendahnya mutu masih mewarnai penyelenggaraan konstruksi di Indonesia. Di bidang jalan misalnya, terjadi kerusakan struktural jalan sebelum umur rencana berakhir. Kegagalan konstruksi juga masih terjadi dalam pengelolaan bendung dan jembatan, contohnya runtuhnya Bendung Situ Gintung tahun 2009 dan Jembatan Kutai Kartanegara pada tahun 2011. Walaupun terdapat beberapa kontraktor nasional terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mempunyai kemampuan tinggi, daya saing kontraktor nasional secara umum masih rendah. BUJK didominasi oleh BUJK generalis sehingga kemitraan antar kualifikasi dan klasifikasi belum terwujud.

Lemahnya kemampuan tenaga ahli dan konsultan nasional di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat juga sangat dirasakan. Pada saat ini hanya terdapat beberapa konsultan nasional yang bereputasi tinggi dan umumnya tidak bekerja di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Luputnya perhatian pemerintah dan terbatasnya kemampuan asosiasi

profesi mengawal billing rate tenaga ahli yang pantas berakibat langsung pada kemampuan

perusahaan konsultan untuk mempertahankan dan membina tenaga ahli serta mengembangkan usahaserta terjadinya praktek-prakter yang kurang professional.

Mutu sumber daya manusia sektor konstruksi tidak kurang memprihatinkan. Dari 6,9 juta pekerja, 60% adalah tenaga kasar, 30% tenaga terampil, dan hanya 10% tenaga ahli. Dari total tenaga kerja tersebut, kurang dari 10% yang telah bersertifikat.

1.5.7 Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

Saat ini terdapat tuntutan masyarakat untuk menghapuskan praktik KKN yang telah berlangsung lama, membuat pemerintah bertekad untuk melakukan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di segala bidang pemerintahan agar tercipta pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Penghapusan KKN tersebut apabila terpenuhi maka akan berpotensi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Selain itu adanya keinginan mengurangi kebocoran, meningkatkan kualitas infrastruktur, dan mengayomi pelaksana yang telah bekerja dengan baik dan benar. Juga adanya dukungan Sistem Akuntansi dan IT Based System dalam mendukung pengawasan dan pengendalian di lingkungan Kementerian PU.


(39)

I-23

Beberapa tantangan dan permasalahan dalam aspek pengendalian dan pengawasan, diantaranya; (1) pembangunan sarana dan prasarana bidang PU dan perumahan rakyat perlu untuk menerapkan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; (2) koordinasi penyelenggaraan infrastruktur oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah masih lemah yang berdampak pada ketidakjelasan status aset; (3) belum maksimalnya pelaporan gratifikasi sebagai tindak lanjut atas komitmen penerapan gratifikasi; dan (4) perlunya seluruh unit kerja menerapkan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) melalui Manajemen Resiko sesuai Instruksi Menteri PU No. 2/IN/M/2011.

1.5.8 Pengembangan Infrastruktur Wilayah

Pembangunan infrastruktur memiliki kontribusi yang besar dalam mewujudkan pemenuhan hak dasar rakyat, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan daya saing global. Dalam hal ini, pembangunan infrastruktur bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat (PUPR) memiliki kontribusi besar dalam pembangunan wilayah karena menjadi tulang punggung dari suatu wilayah. Oleh karena itu, aktualisasi dari pembangunan infrastruktur PUPR harus menjadi pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan selalu memperhatikan daya dukung agar hasil pembangunan dapat dimanfaatkan olehgenerasi sekarang dan diwariskan pada generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan menjadi dasar keterpaduan pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah.

Pembangunan infrastruktur bidang PUPR perlu diarahkan untuk mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi wilayahdan bersinergi dengan kelestarian lingkungan. Pembangunan infrastruktur merupakan pemicu terciptanya pusat-pusat pertumbuhan baru. Kota-kota atau pusat permukiman baru dapat menjadi penyeimbang pertumbuhan ekonomi wilayah dan mengurangi disparitas antarwilayah. Selain itu, pembangunan infrastruktur diarahkan untuk mengurangi laju urbanisasi, meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat, serta menjaga stabilitas dan kesatuan nasional. Untuk dapat memenuhi hal tersebut, pembangunan bidang PUPR harus berlandaskan pada pendekatan pengembangan wilayah secara terpadu oleh seluruh sektor. Poin penting dari keterpaduan tersebut adalah adanya sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang juga melibatkan badan usaha dan masyarakat. Sinergi tersebut juga perlu mengacu kepada aktivitas ekonomi, sosial, keberlanjutan lingkungan hidup, potensi wilayah dan kearifan lokal, dan rencana tata ruang wilayah, atau dengan kata lain pembangunan wilayah.

Meskipun keterpaduan sektor-sektor di bawah Kementerian PUPR maupun di luar Kementerian PUPR telah tertuang dalam Rencana-rencana Strategis sebelumnya, tetapi perencanaan belum terpadu terhadap pengembangan wilayah. Parameter penyaringan program masih didasarkan pada kriteria kesiapan pembangunan masing-masing sektor. Selain itu, penganggarannya pun


(40)

I-24

masih dengan kriteria sektor. Perencanaan, pemrograman, dan penganggaran pembangunan belum spesifik kepada keterpaduan pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah antarsektor, antardaerah, dan antarpemerintahan. Konsekuensinya, capaian secara spesifik belum dapat disajikan. Kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur PUPR sebelumnya masih belum terpadu dengan pengembangan wilayah yang memperhatikan rencana tata ruang.

Isu pengentasan kemiskinan dan rendahnya laju pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh dikotomi dan disparitas antara Kawasan Barat Indonesi (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) merupakan kendala yang masih harus dihadapi dalam mewujudkan target-target nasional. Salah satu penyebabnya adalah intervensi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan jaringan transportasi lebih besar di Kawasan Barat Indonesia (Jawa, Sumatera, dan Bali) dibandingkan KawasanTimur Indonesia. Akibatnya, disparitas pembangunan infrastruktur sangat besar. Kontribusi Kawasan Barat Indonesia terhadap PDB nasional lebih besar daripada Kawasan Timur Indonesia yang kayasumber daya alam, laut, dan mineral. Selain itu, penyelengaraan pembangunan infrastruktur PUPR juga menghadapi beberapa tantangan terutama dalam menyeimbangkan pertumbuhan dan pembangunan.

Pengukuran kinerja keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah pada perwakilan kawasan dari 35 Wilayah Pengembangan Strategis (WPS) telah mulai dilakukan untuk menentukan dasar pengukuran kinerja berkala setiap tahun. Dalam pengukuran tersebut, beberapa kendala ditemui dan akan terus diperbaiki. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa keterpaduan infrastruktur baik di dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS masih rendah. Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan mengombinasikan faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupasumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya teknologi. Sementara, faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan interaksinya dengan wilayah lain. Konsep pengembangan wilayah dapat memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pengembangan wilayahmemberikan kemudahan prasarana dan pelayanan logistik serta menciptakan pusat-pusat produksi. Sedangkan dalam konteks jangka panjang, pengembangan wilayah dapat mendorong pemanfaatanpotensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal. Lebih lanjut, pengembangan wilayah mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala pembangunan di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.

Potensi dan keunggulan kawasan dapat memberikan nilai tambah dan kapasitas produksi unggulan di kawasan. Pemberdayaan masyarakat, yang berpotensi mendorong akselerasi investasi industri melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan kawasan penyangga, dapat lebih memperoleh dukungan. Selama ini, masyarakat petani, nelayan, peternak, pengrajin kesulitan memasarkan produknya serta kuantitas produk relatif rendah.


(41)

I-25

Namun demikian, masih terdapat permasalahan yang mengemuka pada konsep pengembangan wilayah, di antaranya:

1) Kebijakan, peraturan, standar dan manual dalam perencanaan, pemrograman dan

penganggaran pembangunan infrastruktur bidang PUPR dengan pengembangan wilayah masih belum terpadu dan sinergis dengan mempertimbangkan aktivitas ekonomi, sosial dan keberlanjutan lingkungan serta kearifan lokal sebagai keunggulan kompetitif;

2) Kepadatan penduduk di Pulau Jawa-Bali merupakan yang tertinggi dengan kepadatan

rata-rata diatas 500 Jiwa/Km2;

3) Secara spasial, wilayah dengan proporsi penduduk miskin yang tinggi terdapat di wilayah

Papua dan Nusa Tenggara (diatas 30%) sementara terendah di Kalimantan (dibawah 10%);

4) Distribusi ekonomi wilayah Jawa dan Bali mendominasi hingga mencapi 58,8% terhadap

nasional, Sumatera 23%, dan Kalimantan 9,3% sisanya kurang dari 10%;

5) Keterpaduan antarprogram/antarsektor yang berbeda sumber pendanaan masih belum

optimal;

6) Minimnya akses serta anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk

pembangunan pada kawasan yang baru bertumbuh terutama pada kawasan perbatasan/terpencil/tertinggal;

7) Belum efektifnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai basis pembangunan wilayah;

8) Belum ada penetapan kawasan yang akan dikembangkan dan dukungan fungsi yang

dibutuhkan dikaitkan dengan daya dukung, daya tampung, dan lingkungan fisik pendukung fungsi;

9) Belum terbangunnya sistem pendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi kawasan baik

industri maupun perdagangan yang berbasis potensi sumber daya kawasan serta pemberdayaan masyarakat;

10) Belum terpadunya pengelolaan dan pembangunan kawasan baik dalam perencanaan,

pemrograman, penganggaran, dan pelaksanaan pembangunan;

11) Kurangnya dukungan lintas sektor, lintas daerah, dan lintas pemerintahan terkait

kompleksitas kawasan dari berbagai dimensi baik sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan; dan

12) Kesenjangan antara wilayah perkotaan dan perdesaan yang tinggi dengan indikasi hampir

seluruh fasilitas terakumulasi di kawasan perkotaan, sehingga cenderung menimbulkan arus urbanisasi.


(42)

I-26

1.5.9 Penelitian dan Pengembangan

Pada periode 2015-2019, Badan Litbang PUPR dituntut untuk meningkatkan kinerja dari lima tahun sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa karya-karya yang dihasilkan, baik dari segi kuantitas, maupun kualitas, harus lebih baik dari sebelumnya. Untuk mendukung pencapaian target tersebut dibutuhkan peningkatan kualitas kelembagaan, ketatalaksanaan, dan manajemen sumber daya litbang untuk acuan perencanaan strategis kedepan. Dalam rangka mendukung terciptanya mutu penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang andal, Badan Litbang PUPR telah diarahkan untuk berperan sebagai the

technostructure atau scientific backbone, yaitu memberikan saran dan masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan Kementerian. Beberapa kegiatan litbang yang menonjol meliputi layanan konsultasi pada kasus-kasus strategis dan kegiatan advis teknis yang dilakukan kepada pemerintah daerah maupun kepada direktorat jenderal terkait. Kegiatan prioritas lainnya adalah melakukan pembinaan aparat pelaksana di daerah terkait dengan standar yang diperlukan, baik melalui TOT, maupun upaya pemenuhan permintaan advis teknis, dan pendampingan teknis yang semakin bertambah. Sebagai pelopor di bidang penelitian dan pengembangan teknologi, Badan Litbang berperan dalam mencari terobosan-terobosan baru dalam pengembangan teknologi untuk diaplikasikan dalam pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat. Badan Litbang secara tidak langsung berperan dalam mengedukasi masyarakat agar mampu menjaga infrastruktur terbangun dengan cara, antara lain melakukan pelatihan kepada masyarakat dalam mencari modul pembangunan partisipatif, pelatihan terhadap tenaga-tenaga laboran di laboratorium daerah, dan perkuatan SDM ke-litbang-an. Tersedianya pilihan IPTEK siap pakai, peningkatan akses pemangku kepentingan terhadap keberadaannya, serta layanan administrasi dan manajemen untuk meningkatkan kualitas layanan publik merupakan faktor-faktor penentu keberhasilan pemberian dukungan Badan Litbang PUPR terhadap penyediaan infrastruktur berkualitas. Ketidakmerataan atau disparitas ketersediaan infrastruktur kawasan/wilayah, penurunan kualitas lingkungan permukiman, kekuranghandalan jaringan infrastruktur, dan faktor kesiapan masyarakat untuk menerima dan mengelola infrastruktur PUPR, menjadi tantangan pengembangan inovasi IPTEK PUPR di masa datang.

Tantangan penelitian dan pengembangan serta penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (Litbangrap IPTEK) bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ke depan berhubungan dengan aspek-aspek antara lain: 1) Kualitas perencanaan pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rayat, dan pengendalian pemanfaatan ruang bagi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan (termasuk adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim); 2) Keandalan sistem (jaringan) infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, ketahanan pangan, dan daya saing; 3) Kualitas lingkungan permukiman dan cakupan pelayanan (dasar) infrastruktur pekerjaan umum dan


(43)

I-27

permukiman untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; 4) Pembangunan kawasan strategis, wilayah tertinggal dan perbatasan, dan penanganan kawasan rawan bencana untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah; dan 5) Optimalisasi peran (koordinasi, sistem informasi, data, SDM, kelembagaan dan administrasi) dan akuntabilitas kinerja aparatur untuk meningkatkan efektivitas dan efesiensi pelayanan publik infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman.

Berdasarkan aspek aspek litbang tersebut, maka tantangan dan isu-isu strategis pelaksanaan kegiatan Litbangrap IPTEK lima tahun kedepan adalah sebagai berikut:

1)Tantangan bidang Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Litbangrap) IPTEK

Menyediakan IPTEK siap pakai untuk (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap bencana, (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi, (iii) mengurangi kelangkaan air baku, (iv) memperbaiki kualitas air baku, (v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan), (vii) meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana dasar (aplikasi UU Permukiman, UU Sampah), (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;

2)Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di

bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain.

3)Memperluas simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi bangunan dan

rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi, assosiasi, dan media informasi dalam proses pelaksanaannya.

4)Memanfaatkan peluang riset insentif untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para

calon peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat kebijakan zero growth.

5)Melakukan kerjasama dengan lembaga lembaga litbang internasional dalam rangka

meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman.

6)Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang meliputi (i)

perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran, (ii) perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK (termasuk SOP verifikasi kualitas teknologi bidang PU dan Permukiman), dan (iii) memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan perekayasa Bidang PU dan permukiman. (iv) keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu diperbaiki. (v) pelaksanaan pengarusutamaan gender.


(1)

Peringkat ke-2

kategori Kementerian dalam

Keterbukaan Informasi

Badan Publik 2015

yang dilaksanakan oleh Komisi Informasi Pusat, diserahkan di Istana Negara, 15 Desember 2015


(2)

Peringkat 1 Kearsipan Terbaik

Peringkat terbaik pertama dalam pemilihan Unit Kearsipan Kementerian Terbaik Tingkat Nasional Tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional RI. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 13 Juli - 14 Agustus 2015 di Jakarta.

Piagam penghargaan yang diterima oleh Kementerian PUPR ditetapkan oleh Keputusan Kepala ANRI Nomor 225 Tahun 2015 berdasarkan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan PP Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanan UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.


(3)

Menteri Kesehatan Republik Indonesia memberikan Piagam Penghargaan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat sebagai:

Pemenang I Lomba Toilet

Publik di Kantor Pusat/Utama Kementerian dan Lembaga


(4)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Memberikan Penghargaan

Keikutsertaan Kepada: Gedung Utama Kementerian PU-PR Kategori Bangunan Gedung Hemat Energi

Gedung Hijau pada : Penghargaan Efisiensi Energi Nasional Ke-4 Tahun 2015, Sebagai

“Pemenang

I”, Gedung Utama Kementerian PU

-PR Kategori Bangunan Gedung Hemat Energi

Penghargaan Efisiensi Energi Nasional Ke-4 Tahun 2015


(5)

BMN Award

Penghargaan Kategori Continuous Improvement atau Tata Kelola

Berkesinambungan Terbaik

Kementerian PUPR dinilai dalam tahun berjalan telah berupaya secara optimal sehingga tercapai peningkatan kinerja yang progresif dan signifikan dalam

mengelola Barang Milik Negara.

Juara pertama dengan Kategori Sertipikasi Barang Milik Negara

Penghargaan diberikan dalam rangka memberikan apresiasi kepada Kementerian\Lembaga selaku pengguna barang yang telah menunjukkan peningkatan kinerja di bidang Pengelolaan Barang Milik Negara. Kegiatan penghargaan yang digelar tersebut melibatkan 86 Kementerian/Lembaga yang digolongkan ke dalam 3 kelompok berdasarkan jumlah satuan dan tiap katergori dipilih 3 Kementerian/Lembaga dengan peringkat terbaik dari masing-masing kelompok. Penilaian di dasarkan pada pertimbangan; opini pemeriksaan BPK-RI, Deviasi nilai BMN, Kompleksitas pengelolaan asset, nilai BMN dan jumlah satuan kerja


(6)

Piagam National

Procurement

Award 2015

pada kategori Kepemimpinan Pada Transformasi Pengadaan Secara Elektronik di Jakarta, diberikan oleh Kepala LKPP