EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING SEBAYA DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016 2017

(1)

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING SEBAYA DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12

BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam Ilmu Tarbiyah

Oleh : NURUL ‘AINI NPM : 1211080082

Jurusan : Bimbingan dan Konseling

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1437 H/2017 M


(2)

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING SEBAYA DALAM MENINGKATKAN ESILIENSI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12

BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016/2017

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

dalam Ilmu Bimbingan dan Konseling

Oleh :

NURUL ‘AINI NPM. 1211080082

Jurusan: Bimbingan dan Konseling (BK)

Pembimbing I : Dra. Laila Maharani, M.Pd Pembimbing II : Hardiyansyah Masya, M.Pd

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1438 H/2016 M


(3)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING SEBAYA DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12 BANDAR

LAMPUNGTAHUN AJARAN 2016/2017

Oleh Nurul ‘Aini

Masalah dalam penelitian ini adalah rendahnya resiliensi peserta didik di kelas XII SMA Negeri 12 Bandar lampung yang ditandai dengan sikap peserta didik yang membutuhkan keterangan tentang kecerdasan emosi, kurang mampu mengendalikan diri, perpikir dan bersikap positif, sering gagal dan patah semangat, kurangnya kemampuan dalam pennyelesaian konflik, merasa sukar menyesuaikan diri dengan orang lain, takut bertanya atau menjawab dikelas, merasa tidak memiliki bakat apapun. Atas dasar hal tersebut penulis menerapkan layanan konseling sebaya untuk meningkatkan resiliensi peserta didik. Maka rumasan masalah dalam penelitian ini

adalah “apakah layanan konseling sebaya efektif dalam meningkatkan resiliensi peserta didik kelas XII SMA Negeri 12 Bandar Lampung?”

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pre-experimental dengan one group pretest-posttest desain. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 10 peserta didik kelas XII SMA Negeri 12 Bandar Lampung yang memiliki resiliensi rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa layanan konseling sebaya ektif dalam meningkatkan resiliensi yang rendah pada peserta didik kelas XII SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun ajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, (skala tentang resiliensi) dan observasi.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa resiliensi dapat ditingkatkan menggunakan layanan konseling sebaya, hal ini ditunjukkan dari hasil analisis data dengan menggunakan t-test, dari skor yang diperoleh yaitu thitung =

23,653 > ttabel = 2,101 maka, Ho ditolak dan Ha diterima, yang artinya layanan

konseling sebaya efektif untuk meningkatkan resiliensi yang rendah.

Kesimpulan dalam penelitian adalah bahwa layanan konseling sebaya efektif dalam meningkatkan resiliensi peserta didik kelas XII SMA Negeri 12 Bandar Lampung tahun ajaran 2016/2017.


(4)

(5)

(6)

MOTTO

 





















 







Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya”.1

1


(7)

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah SWT, saya ucapkan banyak terimakasih, skripsi ini saya persembahkan kepada;

1. Kedua orang tua saya yang tercinta, untuk Bapak Mahmud dan Ibu Ismawati yang telah menyayangi, mengasihi, dan mendidik saya, serta senantiasa selalu

mendo‟akan saya dalam penyelesaian skripsi.

2. Nenekku Mardiyah yang selalu mendo‟akan dan mencintaiku, serta adik-adik yang saya cintai, Nabila Azhari, Akhdan Natha Azizan, Chusna maratus sholehah, dan Muhammad Jimba yang selalu menemani dan memberikan semangat dalam kondisi senang maupun susah.

3. Keluarga besar yang selalu membantuku, mendukung setiap langkahku, dan selalu mendampingiku disetiap kesulitanku dan memotivasiku, dan member dukungan dalam penyelesaian skripsi.

4. Almamaterku IAIN Radin Intan Lampung yang telah banyak mengajarkan saya untuk belajar bersikap, berfikir dan bertindak lebih baik.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Nurul „Aini dilahirkan di Mesuji pada tanggal 09 Februari 1994, merupakan

anak tunggal dari pasangan bapak Mahmud dan ibu Ismawati.

Pendidikan penulis dimulai di Taman Kanak-kanak (TK) Raudatul Atfal Al-Hidayah 1 Silir Sari Labuhan Ratu IV Lampung Timur diselesaikan pada Tahun

2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di Madrasah Ibtida‟iyah (MI) Miftahul

Huda Silir Sari Labuhan Ratu IV Lampung Timur diselesaikan pada Tahun 2006, dilanjutkan di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Miftahul Huda Silir Sari Labuhan Ratu IV Lampung Timur selesai Tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Metro selesai pada Tahun 2012.

Tahun 2012, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Raden Intan Lampung, Jurusan Bimbingan dan Konseling. Pada Agustus 2015 Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Banjar Sari Kecamatan Way Sulan Kabupaten Lampung Selatan. Pada Oktober 2015 Penulis melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di MAN 1 Bandar Lampung.


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkah dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “efektifitas layanan konseling sebaya dalam meningkatkan resiliensi peserta didik kelas XII SMAN 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2016/2017”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saan yang membangun sangat penulis harapkan. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Chairul Anwar, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Negeri Raden Intan Lampung.

2. Andi Thahir, M.A.,Ed.D., selaku Ketua Prodi Bimbingan Konseling Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.

3. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd selaku sekertaris Prodi Bimbingan Dan Konseling Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung.

4. Dr. Laila Maharani, M.Pd, selaku Pembimbing I atas kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

5. Hardiyansyah Masya, M. Pd selaku pembimbing II yang telah bersedia dengan tulus hati meluangkan waktu, dan tenaga, dengan penuh kesabaran dan


(10)

ketelitian dalam memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

6. Dosen-dosen Program Studi Bimbingan Konseling. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Instutut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung yang telah membekali ilmu pengetahuan, memberi bimbingan, mendidik, mengarahkan, memberi teladan, serta memberi motivasi selama peneliti menempuh pendidikan sarjana.

7. Seluruh Staff Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Instutut Agama Islam Negeri Raden Intan Raden Intan Lampung, serta seluruh staff perpustakaan yang telah memberikan fasilitas berupa peminjaman buku untuk literatur.

8. Keluarga Besarku yang selalu mendukung dan mendoakan apapun yang terbaik bagiku, juga selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan studi ku di perguruan tinggi.

9. Drs. Sudaryadi selaku Guru Pamong yang telah membantu dalam pelaksanaan proses penelitian;

10. Bapak dan Mamak yang selalu memberikan doa untuk keberhasilan penulis dan bantuan moril maupun materil dalam penulisan skripsi ini;

11. Sahabat-sahabat terbaik selama ini, Fitri Astuti, Miftahul Janah, Dwi Ratna Sari, Latifah Eka Putri, Yoga Rahayu Hardani, sahabat-sahabat ku satu bimbingan yaitu M.Hendi Surya Dinata, Tri Aeni, Muhammad Mansyur, Ayu Susanti, Sunida Wati, Gustina Rahmawati, Resis Supiyani, Jerry Prafitasari, Nia


(11)

Voniati, Heni Febriani, Luluk Hidayati, Marina Sari, Risnasari Z, Dwi Dayanto, Evi Susanti, Purna Genta, Reza Rakhmady, Suhendra yang telah berjuang bersama, dan sahabat-sahabat seperjuangan ku BK C yang saling memberikan motivasi dan semangat yang tidak dapat disebutkan satu persatu; dan

12. Semua pihak yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan yang dimiliki, untuk itu saran atau masukan sangat diharapkan dari berbagai pihak, dan akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi dan juga bagi pembaca.

Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Bandar Lampung, Desember 2016 Penulis

Nurul ‘Aini NPM.1211080082


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 15

C. Batasan Masalah ... 15

D. Rumusan Masalah ... 16

E. Tujuan Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 16

1. Tujuan Penelitian ... 16

2. Manfaat Penelitian ... 17

3. Ruang Lingkup Penelitian ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Layanan Konseling Sebaya ... 19

1. Layanan Konseling Sebaya ... 19

2. Urgensi Layanan Konseling Sebaya ... 21

3. Fungsi dan Manfaat Layanan Konseling Sebaya ... 25


(13)

5. Karakteristik konselor sebaya... 28

B. Resiliensi ... 30

1. Definisi Resiliensi ... 30

2. Faktor-faktor Resiliensi ... 33

3. Karakteristik Resiliensi ... 37

4. Fungsi Resiliensi ... 39

C. Penelitian Yang Relevan ... 42

D. Kerangka Berfikir ... 44

E. Hipotesis ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 47

B. Desain Penelitian ... 47

C. Variabel Penelitian ... 50

D. Definisi Operasional ... 50

E. Populasi Dan Sampel ... 52

1. Populasi ... 52

2. Sampel dan Teknik Sampling ... 52

F. Pengembangan Instrument ... 53

G. Uji Validitas Dan Uji Reliabilitas... 58

1. Uji Validitas... 58

2. Uji Reliabilitas ... 63

H. Pengembangan Treatment Layanan Konseling Sebaya ... 65

I. Teknik Pengumpulan Data ... 68

1. Metode Kuesioner/Angket... 68

2. Metode Observasi ... 68

3. Metode Wawancara ... 69


(14)

1. Teknik Pengolahan Data... 69 2. Analisis Data ... 70

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 72 1. Profil Umum Resiliensi ... 72 2. Efektivitas Layanan Konseling Sebaya Dalam Meningkatkan

Resiliensi Diri Peserta Didik ... 83 a. Pelaksanaan Layanan Konseling Sebaya Dalam

Meningkatkan Resiliensi ... 83 b. Hasil Uji Efektivitas Layanan Konseling Sebaya Dalam

Meningkatkan Resiliensi ... 89 B. Pembahasan ... 102

1. Pembahasan Umum Resiliensi Peserta Didk ... 102 2. Efektivitas Layanan Konseling Dalam Meningkatkan

Resiliensi Terhada Konflik Diri Peserta Didik ... 104 C. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 112 B. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman

1. Peserta didik Yang Mengalami Masalah Tentang Resiliensi ... 8

2. Definisi Operasional ... 51

3. Rincian Jumlah Populasi Penelitian ... 52

4. Kisi-Kisi Pengembangan Instrument Penelitian Sebelum Uji Coba ... 54

5. Skor Skala Likert ... 56

6. Kriteria Resiliensi ... 58

7. Kisi-Kisi Pengembangan Instrument Penelitian Setelah Uji Validitas ... 60

8. Kriteria Resiliensi ... 63

9. Langkah-Langkah Pelatihan Konselor Sebaya Dalam Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik ... 66

10. Gambaran Umum Resiliensi Peserta Didik ... 73

11. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Regulasi Emosi ... 75

12. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Pengendalian Impuls ... 76

13. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Optimis ... 77

14. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Analisis Penyebab Masalah ... 78

15. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Empati ... 79

16. Gambaran resiliensi Pada Indikator Efikasi Diri ... 80

17. Gambaran Resiliensi Pada Indikator Mampu Meraih Apa Yang Diinginkan ... 81

18. Gambaran Resiliensi Berdasarkan Indikator ... 82

19. Hasil Uji t Paired Sample Test resiliensi Peserta Didik ... 90

20. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi Peserta Didik Pada Indikator Regulasi Emosi ... 92


(16)

21. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator kontrol terhadap impuls ... 93 22. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator Optimis ... 94 23. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator Kemampuan Menganalisis Masalah ... 95 24. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator Empati ... 97 25. Hasil Uji t Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator Efikasi Diri ... 98 26. Hasil Uji T Paired Sample Test Resiliensi

Peserta Didik Pada Indikator Kemampuan Meraih Apa Yang Diinginkan ... 99 27. Deskripsi Data Pretest, Posttest Dan Score Peningkatan Resiliensi


(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar: Halaman

1. Interaksi Triadik antara Konselor Ahli, Konselor Teman Sebaya,

Dengan Konseli Teman Sebaya (Suwarjo)... 24

2. Kerangka berfikir penelitian ... 45

3. Pola One Group Pretest-Posttest Design ... 48

4. Hubungan antara variabel ... 50

5. Hasil Sebelum Dan Sesudah Diberikan Layanan Konseling Sebaya ... 91

6. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Regulasi Emosi ... 92

7. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Kontrol Terhadap Impuls ... 94

8. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Optimis ... 95

9. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Kemampuan Menganalisis Masalah ... 96

10. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Empati ... 97

11. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Efikasi Diri ... 99

12. Peningkatan Rata-Rata Nilai Pretest dan Posttest Pada Indikator Kemampuan Meraih Apa Yang Diinginkan ... 100

13. Grafik Peningkatan Resiliensi Pada Hasil Pretest dan Posttest ... 102


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran: Halaman

1. Jadwal pelaksanaan penelitian ... 3

2. Rencana pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling ... 5

3. Kisi-kisi wawancara ... 26

4. Hasil uji validitas dan reliabilitas angket ... 27

5. Angket peserta didik ... 29

6. Hasil jawaban angket populasi penelitian ... 31

7. Hasil pretest ... 33

8. Hasil posttest ... 34

9. IMS (Identifikasi masalah siswa) ... 35

10. Modul konseling sebaya ... 42

11. Lembar persetujuan responden ... 53

12. Lembar persetujuan konselor sebaya... 54

13. Kartu konsultasi ... 55


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di tengah tantangan menghadapi globalisasi, permasalahan peserta didik di sekolah semakin kompleks. Selain itu dilihat dari tingkat perkembangannya, peserta didik SMA dan sederajat sangat rentan terhadap permasalahan. Kondisi ini menuntut semakin eksis dan profesional kerja guru BK ataupun konselor di sekolah. Bahkan di Indonesia saat ini kegiatan layanan bimbingan konseling telah difokuskan pada konseling, dan konseling telah dianggap tenaga pendidik profesional yang memiliki kedudukan yang sama dengan profesi lain.2

Peserta didik SMA dan sederajat sesuai dengan perkembangannya berada pada masa remaja. Remaja sebagai pewaris dan penerus kehidupan perlu mendapat perhatian. Beberapa alasan antara lain, pertama, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, (World Health Organization) satu di antara lima penduduk tergolong dalam kelompok remaja yang berusia 10 sampai 19 tahun. Kedua, remaja merupakan masa yang labil jika dilihat dari perkembangan fisik ataupun psikologis dan tidak sedikit remaja yang tidak dapat melewati masa tersebut dengan baik.3

Sebagai anak dan remaja memiliki masa lalu yang kurang menguntungkan bagi perkembangan mereka. Bahkan setiap individu pernah mengalami berbagai

2

Erhamwilda, Konseling Islami, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 75 3


(20)

peristiwa yang kurang menyenangkan tetapi tidak dapat dihindarkan. Setiap individu pernah mengalami kegagalan dan masa-masa yang penuh dengan kesulitan.4Masa lalu memang tidak dapat diubah, tetapi pengaruh negatif masa lalu dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Dalam segala segi remaja mengalami perubahan dan perubahan-perubahan yang sangat cepat sering menimbulkan kegoncangan dan ketidakpastian. Kegoncangan dan ketidakpastian juga muncul dari lingkungan yang sedang dan akan terus cepat berubah. Dalam menghadapi badai perkembangan (storm and stress) banyak remaja berhasil mengatasi berbagai kegagalan sebagai peluang dan tantangan untuk tetap bangkit meraih keberhasilan, membentuk kelompok sebaya untuk saling menguatkan, dan pada akhirnya berhasil melaksanakan tugas-tugas perkembangan secara wajar. Salah satu faktor yang berperan terhadap keberhasilan individu dalam menghadapi berbagai kesulitan adalah daya lentur individu atau resilience. Di pihak lain, banyak pula remaja yang gagal dan kandas terhempas ke dalam berbagai tingkah laku menyimpang yang tidak sesuai dengan tugas-tugas perkembangan yang dituntutkan kepadanya.5

Resiliensi adalah kapasitas individu untuk menghadapi dan mengatasi serta merespon secara positif kondisi-kondisi tidak menyenangkan yang tidak dapat

4

Lestariningsih. Upaya meningkatkan resiliensi melalu pelaksaaan pelatihan peer counseling

pada siswa. Jurnal ilmu pendidikan bimbingan dan konseling jurusan pendidikan bimbingan dan

konseling IKIP Veteran Semarang. h 9

5

Suwarjo. Konseling teman sebaya (peer counseling) untuk mengembangkan resiliensi remaja. Dalam Seminar Pengembangan Ilmu Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta, 2008. h.1


(21)

dihindari, dan memanfaatkan kondisi-kondisi tidak menyenangkan itu untuk memperkuat diri sehingga mampu menyesuaikan diri beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan. Menurut Reivich & Shatte, Resiliensi secara umum didefinisikan sebagai situasi-situasi yang sulit dalam kehidupan.6

Hal senada diungkapkan oleh Rhodes dan Brown juga menyatakan bahwa anak-anak yang resilien adalah mereka yang mampu memanipulasi dan membentuk lingkungannya, menghadapi tekanan hidup dengan baik, cepat beradaptasi pada situasi baru, mempersepsikan apa yang sedang terjadi dengan jelas, fleksibel dalam berperilaku, lebih toleran dalam menghadapi frustasi dan kecemasan, serta meminta bantuan saat mereka membutuhkannya.7

Resiliensi dipandang sebagai suatu kapasitas individu yang berkembang melalui proses belajar. Melalui berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam menghadapi situasi-situasi sulit, individu terus belajar memperkuat diri sehingga mampu mengubah kondisi yang menekan dan tidak menyenangkan menjadi suatu kondisi yang wajar untuk diatasi.

Islam memandang, resiliensi dihubungkan dengan ujian keimanan seseorang. Ujian yang dialami manusia dalam kehidupan sangat bermacam-macam, seperti ketakutan, kelaparan, kemiskinan, kematian, bencana alam, dan beberapa hal lain. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 155-157 :

6

Ahmad Junaedi Salim Pulungan dan Tarmidi. Gambaran resiliensi siswa SMA yang beresiko

putus sekolah di masyarakat pesisir. Jurnal PS psikologi Fakultas psikologi Universitas Sumatera

Utara. Vol 1. 2012. h. 47 7


(22)

   

 Artinya:

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,

kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Mereka Itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.8

Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa dalam menguraikan beberapa cobaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk menguji keimanan dan kesabarannya agar dapat lebih baik (meningkatkan keimanan), namun individu akan tetap bahagia dan bertatahan dalam kehidupannya dan kondisi yang menekan apabila ia mampu bersabar dan mengucap “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun"apabila ditimpa musibah. Sabar dalam islam bukanlah sikap yang hanya pasrah dan tidak melakukan apa-apa terhadap sebuah kondisi yang sulit, namun sabar merupakan sikap yang tegar dan meyakini bahwa cobaan merupakan suatu hal yang harus dihadapi dan melakukan usaha-usaha untuk merubah kondisi yang sulit tersebut.

Seperti halnya dalam memberikan definisi, para ahli juga berbeda pendapat dalam merumuskan ciri-ciri yang dapat menggambarkan karakteristik

8


(23)

seorang yang resilien.Reivich dan Shatte memaparkan tujuh aspek dari resiliensi, aspek-aspek tersebut adalah pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, efikasi diri, dan pencapaian. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. pengaturan emosi : diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengatur emosi sehingga tetap tenang meskipun berada dalam situasi di bawah tekanan; 2. kontrol terhadap impulsadalah kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan dalam dirinya, kemampuan mengontrol impuls akan membawa kepada kemampuan berpikir yang jernih dan akurat; 3. optimismeberarti individu memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan

menjadi lebih baik. Individu mempunyai harapan dan kontrol atas kehidupannya;

4. kemampuan menganalisis masalah. Kemampuan menganalisis masalah pada diri individu dapat dilihat dari bagaimana individu dapat mengidentifikasikan secara akurat sebab-sebab dari permasalahan yang menimpanya;

5. empatimerupakan kemampuan individu untuk bisa membaca dan merasakan bagaimana perasaan dan emosi orang lain;

6. efikasi dirimewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami;

7. pencapaian(Reaching Out). Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup pula keberanian seseorang untuk mengatasi segala ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.9

Individu yang memiliki resiliensi tinggi akan mampu mengatasi kesulitan dan trauma yang dihadapi. Indivudu ini akan mampu melihat kegagalan sebagai suatu kesempatan untuk menjadi lebih maju dan mampu menarik pelajaran dari kegagalannya itu. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu mempunyai karakteristik tersebut, individu yang memiliki tingkat resiliensi rendah cenderung mempersepsi masalah sebagai suatu beban dalam hidupnya. Masalah yang dipandang

9

Desmita. Mengembangkan Resiliensi Remaja Dalam Upaya Mengatasi Stres Sekolah. Jurnal Ta‟dib Vol. 12, No. 1. 2009. h. 3


(24)

sebagai beban akan membuat dirinya lebih mudah merasa terancam dan merasa frustasi.10

Paparan tersebut menguatkan asumsi bahwasannya resiliensi merupakan kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh setiap peserta didik. Peserta didik yang resiliensinya rendah sangat mungkin untuk tidak mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi terhadap perubahan, tuntutan, dan kekecewaan yang muncul dalam kehidupan.

Namun, tidak jarang kita menemukan fenomena-fenomena yang terjadi padapeserta didik, seperti mengalami kesulitan dalam hubungan sosial dan pribadi, baik kurangnya kemampuan peserta didik dalam bergaul dan beradaptasi dengan lingkungan baru, kurangnya kemampuan dalam menyelesaikan masalah (problem solving) yang peserta didik alami.

Identifikasi Masalah Siswa merupakan salah satu instrumen BK yang pertamakali disusun dan digunakan oleh Andori, S.Pd.,Kons. Melalui IMS yang diberikan guru BK kepada peneliti, dapat diketahui resiliensi peserta didik pada point-point yang terdapat pada IMS tersebut. Penggunaan instrumen IMS dikarenakanmenurut Guru BK di SMA 12 Bandar Lampung tidak semua peserta didik dapat mengemukakan permasalahan yang dihadapi secara langsung kepada guru pembimbing atau guru BK. Konselor sekolah harus mempunyai alternatif agar permasalahan peserta didik dapat diungkapkan dan tidak berdampak pada

10

Fonny, dkk. Resiliensi pada prestasi akademik anak tunarungu. Jurnal Provitae Vol;2No.1.2006. h. 35


(25)

perkembangan kepribadian dan kelangsungan belajar. Beberapa Instrumen Bimbingan dan konseling salah satunya adalah IMS (Identifikasi Masalah Siswa) menjadi sarana penting yang dapat digunakan konselor sekolah agar permasalahan peserta didik dapat diungkapkan.

Berdasarkan data hasil pengelolaan IMS (Identifikasi Masalah Siswa) peserta didik kelas XI IPA 1 yang didapat dari guru bimbingan konseling di SMA N 12 Bandar Lampung,tidak sedikit peserta didik yang memiliki resiliensi rendah yang ditandai dengan : (1) kurangnya kemampuan dalam penyelesaian konflik; (2) kurang mampu mengendalikan diri, berpikir dan bersikap positif; (3) sulit beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan orang lain.

Dari fenomena tersebut, melalui observasi terhadap guru BK di SMA N 12 Bandar Lampung untuk mengetahui resiliensi peserta didik pada lembaga sekolah tersebut, guru menyatakan bahwa kurang lebih 13 peserta didik di kelas XI IPA yang kurang menyukai berhubungan dengan teman-temannya disertai peserta didik bersifat pendiam dan tidak terbuka dalam mengungkapkan masalahnya terhadap guru BK. Untuk itu, guru BK menyarankan untuk meneliti kelas XI IPA dan peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai resiliensipeserta didik di SMA N 12 Bandar Lampung yang nantinya diharapkan dengan adanya layanan konseling sebaya dapat meningkatkan resiliensi peserta didik.

Dalam melihat resiliensi peserta didik peneliti mengkombinasikan IMS (Identifikasi Masalah Siswa) dengan indikator resiliensi yang telah dijabarkan oleh


(26)

Reivich and Shatte seperti Pengaturan emosi; kontrol terhadap impuls;optimism; kemampuan menganalisis masalah; empati; efikasi diri; dan pencapaian. Seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut :

Tabel 1

Data Resiliensi Peserta Didik

Kelas XI IPA1 SMA N 12 Bandar Lampung tahun 2016/2017

No Identifikasi Masalah Siswa

(IMS) Nomor kode konseli

Jumlah Peserta didik

(%) 1. Membutuhkan keterangan

tentang kecerdasan emosi

5A1,6A1,8A1,9A1,10A1,12A1,1 3A1,15A1,17A1,19A1,21A1,22 A1,24A1,29A1,30A1,31A1

16 51%

2. Kurang mampu

mengendalikan diri, berpikir dan bersikap positif

2A1,5A1,7A1,8A1,10A1,11A1,1 3A1,15A1,16A1,22A1,24A1,25

A1,26A1,29A1,31A1 15 48,3%

3. Sering gagal dan patah semangat

5A1,7A1,8A1,9A1,11A1,12A1,1

4A1,17A1,25A1 9 29%

4. Kurangnya kemampuan dalam penyelesaian konflik

2A1,7A1,8A1,9A1,10A1,11A1,1 2A1,13A1,17A1,18A1,21A1,22 A1,24A1,25A1,27A1,28A1,29A 1,30A1,31A1

19 61,2%

5. Merasa sukar meyesuaikan diri dengan orang lain

2A1,3A1,4A1,5A1,10A1,12A1,1

3A1,16A1,23A1,27A1,29A1 11 35,4%

6. Takut bertanya/menjawab di kelas

5A1,7A1,9A1,10A1,12A1,13A1, 14A1,17A1,22A1,23A1,27A1,28 A1,31A1

13 41,9 % 7. Merasa tidak memiliki bakat

apapun

11A1,12A1,16A1,29A1,31A1,

5 16,1%

Jumlah 88/7 indikator = 13 peserta didik Sumber: Dokumentasiguru bk/konselor di SMA N 12 Bandar Lampung

Berdasarkan tabel 1 diperoleh data bahwa peserta didik kelas XI IPA 1 SMA N 12 Bandar Lampung memiliki masalah resiliensi yang telah dijelaskan pada tabel tersebut. Dalam tabel 1 ditemukan88 jumlah peserta didik dibagi dengan 7 indikator


(27)

dari resiliensi maka ditemukan 13 dari 31 jumlah peserta didik yang memiliki masalah resiliensi, hal ini menunjukkan bahwa yang mempunyai resiliensi rendahadalah peserta didik kelas XI IPA 1 SMA N 12 Bandar Lampung tahun ajaran 2016/2017.

Apabila masalah ini terus berlanjut, tentu berdampak buruk pada peserta didik dalam mengembangkan resiliensi dalam diri mereka, oleh karena itu resiliensi peserta didik perlu ditingkatkan agar mereka memiliki bekal kemampuan untuk bangkit dan bertahan dalam situasi, perubahan, dan tekanan seperti yang sedang terjadi di era globalisasi saat ini. Dalam rangka meningkatkan resiliensi, layanan bimbingan dan konseling juga turut bertanggung jawab dalam mendukung peningkatan karakteristik resiliensi peserta didik.

Bimbingan menurut Mortensen dan Schumuller adalah bagian dari keseluruhan pendidikan yang membantu menyediakan kesempatan-kesempatan pribadi dan layanan staf ahli dengan cara mana setiap individu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan dan kesanggupannya sepenuhnya sesuai dengan ide-ide demokrasi.11Sedangkan konseling menurut Bernard dan Fullmer adalah pemahaman dan hubungan individu untuk mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut.12

Berdasarkan pernyataan tersebut, bimbingan dan konseling merupakan layanan profesional yang diberikan oleh seorang konselor kepada seseorang yang mengalami masalah. Sebagai sebuah proses yang profesional, untuk melaksanakan konseling diperlukan seperangkat teori dan pendekatan yang mendasari serta

11

Prayitno, Erman Amti.Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008). h. 109-110

12


(28)

memperhatikan kebutuhan konseli mengenai permasalahannya.13 Dalam bimbingan dan konseling terdapat enam bidang layanan yaitu bidang sosial, belajar, pribadi, keluarga dan agama.

Tetapi guru bimbingan dan konseling saat ini menunjukkan bahwa kinerja profesional konselor dihadapkan kepada berbagai kendala. Salah satu kendala dalam mewujudkan layanan bimbingandan konseling adalahrasio perbandingan jumlah konselor dengan peserta didik, semua konselor di sekolah rata-rata melayani peserta didik di atas standar yaitu 1:150 peserta didik.14 Sedangkan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 111 Tahun 2014 Pasal 10 Ayat (2) berbunyi :

Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling pada SMP/MTs atau yang sederajat, SMA/MA atau yang sederajat, dan SMK/MAK atau yang sederajat dilakukan oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dengan rasio satu Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling melayani 150 orang Konseli atau peserta didik.15

Dalam meningkatkan kualitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah selain konselor yang profesional tentu butuh bantuan dan dukungan dari pihak sekolah seperti kepala sekolah, wali kelas dan para staf sekolah. Banyak program bimbingan konseling yang belum terealisasi dikarenakan banyaknya kendala yang dihadapi pihak bimbingan konseling di sekolah.

13

Erhamwilda.Op.Cit. h. 75.

14

Agus akhmadi.Konseling Sebaya Dalam Bimbingan Konseling Komprehensif (Materi Diklat Teknis Fungsional Peningkatan KompetensiGuru Pertama Bk). h. 1-2

15

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan. Tentang Bimbingan Dan Konseling Pada


(29)

Dalam upaya meningkatkan resiliensi peserta didik, dibutuhkan sebuah langkah kongkrit untuk membantu peserta didik meningkatkan resiliensinya. Layanan bimbingan dan konseling sebagai bagiaan integral dari sistem pendidikan memiliki peran strategis dalam membantu peserta didik meningkatkan resiliensinya. Layanan bimbingan dan konseling yang sekiranya relevan untuk meningkatkan resiliensi peserta didik adalah konseling sebaya (peer counseling).16Pada penelitian terdahulu

yang dilakukan Buhrmester (Suwarjo) menunjukkan bahwa “pada masa remaja

kedekatan hubungan dengan teman sebaya meningkat secara drastis, dan pada saat yang bersamaan kedekatan hubungan remaja dengan orang tua menurun secara

drastis”. Hasil penelitian Buhrmester dikuatkan oleh temuan Nickerson & Nagle (suwarjo) bahwa “pada masa remaja komunikasi dan kepercayaan terhadap orang tua

berkurang, dan beralih kepada teman sebaya untuk memenuhi kebutuhan akan kelekatan (attachment)”17.

Hasil penelitian Lestariningsih menyatakan bahwa “secara kuantitatif layanan konseling sebaya efektif dalam meningkatkan resiliensi pada peserta didik” hal

tersebut terjadi karena sebagian besar peserta didik sering membicarakan masalah-masalah mereka dengan teman sebaya dibandingkan dengan orang tua, pembimbing, atau guru di sekolah. Untuk masalah yang dianggap sangat seriuspun mereka bicarakan dengan teman sebaya (sahabat). Kalaupun terdapat peserta didik yang akhirnya menceritakan masalah serius yang mereka alami kepada orang tua,

16

Lestariningsih. Op.Cit. h.10 17


(30)

pembimbing atau guru, biasanya karena sudah terpaksa (pembicaraan dan upaya pemecahan masalah bersama teman sebaya mengalami jalan buntu). Hal tersebut terjadi karena remaja memiliki ketertarikan dan komitmen serta ikatan terhadap teman sebaya yang sangat kuat.18 Dari hasil penelitian terdahulu dapat dilihat betapa pentingnya layanan konseling teman sebaya (peer counseling) untuk diterapkan.

Teman sebaya atau peers menurut Santrockadalah anak-anak dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan komparasi tentang dunia luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka.19

Menurut Carr pada dasarnya konseling teman sebaya merupakan suatu cara bagi para peserta didik (remaja) belajar bagaimana memperhatikan dan membantu anak-anak lain, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Tindall dan Gray mendefinisikan konseling teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku membantu secara interpersonal yang dilakukan oleh individu nonprofesional yang berusaha membantu orang lain. Lebih lanjut, menurut Tindall & Gray konseling teman sebaya mencakup hubungan membantu yang dilakukan secara individual (one-to-one helping relationship), kepemimpinan kelompok, kepemimpinan diskusi, pemberian pertimbangan, tutorial, dan semua aktivitas interpersonal manusia untuk membantu atau menolong.20

Melalui observasi yang dilakukan kepada peserta didik SMA N 12 Bandar Lampung, mereka menyatakan bahwa pelatihan dan layanan konseling sebaya belum pernah didapatkan dari guru BK, dapat dikatakan bahwa hal tersebut menjadi salah satu penghambat peningkatan reseliensi peserta didik. Sedangkan dapat dikatakan bahwa konseli-konseli yang memanfaatkan layanan konseling sebaya mampu melakukan identifikasi diri dengan teman sebaya mereka, dan para konseli

18

Lestariningsih. Op. Cit. h. 11 19

Suwarjo. Op.Cit. h.3 20


(31)

menganggap bahwa konselor sebaya memiliki kemauan membangun jembatan komunikasi, namun hal ini tidak berarti konselor sebaya mengganti keberadaan konselor profesional, ia hanya membantu meningkatkan pelayanan.

Berangkat dari kenyataan tersebut, para ahli menyatakan konseling sebaya efektif dalam meningkatkan perkembangan kepribadian dan mengatasi berbagai masalah peserta didik. Oleh karena itu menerapkan konseling sebaya dapat menjadi pilihan. Inovasi ini perlu dilakukan dengan melatihkan anak menjadi konselor. Konseling sebaya merupakan konseling untuk dilakukan oleh kelompok sebaya dalam hal ini remaja melalui hubungan saling percaya terhadap individu yang membutuhkan bantuan. Konseling ini dipandang cukup efektif karena diberikan oleh teman sebayanya sendiri. Pada remaja ada kecenderungan untuk memiliki personal fable yaitu keyakinan bahwa hanya dia yang mengalami pengalaman unik, bukan orang dewasa lain. Oleh karena itu, penguatan melalui konseling sebaya dipandang cukup bermakna untuk dilakukan.

Fungsi konselor sebaya menurut Rogation adalah sebagai: (1) sahabat yang bersedia membantu, mendengarkan, dan memahami; (2) fasilitator yang bersedia membantu remaja untuk tumbuh dan berkembang bersama kelompoknya; dan (3) sebagai pemimpin yang karena kepeduliannya pada orang lain menjadi penggerah perubahan sosial.21

Seperti yang dijelskan dalam hadits riwayat Bukhori dan Muslim sebagai berikut :

21

Kartika Nur Fathiyah dan Farida Harahap. Konseling Sebaya untuk Meningkatkan Efikasi Diri


(32)

Artinya:

“Sesungguhnya antara seseorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan

bangunan yang saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lainnya.”

(H. R. Bukhari dan Muslim).22

Hadits tersebut menjelaskan bahwa manusia memiliki dua hasrat yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain di sekelilingnya dan keinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya. Hadits tersebut juga

mengingatkan kita kepada kata bijak dari Dave Matthew‟s Band yaitu “Aku

bersandar kepadamu dan kamu bersandar kepadaku, maka kita akan mampu berdiri bersama-sama dengan baik”. Yang artinya ketika kita saling terbuka atau membuka diri untuk saling membantu dalam menyelesaikan masalah, besar atau kecil masalah tersebut maka semua masalah akan bisa diselesaikan.

Berdasarkan beberapa penjelasantersebut, maka peneliti ingin mengadakan peneliti tentang efektivitas konseling sebaya (peer counseling) dalam meningkatkan Resiliensi terhadap konflik diri peserta didik. Adapun maksud dari efektivitas di sini adalah untuk memperkirakan sejauh mana usaha tersebut mencapai tujuan yang diharapkan ataupun menimbulkan dampak tertentu baik positif maupun negatif terhadap konseli yang memperoleh layanan konseling sebaya.

22

Imam An-Nawawi.Terjemah Hadits Arba‟in An-Nawawi( Jakarta Timur: Al-I‟tishomCahaya Umat, 2006), h. 23


(33)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka identifikasi masalah yang ditemukan dalam penelitian ini adalah:

1. Terdapat 16 peserta didik yang membutuhkan keterangan tentang kecerdasan emosi (51%)

2. Terdapat 15 peserta didikyang dinyatakan kurang mampu mengendalikan diri, berpikir dan bersikap positif (48,3%)

3. Adanya 9 peserta didik yang sering gagal dan patah semangat(29%)

4. Terdapat 19 peserta didik yang mengalami kurangnya kemampuan dalam penyelesaian konflik(61,2%)

5. Terdapat 11 peserta didik yang merasa sukar meyesuaikan diri dengan orang lain (11,4%)

6. Adanya 13 peserta didik yang takut bertanya/menjawab di kelas (41,9%) 7. Terdapat 5 peserta didik yang merasa tidak memiliki bakat apapun (16,1%) 8. Belum adanya layanan konseling sebaya yang dapat meningkatkan resiliensi

di SMA N 12 Bandar Lampung. C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka pembatasan masalah

dalam penelitian ini adalah “Efektivitas Layanan Konseling Sebaya Dalam Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik Kelas XII SMA N 12 Bandar Lampung”.


(34)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan

tersebut, maka masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut “Apakah Layanan

Konseling Sebaya Efektif dalam Meningkatkan Resiliensi Peserta Didik kelas XII

SMA N 12 Bandar Lampung?”

E. Tujuan, Manfaat dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai23. Tujuan penelitian diharapkan nantinya mampu menjawab dari rumusan masalah yang telah dipaparkan. Oleh karena itu, tujuan yang hendak dicapai peneliti digolongkan menjadi dua, yakni:

Tujuan Umum

Untuk mengembangkan teori layanan konseling teman sebaya dalam meningkatkan resiliensi peserta didik.

Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat resiliensi peserta didik kelas XII SMA N 12 Bandar Lampung

b. Untuk mengetahui apakah resiliensi dapat ditingkatkan dengan menggunakan layanan konseling sebaya.

23

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, Tahun 2011), h. 4


(35)

2. Manfaat Penelitian

Dengan merujuk pada manfaat dari penggunaan konseling sebaya, yakni memberikan pemahaman yang utuh tentang perilaku dan resikonya terhadap kesehatan fisik maupun psikis baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Peserta didik SMA N 12 Bandar Lampung, agar dapat memperbaiki kualitas hidup melalui jalinan hubungan sosial yang baik dengan lingkungan sekolah.

b. Bagi guru bimbingan dan konseling dilingkungan pendidikan SMA N 12 Bandar Lampung, agar memiliki progresif dalam inovasi pelayanan bimbingan yang tepat bagi permasalahan remaja, khususnya bidang pribadi sosial

c. Peneliti, agar dapat mengambil sumbangan informasi serta pemikiran dari penerapan layanan konseling teman sebaya terhadap peningkatan resiliensi peserta didik.

3. Ruang lingkup penelitian

Dalam hal ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini agar penelitian ini lebih jelas dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, diantaranya adalah:


(36)

a. Ruang lingkup ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu bimbingan dan konseling bidang pribadi-sosial.

b. Ruang lingkup objek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah meningkatkan resiliensi peserta didik melalui konseling sebaya yang dilaksanakan di sekolah.

c. Ruang lingkup subjek

Subjek dalam penelitian ini adalahpeserta didik kelas XII SMA N 12 Bandar Lampung .

d. Ruang lingkup wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMA N 12 Bandar Lampung.


(37)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Layanan Konseling Sebaya 1. Layanan Konseling Sebaya

Teman sebaya (peers) adalah peserta didik dengan tingkat kematangan atau usia yang kurang lebih sama.24Semantara itu, Tindal dan Gray mendefinisikan teman sebaya sebagai suatu ragam tingkah laku dalam membantu secara interpersonal yang dilakukan indivudu yang non-profesional yang berusaha membantu orang lain.25

Layanan konseling sebaya atau peer counselingmenurut Hunainah adalah aktivitas memperhatikan dan saling membantu secara interpersonal di antara sesama peserta didik yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari di sekolah, dengan menggunakan keterampilan mendengar aktif, empati dan keterampilan pemecahan masalah (problem solving), dalam kedudukan yang setara (equal) antara teman sebaya tersebut.26

Lebih lanjut pengertianlayanan konseling sebayamenurut Erhamwilda adalah layanan bantuan konseling yang diberikan oleh teman sebayanya yang telah terlebih dahulu diberikan pelatihan-pelatihan untuk menjadi konselor sebaya sehingga dapat memberikan bantuan baik secara individual

24

Hunainah. Teori Dan Implementasi Model Konseling Sebaya (Bandung : Rizqi Press, 2011) h. 83

25

Lalu Abdurrachman Wahid.Layanan konseling sebaya Bagi Remaja (Tinjauan Teoritis dalam Mengatasi Problematika Remaja Persepektif Bimbingan dan Konseling). Jurnal al-Tazkiah, Vol.2 No.1, 2013.h. 7

26


(38)

maupun kelompok kepada teman-temannya yang bermasalah ataupun mengalami berbagai hambatan dalam perkembangan kepribadiannya.27 Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Erhamwilda, bahwa layanan konseling teman sebaya dilakuan oleh konselor sebaya yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan-pelatihan dasar keterampilan konseling. Hal ini sependapat dengan Mamarchev, bahwa konselor sebaya adalah para professional dan non professional yang terlatih yang diberi tugas mereview informasi dari teman sebaya yang ada dalam sebuah kelompok28. Konselor sebaya menjalankan layanannya dibawah pengawasan konselor ahli.

Peserta didik yang menjadi konselor sebaya juga berfungsi sebagai mediator yang membantu konselor dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah peserta didik yang perlu mendapat layanan bantuan bimbingan atau konseling.

Program layanan konseling sebaya merupakan usaha mempengaruhi (memperbaiki tingkah laku yang dimiliki oleh peserta didik), yaitu tingkah laku yang dapat membedakan antara tingkah laku yang pantas dengan tidak pantas, dan menggunakan tingkah laku yang pantas menjadi identitas pribadi yang diharapkan, serta menemukan berbagai cara pemecahkan masalah, dan memberikan pengalaman yang memberikan motivasi mengikuti pelatihan untuk pengembangan diri mereka sebagai orang dewasa yang matang dan bertanggung

27

Erhamwilda. Layanan konseling sebayaAlternatif Kreatif Layanan Bimbingan Konseling Di Sekolah. (Yogyakarta : Media Akademi, 2015) h. 43

28


(39)

jawab. Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua. Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstrakurikuler dan bermain dengan teman29. Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya sangat besar, hal demikian juga dapat memberi pengaruh positif dan pengaruh negatif.

2. Urgensi Layanan konseling sebaya

Keluarga merupakan salah satu konteks sosial yang penting bagi perkembangan individu. Meskipun demikian perkembangan anak juga sangat dipengaruhi oleh apa yang terjadi dalam konteks sosial yang lain seperti relasi dengan teman sebaya. Laursen menandaskan bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa-masa remaja.30

Salah satu fungsi terpenting dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya individu menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang kemampuan mereka. Remaja menilai apa-apa yang mereka lakukan, apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk dari apa yang remaja lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda (bukan sebaya).

29

Ibid. h. 85.

30

Neni Noviza. Konseling Teman Sebaya (Peer Counseling) Suatu Inovasi Layanan


(40)

Seiring dengan semakin meningkatnya dorongan dan kebutuhan remaja untuk berinteraksi dengan teman, baik sejenis maupun lawan jenis maka relasi teman sebaya menjadi hal yang sangat penting. Seperti yang dinyatakan Laursen bahwa teman sebaya merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan pada masa remaja.31Cowie dan Wallace juga mengemukakan bahwa dukunganteman sebaya banyak mambantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial.32

Budaya sebaya yang positif memberikan kesempatan kepada remaja untuk menguji keefektifan komunikasi, tingkah laku, persepsi dan nilai-nilai yang mereka miliki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk membangun budaya sebaya yang positif adalah dengan mengembangkan layanan konseling sebaya dalam komunitas remaja. Beberapa alasan menggunakan layanan konseling sebaya di sekolah dikemukakan Varenhorst, yaitu: (1) konselor tidak cukup punya waktu untuk melayani semua konseli; (2) guru menganggap bahwa konselor menangani masalah yang sangat luas; (3) peserta didik menganggap konselor tidak mengenal dirinya dan konselor tidak tidak punya waktu; (4) peserta didik merasa tidak mudah terbuka membicarakan masalah dalam situasi

31

Hunainah. Op.Cit. h. 85 32


(41)

formal; (5) peserta didik merasa lebih leluasa dalam mengungkapkan permasalahan kepada teman sebaya.33

Penerapan layanan konseling sebaya dianggap perlu karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan sebagian besar remaja lebih suka bercerita tentang masalah-masalah yang mereka hadapi dengan teman sebayanya dibandingkan dengan guru pembimbing, guru mata pelajaran, wali kelas, maupun orang tua.

Konseling teman sebaya secara kuat menempatkan keterampilan-keterampilan komunikasi untuk memfasilitasi eksplorasi diri dan pembuatan

keputusan. “Konselor” sebaya bukanlah konselor profesional atau ahli terapi. “Konselor” sebaya adalah para peserta didik (remaja) yang memberikan bantuan kepada siswa lain di bawah bimbingan konselor ahli. Dalam layanan konseling sebaya, peran dan kehadiran konselor ahli tetap diperlukan. Pada hakekatnya peer counseling adalah counseling through peers. Dalam model konseling teman

sebaya, terdapat hubungan Triadik antara Konselor ahli, “konselor” sebaya dan

konseli. Hubungan triadik tersebut dapat digambarkan melalui gambar berikut:

33

Hunainah, Op.Cit. h. 90

Konselor ahli

Konseli sebaya Konselor


(42)

Gambar 1

Interaksi Triadik antara Konselor Ahli, Konselor Teman Sebaya, DenganKonseli Teman Sebaya (Suwarjo).

Keterangan :

Interaksi antara konselor ahli dengan konseli melalui

“konselor”teman sebaya.

Interaksi langsung antara konselor ahli dengan konseli atas rujukan

“konselor” teman sebaya.34

Konselor” sebaya terlatih yang direkrut dari jaringan kerja sosial

memungkinkan terjadinya sejumlah kontak yang spontan dan informal. Kontak-kontak yang demikian memiliki multiplying impact pada berbagai aspek dari remaja lainnya. Kontak-kontak tersebut juga dapat memperbaiki atau meningkatkan iklim sosial dan dapat menjadi jembatan penghubung antara konselor profesional dengan para siswa (remaja) yang tidak sempat atau tidak bersedia berjumpa dengan konselor.

3. Fungsi dan Manfaat Layanan konseling sebaya

Fungsi suatu layanan dapat diketahui dengan melihat kegunaan, manfaat, atupun keuntungan yang dapat diberikan oleh layanan tersebut. Suatu pelayanan dapat dikatakan tidak berfungsi apabila ia tidak memperlihatkan kegunaan ataupun memberikan manfaat atau atau keuntungan tertentu. Fungsi layanan konseling sebaya ditinjau dari kegunaan dan manfaat, ataupun keuntungan-keuntungan apa yang diperoleh melalui pelayanan secara umum dapat dikelmpokkan menjadi dua yakni fungsi bagi konselor, dan fungsi bagi konseli.

34


(43)

a. Fungsi konselor sebaya menurut Lalu Abdurrachman Wahid adalah:

1) remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialaminya; 2) remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang

lain untuk berkembang menjadi suatu pribadi yang sehat dan efektif; 3) remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang

lain supaya mampu melakukan perubahan-perubahan positif dalam hidupnya;

4) remaja dengan keterampilan konseling, akan membantu remaja yang lain supaya mampu mengambil keputusan-keputusan tertentu untuk memperbaiki kualitas hidupnya;

5) layanan konseling sebaya akan memudahkan remaja untuk mengoptimalisasikan kemampuan refleksi diri dan menyelami aspek-aspek psiko-sosial yang sangat bermanfaat untuk memahami kehidupan pribadinya sendiri dan kehidupan pribadi yang akan dibantunya.35

b. Manfaat layanan konseling sebayabagi peserta didik:

1) remaja memiliki kemampuan melakukan pendekatan dan membina percakapan dengan baik serta bermanfaat dengan orang lain;

2) remaja memiliki kemampuan mendengar, memahami dan merespon (3m), termasuk komunikasi nonverbal (cara memandang, cara tersenyum, dan melakukan dorongan minimal);

3) remaja memiliki kemampuan mengamati dan menilai tingkah laku orang lain dalam rangka menentukan apakah tingkah laku itu bermasalah atau normal;

4) remaja memiliki kemampuan untuk berbicara dengan orang lain tentang masalah dan perasaan pribadi;

5) remaja memiliki kemampuan untuk menggunakan keputusan yang dibuat dalamkonseling mengahadapi permasalahan-permasalahan pribadi, permasalahan kesehatan, permasalahan sekolah, dan permasalahan perencanaan hubungan dengan teman sebaya;

6) remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan tindakan alternatif sewaktu menghadapi masalah;

7) remaja memiliki kemampuan menerapkan keterampila interpersonal yang menarik untuk mengusahakan terjadi pertemuan pertama dengan peserta didik yang meminta pertolongan;

8) remaja memiliki kemampuan untuk mengembangkan keterampilan observasi atau pengamatan agar dapat membedakan tingkah laku abnormal dengan normal; terutama mengidentifikasi masalah dalam

35


(44)

menggunakan minuman keras, masalah terisolasi, dan masalah kecemasan;

9) remaja memiliki kemampuan mengalih tangankan konseli ke konselor ahli untuk menolongnya memecahkan masalahnya jika dalam layanan konseling sebaya tidak dapat terselesaikan;

10) remaja memiliki kemampuan mendemontrasikan kemampuan bertingkah laku yang beretika;

11) remaja memiliki kemampuan mendemontrasikan pelaksanaan strategi konseling.36

4. Tujuan Layanan konseling sebaya

Setelah mengetahui pengertian dan manfaat dari layanan konseling sebaya, maka selanjutnya yang diketahui adalah tujuan dari layanan konseling sebaya. Prayitno menjelaskantujuan dari setiap layanan bimbingan dan konseling merupakan penjabaran dari tujuan umum yang dikaitakan secara langsung dengan permasalahanyang dialamai oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu37. Untuk mengetahui tujuan layanan konseling sebaya, terlebih dahulu harus merujuk pada tujuan umum dari bimbingan dan konseli.

Tujuan umum bimbingan dan konseling yang di kemukakakn oleh Colleman, yakni memberikan dukungan, memberikan wawasan, pandangan, pemahaman, keterampilan, dan alterantif baru, serta mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh konseli.38 Dalam prakteknya, layanan konseling sebaya hendaknya dapat memberikan pemahaman yang utuh tentang perilaku dan risikonya terhadap kesehatan fisik maupun psikis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

36

Ibid. h. 14 37

Prayitno dan Erman Amti. Op.Cit. h. 113. 38


(45)

Menurut Hunainah, secara umum tujuan layanan konseling sebaya dikelompokan menjadi dua, yaitu:

1) Tujuan bagi konselor sebaya

a. membekali calon konselor sebaya agar mampu menggunakan keterampiln mendengar aktif, melakukan empat dan keterampilan memecahkan masalah yang dihadapi teman sesama remaja;

b. mengembangkan kemampuan saling memperhatikan dan saling berbagi pengalaman dalam mengatasi masalah;

c. mengembangkan sikap-sikap positif yang diperlakukan dalam membantu teman sebaya menghadapi masalah.

2) Tujuan bagi remaja sebagai konseli

a. membantu remaja memahami masalah yang sedang dihadapi;

b. membantu remaja membangun afeksi positif dalam menghadapi masalah yang dihadapi;

c. membantu remaja berlatih membiasakan bertindak secara konstruktif dalam menghadapi masalah.39

5. Karakteristik konselor sebaya

Dalam hal pemilihan calon konselor sebaya, Tindall dan Gray menyatakan bahwa keefektifan program layanan konseling sebaya tergantung pada proses pemilihan calon konselor sebaya. Dalam proses pemilihan calon konselor sebaya harus memperhatikan kriteria khusus diantaranya :(1) kualitas kondisi humanistik seperti karakteristik hangat; (2) memiliki minat pada kegiatan layanan bantuan; (3) dapat diterima orang lain; (4) toleran terhadap perbedaan system nilai; dan(5) energik.40

Selain Tindall dan Gray, Suwarjo juga memandang bahwa calon konselor sebaya memiliki kriteria berikut : secara sukarela bersedia membantu orang lain,

39

Hunainah. Bimbingan Teknis Implementasi Model Layanan konseling sebaya. (Rizki Pres: Serang. 2012) h. 8

40


(46)

memiliki emosi yang stabil, dan memiliki prestasi belajar yang cukup baik atau minimal rerata, serta mampu menjaga rahasia, merupakan kriteria lain yang perlu dijadikan dasar pemilihan calon konselor sebaya.41

Selain karakteristik, Lalu Abdurrachman Wahid mengatakan bahwa syarat menjadi konselor sebaya adalah sebagai berikut: (1) berpengalaman sebagai pendidik sebaya (tidak mutlak); (2) memiliki minat, kemauan, dan perhatian untuk membantu klien; (3) terbuka untuk pendapat orang lain; (4) menghargai dan menghormati klien; (5) peka terhadap perasaan orang dan mampu berempati; (6) dapat dipercaya dan mampu memegang rahasia; (7) pendidikan minimal setingkat SLTA (lebih diutamakan).42

Setelah pemilihan calon konselor sebaya berdasarkan syarat dan karakteristik tersebut,peserta didik calon konselor sebaya akan mendapatkan pelatihan dasar, untuk memiliki keterampilan-keterampilan pokok. Agar terciptanya layanan konseling sebaya yang baik, para konselor sebaya non profesional harus memiliki keterampilan-keterampilan pokok. Ivey menjelaskan, keterampilan-keterampilan pokok tersebut ialah:

a. attending yaitu perilaku yang secara langsung berhubungan dengan respek, yang ditunjukan ketika konselor memberikan perhatian penuh pada konseli, melalui komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai komitmen untuk fokus pada konseli. Konselor menjadi pendengar aktif yang akan berpengaruh pada efektivitas bantuan. Termasuk pada komunikasi verbal dan non verbal adalah Empati;

b. merangkum, yaitu menyimpulkan berbagai pernyataan konseli menjadi satu pernyataan. Ini berpengaruh pada kesadaran untuk mencari solusi masalah;

41

Suwarjo. Op.Cit. h. 12 42


(47)

c. bertanya, yaitu proses mencari apa yang ada di balik diskusi, dan seringkali berkaitan dengan kenyataan yang dihadapi konseli. Pertanyaan yang efektif dari konselor adalah yang tepat, bersifat mendalam untuk mengidentifikasi, untuk memperjelas masalah, dan untuk mempertimbangkan alternatif;

d. keaslian adalah mengkomunikasikan secara jujur perasaan sebagai cara meningkatkan hubungan dengan dua atau lebih individu;

e. asertif, termasuk kemampuan untuk mengekspresikan pemikiran dan perasaan secara jujur, yang ditunjukkan dengan cara berterus terang, dan respek pada orang lain;

f. konfrontasi adalah komunikasi yang ditandai dengan ketidak sesuaian/ketidak cocokan perilaku seseorang dengan yang lain;

g. pemecahan masalah adalah proses perubahan seseorang dari fase mengeksplorasi satu masalah, memahami sebab-sebab masalah, dan mengevaluasi tingkah laku yang mempengaruhi penyelesaian masalah itu.43 Dalam pelatihan konselor sebaya, para professional dalam hal ini guru pembimbing bertanggung jawab untuk memberikan pelatihan kepada para peserta didik dengan baik, penjelasan tentang standar etik, dan suport atau dukungan pada orang yang dilatih dan dapat berkontribusi pada tersedianya tenaga yang potensial. Dalam penelitian ini, layanan layanan konseling sebaya diharapkan dapat meningkatkan resiliensi peserta didik di sekolah SMA 12 Bandar Lampung. B. Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Secara bahasa, resiliensi merupakan istilah yang berasal dari bahasa inggris dari kata resilience yang artinya daya pegas, daya kenyal atau kegembiraan. Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dngan namaego-resillience yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan

43


(48)

kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.44

Menurtu Rinaldi resiliensi adalah keberhasilan menyesuaikan diri terhadap tekanan yang terjadi. Penyesuaian diri menggambarkan kapasitas untuk membangun hasil positif dalam peristiwa kehidupan yang penuh tekanan. Penyesuaian diri adalah mem-bangun daya tahan dan mempertahankan batas antara tingkat emosi positif dan negatif yang menggambarkan kekuatan yang mendasari individu dalam kelen-turan menyesuaikan diri.45

Lebih lanjut menurut Cefai mengaju pada luthar menyebutkan definisi resiliensi adalah kompetensi dan keberhasilan, meskipun menghadai kesulitan yang berkepanjangan dan merugikan. Schoon berpendapat bahwa resiliensi umumnya tidak langsung diukur, tetapi diidentifikasi dengan berdasarkan pada dua pertimbangan mendasar: (1) ketika seseorang dalam kondisi baik; dan (2) pada saat sekarang, ketika seseorang belum pernah menghadapi kejadian yang berisiko secara signifikan atau adany kesulitan yang harus diatasi.46

Hamid patilima juga memberi definisi mengenai resiliensi, yaitu sebagai proses pendampingan oleh pendidik untuk mempersiapkan anak usia dini agar

44

Desmita. Op.Cit. h. 3

45 Rinaldi. Resiliensi Pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau Dari Jenis Kelamin.

Jurnal Psikologi Volume 3, No. 2, Juni 2010 h. 100

46


(49)

mampu menghadapi kerentanan dan tantangan, terhindar dari kemunduran, sehinga sukses dalam segala bidang kehidupan di masa kini dan masa depan.47

Resiliensi secara umum Reivich dan Shatte mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan beradaptasi terhadap situasi-situasi yang sulit dalam kehidupan.48 Individu dianggap sebagai seseorang yang memiliki resiliensi jika mereka mampu untuk secara cepat kembali kepada kondisi sebelum trauma dan terlihat kebal dari berbagai peristiwa-peristiwa kehidupan yang negatif. Di dalam penelitian ini, kami berasumsi bahwa tingkat fleksibilitas yang membuat peserta didik berhasil dalam akademis walaupun mereka berada pada kondisi yang sulit, sehingga ia mampu untuk bertahan, bangkit dan menyesuaikan dengan kondisi sulit, ini yang disebut dengan resiliensi.

Dari beberapa defenisi tersebut dapat dipahami bahwa resiliensi (daya lentur, ketahanan) adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi yang tidak menyenangkan, atau mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Bagi mereka yang resilien, resiliensi membuat hidupnya menjadi lebih kuat. Artinya, resiliensi akan membuat seseorang berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi yang tidak menyenangkan, serta dapat

47

Ibid. h. 54 48


(50)

mengembangkan kompetensi sosial, dan akademis sekalipun berada di tengah kondisi stress hebat dalam kehidupan.

2. Faktor-Faktor Resiliensi a. Sumber Resiliensi

Menurut Grotberg ada beberapa sumber dari resiliensi adalah sebagai berikut49 : 1) I Have (sumber dukungan eksternal)

I Have merupakan dukungan dari lingkungan di sekitar individu. Dukungan ini berupa hubungan yang baik dengan keluarga, lingkungan sekolah yang menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain diluar keluarga. Melalui I Have, seseorang merasa memiliki hubungan yang penuh kepercayaan. Hubungan seperti ini diperoleh dari orang tua, anggota keluarga lain, guru, dan teman-teman yang mencintai dan menerima diri anak tersebut.

Individu yang resilien juga memperoleh dukungan untuk mandiri dan dapat mengambil keputusan berdasarkan pemikiran serta inisiatifnya sendiri. Dukungan yang diberikan oleh orangtua ataupun anggota keluarga lainnya akan sangat membantu dalam membentuk sikap mandiri dalam diri seseorang. Sehingga hal ini akan membantu mereka untuk mengembangkan rasa percaya diri dalam diri anak.

2) I Am (kemampuan individu)

I am, merupakan kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang, kekuatan tersebut meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan yang ada dalam dirinya.

Individu yang resilien merasa bahwa mereka mempunyai karakteristik yang menarik dan penyayang sessama. Hal tersebut ditandai dengan usaha mereka

49Myta Devi Nurdian Dan Zainul Anwar. Konseling Kelompok Untuk

Meningkatkan Resiliensi Pada Remaja Penyandang Cacat Fisik (Difable). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. Vol. 02, No.01, 2014. h. 39


(51)

untuk selalu dicintai dan mencintai orang lain. Mereka juga sensitif terhadap perasaan orang lain dan mengerti yang diharapkan orang lain terhadap dirinya. Mereka juga merasa bahwa mereka memiliki empati dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Mereka bangga terhadap apa yang telah mereka capai. Ketika merekamendapatkan masalah atau kesulitan, rasa percaya dan harga diri yang tinggi akan membantu mereka dalam mengatasi kesulitan tersebut. Mereka merasa mandiri dan cukup bertanggungjawab. Mereka dapat melakukan banyak hal dengan kemampuan mereka sendiri.

3) I Can (kemampuan sosial dan interpersonal)

I Can merupakan kemampuan anak untuk melakukan hubungan sosial dan interpersonal. Mereka dapat belajar kemampuan ini melalui interaksinya dengan semua orang yang ada disekitar mereka. Individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk berkomunikasi serta memecahkan masalah dengan baik. Mereka mampu mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dengan baik.

Seperti yang dijelaskan dijelaskan dalam Al-Qur‟an suratAr-Rum ayat 22:





































Artinya:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.50

50 Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 22


(52)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia tidaklah lepas dari interaksi sosial meski memiliki perbedaan setiap individunya. Intetaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu yang saling mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan antara individu yang satu individu lainnya.

Kemampuan untuk mengendalikan perasaan dan dorongan dalam hati juga dimiliki oleh individu yang resilien. Mereka mampu menyadari perasaan mereka dan mengekspresikannya dalam kata-kata dan perilaku yang tidak mengancam perasaan dan hak orang lain. Mereka juga dapat memahami karakteristik dirinya sendiri dan orang lain. Ini membantu individu untuk mengetahui seberapa banyak waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, dan seberapa banyak ia dapat menangani berbagai macam situasi. Selain itu, individu yang resilien juga dapat menemukan seseorang untuk meminta bantuan, untuk menceritakan perasaan dan masalah, serta mencari cara untuk menyelesaikan masalah pribadi dan interpersonal.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Resiliensi

Dalam membangun resiliensi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seperti individu, keluarga, lingkungan, dan lembaga. Faktor-faktor ini saling mempengaruhi satu sama lain.51

1) Karakteristik individu

Schoon mendefinisikan bahwa individu yang mampu membangun resiliensi adalah individu yang mengenal kompetensinya, individu yang mempu

51


(53)

merumuskan ambisi, aspirasi, rencana hidup yang lebih terarah dari sekarang untuk masa depan. Sifat individu yang meningkatkan resiliensi adalah individu yang memiliki hubungan baik dengan sesame, humoris, kemampuan menilai orang, independen, mampu mengontrol diri, optimis, fleksibel, mempunyai keingintahuan yang tinggi, kepercayaan diri, tekun, dan kreatif.

2) Lingkungan sekitar

Menurut Schoon, lingkungan dapat diaggap sebagai tempat lahirnya resiko yang membentuk kehidupan anak, keluarga, dan masyarakat. Menurut pendekatan ini, resiliensi didasarkan pada transaksi yang kompleks dan langsung antara individu dan konteks.

3) Kelembagaan

Lingkungan sekolah secara umum adalah pembentuk yang kuat dalam perkembangan potensi individu. Pendidik dan sekolah dapat memainkan peran khusus dengan memberikan dukungan emosional dalam berbagai cara, termasuk memahami perasaan peserta didik yang mungkin sedan diliputi rasa marah, takut, bersalah, dan mendorong mereka untuk mengekspresikan diri, juga memahami masalah konsentrasi mereka.52

52


(54)

3. Karakteristik Resiliensi

Seperti yang telah dikatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan bangkit dari situasi sulit dan tekanan, tentu terdapat kemampuan dasar yang dimiliki individu yang resilien. Revich dan Shatte memaparkan tujuh kemampuan yang membentuk resiliensi, yaitu sebagai berikut53 :

a. Emotion Regulation

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah kondisi yang menekan. Reivich dan Shatte mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu yaitu tenang (calming) dan fokus (focusing). Dua buah keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu.

b. Impulse Control

Pengendalian impuls adalah kemampuan individu untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu yang memiliki kemampuan pengendalian impuls yang rendah, cepat mengalami perubahan emosi yang pada akhirnya mengendalikan pikiran dan perilaku mereka.

Individu dapat mengendalikan impulsivitas dengan mencegah terjadinya kesalahan pemikiran, sehingga dapat memberikan respon yang tepat pada permasalahan yang ada. Menurut Reivich dan Shatte, pencegahan dapat dilakukan dengan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Kemampuan individu untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki.

c. Optimisme

Optimisme yang dimaksud Reivich dan Shatte adalah optimisme yang realistis (realistic optimism), yaitu sebuah kepercayaan akan terwujudnya

53 Riezky Vieramadhani Poetry Dkk. Resiliensi PadaMahasiswa Baru


(55)

masa depan yang lebih baik dengan diiringi segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut. Berbeda dengan unrealistic optimism dimana kepercayaan akan masa depan yang cerah tidak dibarengi dengan usaha yang signifikan untuk mewujudkannya. Perpaduan antara optimisme yang realistis dan self-efficacy adalah kunci resiliensi dan kesuksesan.

d. Analisis Penyebab Masalah

Causal analysis merujuk pada kemampuan individu untuk mengidentifikasikan secara akurat penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi. Individu yang tidak mampu mengidentifikasikan penyebab dari permasalahan yang mereka hadapi secara tepat, akan terus menerus berbuat kesalahan yang sama.

e. Empati

Empati sangat erat kaitannya dengan kemampuan individu untuk membaca tanda-tanda kondisi emosional dan psikologis orang lain. Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif. Menurut Reivich dan Shatte ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan.

f. Efikasi Diri

Self-efficacy adalah hasil dari pemecahan masalah yang berhasil. Self-efficacy merepresentasikan sebuah keyakinan bahwa kita mampu memecahkan masalah yang kita alami dan mencapai kesuksesan. Self-efficacy merupakan hal yang sangat penting untuk mencapi resiliensi.

g. Reaching out

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu- individu yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untuk berlebih-lebihan (overestimate) dalam memandang kemungkinan hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang.54

Dapat disimpulkan bahwa individu yang resilien memiliki karakteristik yaitu individu yang optimis, mampu beradaptasi dengan baik, memiliki motivasi diri,

54


(56)

memiliki kompetensi personal, memiliki internal locus of control, self-esteem dan rasa percaya diri yang tinggi, mandiri, sosiabilitas, serta mampu berempati.

4. Fungsi Resiliensi

Rutter mengemukakan ada empat fungsi resliensi, yaitu :

a. untuk mengurangi resiko mengalami konsekuensi-konsekuensi negatif setelah adanya kejadian hidup yang menekan;

b. mengurangi kemungkinan munculnya rantai reaksi yang negatif setalah peristiwa hidup yang menekan;

c. membantu menjaga harga diri dan rasa mampu diri; d. meningkatkan kesempatan untuk berkembang.55

Resiliensi bukanlah karakteristik kepribadian atau trait, tetapi lebih sebagai proses dinamis dengan disertainya sejumlah faktor yang membantu mengurangi resiko individu dalam menghadapi tekanan hidup.

Sesuai dengan kemampuannya, konselor sebaya diharapkan mampu menjadi sahabat yang baik, yaitu minimal mampu menjadi pendengar aktif bagi teman sebayanya yang membutuhkan perhatian. Pendengar aktif adalah pendengar yang dengan penuh perhatian memperhatikan isi ungkapan hati teman yang sedang curhat, mampu menangkap ungkapan pikiran dan emosi di balik ekspresi verbal maupun non verbal, mampu mengekspresikan pemahaman dan penerimaan secara tulus dan empatik kepada teman sebayanya, serta mampu memantulkan kembali ekspresi emosi dan pikiran konselor sebaya kepada konseli. Jika memungkinkan


(1)

KETERAMPILAN MERANGKUM

Materi

Dalam proses konseling seringkali konseli mengemukakan berbagai isi hatinya dan terkadang tidak fokus pada satu persoalan tertentu. Tidak jarang pula konseli mencampur-baurkan antara masalah sebagai fakta dengan masalah yang berkembang sebagai akibat dari penafsiran atau persepsi mereka terhadap masalah faktual tersebut. Persepsi konseli terhadap masalah inilah yang membuat respon konseli unik. Dengan kata lain, suatu masalah yang sama akan dihayati secara berbeda-beda oleh dua orang atau lebih. Kadang kala masalah akan terasa menjadi lebih besar akibat penghayatan individu yang berlebihan terhadap masalah tersebut. Meskipun demikian, seorang konselor tidak boleh memberikan penilaian (judgment) atas persepsi konseli seperti ”Ah itu kan hanya perasaanmu saja”,

”Kamu kok cengeng sih, begitu aja dibesar-besarkan”.

Seorang konselor harus penuh perhatian kepada konseli. Dalam proses komunikasi konseling, konselor harus dapat menangkap pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan penting yang diekspresikan oleh konseli. Pada saat yang sama konselor juga dituntut mampu memberikan umpan balik (feed back) kepada konseli pada bagian-bagian yang penting dan sekaligus memberikan kesempatan kepada konseli untuk memperoleh kesadaran baru terhadap masalah yang sedang dihadapinya. Untuk mampu melakukan hal-hal tersebut keterampilan merangkum, perlu dikuasai oleh seorang konselor.

Merangkum dalam komunikasi konseling adalah aktivitas konselor mengungkapkan kembali pokok-pokok pikiran dan perasaan yang diungkapkan konseli. Dalam suatu dialog yang panjang antara konseli dan konselor, banyak pokok-pokok pikiran dan perasaan konseli yang diungkapkan secara ”berserakan”. Konselor harus mencermati pokok-pokok pikiran dan perasaan tersebut, mengingat dalam hati, mengidentifikasi dalam hati, lalu pada saat yang tepat mengungkapkan kembali kepada konseli dengan gaya bahasa konselor sendiri. Ketepatan konselor membuat rangkuman akan menumbuhkan kesan pada konseli bahwa konseli diperhatikan, didengarkan kata-katanya, dipahami, dan diterima


(2)

kehadirannya oleh konselor. Perlu diingat bahwa kata-kata untuk mengawali rangkuman perlu ditata dengan baik sehingga tidak ada kesan konselor menghakimi. Beberapa kata yang dapat digunakan untuk mengawali suatu

rangkuman misalnya: ”Saya mendengar bahwa anda benar-benar

mengatakan...”, ”Hal yang anda katakan mengesankan bahwa...”, ”Makna yang ada dibalik hal-hal yang anda ungkapkan adalah...”, ”Makna yang ada

dibalik ungkapan perasaan anda adalah...”, ”Poin-poin penting yang anda

kemukakan adalah...”.

Melalui pelatihan-pelatihan pada sessi ini, keterampilan merangkum akan dapat anda kuasai dengan baik. Ikutilah dengan seksama berbagai kegiatan dan latihan yang dipandu oleh fasilitator, dan jangan malu mencoba.

KETERAMPILAN BERPERILAKU GENUIN

Materi

Dalam suatu komunikasi antara konselor dengan konseli, ketidak jujuran atau menutup-nutupi berbagai perasaan yang berkecamuk dalam diri konselor seyogyanya dihilangkan. Konselor harus memancarkan kejujuran dan keterbukaan terhadap konseli. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana jika dalam diri konselor muncul perasaan tidak suka kepada konseli, haruskah perasaan itu secara jujur dikemukakan kepada konseli? Akankah kejujuran tersebut merusak hubungan antar pribadi?. Kejujuran konselor harus disampaikan atau diekspresikan secara tepat sehingga tidak melukai hati konseli. Sebagai konselor, sebelum anda dapat mengekspresikan perasaan-perasaan anda, anda harus menyadari adanya perasaan-perasaan tersebut. Untuk mengomunikasikan keterbukaan dan kejujuran kepada konseli, pertama kali anda harus menguasai diri


(3)

menyadari bahwa anda bahagia, atau ketika anda merasa marah, anda dapat menyadari adanya kemarahan anda tersebut. Untuk berlatih mengekspresikan keaslian atau kejujuran atau kesejatian perasaan dan pikiran, anda perlu belajar membedakan antara respon-respon yang tidak responsif, respon yang tidak genuin, dan respon yang genuin. Sebagai contoh, dalam situasi dimana konseli mengemukakan ”Saya jengkel dan kesal kepada kakak saya”; respon yang tidak

responsif adalah ”Kamu harus benar-benar menyukai kakakmu”, ”Kamu harus

hormat kepada kakakmu”. Respon yang tidak genuin terhadap pernyataan konseli misalnya: ”Anda membuat pernyataan yang memalukan tentang kakakmu”. Sedangkan pernyataan yang genuin dapat diungkapkan melalui pernyataan

berikut, ”Jika anda jengkel dan kesal kepada kakak anda, saya rasa tidak mudah

untuk berpisah darinya dan pergi meninggalkan rumah”.

KETERAMPILAN PEMECAHAN MASALAH

Materi

Pemecahan masalah akan menjadi efektif apabila konseli dan konselor telah mengeksplorasi dan memahami seluruh dimensi dari masalah. Jika dimensi-dimensi masalah telah ditemukan, konseli kemudian didorong untuk taat melakukan perubahan tingkah laku. Seorang konselor hendaknya mampu mendengarkan inti ungkapan konseli yang merupakan pokok-pokok masalah yang perlu dibantu untuk dipecahkan.

Beberapa cara dapat dilakukan untuk membantu memecahkan masalah. Penggunaan keterampilan komunikasi (misalnya keterampilan mendengarkan) merupakan salah satu cara yang dapat digunakan. Pada banyak kasus, keterampilan komunikasi saja tidak cukup. Beberapa konseli membutuhkan bantuan yang memerlukan teknik-teknik pemecahan masalah.


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Umur : Kelas : Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta mengetahui tentang tujuan dan

manfaat penelitian yang berjudul “EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING

SEBAYA DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI TERHADAP KONFLIK DIRI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016/2017

Saya menyatakan bersedia / tidak bersedia diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini. Saya memahami penelitian ini tidak akan merugikan saya dan saya akan mematuhi segala ketentuan dalam penelitian ini. Saya percaya yang saya sampaikan ini dijamin kerahasiaannya dan kebenarannya.

Bandar lampung, 2016

Peneliti Responden

Nurul „Aini ………


(5)

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI KONSELOR SEBAYA

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Umur : Kelas : Alamat :

Setelah mendapatkan keterangan secukupnya serta mengetahui tentang tujuan dan

manfaat penelitian yang berjudul “EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING

SEBAYA DALAM MENINGKATKAN RESILIENSI TERHADAP KONFLIK DIRI PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016/2017

Saya menyatakan bersedia / tidak bersedia diikutsertakan mengikuti pelatihan dan menjadi konselor sebaya dalam penelitian ini. Saya memahami penelitian ini tidak akan merugikan saya dan saya akan mematuhi segala ketentuan dalam penelitian ini. Saya percaya yang saya sampaikan ini dijamin kerahasiaannya dan kebenarannya.

Bandar lampung, 2016

Peneliti Konselor sebaya

Nurul „Aini ………


(6)

DOKUMENTASI KEGIATAN

Kegiatan pelatihan konselor sebaya

Kegiatan Pemberian Materi Tentang Resiliensi


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL PESERTA DIDIK KELAS XII SMA NEGERI 7 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016 2017

2 24 210

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK MANAJEMEN DIRI UNTUK MENGURANGIKECANDUAN GAME ONLINE PESERTA DIDIK KELAS VIII SMP NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016 2017

2 20 152

IMPLEMENTASI LAYANAN INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN PERENCANAAN KARIR PESERTA DIDIK KELAS IX DI SMP NEGERI 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016 2017

0 3 107

EFEKTIVITAS ASSERTIVE TRAINING DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL PESERTA DIDIK KELAS XI SMAN 12 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016 2017

9 43 165

EFEKTIVITAS KONSELING SEBAYA DI SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XI SMA NEGERI 8 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2016 2017

0 0 205

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK ANALISIS TRANSAKSIONAL DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN INTERAKSI SOSIAL PESERTA DIDIK TAHUN AJARAN 2016 2017

0 1 184

EFEKTIVITAS BIMBINGAN BELAJAR MENGGUNAKAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN TANGGUNG JAWAB BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII SMPN 11 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Raden Intan Repository

0 0 98

EFEKTIVITAS LAYANAN INFORMASI DALAM MENINGKATKAN MINAT BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS XII SMK PGRI 4 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2017/2018 - Raden Intan Repository

0 0 100

EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK MODELING DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VII SMP NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN AJARAN 2017/2018 - Raden Intan Repository

0 0 114

EFEKTIVITAS KONSELING SEBAYA DENGAN TEKNIK REWARD DAN PUNISHMENT PADA EKSTRAKURIKULER PRAMUKA DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 9 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2016/2017 - Raden Intan Repository

0 0 115