TESIS SOFI HANIFATI AFIFAH S991402018

(1)

i

PENGARUH NEED F OR ACHIEVEMENT DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP INTENSI BERWIRAUSAHA SISWA

SMK NEGERI 1 SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

SOFI HANIFATI AFIFAH

S991402018

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2015 commit to user


(2)

ii commit to user


(3)

iii


(4)

iv commit to user


(5)

v MOTTO

Inna ma’al ‘usri yusroo. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (Q.S. Al-Insyirah: 6)

“Altought you may be hurt and bleeding now, a better day will come. Hard work will never betray you”.

(Kang Gary)

“Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat baik terhadap diri sendiri”

(Benyamin Franklin)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah teriring syukurku kepada Allah SWT, dengan penuh ketulusan kupersembahkan Tesis ini kepada:

My Best Supporters: Bapak Suwardi, Ibu Rinarti, Mba Ika, dan Iyan

My Georgeous: Fajri Digit S ♥

My Angels: Dhani, Mba Lilis, Mba Lia, Linda, Epan dan Santy


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala bentuk nikmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan Tesis ini. Sholawat dan salam peneliti haturkan kepada Nabi Besar Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai teladan bagi seluruh umat. Tesis ini ditulis untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Magister Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Peneliti menyadari bahwa tesis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasihh kepada: 1. Direktur Pascasarjana dan para Asisten Direktur Pascasarjana Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

2. Dekan dan para Pembantu Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Dr. Dewi Kusuma Wardani, M.Si., selaku Kepala Program Studi Magister Pendidikan Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah Memberikan pengarahan dan ijin dalam penyusunan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Sigit Santosa, M.Pd., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan ijin dan meluangkan waktu serta penuh kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk dan arahan yang sangat berharga sehigga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Ibu Dr. Yunastiti Purwaningsih, M.P., selaku pembimbing kedua yang telah bersedia meluangkan waktu serta penuh kesabaran membeirkan bimbingan, petunjuak dan arahan yang sangat berharga sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

6. Tim Penguji Tesis Program Studi Magister Pendidikan Ekonomi Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan pengarahan dan menguji tesis ini, sehingga dapat terselesaikan dengan baik. 7. Bapak Rohmad, M.Pd., selaku kepala sekolah SMK Negeri 1 Surakarta yang

telah mendukung dan memberikan ijin untuk mengadakan penelitian di SMK Negeri 1 Surakarta. commit to user


(8)

viii

8. Rekan–rekan Mahasiswa Magister Pendidikan ekonomi UNS dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada peneliti.

Akhirnya dengan menyadari terbatasnya kemampuana yang ada pada diri peneliti, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan. Semoga hasil ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya maupun bagi pembaca pada umumnya.

Surakarta, 28 Oktober 2015 Peneliti


(9)

ix DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN MOTTO

PERSEMABAHAN KA

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ABSTRAK ABSTRACT I ii iii iv v vi vii ix xiii xiv xv xvi xvii

BAB I PENDAHULUAN 1

A.Latar Belakang Masalah 1

B.Identifikasi Masalah 5

C.Pembatasan Masalah 6

D.Rumusan Masalah 7

E. Tujuan Penelitian 7

F. Manfaat Penelitian 8

BAB II LANDASAN TEORI 9

A.Intensi Berwirausaha 9

1. Definisi Intensi 9

2. Definisi Kewirausahaan 9

3. Definisi Intensi Berwirausaha 10

B.Teori Tentang Intensi Berwirausaha 13

1. Theory of Planned Behaviour 13

C.Sikap (Attitude) 15

1. Definisi Sikap 15 commit to user


(10)

x

2. Struktur Sikap 15

3. Fungsi Sikap 17

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap 18

D.Metode Pembelajaran 19

1. Definisi Metode Pembelajaran 19

2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran 20

E. Need For Achievement 22

1. Definisi Need for Achievement 22

2. Karakteristik Need for Achievement 23

F. Locus of Control 26

1. Definisi Locus of Control 26

2. Dimensi Locus of Control 27

G.Penelitian yang Relevan 29

H.Kerangka Berfikir 32

I. Hipotesis 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 36

A.Tempat dan Waktu Penelitian 36

1. Tempat penelitian 36

2. Waktu penelitian 36

B.Jenis Penelitian 37

C.Populasi, Sampel dan Teknik Sampel 38

1. Penetapan populasi 38

2. Sampel dan Teknik Sampel 38

D.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 40

1. Variabel Penelitian 40

2. Definisi Operasional Variabel 40

E. Teknik Pengumpulan Data 44

1. Kuesioner 44

2. Dokumentasi 45

F. Uji Coba Intrumen 45


(11)

xi

2. Uji Reliabilitas 46

G.Uji Prasyarat Analisis 46

1. Uji Normalitas 47

2. Uji Linearitas 47

3. Uji Multikolinearitas 47

4. Uji Heteroskedasisitas 47

H.Teknik Analisis Data 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 50

A.Deskripsi Tempat Penelitian 50

1. Sejarah Singkat SMK Negeri 1 Surakarta 50

2. Visi dan Misi SMK Negeri 1 Surakarta 51

3. Keadaan SMK Negeri 1 Surakarta 51

4. Penerapan Metode Pembelajaran di SMK Negeri 1 Surakarta 54

B.Hasil Uji Coba Kuesioner 56

1. Hasil Uji Validitas 56

2. Hasil Uji Reliabilitas 58

C.Deskripsi Data Penelitian 58

1. Deskripsi Data Variabel Need for Achievement 58

2. Deskripsi Data Variabel Locus of Control 62

3. Deskripsi Data Variabel Sikap (Attitude) 66

4. Deskripsi Data Variabel Intensi Berwirausaha 69

D.Analisis Data Penelitian 72

1. Uji Prasyarat Analisis 72

2. Uji Hipotesis 78

E. Pembahasan Hasil Analisis Data 86

1. Need for Achievement Berpengaruh Positif Langsung Terhadap Intensi Berwirausaha 86

2. Locus of Control Berpengaruh Positif Langsung Terhadap Intensi Berwirausaha 87


(12)

xii

3. Sikap Berpengaruh Positif Langsung Terhadap

Intensi Berwirausaha 89

4. Need for Achievement Berpengaruh Positif Tidak Langsung Terhadap Intensi Berwirausaha Melalui Sikap (Attitude) 90

5. Locus of Control Berpengaruh Positif Tidak Langsung Terhadap Intensi Berwirausaha Melalui Sikap (Attitude) 92

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 94

A.Kesimpulan 94

B.Implikasi 95

1. Implikasi Teoretis 95

2. Implikasi Praktis 96

C.Saran 96

1. Kepada Kepala Sekolah 96

2. Kepada Guru 97

3. Kepada Peneliti Lain 97

DAFTAR PUSTAKA 98

LAMPIRAN 105


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jadwal Penyelesaian Penelitian ... 36

2. Jumlah siswa SMK Negeri 1 tahun ajaran 2014/ 2015 ... 38

3. Jumlah Sampel Penelitian ... 39

4. Daftar Pimpinan SMK Negeri 1 Surakarta ... 50

5. Jumlah Siswa SMK Negeri 1 Surakarta Tahun 2013 - Tahun ... 53

6. Hasil Uji Validitas ... 57

7. Hasil Uji Reliabilitas ... 58

8. Rangkuman Deskripsi Data Variabel Need for Achievement ... 61

9. Rangkuman Deskripsi Data Variabel Locus of Control ... 65

10. Rangkuman Deskripsi Data Variabel Sikap (Attitude) ... 68

11. Rangkuman Deskripsi Data Variabel Intensi Berwirausaha ... 71

12. Hasil UJi Normalitas ... 73

13. Uji Linearitas Variabel Need for Achievement dengan Intensi Berwirausaha ... 74

14. Uji Linearitas Variabel Locus of Control dengan Intensi Berwirausaha 74

15. Uji Linearitas Variabel Sikap dengan Intensi Berwirausaha ... 75

16. Hasil Uji Multikolinearitas... 76

17. Rangkuman Hasil pengukuran Uji Goodness of Fit ... 79

18. Hasil Uji Hipotesis ... 82

19. Koefisien Pengaruh Langsung, Tidak Langsung dan Pengaruh Total ... 82

20. Koefisien Determinasi (Square Multiple Correlations) ... 83


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Theory of Planned Behaviour ... 14

2. Kerangka Berfikir Penelitian ... 35

3. Struktur Organisasi SMK Negeri 1 Surakarta ... 52

4. Grafik Histogram Variabel Need For Achievement Kelas X ... 59

5. Grafik Histogram Variabel Need For Achievement Kelas XI ... 60

6. Grafik Histogram Variabel Need For Achievement Kelas XII ... 61

7. Grafik Histogram Variabel Locus of Control Kelas X ... 63

8. Grafik Histogram Variabel Locus of Control Kelas XI ... 64

9. Grafik Histogram Variabel Locus of Control Kelas XII ... 65

10. Grafik Histogram Variabel Sikap (Attitude) Kelas X ... 66

11. Grafik Histogram Variabel Sikap (Attitude) Kelas XI ... 67

12. Grafik Histogram Variabel Sikap (Attitude) Kelas XII ... 68

13. Grafik Histogram Variabel Intensi Berwirausaha Kelas X ... 69

14. Grafik Histogram Variabel Intensi Berwirausaha Kelas XI ... 70

15. Grafik Histogram Variabel Intensi Berwirausaha Kelas XII ... 71

16. Scatterplot Regression Standardized Residual ... 77

17. Model Path Analysis ... 78


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Kisi-Kisi Kuesioner ... 106

2. Kuesioner Penelitian ... 108

3. Hasil Uji Validitas ... 113

4. Hasil Uji Reliabilitas ... 119

5. Tabulasi Data Penelitian ... 120

6. Deskripsi Data Penelitian ... 148

7. Hasil Uji Prasyarat Analisis ... 158

8. Hasil Path Analysis ... 161

9. Surat Permohonan Penyusunan Tesis Kepada Dekan FKIP UNS ... 165

10. Surat Keputusan Dekan FKIP tentang Izin Penyusunan Tesis ... 166

11. Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Rektor UNS ... 167

12. Surat Permohonan Izin Penelitian Kepada Kepala Sekolah SMK Negeri 1 Surakarta ... 168

13. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ... 169


(16)

xvi ABSTRAK

Sofi Hanifati Afifah. Pengaruh Need For Achievement Dan Locus Of Control Terhadap Intensi Berwirausaha Siswa SMK Negeri 1 Surakarta. Tesis. Pembimbing 1: Prof. Dr. Sigit Santoso, M.Pd., Pebimbing 2: Dr. Yunastiti Purwaningsih, M.P. Program Studi Magister Pendidikan Ekonomi, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret, September 2015.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah: 1) need for achivement berpengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha siswa, 2) locus of control berpengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha siswa, 3) sikap berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa, 4) need for achivement berpengaruh tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap siswa, 5) locus of control berpengaruh tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap siswa.

Penelitian ini adalah kuantitatif desktiptif. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SMK Negeri 1 Surakarta dengan sampel 260 siswa dari kelas X sampai dengan XII. Teknik analisis data menggunakan Path Analysis berbantu software AMOS 22.0

Hasil dari penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) Need for achievement berpengaruh positif langsung terhadap intensi berwirausaha dengan hasil nilai koefisien jalur sebesar 0,111 dan nilai probabilitas sebesar 0,003 <0,05. 2) Locus of control berpengaruh positif langsung terhadap intensi berwirausaha, dengan hasil nilai koefisien jalur 0,089 dan nilai probabilitas sebesar 0,020 <0,05. 3) Sikap berpengaruh positif langsung terhadap intensi berwirausaha, dengan hasil nilai koefisien jalur sebesar 0,575 dan nilai probabilitas sebesar 0,000 <0,05. 4) Need for achievement berpengaruh positif tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap, dengan hasil nilai koefisien jalur need for achievement terhadap sikap sebesar 0,094 dan nilai probabilitas 0,000. Koefisien jalur sikap terhadap intensi berwirausaha sebesar 0,575 dan probabilitas 0,000 <0,05. 5) Locus of control berpengaruh positif tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude), dengan hasil koefisien jalur dari locus of control terhadap sikap sebesar 0,133 dan nilai probabilitas sebesar 0,000. Kemudian koefisien jalur dari sikap terhadap intensi berwirausaha sebesar 0,575 dan probabilitas sebesar 0,000 <0,05.

Kata Kunci: Need for Achievement; Locus of Control; Sikap; Intensi Berwirausaha;


(17)

xvii ABSTRACT

Sofi Hanifati Afifah. The Effect of Need for Achievement and Locus of Control to the Students’ Entrepreneurial Intention of SMK Negeri 1 Surakarta. Thesis. Advisors 1: Prof. Dr. Sigit Santoso, M.Pd., Supervisor 2: Dr. Yunastiti Purwaningsih, MP. Postgraduate Program Economics Education, Sebelas Maret University, Surakarta 2015.

The purpose of this study is to determine: 1) need for achievement was directly affected to the students’ entrepreneurship intention, 2) locus of control was directly affected to the students’ entrepreneurship intention, 3) Attitude was directly affected to the students’ entrepreneurship intention, 4) Need for achievement was not directly affected to the entrepreneurship intention through student’s attitudes, 5) Locus of control was not directly affected to the entrepreneurship intention through student’s attitudes.

This is a quantitative descriptive study. The study population was all of students of SMK Negeri 1 Surakarta. The research sample are 260 students from class X to XII. The data analysis technique is Path Analysis assisted AMOS 22.0.

The results show that: 1) Need for achievement was direct positively affected to the entrepreneurship intentions with the results of the path coefficient of 0.111 and the probability value of 0.003 <0.05. 2) Locus of control was direct positively affected to the entrepreneurship intention, with the results of the path coefficient 0.089 and probability value of 0.020 <0.05. 3) The attitude was direct positively affected to the entrepreneurship intention, with the results of the path coefficient of 0.575 and the probability value of 0.000 <0.05. 4) Need for achievement was not direct positively affected to the entrepreneurship intentions through student’s attitude, with the results of the path coefficients of need for achievement to the attitude is 0.094 and probability value of 0,000. The path coefficients of attitudes to the entrepreneurship intention is 0.575 and probability of 0.000 <0.05. 5) Locus of control was not direct positively affected to the entrepreneurial intentions through student’s attitude, with the results of path coefficient and locus of control on the attitude of 0.133 and a probability value of 0.000. The path coefficients of attitudes to the entrepreneurship intention is 0.575 and probability of 0.000 <0.05.

Keywords: Need for Achievement; Locus of Control; Attitude; Entrepreneurial intentions.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara berpenduduk terbanyak nomor empat di dunia setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat dengan jumlah penduduk

253.609.643 jiwa. Banyaknya jumlah penduduk yang dimiliki oleh Indonesia menyebabkan Indonesia membutuhkan banyak tenaga kerja untuk dapat menopang kegiatan perekonomiannya. Pada kenyataannya yang terjadi adalah jumlah pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 7,4 juta jiwa. Melambatnya ekonomi Indonesia dianggap sebagai faktor penyebab jumlah pengangguran dalam negeri bertambah. Tingkat pegangguran ini didominasi oleh pengangguran akademik.

Tingkat pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Indonesia dari tahun 2010 sampai 2014 paling sedikit tamatan tingkat SD ke bawah yaitu sekitar 3%, kemudian disusul tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 mengalami perubahan fluktuatif dan mengalami penurunan jumlah penganggurannya pada tahun 2013 ke tahun 2014 yaitu dari 7,59% ke 7,15%. Kemudian untuk penangguran tingkat SMA mengalami penurunan pada tahun 2013 dan 2014 7,59% menjadi 7,15%. Kemudian pengangguran tingkat diploma mengalami perubahan jumlah pengangguran yang fluktuatif, dimana pada tahun 2013 sampai 2014 terjadi peningkatan jumlah pengangguran dari 5,95% ke 6,14%. Kemudian pengangguran tamatan Universitas dari tahun 2013 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifikan yaitu dari 5,39% ke 5,65%. Sedangkan untuk pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dari tahun 2010 hingga tahun 2014 mengalami perubahan yang fluktuatif, dimana pada tahun 2013 dan 2014 mengalami peningkatan jumlah pengangguran yaitu dari 11,21% menjadi 11,24%. Artinya pengangguran tamatan SMK


(19)

2

menyumbang jumlah angka pengangguran paling besar diantara pengangguran tamatan SD, SMP, Doploma dan Universitas

Kemajuan sebuah negara dapat ditentukan oleh kemajuan ekonominya yang didukung dengan banyaknya jumlah wirausaha di negara tersebut. Bidang wirausaha mempunyai kebebasan untuk berkarya dan mandiri. Wirausaha inilah yang mampu menciptakan lapangan kerja baru agar mampu menyerap tenaga kerja sehingga mampu mengurangi angka pengangguran di Indonesia. Menurut McClelland suatu negara akan maju jika terdapat entrepreneur sedikitnya sebanyak 2% dari jumlah penduduknya. Indonesia memiliki sekitar 1,65% wirausaha, apabila dikalkulasikan dengan jumlah penduduk Indonesia yang berjumah 253.609.643 jiwa, maka dapat dikatakan bahwa jumlah pengusaha yang ada di Indonesia yang ada saat ini berkisar 4.184.559 jiwa, sehingga jumlah pengusaha di Indonesia masih kurang sekitar minimal 887.633 jiwa.

Permasalahan mengenai tingginya jumlah pengangguran khususnya lulusan SMK dan kurangnya jumlah wirausaha di Indonesia telah mendorong semua pihak untuk berfikir lebih jauh mengenai bagaimana upaya untuk mengatasi masalah ini. Pengangguran merupakan masalah yang kompleks, karena pengangguran merupakan sebab dari timbulnya masalah kemiskinan, tindak kriminal, penurunan tingkat kesehatan dan rendahnya tingkat pendidikan. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan sekolah formal di bawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, mempunyai tujuan antara lain untuk menghasilkan tamatan yang siap memasuki lapangan kerja secara mandiri sebagai wirausaha (entrepreneur). Usia siswa yang rata-rata masih dalam masa produktif untuk menerima ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk di dalamnya ilmu wirausaha, maka SMK menjadi sangat penting dalam menyiapkan tamatan yang siap berwirausaha.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 25 ayat 4 secara secara implisit menyatakan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan diharapkan dapat memenuhi standar kompetensi lulusan yang mencerminkan kemampuan lulusan dalam hal sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Oleh karena itu, proses pembelajaran pada satuan pendidikan SMK ini harus diselenggarakan commit to user


(20)

3

3

secara interaktif, aktif, kreatif, menantang, menyenangkan, dan mandiri sesuai dengan potensi siswa, perkembangan fisik, minat dan bakat, serta psikologis siswa.

Kementerian Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yaitu melalui semangat berintensi wirausaha. Semangat berintensi kewirausahaan ini ditumbuhkan dengan mengembangkan pembelajaran kewirausahan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pembelajaran kewirausahaan di SMK diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan berwirausaha di kalangan siswa. Pengembangan sikap profesional Siswa SMK perlu ditunjang dengan ketrampilan-ketrampilan yang mengarah pada ketrampilan kerja, mandiri dan berwirausaha, agar siswa mampu berkompetisi di dunia karir maupun di dunia kerja. Keinginan yang kuat untuk menjadi seorang wirausaha perlu dimiliki dalam diri siswa SMK. Keinginan berwirausaha akan berdampak pada pembukaan lapangan pekerjaan yang lebih luas. Pembelajaran kewirausahaan di SMK diberikan pada seluruh siswa baik dari siwa kelas X hingga kelas XII dengan harapan melalui pembelajaran dan praktek kewirausahaan dapat menumbuhkan semangat intensi berwirausaha siswa.

SMK Negeri 1 Surakarta adalah salah sekolah di Surakarta dengan tiga program keahlian yaitu Program Keahlian Akuntansi, Administrasi Perkantoran dan Pemasaran, memiliki misi untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan siswa dengan menyelenggarakan pembelajaran Kewirausahaan kepada para siswa melalui pembelajaran di kelas dan praktek berwirausaha. Siswa di SMK Negeri 1 diajarkan mata diklat kewirausahaan sejak siswa kelas X hingga kelas XII dan diberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan kewirausahaan melalui koperasi sekolah dan praktek penjualan secara individu maupun kelompok sehingga diharapkan dengan adanya kegiatan pembelajaran tersebut dapat membentuk intensi berwirausaha setelah lulus nanti. Pada kenyataannya, yang terjadi adalah kegiatan pembelajaran yang diterapkan di SMK Negeri 1 Surakarta hanya membentuk mindset siswa untuk mencari pekerjaan saja dan kurang bisa membentuk mindset siswa untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini commit to user


(21)

4

dikarenakan pada saat praktek magang SMK Negeri 1 menugaskan para siswa ke toko-toko retail bukan UKM. Wirausaha merupakan cara yang efektif dalam mengatasi ketidak seimbangan antara angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Namun, sejauh ini niat siswa SMK Negeri 1 Surakarta untuk menjadi wirausaha masih rendah, sebagaimana studi pendahuluan yang dilakukan di SMK Negeri 1 Surakarta dimana dapat diketahui bahwa jumlah alumni SMK Negeri 1 Surakarta yang memilih berwirausaha sangatlah sedikit, rata-rata siswa memilih bekerja sebagai karyawan di perusahaan. Berdasarkan tracer study yang dilakukan di SMK Negeri 1 dapat diketahui bahwa pada tahun 2012 dari 228 lulusan, hanya 2 siswa yang memilih untuk menjadi wirausaha. Pada Tahun 2013 dari 224 lulusan hanya 2 siswa yang memilih untuk menjadi wirausaha, demikian pula pada tahun 2014 dari 224 lulusan hanya 2 siswa yang memilih menjadi wirausaha. Hal ini mengindikasikan bahwa niat berwirausaha siswa SMK Negeri 1 sangatlah rendah dan pendidikan kewirausahaan dapat dikatakan bukan sebagai jaminan mutlak bahwa seorang siswa akan mendirikan sebuah usaha dan sukses dalam mengelola usahanya tersebut kelak.

Niat (Intensi) berwirausaha merupakan kebulatan tekad seseorang untuk menjadi seorang wirausaha atau untuk berwirausaha. Menurut teori planned behavior, salah satu pembentuk intensi berwirausaha seseorang adalah sikap yaitu suatu kecenderungan untuk bereaksi secara afektif dalam menanggapi risiko yang akan dihadapi dalam bisnis yang nantinya akan membentuk intensi seseorang untuk menjadi wirausaha. Intensi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain Need for achievement dan locus of control. Kedua faktor ini merupakan faktor pendorong psikologis dan karakteristik yang kuat di belakang tindakan seseorang dan telah lama dikenal sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku entrepreneurial. Need for achievement adalah usaha untuk menjadi lebih baik, menjadi sukses dan merasa berkompeten. Individu dengan need for achievement yang tinggi memiliki keinginan kuat untuk sukses dan sebagai konsekuensinya akan memiliki perilaku entrepreneurial. Kemudian locus of control mengacu pada kondisi-kondisi dimana seseorang mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan mereka. Orang-orang yang mempersepsikan locus of control commit to user dalam dirinya


(22)

5

5

sendiri, mereka akan menghasilkan achievement atau pencapaian yang lebih besar dalam hidup mereka dikarenakan mereka merasa potensi mereka benar-benar dapat dimanfaatkan sehingga mereka menjadi lebih kreatif dan produktif. Locus of control adalah sebuah keyakinan seseorang tentang keberadaan kontrol dirinya, dan seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya serta situasi atau kejadian yang ada di dalam kehidupannya. Keyakinan disini adalah keyakinan dalam intensi berwirausaha

Kepribadian sangat diperlukan pada saat seseorang telah menjalankan usaha, hal ini dikarenakan usaha banyak mengalami hambatan dan tantangan sehingga membutuhkan kepribadian yang kuat untuk mendapatkan kesuksesan usaha. Sifat seseorang, kompetensi keahlian berorganisasi dan kemampuan melihat peluang, kompetensi keahlian industri dan keahlian teknik, serta motivasi, berpengaruh secara positif terhadap pertumbuhan usaha. Beberapa penelitian menghasilkan temuan bahwa karakteristik entrepreneurial seperti terdiri dari innovativeness, need for achievement, locus of control, risk taking propensity, tolerance for ambiguity, dan self confidence mempengaruhi keinginan seseorang untuk menjadi entrepreneur. Karakteristik ini dipandang sebagai faktor utama yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi entrepreneur. Semakin tinggi karakteristik ini maka semakin besar kemungkinan seorang individu berkeinginan untuk menjadi entrepreneur. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti memandang perlu untuk mengadakan penelitian dengan judul “Pengaruh Need For Achievement dan Locus Of Control Terhadap Intensi Berwirausaha Siswa SMK Negeri 1 Surakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Apakah keberadaan sekolah khususnya Sekolah Menengah Kejuruan dapat membantu pemerintah dalam upaya menumbuhkan intensi berwirausaha pada


(23)

6

2. Apakah sekolah dapat membentuk kepribadian need for achievement dan locus of control siswa?

3. Apakah kepribadian siswa terkait dengan kebutuhan berprestasi dapat mempengaruhi intensi siswa untuk berwirausaha?

4. Apakah kepribadian siswa terkait dengan lokus kendali dapat mempengaruhi intensi siswa untuk berwirausaha?

5. Apakah sikap yang dimiliki siswa dapat mempengaruhi intensi siswa untuk berwirausaha?

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah dilakukan untuk menspesifikasi masalah pada fokus tertentu sehingga dimungkinkan dapat mengkaji dan meneliti secara lebih jelas, terarah serta pemecahannya lebih mendalam. Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada permasalahan mengenai pengaruh need for achievement dan locus of control terhadap intensi berwirausaha siswa SMK negeri 1 Surakarta melalui sikap (attitude) siswa.

2. Objek Penelitian

Sesuai dengan judul penelitian, maka objek penelitian ini adalah: a. Variabel Eksogen : need for achievement dan locus of control. b. Variabel Endogen : intensi berwirausaha.

c. Variabel Intervening : sikap (attitude) siswa. 3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah 260 siswa SMK Negeri 1 Surakarta dari kelas X hingga kelas XII.


(24)

7

7

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakan need for achivement berpengaruh secara langsung terhadap Intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Surakarta?

2. Apakah locus of control berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Surakarta?

3. Apakah sikap (attitude) berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 surakarta?

4. Apakah need for achivement berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa SMK Negeri 1 Surakarta? 5. Apakah locus of control berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi

berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa SMK Negeri 1 Surakarta?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan pengungkapan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sejauh mana need for achivement berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Surakarta.

2. Untuk mengetahui sejauh mana locus of control berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 Surakarta.

3. Untuk mengetahui sejauh mana sikap (attitude) berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Negeri 1 surakarta.

4. Untuk mengetahui sejauh mana need for achivement berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa SMK Negeri 1 Surakarta.

5. Untuk mengetahui sejauh mana locus of control berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa SMK Negeri 1 Surakarta.


(25)

8

F. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk referensi penelitian selanjutnya yang relevan.

b. Hasil penelitian ini diharakan dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang ilmu kewirausahaan dan dapat mengembangan bidang kewirausahaan di Indonesia khususnya pengembangan intensi berwirausaha. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi siswa untuk meningkatkan kesadaran akan kewirausahaan. Sehingga pada saat lulus siswa memiliki karakter berwirausaha yang kuat dan memiliki keyakinan untuk dapat hidup mandiri serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas sehingga nantinya dapat membantu pemerintah baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia kedepannya.

b. Bagi Guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan koreksi dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran kewirausahaan.

c. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengembangan kurikulum kewirausahaan di sekolah.

d. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam kebijakan di bidang pendidikan khususnya pendidikan kewirausahaan.


(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Intensi Berwirausaha

1. Definisi Intensi

Intensi merupakan suatu prediktor dalam menentukan perilaku seseorang, sebelum terjadinya suatu perilaku. Menurut Schiffman dan Kanuk (2007: 248) intensi adalah hal yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau berperilaku tertentu. Intensi atau niat merupakan dorongan seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Menurut Bandura dalam Wijaya (2007), intensi merupakan suatu kebulatan tekad untuk melakukan aktivitas tertentu atau menghasilkan suatu keadaan tertentu di masa depan.

Menurut Ajzen (2005) intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Selanjutnya Ajzen (2005) menjelaskan bahwa Intensi merupakan jembatan antara sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku terhadap perilaku sebenarnya. Berdasarkan beberapa definisi mengenai intensi dapat dikatakan bahwa intensi merupakan suatu dorogan, kecenderungan dan prediktor dalam menentukan perilaku seseorang sebelum terjadinya perilaku.

2. Definisi Kewirausahaan

Aspek kewirausahaan memegang peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi sebuah negara. Wirausaha dipandang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sebagai solusi mengatasi pengangguran dan kemiskinan. Kewirausahaan berasal dari kata wirausaha yang mengacu pada subjek atau pelaku usaha. Schumpeter dalam Alma (2011: 24) mendefinisikan wirausaha sebagai subjek atau pelaku yaitu:

“Entrepreneur as the person who destroys the existing economic order by introducing new products and services, by creating new forms of organizations, or by exploiting new raw material”.commit to user


(27)

10

Artinya Seorang wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Kewirausahaan didefinisikan oleh Kao dalam Lupiyoadi (2004: 3) sebagai:

“Entrepreneurship is the process of doing something new (creative) and something different (innovative) for the purpose of creating wealth for the individual adding value to society. An entrepreneur is a person who undertakes a wealth creating and value-adding process, through incubating ideas assembling resources and making thing”.

Artinya kewirausahaan merupakan proses, yaitu proses penciptaan sesuatu yang baru (kreasi baru) dan membuat sesuatu yang berbeda dari yang sudah ada (inovasi), tujuannya adalah tercapainya kesejahteraan individu dan nilai tambah bagi masyarakat. Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa kewirausahaan merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi bertujuan untuk mendobrak ekonomi melalui kreasi dan inovasi produk demi tercapainya kesejahteraan individu serta nilai tambah bagi masyarakat.

3. Definisi Intensi Berwirausaha

Niat atau intensi berwirausaha merupakan kebulatan tekad seseorang untuk menjadi seorang wirausaha atau untuk berwirausaha. Intensi berwirausaha (entrepreneurial intentions) menurut Katz dan Gartner dalam Indarti & Rostiani (2008) merupakan suatu pencarian informasi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembentukan suatu usaha. Seseorang dengan intensi untuk memulai usaha maka akan memiliki keyakinan diri, kemajuan dan kesiapan yang lebih baik dalam menjalankan usahanya apabila dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki intensi untuk memulai usaha. Krueger dan Carsrud dalam Indarti & Rostiani (2008) mengatakan bahwa intensi telah terbukti menjadi prediktor yang terbaik bagi perilaku kewirausahaan, oleh karena itu intensi dapat dijadikan sebagai pendekatan dasar yang masuk akal untuk memahami siapa-siapa yang akan menjadi wirausaha (Choo dan Wong dalam Indarti & Rostiani, 2008). Linan (2008)


(28)

11

11

mendefinisikan niat berwirausaha sebagai keyakinan dan kesadaran dari seorang individu bahwa mereka berniat untuk mendirikan sebuah usaha bisnis baru dan berencana untuk melakukannya di masa depan.

Pada teori planned behavior menurut Fishbein & Ajzen dalam (Tjahjono & Ardi, 2008) diyakini bahwa faktor-faktor seperti sikap, norma subyektif akan membentuk niat seseorang dan selanjutnya secara langsung akan berpengaruh pada perilaku, oleh karena itu pemahaman tentang niat seseorang untuk berwirausaha (entrepreneurial intention) dapat mencerminkan kecenderungan orang untuk mendirikan usaha secara riil. Pada pembahasan sebelumnya dapat diketahui bahwa bahwa niat menjembatani antara sikap dengan perilaku seseorang, sehingga niat berwirausaha merupakan variabel tepat untuk memprediksi perilaku kewirausahaannya. Berdasarkan uraian tersebut, niat berwirausaha dalam penelitian diartikan sebagai kebulatan tekad siswa SMK untuk memulai berwirausaha.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Berwirausaha

Intensi berwirausaha dalam diri seseorang dipengaruhi oleh faktor antara lain:

a. Lingkungan.

Lingkungan antara lain lingkungan keluarga, teman dan sekolah. Hal ini sesuai dengan teori Konvergensi (Walgito dalam Pudjiastusi 2013) menyatakan bahwa lingkungan sekitar mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu. Lingkungan sosial merupakan lingkungan di mana terjadi antara individu yang satu dengan yang lain. Lingkungan sosial ini ada yang primer dan ada yang sekunder. Lingkungan primer terjadi bila di antara individu yang satu dengan yang lain mempunyai hubungan yang erat dan saling mengenal dengan baik, misalnya keluarga. Lingkungan sosial sekunder adalah suatu lingkungan di mana antara individu yang ada di dalamnya mempunyai hubungan dengan individu lainnya, pengaruh lingkungan ini relatif tidak mendalam. Sebagai contoh orang tua yang bekerja sebagai wirausaha akan mendukung dan mendorong kemandirian, commit to user


(29)

12

berprestasi dan bertanggung jawab. Dukungan dari orang tua, terutama dari ayah sangat penting dalam pengambilan keputusan pemilihan karir bagi seorang anak. Menurut Wijaya (2007) lingkungan keluarga terutama orang tua sangat mempengaruhi keputusan pemilihan karir bagi anak.

b. Pendidikan

Menurut Wijaya (2007) pendidikan penting bagi wirausaha, selain gelar yang didapatkan seseorang, pendidikan juga mempunyai peran yang besar dalam membantu seseorang dalam menyelesaikan masalah-masalah dalam bisnis seperti keputusan investasi.

c. Nilai Personal

Menurut Hisrich dan Peters (dalam Wijaya, 2007) wirausahawan memiliki sikap yang berbeda tiap individunya terutama sikap dalam proses manajemen dan sikap dalam berbisnis secara umum. Nilai personal dibentuk oleh motivasi, dan optimism individu.

d. Usia

Niat berwirasuaha (menurut Wijaya, 2007) dapat dipengatuhi oleh usia seseorang. Niat berwirausaha mengalami perubahan sejalan dengan bertambahnya usia seseorang. Menurut Hartini (dalam Wijaya, 2007) pekerjaan menunjukkan bahwa niat berubah secara sedang dan cepat pada usia 15-25 tahun dan sesudahnya hanya mengalami sedikit perubahan. e. Jenis Kelamin

Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa. Menurut Manson dalam Wijaya (2007) wanita cenderung menanggap pekerjaan bukanlah hal yang penting, karena dihadapkan pada tuntutan tradisional yang lebih besar seperti menjadi istri atau ibu rumah tangga. f. Kepribadian

Menurut Pudjiastusi (2013) merupakan faktor yang mempengaruhi intensi berwirausaha. Hal ini bisa dibenarkan karena wirausaha adalah mereka yang mampu melakukan aktualisasi dari keempat sisi potensial yang dimiliki secara tepat dan berkelanjutan. Lebih lanjut menurut McCleland dalam Indarti dan Rostiani (2008) mengatakan bahwa karakteristik kepribadian commit to user


(30)

13

13

seperti kebutuhan berprestasi merupakan salah satu karakteristik kepribadian seseorang yang akan mendorong seseorang untuk memiliki intensi kewiirausahaan.

B. Teori Tentang Intensi Berwirasuaha

1. Theory of Planned Behaviour

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA), dimana dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective norms (Ajzen, 1991) sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived behavioral control. TPB sangat sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku di dalam kewirausahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ajzen (1991) bahwa TPB is suitable to explain any behavior which requires planning, such as entrepreneurship (TPB cocok untuk menjelaskan perilaku apa pun yang memerlukan perencanaan, seperti kewirausahaan). Berbagai hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa teori planned behaviour dari Ajzen dapat digunakan untuk menunjukkan intensi berwirausahsa dengan sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Linan (2008) menunjukkan bahwa adanya intensi berwirausaha merupakan indikasi seberapa besar usaha yan akan dilakukan seseorang untuk menampilkan perulaku berwirausaha.

Berdasarkan teori planned behavior tersebut Linan (2008) menjelaskan bahwa intensi berwirausaha dipengaruhi oleh tiga faktor motivasional yang akan memengaruhi munculnya perilaku, yaitu sikap terhadap kewirausahaan, kendali tingkah laku yang dipersepsikan dan norma subjektif.

a. Attitudes Toward Behaviour

Menurut Mowen dan Minor (2002: 319) sikap merupakan afeksi atau perasaan terhadap sebuah rangsangan. Menurut Azwar (2013: 12) sikap


(31)

14

terhadap perilaku dipengaruhi oleh keyakinan bahwa perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan dan yang tidak diinginkan.

b. Subjectif Norm

Menurut Baron dan Byrne (2003) norma subjektif adalah persepsi individu tentang apakah orang lain akan mendukung atau tidak terwujudnya tindakan tersebut. Lebih lanjut mengenai norma subjektif, Azwar (2013: 12) berpendapat bahwa keyakinan mengenai perilaku yang bersifat normatif dan motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan normatif tersebut akan membentuk norma subektif dalam individu. Ajzen (dalam Linan, 2008) berpendapat persepsi seseorang terhadap penilaian sosial tersebut menjadi acuan bagi individu untuk menyetujui atau tidak keputusannya menjadi wirausaha.

c. Perceived Behavioural Control

Menurut Wijaya (2007) Kontrol perilaku merupakan persepi terhadap kekuatan faktor-faktor yang mempermudah atau mempersulit. Berikut bagan 1 yang menggambarkan bahwa sikap, kontrol perilaku dan norma subjektif merupakan prediktor dalam membentuk intensi berwirausaha:

Gambar 1. Theory of Planned Behaviour (Ajzen dalam Azwar, 2013) Attitude

Toward Behaviour

Subjective Norm

Perceived Behavioral

Control

Intention Behaviour


(32)

15

15

C. Sikap (attitude) 1. Definisi Sikap (Attitude)

Sikap adalah evaluasi, perasaan seseorang, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap obyek atau gagasan tertentu (Kotler, 2005: 219). Menurut Mowen dan Minor (2002: 319), sikap adalah inti dari rasa suka dan tidak suka bagi orang, kelompok, situasi, obyek, dan ide-ide tidak berwujud tertentu. Tung (2011) mengatakan bahwa:

“attitude toward the behavior is the degree to which a person has a favorable or unfavorable evaluation of a behavior. It depends on the person’s assessment of the expected outcomes of the behavior”.

Artinya sikap terhadap perilaku adalah sejauh mana seseorang memiliki evaluasi menguntungkan atau tidak menguntungkan dari perilaku, hal ini tergantung pada penilaian orang tersebut dari hasil yang diharapkan dari perilaku. Sikap adalah dasar bagi pembentukan intensi (Wijaya, 2008). Menurut Ajzen (2002) sikap mengacu pada sejauh mana seseorang memiliki evaluasi menguntungkan atau tidak menguntungkan atau penilaian perilaku yang bersangkutan, hal ini diasumsikan bahwa individu melaporkan sikap terhadap perilaku yang tinggi akan lebih cenderung untuk berniat dan kemudian melakukan tindakan yang dipantau yaitu tindakan untuk menjadi pengusaha. Berkaitan dengan kewirausahaan, menurut Gadaam dalam Wijaya (2008) menyatakan bahwa sikap berwirausaha merupakan suatu kecenderungan untuk bereaksi secara afektif dalam menanggapi risiko yang akan dihadapi dalam bisnis.

2. Struktur Sikap

Azwar (2013: 24) menerangkan bahwa struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu:

a. Komponen Kognitif.

Menurut Mann dalam azwar (2013: 24) komponen ini merupakan pengulangan pengetahuan yang dipercayai oleh seseorang, komponen ini berisi kepercayaan tentang penilaian terhadap sesuatu oleh seseorang


(33)

16

tentang opini. Lebih lanjut menurut Azwar (2013: 25) sekali kepercayaan terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tersebut.

b. Komponen Afektif.

Komponen ini menurut Mann dalam Azwar (2013: 24) merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut aspek emosional. Azwar (2013: 26) komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen Konatif.

Komponen konatif menurut Mann dalam Azwar (2013: 24) merupakan tendensi atau kecenderungan untuk bertindak untuk bereaksi dengan cara-cara tertentu. Komponen ini merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen ini mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk perilaku nyata. Berbeda dengan komponen konatif, ranah psikomotorik menurut Wahyudin (2008: 32) adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima materi pelajaran. Prilaku ini lebih kepada keterampilan secara fisik. Aspek-aspek ini mencakup tahapan: menirukan, memanipulasi, artikulasi dan naturalisasi.

Gagne (dalam Siregar & Nara, 2014: 8) mengelompokkan sistematika hasil-hasil belajar yang mempunyai ciri-ciri sama dalam satu kategori. Kelima hal tersebut didalamnya terdapat hasil belajar sikap antara lain:

1) Keterampilan Intelektual.

Keterampilan intelektual yaitu kemampuan seseorang untuk berinteraksi denga lingkungannya dengan menggunakan simbol huruf, angka, kata atau gambar.

2) Informasi Verbal.

Informasi verbal yaitu seseorang belajar menyatakan atau menceritakan suatu fakta atau suatu peristiwa secara lisan atau tertulis, termasuk dalam cara menggambar. commit to user


(34)

17

17 3) Strategi Kognitif.

Strategi kognitif yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur proses belajarnya sendiri, mengingat dan berfikir.

4) Keterampilan Motorik.

Keterampilan motorik yaitu seseorang belajar melakukan gerak secara teratur dalam urutan tertentu. Cirinya adalah otomatisme atau gerakan berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan luwes

5) Sikap. Sikap yaitu keadaan mental yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan pilihan-pilihan dalam bertindak

3. Fungsi Sikap

Sikap memiliki sejumlah fungsi psikologis yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Katz, Smith, Brunner & white (dalam Uno, 2012: 100) disimpulkan bahwa ada lima fungsi sikap penting. Kelima fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Sikap Sebagai Fungsi Insrumental

Sikap sebagai fungsi instrumental semata-mata digunakan untuk mengekspresikan keadaan spesifik keinginan umum seseorang untuk mendapatkan manfaat atau hadiah dan menghindari hukuman.

b. Sikap Sebagai Fungsi Nilai Ekspresif

Sikap digunakan untuk mengekspresikan nilai untuk mencerminkan konsep diri seseorang. Contoh, seseorang memiliki sikap positif terhadap teman yang berbeda suku dan agama karena memegang kuat nilai-nilai tentang keanekaragaman, kebebasan pribadi dan toleransi.

c. Sikap Sebagai Fungsi Pertahanan Ego

Fungsi sikap sebagai pertahanan ego adalah melindungi diri seseorang dari rasa kecemasan atau ancaman bahaya bagi harga diri orang tersebut.

d. Sikap Sebagai Penyesuaian Sosial

Fungsi sikap sebagai penyesuaian sosial artinya membantu diri seseorang menjadi bagian dari komunitas sosial tertentu di manapun ia berada.


(35)

18 e. Sikap Sebagai Perilaku

Fungsi sikap sebagai perilaku adalah sikap itu telah melekat dalam diri seseorang dan menjadi bagian dari perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, sikap yang teramati dari diri individu dalam kehidupan sehari-hari biasanya ditandai oleh orang lain sebagai karakter individu tersebut dalam bertingkah laku.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Azwar (2011: 30) faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap individu terhadap objek sikap antara lain:

a. Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadi atau apa yang sedang dialami seseorang yang dialami seseorang yang meninggalkan kesan kuat dapat menjadi dasar pembentukan sikap seseorang. Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. b. Pengaruh Orang Lain yang Dianggap Penting

Pada umumnya, seseorang cenderung untuk memiliki sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.

c. Pengaruh Kebudayaan

Sikap tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan yang memberi corak pengalan seseorang-seseorang masyarakat asuhannya.

d. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan sehingga pada gilirannya konsep tersebut dapat mempengaruhi sikap.


(36)

19

19 e. Faktor Emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

D. Metode Pembelajaran 1. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode menurut Tardif dalam Syah (2010: 201) adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa. Metode didefinisikan Djamarah dan Zain (2010: 46) sebagai suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Lebih lanjut Ramayulis (2010: 185) mendefinisikan metode sebagai seperangkat cara dan teknik yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran agar siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi tertentu yang dirumuskan dalam silabi mata pelajaran. Sejalan dengan Ramayulis, metode pembelajaran didefinisikan oleh Ginting (2008: 42) sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumberdaya terkait lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa, dengan kata lain metode pembelajaran adalah teknik penyajian materi pembelajaran yang dikuasai oleh seorang guru kepada siswa di dalam kelas agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami, dimanfaatkan oleh siswa dengan baik dan terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya mencapai tujuan.

Djamarah dan Zain (2010: 72) menyatakan bahwa kedudukan metode dalam proses pembelajaran yang pertama adalah metode sebagai alat motivasi ekstrinsik agar peserta didik dengan cepat menerima informasi baru, ide, gagasan, pendapat dan hasil temuan dari guru. Kedua sebagai strategi pengajaran yang bisa digunakan pengajar saat berinteraksi dengan peserta didik dan yang ketiga adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan metode pembelajaran


(37)

20

menurut Djamarah dan Zain (2010: 78) adalah kompetensi yang dimiliki guru, perbedaan individual siswa mulai dari biologis, psikologis, sosial, budaya dan spiritual akan mewarnai suasana proses pembelajaran. Selanjutnya tujuan dari setiap proses pembelajaran, situasi pembelajaran dan fasilitas sebagai kelengkapan pendukung dalam proses pembelajaran juga mempengaruhi penentuan metode pembelajaran.

2. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran

Metode menurut Syah (2010: 134) dapat menciptakan terjadinya interaksi belajar mengajar yang baik, efektif dan efisien, karena dengan pemilihan metode mengajar yang baik dan tepat guna serta tepat sasaran akan semakin menciptakan interaksi edukatif yang semakin baik pula. Maka dari itu seharusnya guru mengetahui beberapa macam metode pembelajaran yang dirapktekkan pada saat proses pembelajaran di kelas atau pada saat praktek agar tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan. Berikut ini macam-macam metode pembelajaran menurut beberapa pakar pendidikan: a. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah, 2010: 203). Lebih lanjut menurut Djamarah (2010: 97) metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada siswa, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam proses pembelajaran.

b. Metode Tanya Jawab

Metode Tanya jawab merupakan cara menyajikan materi pelajaran dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan jawaban untuk mencapai tujuan (Djamarah dan Zain, 2010: 95). Metode tanya jawab menurut Daradjat (2008: 307) adalah salah satu teknik mengajar yang dapat membantu kekurangan-kekurangan pada metode ceramah. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat berasal dari siswa ke guru atau sebaliknya, demikian pula dengan jawabannya dapat berasal dari siswa atau dari guru. commit to user


(38)

21

21 c. Metode Drill (Latihan)

Metode latihan menurut Djamarah dan Zain (2010: 108) merupakan metode penyampaian materi melalui upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu. Melalui penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan-kebiasaan-kebiasaan tertentu ini diharapkan siswa dapat menyerap materi secara lebih optimal. d. Metode Demontrasi

Metode demonstrasi menurut Ramayulis (2010: 195) merupakan suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukkan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan siswa memperhatikan. Berbeda dengan Ramayulis, metode demonstrasi menurut Syah (2010: 208) adalah metode mengajar dengan cara memperagakan suatu kejadian, aturan, barang dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

e. Metode diskusi (Discussion method)

Syah (2010: 205) mendefinisikan bahwa metode diskusi sebagai metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation).

f. Metode Eksperimen

Metode eksperimen menurut Djamarah dan Zain (2010: 84) merupakan suatu cara penyajian pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Siswa diberi kesempaatan untuk melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu obyek, keadaan atau proses sesuatu, sedangkan guru memperhatikan yang dilakukan oleh siswa sambil memberikan arahan dan bimbingan. Metode eksperimen biasanya dilakukan dalam suatu pelajaran tertentu seperti ilmu alam, kimia, fisika dan sejenisnya, baik dilakukan di dalam/luar kelas maupun dalam suatu laboratorium tertentu (Daradjat, 2008:


(39)

22 g. Metode Karya Wisata

Metode karya wisata adalah suatu cara menyajikan materi pelajaran dengan membawa siswa ke suatu obyek yang akan dipelajari dan obyek tersebut di luar kelas. Hal ini bukan sekedar rekreasi, tetapi untuk belajar atau memperdalam pelajarannya dengan melihat kenyataannya (Djamarah dan Zain, 2010: 93).

h. Metode Proyek

Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah, kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan bermakna (Djamarah dan Zain, 2010: 83).

i. Metode Pemecahan Masalah

Metode pemecahan masalah (problem solving) bukan hanya sekedar metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, karena dalam problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah dan Zain, 2010: 91). Manfaat metode pemecahan masalah ini siswa dapat menemukan pengetahuan baru dalam prosesnya, dimana ada tuntutan terhadap siswa untuk aktif dan kreatif menyelesaikan permasalahan tertentu (materi pelajaran) dengan kemampuan dan gaya “unik” yang dimilikinya.

E. Need for Achievement 1. Definisi Need for Achievement

Teori Motivasi McClelland menyatakan bahwa need for achievement merupakan faktor pendorong psikologis yang kuat di belakang tindakan seseorang dan telah lama dikenal sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku entrepreneurial. Seseorang dengan need for achievement yang tinggi memiliki keinginan kuat untuk sukses dan sebagai konsekuensinya akan memiliki perilaku entrepreneurial (Koh dalam chairy 2011). Lebih lanjut menurut


(40)

23

23

Chairy (2011) entrepreneur memiliki need for achievement yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang bukan entrepreneur.

McCelland dalam Larsen & Buss (2002) mendefinisikan need for achievement sebagai “as desire to do better, to be successfull and to feel competent” artinya adalah usaha untuk menjadi lebih baik, menjadi sukses dan merasa berkompeten. Lebih lanjut menurutnya need for achievement akan memberikan energi yang positif untuk bertindak atau berperilau secara percaya diri sesuai dengan situasi yang dihadapi. Pendapat lain mengatakan bahwa need for achievement adalah motif yang dipelajari yang bertujuan mencapai suatu standar keberhasilan dan keunggulan pribadi di suatu bidang tertentu (Wade & Tavris, 2008). Need for achievement juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas dengan sasaran secara lebih efektif. Individu-individu yang mempunyai need for achievement yang tinggi cenderung menetapkan sasaran yang cukup sulit dan mengambil keputusan yang lebih beresiko (Grifffin &Moorhead, 2013).

Menurut McClelland seseorang yang memiliki kebutuhan prestasi yang tinggi akan memiliki keinginan yang kuat untuk mengerjakan tugas-tugas yang menantang, memiliki tanggung jawab yang besar terhadap tugas yang dikerjakan dan pada saat selesai dalam mengerjakan suatu pekerjaan, seseorang tersebut menginginkan umpan balik atau feedback (Larsen & Buss, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa need for achievement merupakan suatu dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan dengan tantangan yang sulit, memiliki sasaran yang tepat, memilih mengambil keputusan yang beresiko dan mempertimbangan standar keahlian dan kemahiran yang harus dicapai.

2. Karakteristik Need for Achievement

Terdapat beberapa karakteristik dari seseorang yang memiliki need for achievement yang tinggi menurut McClelland (dalam Mangkunegara, 2002: 103), yaitu:


(41)

24 a. Inovatif

Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi adalah orang yang memiliki inovasi yang tinggi, ini dikarenakan mereka lebih menyukai tugas yang sulit, cenderung mencari sesuatu yang baru lebih menantang dibandingkan dengan tugas yang pernah mereka lakukan sebelumnya. Selain itu orang yang memiliki need for achievement yang tinggi selalu memiliki ide dan gagasan untuk dapat melakukan sesuatu yang baru dan melakukan dengan cara yang benar, serta menghindari kecurangan. Sedangkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah cenderung menetap ditempat yang sama, lebih menyukai mengerjakan pekerjaan dengan prosedur yang sama, serta menyukai kegiatan yang memiliki rutinitas yang sama dari waktu ke waktu. Hal ini menyebabkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah memiliki tingkat kreativitas yang rendah.

b. Membutuhkan Feedback

Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi menyukai situasi pekerjaan dimana mereka mendapatkan feedback tentang bagaimana pekerjaan yang mereka lakukan. Mereka ingin mengetahui sebaik apa mereka menyelesaikan masalah dibandingkan mengetahui seberapa baik mereka berbaur dengan orang lain. Mereka yang memiliki need for achievement menganggap reward sebagai tolak ukur dari keberhasilan bukan hanya sekedar upah yang mereka dapatkan. Hal ini berbanding terbalik dengan orang yang memiliki need for achievement yang rendah, mereka tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan feedback terhadap pekerjaan mereka, selain itu mereka cenderung tidak mengharapkan imbalan terhadap pekerjaan yang mereka lakukan.

c. Memiliki Tanggung Jawab Personal Terhadap Kinerja

Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi akan bertanggung jawab secara personal dengan hasil dari kinerja mereka, karena dengan melakukan hal yang baik dan benar mereka mendapatkan kepuasan. Berbeda dengan orang yang memiliki commit to user need for achievement yang rendah


(42)

25

25

mereka lebih menyukai tugas yang mudah dan menghindari tanggung jawab mereka. Selain itu orang yang memiliki need for achievement yang rendah menghindari situasi yang penuh resiko terhadap mereka.

d. Persistence

Orang yang memiliki need for achievement akan bertahan lebih lama pada setiap tugas yang sulit. Mereka tidak menyerah saat melakukan tugas yang sulit dan terus berusaha untuk dapat memecahkan masalah hingga waktu yang ditentukan. Sedangkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah mempunyai ketakutan untuk bertahan saat mengerjakan tugas yang sulit dan mudah menyerah saat menghadapi tugas yang membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya.

e. Menyukai Tugas yang Sulit dan Menantang

Orang yang memiliki need for achievement yang tinggi lebih mudah didorong untuk mengerjakan tugas yang memiliki resiko yang tinggi, menantang dan berjuang untuk sukses pada tugas yang sulit sekalipun. Saat bersaing dengan orang lain dengan tugas yang sama, orang memiliki need for achievement yang tinggi akan berusaha untuk melebihi orang lain, berusaha untuk melakukan lebih baik dibandingkan orang lain. Mereka juga konsisten saat mengerjakan tugas yang sulit hingga selesai dan harus lebih baik dibandingkan orang lain. Karakteristik ini berbeda dengan orang yang memiliki need for achievement yang rendah. Orang yang memiliki need for achievement yang rendah cenderung memiliki kinerja yang rendah saat menghadapi tugas yang sulit. Hal ini disebabkan orang yang memiliki need for achievement yang rendah lebih sulit memahami tugas yang memiliki tingkat kesulitan yang berbeda, dan memiliki ketakutan untuk gagal.


(43)

26

F. Locus Of Control

1. Definisi Locus of Control

Locus of control atau letak kendali merupakan salah satu aspek yang penting dalam karakteristik kepribadian manusia. Konsep ini pada awalnya diformulasikan oleh Julian Rotter dalam Suwarsi & Budianti (2009) bahwa locus of control adalah persepsi individu mengenai sebab utama terjadinya suatu kejadian dalam hidupnya, dapat diartikan juga sebagai keyakinan individu mengenai kontrol dalam hidupnya, dimana dalam suatu kejadian individu yang satu menganggap keberhasilan yang telah dicapainya merupakan hasil usaha dan kemampuannya sendiri, sedangkan individu yang lain menganggap bahwa keberhasilan yang telah diperolehnya karena adanya keberuntungan semata. Sejalan dengan pendapat Rotter, Locus of Control menurut Hiriyappa (2009: 72) mengacu pada keyakinan seseorang bahwa apa yang terjadi adalah karena kendali dirinya yaitu internal atau di luar kendali dirinya yaitu eksternal. menurut Dayakisni & Yuniardi (2008) Locus of control adalah kondisi bagaimana seseorang memandang perilaku diri mereka sebagai hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungannya.

Menurut Cvetanovsky dalam Ghufron dan Risnawita (2011) Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekpektasi mengenai dirinya. Menurut Forte (2005), locus of control mengacu pada kondisi-kondisi dimana seseorang mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan mereka. Ia juga mengatakan bahwa ketika orang-orang mempersepsikan locus of control tersebut berada dalam dirinya sendiri, mereka akan menghasilkan achievement atau pencapaian yang lebih besar dalam hidup mereka dikarenakan mereka merasa potensi mereka benar-benar dapat dimanfaatkan sehingga mereka menjadi lebih kreatif dan produktif. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa locus of control adalah sebuah keyakinan seseorang tentang keberadaan kontrol dirinya, dan seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap keberhasilan dan


(44)

27

27

kegagalan yang dialaminya serta situasi atau kejadian yang ada di dalam kehidupannya.

2. Dimensi Locus of Control

Sebagian orang cenderung menganggap kesuksesan sebagai keberuntungan atau kesempatan, sedangkan sisanya memiliki sense kontrol personal. Berdasarkan penjelasan diatas, locus of control dibagi menjadi dua dimensi, yaitu:

a. Locus of control Internal

Rotter (dalam Ghufron & Risnawita, 2008) menyatakan bahwa locus of control internal adalah sejauh mana seseorang mengharapkan dan meyakini bahwa sebuah hasil dari perilaku mereka adalah tergantung pada perilaku mereka sendiri. Robbins (2007: 138) berpendapat bahwa individu yang memiliki locus of control internal adalah individu yang percaya bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apa pun yang terjadi pada diri mereka. Individu dengan locus of control internal mempunyai persepsi bahwa lingkungan dapat dikontrol oleh dirinya sehingga mampu melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan keinginannya.

Menurut Kreitner & Kinicki (2005: 154) Seseorang yang memiliki kecenderungan locus of control internal adalah seseorang yang memiliki keyakinan untuk dapat mengendalikan segala peristiwa dan konsekuensi yang memberikan dampak pada hidup mereka. Orang yang memiliki locus of control internal yakin bahwa dirinya bertanggung jawab dan memiliki kontrol atas kejadian-kejadian yang dialaminya. Seseorang dengan locus of control internal meyakini bahwa kesuksesan atau kegagalannya merupakan buah dari perilakunya sendiri. Saat ia sukses dalam pekerjaan, maka sangat mungkin bahwa ia akan beranggapan dirinya memang memiliki keahlian yang baik dan karena ia sudah bekerja keras. Begitu pula saat mengalami kegagalan, ia akan beranggapan bahwa usaha yang dilakukannya mungkin belum maksimal sehingga tidak mencapai tujuan yang diinginkan.


(45)

28

Rotter (Ghufron & Risnawita, 2008) menyatakan bahwa locus of control eksternal adalah sejauh mana seseorang mengharapkan dan meyakini bahwa reinforcement atau hasil yang ada dipengaruhi oleh kesempatan, atau keberuntungan, takdir, kekuatan lain atau hal-hal yang tidak menentu atau tidak dapat dikontrol. Orang seperti ini yakin bahwa dirinya tidak memiliki kontrol penuh atas apa yang terjadi dalam hidupnya. Orang yang memiliki locus of control eksternal percaya bahwa sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya dipengaruhi oleh kekuatan di luar dirinya.

Sejalan dengan pendapat Rotter, Kreitner & Kinicki (2005: 155) berpendapat bahwa individu yang memiliki kecenderungan locus of control eksternal adalah individu yang memiliki keyakinan bahwa kinerjanya adalah hasil dari kejadian yang terjadi di luar kendali langsung mereka. Menurut Robbins (2007: 138) seorang dikatakan memiliki kecenderungan locus of control eksternal adalah individu yang berkeyakinan bahwa apa pun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan. Individu dengan locus of control eksternal tinggi cenderung akan pasrah terhadap apa yang menimpa dirinya tanpa usaha untuk melakukan perubahan, sehingga cenderung untuk menyukai perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan agar tetap bertahan dalam situasi yang ada. Faktor eksternal individu yang di dalamnya mencakup nasib, keberuntungan, kekuasaan atasan dan lingkungan kerja.

Levenson (dalam Azwar, 2004) mengajukan dimensi locus of control yang berbeda dari Rotter. Levenson membagi locus of control menjadi tiga dimensi itu internality, chance dan powerful others. Dimensi internality adalah seseorang yang berkeyakinan bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh kemampuan dirinya sendiri seperti keterampilan dan potensi-potensi yang dimilikinya. Dimensi chance adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh nasib, peluang dan keberuntungan. Dimensi powerful others adalah keyakinan seseorang bahwa kejadian-kejadian dalam hidupnya ditentukan terutama oleh orang lain yang lebih berkuasa. Dimensi yang pertama, internality termasuk ke commit to user


(46)

29

29

dalam locus of control internal karena pada dimensi ini individu melihat bahwa dirinya sendiri bertanggung jawab terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, sedangkan dimensi chance dan powerful other termasuk kedalam locus of control eksternal karena dimensi ini individu melihat bahwa kejadian dalam hidupnya di pengaruhi oleh faktor yang berada di luar dirinya yaitu nasib, keberuntungan dan orang lain yang lebih berkuasa (dalam Azwar, 2004). Hal yang perlu diperhatikan adalah dengan adanya pembagian dimensi locus of control, bukan berarti setiap orang hanya memiliki satu locus of control saja karena sifatnya kontinuum (Ghufron & Risnawita, 2008). Berdasarkan teori-teori yang ada, banyak orang berpikiran bahwa tingginya skor locus of control internal pada seseorang merupakan karakteristik yang diidamkan dan sebaliknya untuk locus of control ekstenal. Feist & Feist (2008) menyatakan bahwa tinggi skor yang terlalu ekstrim pada dua dimensi tersebut pada dasarnya tidak baik. Locus of control eksternal yang terlalu tinggi bisa mengarah pada keputusasaan dan apatis sedangkan locus of control internal yang terlalu tinggi dapat membuat seseorang merasa bertanggung jawab atas segala hal termasuk yang memang berada diluar kendali mereka. Menurut Feist & Feist (2008), locus of control yang sehat adalah ketika skor berada ditengah kedua dimensi tetapi condong ke arah internal.

G. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai faktor kepribadian yang berhubungan dengan intensi berwirausaha telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Beberapa penelitian tersebut antara lain:

1. Kusmintarti, Thoyib, Ashar dan Maskie (2014) meneliti tentang hubungan karakteristik kewirausahaan, sikap berwirausaha dan intensi berwirausaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik kewirausahaan yang terdiri dari Internal Locus of control , Need for achievement, Tolerance for ambiguity dan Propensity to Risk memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap


(47)

30

kewirausahaan, kemudian sikap kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat kewirausahaan.

2. Darmanto dan Lestari (2014) meneliti tentang pembangunan model intensi berwirausaha pada mahasiswa di kota semarang. Hasil penelitian tersebut diketahui bahwa Locus of control dan Risk propensity memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap intensi berwirausaha. locus of control berpengaruh tidak langsung melalui sikap (attitude) terhadap intensi, sedangkan risk propensity berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui self efficacy. Kemudian need for achievement berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude).

3. Ferreira, Rodrigues dan Paco (2012) meneliti tentang model intensi berwirausaha, aplikasinya pada bidang psikologi dan pengembangan perilaku siswa. Hasilnya dapat diketahui bahwa need for achievement, self confidence dan sikap personal berpengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa, begitu pula dengan norma subjektif dan sikap personal siswa yang berpengaruh terhadap perilaku konstrol siswa, sedangkan locus of control, toleransi ambiguitas, inofatif dan kecenderungan mengambil resiko tidak berpengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa.

4. Darmanto (2012) meneliti tentang peran sifat personalitas (personality traits) dalam mendorong minat berwirausaha mahasiswa. Hasilnya diketahui bahwa locus of control, need for achievement, kecenderungan mengambil resiko secara partial mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap intensi berprestasi. Sifat-sifat personalitas seperti kebutuhan berprestasi, locus of control, kecenderungan mengambil resiko yang merupakan faktor latar belakang yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

5. Dehkordi dan Sasani (2012) meneliti tentang pengaruh emotional intelligence dan trait kepribadian terhadap intensi berwirausaha menggunakan program Fuzzy Dematel. Penelitian tersebut menguji pengaruh faktor trait personalitas yang terdiri dari need of achievement, tendency to risk, internal locus of control, self-confidence, tolernce of ambiguity, innovativenes, need for commit to user


(48)

31

31

affiliation dan motivation serta faktor emotional intelligence yang terdiri dari self-awareness, self-control, social consciousness dan management of relations terhadap intensi berwirausaha. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa need for achievement merupakan faktor paling penting yang berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

6. Zain, Akram dan Ghani (2010) meneliti tentang bagaimana intensi berwirausaha siswa jurusan bisnis di Malaysia. Penelitian ini menguji bagaimana pengaruh trait personalitas yang terdiri dari self-efficacy, locus of control and need for achievement terhadap intensi berwirausaha siswa di Malaysia, serta pengaruh trait ekonomi terhadap intensi berwirausaha siswa. Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa trait kepribadian yang terdiri dari self efficacy, locus of control & need for achievement serta lingkungan yaitu lingkungan ekonomi (economic trait) adalah faktor yang mempengaruhi siswa untuk menjadi pengusaha.

7. Wijaya (2008) meneliti tentang kajian model empiris perilaku berwirausaha UKM di DIY dan jawa tengah. Penelitian ini menguji pengaruh sikap, norma subjektif, efikasi diri terhadap intensi berwirausaha dan terhadap perilaku berwirausaha. Hasilnya dapat diketahui bahwa sikap berwirausaha memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha, variabel norma subjektif memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha, variabel efikasi diri memiliki pengaruh langsung terhadap intensi berwirausaha, variabel intensi berwirausaha memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku berwirausaha dan variabel efikasi diri memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku berwirausaha.

8. Indarti dan Rostiani (2008) meneliti tentang bagaimana perbandingan intensi berwirasuaha antara mahasiswa Indonesia, Jepang dan Norwegia. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh karakteristik kepribadian yang terdiri dari need for achievement dan efikasi diri, faktor elemen kontekstual dan faktor demografis yang terdiri dari gender, umur, pendidikan dan pengalaman bekerja terhadap intensi berwirausaha mahasiswa di negara Indonesia, Jepang dan Norwegia. Berdasarkan penelitian tersebut commit to user


(49)

32

diketahui bahwa Need for achievement berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap mahasiswa di ketiga negara tersebut. Kemudian tingkat Need for achievement, efikasi diri dan kesiapan instrumen mahasiswa Indonesia lebih tinggi dibandingkan mahasiswa Jepang dan Norwegia.

9. Luthje dan Franke (2003) meneliti pengujian model itensi berwirausaha pada siswa jurusan teknik di sebuah universitas di Austria. Hasilnya adalah bahwa sikap siswa dipengaruhi oleh kepribadian siswa yaitu yaitu kecenderungan mengambil resiko dan locus of control internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa locus of control memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap sikap berwirausaha siswa, kecenderungan resiko siswa juga berpengaruh sangat kuat terhadap sikap siswa. Secara tidak langsung kepribadian berpengaruh terhadap kesiapan siswa untuk berwirausaha.

H. Kerangka Berfikir

1. Pengaruh Langsung Need For Achievement Terhadap Intensi Berwirausaha

Kebutuhan untuk berprestasi menurut Scott dalam Samydevan (2015) adalah salah satu karakteristik yang telah menerima perhatian yang besar dalam literatur kewirausahaan. Lebih lanjut menurut Litunen dalam Samydevan (2015) seseorang yang memiliki kebutuhan yang kuat untuk mencapai antara mereka yang ingin memecahkan masalah mereka sendiri, menetapkan tujuan dan berusaha untuk mencapai target tersebut melalui usaha mereka sendiri, menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dalam tugas-tugas yang menantang dan inovatif dalam mencari arti cara baru dan lebih baik untuk meningkatkan kinerja mereka. Kemudian menurut McClelland dalam samydevan (2015) berpendapat bahwa seseorang dengan need for achivement tinggi memiliki preferensi untuk tugas-tugas yang cukup menantang yang membutuhkan keterampilan dan usaha, dan memberikan umpan balik yang jelas pada kinerja; keadaan terkait erat dengan aktivitas kewirausahaan. Berdasakan uraian


(50)

33

33

tersebut maka dapat diketahui bahwa need for achievement berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.

2. Pengaruh Langsung Locus Of Control Terhadap Intensi Berwirausaha Locus of control merupakan persepsi seorang individu tentang kesuksesan dan kegagalannya. Seseorang yang memiliki pengendalian tinggi cenderung memiliki visi yang jelas dan rencana bisnis jangka panjang. Semakin tinggi locus of control maka semakin tinggi pula intensi kewirausahaan seseorang. Menurut Cvetanovsky dalam Ghufron dan Risnawita (2011) Locus of control merupakan dimensi kepribadian yang menjelaskan bahwa individu berperilaku dipengaruhi ekpektasi mengenai dirinya. Menurut Forte (2005) locus of control mengacu pada kondisi-kondisi dimana seseorang mengatribusikan kesuksesan dan kegagalan mereka. Forte mengatakan bahwa ketika orang-orang mempersepsikan locus of control tersebut berada dalam dirinya sendiri, mereka akan menghasilkan achievement atau pencapaian yang lebih besar dalam hidup mereka dikarenakan mereka merasa potensi mereka benar-benar dapat dimanfaatkan sehingga mereka menjadi lebih kreatif dan produktif. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa locus of

control berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa.

3. Pengaruh Langsung Sikap (Attitude) Berwirausaha Terhadap Intensi Berwirausaha

Menurut teori planned behavior (Ajzen 2005) sikap berwirausaha merupakan salah satu faktor pembentuk niat seseorang membentuk niat seseorang dan selanjutnya secara langsung akan berpengaruh pada perilaku, oleh karena itu pemahaman tentang niat seseorang untuk berwirausaha (entrepreneurial intention) dapat mencerminkan kecendrungan orang untuk mendirikan usaha secara riil. Peneliti yang dilakukan oleh Luthje dan Franke (2003) dan Fini, Grimaldi, Marzocchi dan Sobrero (2009) menyatakan sikap yang memiliki pengaruh langsung dengan intensi kewirausahaan. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa sikap berwirausaha berpengaruh terhadap intensi berwirausaha.


(51)

34

4. Pengaruh Tidak Langung Need For Achievement Terhadap Intensi Berwirausaha Melalui Sikap (Attitude) Siswa

Need for achievement merupakan faktor pendorong psikologis yang kuat di belakang tindakan seseorang dan telah lama dikenal sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku entrepreneurial. Individu dengan need for achievement yang tinggi memiliki keinginan kuat untuk sukses maka akan berpengaruh pada reaksi afektif siswa dalam hal kewirausahaan selanjutnya mempengaruhi keyakinan mereka yaitu keyakinan tentang intensi berwirausaha.

Kusmintarti, Thoyib, Ashar dan Maskie (2014) mengatakan bahwa need for achievement memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap kewirausahaan, kemudian sikap kewirausahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap niat kewirausahaan,dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahwa sikap kewirausahaan merupakan mediator dari pengaruh need for achievement terhadap niat kewirausahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa need for achievement berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa.

5. Pengaruh Tidak Langung Locus of Control Terhadap Intensi Berwirausaha Melalui Sikap (Attitude) Siswa

Locus of control adalah sebuah keyakinan seseorang tentang keberadaan kontrol dirinya, dan seberapa besar kontrol yang dimilikinya terhadap keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya serta situasi atau kejadian yang ada di dalam kehidupannya. Studi yang dilakukan Luthje diketahui bahwa locus of control berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha siswa melalui sikap berwirausaha dimana seseorang yang memiliki lockus kendali tinggi maka akan berpengaruh terhadap sikap kemudian berpengaruh terhadap niat berwirausaha. Seeorang yang mampu mengontrol dimensi internal locus of control dan external locus of control mereka maka akan berpengaruh pada reaksi afektif siswa dalam kewirausahaan selanjutnya mempengaruhi keyakinan mereka yaitu keyakinan tentang intensi berwirausaha. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa Locus of Control berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha commit to user


(52)

35

35

melalui sikap (attitude) siswa. Berdasarkan teori yang ada diketahui faktor– faktor seperti need for achievement dan locus of control menjadi faktor dalam memprediksi sikap dan intensi berwirausaha, maka dari semua variabel yang dijelaskan, penelitian ini dapat dilihat dalam gambar 2:

Gambar 2. Kerangka Berfikir Penelitian

Sumber:Ajzen dalam Azwar, (2013), Luthje dan Franke (2003), dan Kusmintarti (2014)

I. Hipotesis

Berdasarkan tinjauan pustaka yang mencakup kajian teori, hasil penelitian yang relevan dan kerangka berfikir pada poin sebelumnya, maka pengajuan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : need for achievement berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa.

H2 : locus of control berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha siswa.

H3 : sikap (attitude) berpengaruh secara langsung terhadap intensi berwirausaha.

H4 : need for achievement berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa.

H5 : locus of control berpengaruh secara tidak langsung terhadap intensi berwirausaha melalui sikap (attitude) siswa.

Need for Achievement

Locus of Control

Sikap

(Attitude) Intensi

Berwirausaha H1

H2

H3

H4

H5


(53)

36 BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMK Negeri 1 Surakarta. Sekolah tersebut menjadi tempat penelitian karena terdapat permasalahan mengenai rendahnya jumlah siswa lulusan SMK Negeri 1 Surakarta yang berniat menjadi wirausaha.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dari bulan Maret 2015 hingga bulan Oktober 2015. Adapun rancangan waktu penelitian ditunjukkan pada tabel 1:

Tabel 1. Jadwal Penyelesaian Penelitian

No Tahap dan Jenis Kegiatan Waktu Penelitian Tahun 2015

Mar Apr Mei Juni Juli Agst Sept Okt

I. Persiapan Penelitian

1. Pengajuan Judul X

2. Penyusunan Proposal X X

3. Seminar Proposal X

4. Revisi Seminar Proposal X

II. Pelaksanaan Penelitian

1. Penyusunan Instrumen X

2. Uji Coba Instrumen X

3. Pengambilan Data X

III. Analisa dan Pengolahan Data

1. Pengolahan data X X

2. Penyusunan Bab 1 – Bab V X

3. Finalisasi Penyusunan Tesis X

IV. Ujian Tesis X

V. Penjilidan Tesis X

(Sumber: Peneliti, 2015)


(1)

170 LAMPIRAN 10

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(2)

171 LAMPIRAN 11


(3)

172 LAMPIRAN 12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(4)

173 LAMPIRAN 13


(5)

174

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id


(6)

117