Gaya Bahasa Dalam Opera Notre- Dame de Paris.

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh : Monica Jessi Dora

11204241018

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA PRANCIS FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

"Sesuatu yang belum dikerjakan sering tampak mustahil, kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya."


(6)

vi


(7)

vii

Nya, saya dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini guna memenuhi sebagian dari persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pendidikan. Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu itu, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dr. Widyastuti Purbani, M.A selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta dan Ibu Dr. Roswita Lumban Tobing, M.Hum selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada saya untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Rasa hormat dan terimakasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Dra. Norberta Nastiti Utami, M.Hum selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan nasihat dengan penuh perhatian dan kesabaran, serta kepada Bapak Ch. Waluja Suhartono, M.Pd selaku penasihat akademik yang selalu memberikan semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh dosen jurusan pendidikan bahasa prancis yang telah mendidik, mengajar, dan memberikan ilmu yang bermanfaat. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan untuk kedua orang tua, saudara, sanak keluarga, serta teman-teman seperjuangan yang selalu mendoakan dan senantiasa memberikan dorongan serta dukungan dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memperkaya pengetahuan pembaca dan memberikan kontribusi dalam bidang pengajaran bahasa Prancis.

Yogyakarta, 5 Maret 2017 Penulis,


(8)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xv

EXTRAIT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

A. Pengertian Gaya Bahasa ... 7

B. Jenis Gaya Bahasa ... 8

1. Antitesis ... 9

2. Anafora ... 10

3. Epifora Atau Epistrofa ... 11

4. Aliterasi ... 11

5. Asonansi ... 12

6. Inversi ... 12

7. Apofasis ... 13


(9)

x

12. Eufeismus ... 16

13. Litotes ... 17

14. Perifrasis ... 17

15. Erotetis ... 18

16. Hiperbola ... 18

17. Oksimoron ... 19

18. Simile ... 20

19. Metafora ... 20

20. Personifikasi ... 21

21. Sinekdoke ... 22

22. Sarkasme ... 23

C. Analisis Komponensial ... 24

D. Fungsi Gaya bahasa ... 25

1. Fungsi Ekspresif ... 26

2. Fungsi Konatif ... 27

3. Fungsi Referensial ... 28

4. Fungsi Puitik ... 28

5. Fungsi Fatis ... 29

6. Fungsi Metalinguistik ... 30

E. Konteks ... 31

F. Opera ... 32

G. Penelitian Yang Relevan ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Subjek Dan Objek Penelitian ... 33

B. Data dan Sumber Data ... 36

C. Metode dan Teknik Penyediaan Data ... 37

D. Metode dan Teknik Analisis Data ... 39


(10)

xi

B. Asonansi ... 47

C. Anafora ... 49

D. Epifora Atau Epistrofa ... 50

E. Antitesis ... 52

F. Polisindeton ... 54

G. Asindeton ... 55

H. Inversi ... 57

I. Elipsis ... 59

J. Apostrof ... 60

K. Perifrasis ... 61

L. Erotesis atau Pertanyaan Retoris ... 64

M. Hiperbola ... 65

N. Simile ... 67

O. Metafora ... 69

P. Personifikasi ... 72

Q. Litotes ... 74

R. Sinekdoke ... 76

S. Sarkasme ... 80

BAB V PENUTUP ... 83

A. Simpulan ... 83

B. Implikasi ... 84

C. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(11)

NIM: 11204241018 ABSTRAK

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan jenis gaya bahasa dan fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre -Dame de Paris. Subjek penelitian ini adalah keseluruhan frasa, klausa dan kalimat yang terdapat dalam opera Notre -Dame de Paris. Adapun objek penelitian ini berupa gaya bahasa. Adapun data penelitian ini adalah frasa, klausa dan kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre-Dame de Paris.

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak dengan teknik Simak Bebas Libat Cakap (SLBC) dan teknik catat dengan menggunakan tabel data. Analisis gaya bahasa dilakukan dengan metode agih dengan menerapkan teknik Bagi Unsur Langsung (BUL) dilanjutkan dengan teknik Baca Markah (BM), teknik sisip dan analisis komponensial. Penentuan fungsi gaya bahasa menggunakan metode padan referensial dengan teknik Pilih Unsur Penentu dan teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas semantis. Realiabilitas diperoleh dengan membaca berulang-ulang dan expert judgement.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 1) terdapat 279 data dengan 19 jenis gaya bahasa yaitu Aliterasi (126 data), asonansi (182 data), anafora (51 data), epifora/epistrofa (11 data), anitesis (13 data), polisindeton (7 data), asindeton (12 data), inversi (30 data), elipsis (19 data), apostrof (3 data), perifrasis (9 data), pertanyaan retoris (20 data), hiperbola (8 data), simile (19 data), metafora (43 data), personifikasi (17 data), litotes (1 data), sinekdokke (15 data), sarkasme (7 data). Gaya bahasa yang paling banyak digunakan adalah asonansi dan bertujuan agar lagu terdengar indah. 2). Terdapat 6 fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre-Dame de Paris yaitu fungsi ekspresif (104 data), fungsi konatif (48 data), fungsi referensial (129 data), fungsi puitik (247 data), fungsi fatis (7) dan fungsi metalinguistik (1 data). Fungsi puitik adalah fungsi yang paling banyak muncul dalam gaya bahasa yang ditemukan dalam opera Notre-Dame de Paris. Fungsi ini banyak muncul pada gaya bahasa aliterasi dan asonansi yang digunakan untuk memperindah lagu.


(12)

EXTRAIT

Cette recherche est une recherche descriptive qualitative qui a pour but de décrire le type des figures de style et la fonction de la paroles contient les figures de style dans l’opéra Notre-Dame de Paris. Le sujet de cette recherche est tous les mots dans cet opéra. Et l’objet de recherche est le type et la fonction des figures de style. Les données dans cette recherche sont les groups du mot ou les phrases qui contiennent les figures de style dans l’opéra Notre-Dame de Paris.

Les données sont collectées par la méthode de lecture attentive (SLBC) et la technique de note avec le tableau de donnée. Pour analyser le type des figures de style figuratif dans les données, la technique de la distribution immédiate (BUL) est appliquée et se poursuit par la technique de lire la marque (BM), la technique de l’insertion et l’analyse componentielle. Pour determiner la fonction des figures de style on utilise la méthode d’identification référentielle à l’aide de la technique de la segmentation de l’élément décisif (PUP) et la technique de l’équivalence référentielle (HBS). La validité des données dans cette mémoire est acquise par la validité sémantique, la fiabilité d’intra-rater et le jugement d’expert.

Le résultat de cette recherche montre qu’il existe 19 types des figures de style dans l’opéra Notre-Dame de Paris, ce sont l’allitération (126 données), l’assonance (182 données), l’anaphore (51 données), l’épistrophe (11 données), l’antithèse (13 données), la polysyndète (7 données), l’asyndète (12 données), l’inversion (30 données), l’ellipse (19 données), l’apostrophe (3 données), la périphrase (9 données), la question rhétorique (20 données), l’hyperbole (8 données), la comparaison(19 données), la métaphore (43 données), la personnification (17 données), la litote (1 donnée), la synecdoque (15 données) et le sarcasme (7 données). On trouve six fonctions de la parole contient des figures de style dans l’opéra Notre-Dame de Paris, ce sont la fonction expressive (104 données), la fonction conative (48 données), la fonction référentielle (128 données), la fonction poétique (247 données), la fonction phatique (7 données) et la fonction métalinguistique (1 données). La fonction de la parole qui contient des figures de style fréquemment utilisées est la fonction poétique. La plupart de cette fonction existe dans l’allitération (126 données) et l’assonance (182 données) qui sont employée pour l’esthétique dans la chanson.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. latar Belakang Masalah

Opera merupakan seni pertunjukan drama yang menggunakan musik dan lagu. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Larousse Dictionnaire Français (1997: 293), opéra est œuvre dramatique mise en musique et chantée, opera adalah sebuah karya seni drama yang disajikan dengan musik dan dinyanyikan. Dalam pertunjukan ini, sebagian besar tuturan disajikan dalam bentuk lagu dan dinyanyikan oleh para tokoh. Jadi dapat dikatakan bahwa tuturan tokoh dalam opera berbentuk lirik lagu.

Lirik lagu memiliki bentuk yang hampir sama dengan puisi. Gaya bahasa dalam lirik lagu berbeda dengan gaya bahasa yang digunakan dalam percakaan sehari–hari. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa lirik lagu adalah karya (puisi) yangberisi curahan perasaan pribadi. Oleh karena itu, dalam penulisan lirik lagu penulis lirik perlu menggunakan gaya bahasa yang tepat agar lagu memiliki daya tarik lebih.

Terkait dengan opera, lirik menjadi bagian penting dalam pertunjukan ini karena digunakan untuk mengungkapkan tuturan para tokoh. Sebuah lirik lagu harus disusun dengan tepat agar dapat mewakili tuturan tokoh namun juga harus memperhatikan aspek keindahan. Sehingga diperlukan pemilihan gaya bahasa yang tepat agar gagasan yang harus diungkapkan tokoh dapat tersampaikan dengan baik dan juga supaya lagu indah didengar.


(14)

Salah satu judul opera yang terkenal di Prancis yaitu opera Notre - Dame de Paris. Opera ini menceritakan tentang kisah cinta Esmeralda yang berakhir tragis. opera Notre - Dame de Paris adalah adaptasi dari novel Notre - Dame de Paris karya Victor Hugo yang dipentaskan pertama kali tahun 1999. Setelah pentas perdananya di Prancis opera ini mendapatkan kesuksesan, sehingga opera ini diterjemahkan ke dalam enam bahasa dan kembali di produksi di negara-negara lain seperti Rusia, Inggris dan Korea. Penciptaan lagu dalam opera ini dikerjakan oleh Luc Plamondon sebagai penulis lirik dan Richard Cocciente sebagai komposer. Terdapat 54 lagu dalam opera Notre - Dame de Paris yang kemudian dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama terdapat 28 lagu dan di bagian kedua terdapat 26 lagu.

Salah satu gaya bahasa yang ditemukan dalam opera Notre - Dame de Paris seperti berikut ini.

(1) Où est-elle Ton Esmeralda ? Les rues de Paris Sont tristes sans elle ‘Dimana dia

Esmeraldamu? Jalan – jalan di Paris Sedih tanpanya’

(Opéra Notre – Dame de Paris : Où est-elle) Penggalan lirik pada contoh (1) mengandung gaya bahasa personifikasi yang terlihat pada kalimat Les rues de Paris sont tristes sanns elle. Kalimat tersebut menggambarkan jalan – jalan di Paris memiliki sifat manusia yaitu bersedih yang tidak mungkin terjadi pada jalan.


(15)

Dalam penulisan lirik lagu, biasanya penulis menggunakan gaya bahasa tertentu untuk mengugkapkan sesuatu secara tidak langsung seperti pada contoh berikut.

(2) Est-ce le diable qui s'est incarné en elle Pour détourner mes yeux du Dieu éternel Qui a mis dans mon être ce désir charnel Pour m'empêcher de regarder vers le ciel

‘Apakah itu iblis yang menjelma menjadi dirinya Untuk mengalihkan mataku dari Tuhan yang abadi Yang telah meletakan pada diriku nafsu jasmaniah ini Untuk mencegahku melihat langit’

(Opéra Notre – Dame de Paris : Belle) Penggalan lirik (2) mengandung gaya bahasa metafora yaitu pada kata ciel. Kata ciel pada baris terakhir memiliki makna leksikal langit. Akan tetapi, kata ciel dalam kalimat tersebut sebenarnya bermakna paradis ‘surga’. Penulis lirik tersebut menganalogikan surga dengan langit. Langit adalah tempat yang tinggi dan sering dianggap dekat dengan Tuhan dan juga dianggap sebagai surga.

Lirik di atas dinyanyikan oleh Frollo, seorang pendeta gereja Notre-Dame yang telah terpesona oleh kecantikan Esmeralda dan kemudian merasa dirinya berdosa karena hal itu telah membuatnya berpaling dari Tuhan. Hal ini kemudian membuatnya berpikir bahwa dirinya tidak akan melihat surga karena sudah melakukan dosa.

Gaya bahasa dalam lirik lagu tidak hanya dimaksudkan lagu menjadi indah, namun gaya bahasa memiliki fungsi lain yang dapat dilihat melalui konteks. Fungsi-fungsi tersebut yaitu fungsi ekpresif, konatif, referensial, puitik, fatis dan metalinguistik. Fungsi tuturan pada contoh (2), yang didalamnya terdapat gaya


(16)

bahasa simile memiliki fungsi ekspresif. Hal ini dapat diketahui melalui tujuan penutur menyampaikan pesan. Tujuan Penutur (Frollo) menyanyikan lirik pada contoh (2) adalah untuk mengungkapkan ketidaksukaanya terhadap Esmeralda.

Contoh penggunaan gaya bahasa yang telah disebutkan sebelumnya hanyalah beberapa contoh penggunaan gaya bahasa dalam opera. Opera adalah sebuah karya seni yang memiliki banyak lagu didalamnya dan jika diteliti memungkinkan ditemukan variasi gaya bahasa yang lain. opera Notre-Dame de Paris memiliki 54 buah lagu dan dirasa cukup untuk diteliti. Hal ini membuat opera ini menjadi pilihan untuk dikaji.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi berbagai permasalahan sebagai berikut.

1. Terdapat berbagai jenis gaya bahasa dalam opera Notre – Dame de Paris. 2. Terdapat fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre

– Dame de Paris. C. Batasan Masalah

Dari permasalahan yang telah diidentifikasi, permasalahan dibatasi pada jenis gaya bahasa dan fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre – dame de Paris.


(17)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, fokus masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Gaya bahasa apa sajakah yang terdapat dalam opera Notre – Dame de Paris? 2. Bagaimanakah fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera

Notre – Dame de Paris? E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diuraikan, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan

1. Jenis gaya bahasa yang terdapat dalam opera Notre – Dame de Paris.

2. Fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre – Dame de Paris.

F. Manfaat Penelitian

1. menambah wawasan pembaca mengenai kajian jenis gaya bahasa dan fungsi tuturan.

2. menjadi referensi pembelajaran mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Bahasa Prancis dalam memahami jenis gaya bahasa dan fungsi tuturan dalam opera.

3. menjadi acuan dan pertimbangan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian sejenis berikutnya.

G. Batasan Istilah

1. Opera adalah seni pertunjukan drama yang menggunakan lagu sebagai tuturan tokoh.


(18)

2. Fungsi tuturan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi bahasa dalam tuturan yang mengandung gaya bahasa.


(19)

7

A. Pengertian Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah hal penting dalam penulisan lirik lagu agar lagu menjadi indah. Gaya bahasa tertentu yang digunakan dengan tepat akan memunculkan kesan tidak biasa dan membuatnya berbeda dengan bahasa yang digunakan sehari – hari. Peyroutet mengatakan “style est une exploration de la norme linguistique, du choix des mots, et de la combination des mots”. ‘Gaya bahasa adalah eksplorasi dari kaidah bahasa, pilihan kata dan kombinasi kata’(Peyroutet, 1994: 20). Kridalaksana (2001: 63), mengatakan bahwa gaya bahasa adalah pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu’. Keraf (2010: 113) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa. B. Jenis Gaya Bahasa

Keraf mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat. “Struktur sebuah kalimat dapat dijadikan landasan untuk menciptakan gaya bahasa” (Keraf, 2010: 124). Jenis gaya bahasa ini meliputi klimaks, anti klimaks, paralelisme, antitesis dan repetisi.

Selain berdasarkan struktur, Keraf juga mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna. Gaya bahasa tersebut diperoleh dari penggunaan acuan yang maknanya menyimpang dari makna denotatif acuan tersebut (Keraf, 2010: 130). Gaya bahasa ini diklasifikasikan lagi menjadi dua


(20)

jenis yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Gaya bahasa retoris adalah gaya bahasa berupa penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2010: 129). Gaya bahasa retoris meliputi, aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, histeron proteron, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, hiperbola dan oksimoron. Gaya bahasa kiasan adalah gaya bahasa berupa penyimpangan makna pada (Keraf, 2010: 129). Gaya bahasa kiasan meliputi: simile, metafora, personifikasi, sinekdoke, metonimi, hipalase, ironi, inuendo, dan pun atau paronomasia.

Sementara Peyroutet (1994:20) mengklasifikasikan gaya bahasa berdasarkan kaidah bahasa. Sebuah gaya bahasa dapat muncul melalui kaidah bahasa yang benar maupun menyimpang. Pilihan kata dan kombinasi kata apapun dapat digunakan untuk menciptakan gaya bahasa selama masih mengikuti kaidah bahasa yang benar. Sementara pada kaidah bahasa yang menyimpang seorang penulis dapat menggunakan kata tanpa mematuhi kaidah bahasa.

Selain berdasarkan kaidah bahasa yang benar, gaya bahasa juga dapat terbentuk berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa. Peyroutet (1994:20) menyebutkan tiga jenis penyimpangan kaidah bahasa tersebut adalah: metaplasama, penyimpangan paradigmatik dan penyimpangan sintakmatik. Metaplasma adalah penyimpangan kaidah bahasa yang terkait dengan bunyi. Gaya bahasa yang terbentuk melalui metaplasma adalah asonansi dan aliterasi. Sementara penyimpangan paradigmatik adalah penyimpangan kaidah bahasa yang terkait dengan pilihan dan kombinasi kata yang tidak lazim seperti personifikasi,


(21)

metafora, sinekdoke atau ironi. Penyimpangan sintakmatik adalah penyimpangan yang terkait dengan struktur bahasa, contoh gaya bahasa yang terbentuk dari penyimpangan ini : elipsis dan inversi.

Dari klasifikasi gaya bahasa menurut Keraf dan Peyroutet terdapat beberapa gaya bahasa yang sama. Gaya bahasa tersebut meliputi: paralelisme, antitesis, repetisi, aliterasi, asonasi, inversi, apostrof, asindenton, polisindenton, elipsis, eufeisme, litotes, perifrasis, erotestis, silepsis, zeugma, hiperbola, paradoks, oksimoron, simile, metafora, personifikasi, alusi, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sarkasme, antifrasis dan paranoasia. Berikut penjelasan tentang beberapa gaya bahasa yang telah disebutkan sebelumnya. 1. Antitesis

Antitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan pertentangan. Pertentangan ini diperoleh dengan penggunaan kata-kata atau frasa yang berlawanan (Keraf, 2010 : 126). L’antithèse oppose des mots, des phrases ou des ensembles plus vastes dont le sens est inverse ou le devient, Antitesis mengoposisikan kata-kata, kalimat atau kumpulan yang lebih luas yang maknanya terbalik atau menyimpang’(Peyroutet, 1994 : 100). Contoh:

(3) Niort qui rit, Poitiers qui pleure ‘Niort tertawa, Piotiers menangis’

(Peyroutet, 1994 :100) Contoh (3) menunjukkan penggunaan gaya bahasa antitesis yang ditunjukan oleh kata rit ‘tertawa’ dan pleure ‘menangis’, kedua kata tersebut adalah kata yang memiliki makna berlawanan. Niort dan Poitiers adalah nama klub


(22)

sepakbola. Kata rit digunakan untuk menyatakan kemenangan klub Niorts sementara kata pleure digunakan untuk menyatakan kekalahan Piotiers.

2. Anafora

Anafora adalah gaya bahasa yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya (Keraf, 2010 : 127). On répète des mots en debut de phrases ou de prépositions successives. Anafora adalah perulangan kata di awal kalimat atau preposisi secara berurutan (Peyroutet, 1994 : 92). Berikut ini adalah contoh penggunaan anafora.

(4) J’ai vu des déserts, j’ai vu des valées riantes, j’ai vu des villes sans joie. ‘Aku telah melihat padang pasir, aku telah melihat lembah yang gembira, aku telah melihat kota –kota tanpa kebahagiaan’.

(Peyroutet, 1994 : 93) Terdapat penggunaan anafora Contoh (4) yang ditunjukkan dengan perulangan kata j’aivu di awal kalimat.

3. Epistrofa atau Epifora

Epistrofa adalah gaya bahasa yang berupa perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau akhir kalimat secara berurutan (Keraf, 2010 : 128). Perulangan kata di akhir kalimat atau diakhir preposisi secara berurutan adalah epistrofa (Peyroutet, 1994 : 92). Berikut contoh penggunaan gaya bahasa epistrofa.

(5) Il aperçoit le veston de son ennemi, la tête glabre de son ennemi, le sourire mauvais de son ennemi.

‘dia melihat jaket musuhnya, kepala botak musuhnya, senyum jahat musuhnya’.

(Peyroutet, 1994 : 93) Contoh (5) menggunakan gaya bahasa epistrofa yang ditunjukkan frasa son ennemi yang mengalami perulangan di akhir frasa.


(23)

4. Aliterasi

Aliterasi adalah gaya bahasa yang berbentuk perulangan konsonan yang sama (Keraf, 2010 :130). L’allitération est repetition de consonnes. ‘Aliterasi merupakan perulangan bunyi konsonan’, (Peyroutet, 1994:28). Berikut adalah contoh penggunaan aliterasi

(6) Pour qui sont ces serpents qui sifflent sur vos têtes ? ‘ Untuk siapa ular – ular bersiul di atas kepala kalian?’

(Jean Racine, Andromaque Acte V scène5 dalam http://www.etudes-litteraires.com/figures-de-style/allitération.php) Kalimat (6) adalah contoh aliterasi karena terdapat perulangan konsonan [s] pada kata pada kata sont , ces, serpent, sifflent dan sur.

5. Asonansi

Menurut Keraf (2010 :130) asonansi adalah gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama. Peyroutet mengatakan bahwa l’assonance est repetition de voyelle. ‘Asonansi adalah perulangan bunyi vokal’ (1994:28). Contoh asonansi dapat dilihat pada kalimat berikut.

(7) les houles, en roulant les image des cieux ‘gelombang, menggulung bayangan langit’.

(Peyoutet, 1994 : 29) Penggunaan gaya bahasa asonasi pada contoh (7) ditunjukkan dengan perulangan bunyi vokal [u] pada kata houles [ul], dan roulant [rulã], serta vokal [i] pada kata image[imaƷ] dan cieux [siə].

6. Anastrof atau Inversi

Anastrof atau inversi adalah pembalikan susunan kata dalam kalimat (Keraf, 2010 : 130). Sedangkan Peyroutet (1994: 87) berpendapat bahwa l’inversion est


(24)

un déplacement de mot, de groupe, de proposition vers l’avant ou vers l’arrière de la phrase. ‘Inversi adalah penggantian kata, frasa, preposisi di depan atau di akhir kalimat’. Contoh:

(8) Pâle est son visage. ‘pucat wajahnya’.

(Peyroutet, 1994 : 86) Penggunaan inversi terdapat pada contoh (8) ditunjukkan oleh penulisan frasa son visage sebagai sujet seharusnya diletakan diawal kalimat dan kemudian diikuti verba est, namun pada contoh (8) kata son visage diletakan di akhir kalimat, sedangkan kata pâle yang berfungsi sebagai adjektiva diletakan pada awal kalimat kemudian diikuti verba est. Jika contoh (8) ditulis tanpa inversi maka akan diperoleh bentuk son visage est pâle.

7. Apofasis

Apofasis adalah gaya bahasa untuk menegaskan sesuatu tetapi seolah -olah menyangkal apa yang ditegaskan (Keraf, 2010 : 130). Sedangkan Peyroutet (1994 : 73) berpendapat bahwa “la prétérition est l’ecart qu’on feint de passer sous silence ce sur on quoi on attire l’attetion”.’ Preteresio adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan seolah tidak mengatakan pada apa yang sesungguhnya ingin dijadikan perhatian’.

(9) Je ne vous dirai pas combien j’ai été affecté par la nouvelle.

‘Saya tidak akan mengatakan pada Anda betapa aku telah terpengaruh oleh berita’.

(Peyroutet, 1994 : 73) Contoh (9) adalah contoh penggunaan apofasis. Pada contoh tersebut je seolah tidak akan mengatakan apapun pada vous namun pada akhirnya je mengatakan pada vous bahwa dia telah terpengaruh oleh berita.


(25)

8. Apostrof

Apostrof adalah pengalihan amanat kepada sesuatu yang tidak hadir seperti pada tokoh yang telah meninggal dan sesuatu yang abstrak (Keraf, 2010: 131). Apostophe est interpellations brusques d’une personne, d’une divinité, d’une force naturelle, voire d’un objet sont liées aux figure précedants. ‘apostrof adalah penyisipan secara tiba–tiba, penyisipan tersebut dapat berupa orang, dewa, kekuatan alam, bahkan suatu benda yang dihubungkan dengan tokoh masa lalu (Peyroutet, 1994 : 104). Contoh:

(10) Ô rage ! ô désespoir, ô vieillesse enemmi! N’ai-je donc tant vécu que pour cette infamie? ‘oh kemarahan, oh keputusasaan, oh musuh lama! Apakah aku telah hidup hanya untuk keburukan ini?’.

(RACINE, Le Cid dalam http://www.etudes-litteraires.com/figures-de-style/apostrophe.php) Contoh (10) adalah contoh apotsrof karena kata rage, dèsespoir dan veilesse enemmi pada contoh (10) bukanlah seseorang yang dapat menerima pesan dari penutur. Kata rage! dan désespoir, merupakan sesuatu yang abstrak, sedangkan kata vieillesse enemmi adalah sesuatu yang dihubungkan dengan orang di masa lalu. Akan tetapi, pada contoh (10) penutur kalimat tersebut (je) seolah sedang berbicara kepada rage, dèsespoir dan veilesse enemmi.

9. Asindenton

Asindeton adalah gaya bahasa yang terbentuk oleh beberapa kata, frasa, atau klausa yang tidak dihubungkan dengan kata sambung (Keraf, 2010 : 131). Menurut Peyroutet (1994 :98) asyndète est suppression de la conjonction de coordination ou subordination entre les preposition ou les groupes qui deviennent juxtaposées. ‘Asindenton adalah penghilangan la conjonction de coordination


(26)

atau la conjonction de subordination di antara preposisi atau frasa yang menjadikanya sejajar’. Berikut adalah contoh penggunaan asindeton.

(11) La peur d’être déplace, d’avoir honte.

‘Ketakutan untuk menjadi tidak pantas, untuk merasa malu’.

(Peyroutet, 1994 : 99) Contoh (11) adalah contoh penggunaan asindeton karena pada contoh tersebut tidak terdapat kata hubung et yang dapat diltulis untuk menghubungkan kata d’être déplace, dan d’avoir honte.

10. Polisindenton

Keraf (2010 : 131) mengatakan polisindeton adalah kebalikan dari asindeton, dalam gaya bahasa ini beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan dengan kata sambung. Berikut ini adalah contoh kalimat yang mengandung polisindeton. Hal yang hampir sama juga disebutkan dalam situs etudes littéraire bahwa polisindeton “une polysyndète consiste à répéter une conjoction de coordination... La polysyndète s’oppose à l’asyndète” Polisindeton adalah perulangan kata hubung dan juga lawan dari asindeton (https://www.etudes-litteraires.com/figures-de-style/polysyndete.php). Contoh

(12) Avez – vous dans les airs entendu quelque bruit? Le vents nous auraient ils exaucés cette nuit? Mais tout dort, et l’armée, et les vents, et Neptune. ‘Apakah kamu telah mendengar suara berisik di udara? Apakah angin akan mengabulkan kita malam ini?

Tetapi semua tidur, dan banyak sekali, dan angin, dan Neptunus’. (RACINE,iphigénie, acte 1, scene 1 dalam

http://www.etudes litteraires.com/figures-de-style/polysyndete.php) Sedangkan pada contoh (12) polisindenton ditandai oleh kata sambung et untuk menghubungkan frasa ‘tout droit,’l’armée’, ‘les vents’, dan ‘Neptune’.


(27)

11. Elipsis

Elipsis adalah gaya bahasa berupa penghilangan unsur kalimat sehingga membuat struktur kalimat tidak memenuhi pola yang berlaku. Meski terdapat unsur yang dihilangkan kalimat masih dapat dimengerti (Keraf, 2010 :132). Sementara Peyroutet (1994: 98) mengatakan bahwa “L’ellipse est toute suppression d’un ou de plusieurs mots dans une phrase”, ‘Elipsis adalah semua bentuk penghilangan salah satu kata atau lebih dalam suatu kalimat’. Contoh:

(13) Vous aimez le cirque? –beaucoup ‘Kamu suka sirkus? Sangat’.

(Peyroutet, 1994 : 98) Contoh (13) menunjukkan penggunaan elipsis karena karena hanya terdapat kata beaucoup sebagai jawaban dari pertanyaan vous aimez le cirque?. Jawaban beaucoup belum mencukupi syarat sebuah kalimat yang benar, karena tidak tidak verba. Jawaban tersebut dapat ditulis lebih lengkap menjadi oui, je l’aime beaucoup.’ya saya sangat menyukainya’.

12.Eufeisme

Eufeisme adalah ungkapan halus untuk menggantikan ungkapan kasar agar tidak menyinggung perasaan orang (Keraf, 2010:132). Eupheisme atténtue des idées ou des sentiments désagreables, cruels, grossiers, agressifs ‘(Peyroutet, 1994:72) ‘eufeisme memperhalus gagasan atau perasaan yang tidak nyaman, jahat, kasar dan agresif’. Berikut ini adalah contoh ungkapan yang mengandung eufeisme.

(14) Veuillez prendre la porte! ‘Silahkan Anda ambil pintu!’


(28)

Contoh (14) merupakan contoh eufeisme yang ditandai dengan ungkapan prendre la porte! ‘mengambil pintu’ yang digunakan untuk memperhalus ungkapan sortir... et vite!‘pergi dan cepat’.

13. Litotes

Litotes adalah gaya bahasa yang dipakai untuk merendahkan diri. Dalam litotes sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya (Keraf, 2010 : 132). La litote est un écart paradigmatique : un mot ou une expression B remplace un mot ou une expression A. B dit moins que A, ‘litotes adalah sebuah penyimpangan paradigmatik berupa sebuah kata atau ungkapan B menggantikan sebuah kata atau ungkapan A. B dikatakan kurang dari A’ (Peyroutet, 1994 :72). Berikut ini adalah contoh penggunaan litotes.

(15) Elle n’est pas mauvais,cette tarte ! ‘tidak buruk, kue ini!

(http://www.etudes-litteraires.com/figures-de style/litote.php) Contoh (15) merupakan contoh litotes yang terlihat terlihat dengan penggunaan klausa n’est pas mauvais ‘tidak buruk’. Hal ini menimbulkan kesan seolah kue yang dibicarakan penutur biasa saja namun hal yang sebenarnya ingin dikatakan penutur pada contoh (15) adalah elle est très bonne ‘kue ini sangat enak’.

14. Perifrasis

Perifrasis adalah gaya bahasa yang menggunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan (Keraf, 2010: 134). Sedangkan Peyroutet (1994: 97) mengatakan bahwa le remplacement d’un mot par plusieurs autres qui le définissent, l’explicitent est une périphrase. Penggantian sebuah kata dengan kata lain yang


(29)

lebih banyak, untuk mendefinisikan dan menjelaskan kata tersebut adalah perifrasis. Berikut adalah contoh penggunaan perifrasis.

(16) L’homme du 18 Juin. ‘Laki-laki 18 Juni’

(Peyroutet, 1994 : 97) Contoh (16) adalah contoh perifrasis. Farsa l’homme du 18 Juin pada contoh tersebut sebenarnya dapat digantikan digunakan untuk menggantikan satuan yang lebih singkat yaitu nama De Gaulle. Penggunaan Nama ini diberikan karena Charles de Gaulle menyeru rakyat prancis supaya tetap melawan Jerman dalam Perang Dunia kedua pada 18 Juni 1940.

15. Erotetis

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah pertanyaan yang biasanya digunakan dalam pidato atau tulisan yang sama sekali tidak menghendaki jawaban (Keraf, 2010: 134). Peyroutet (1994: 104) berpendapat “même l’utilisation, des phrases interrogatives normales à celle que l’on ressent comme des écarts” ‘penggunaan kalimat tanya dianggap sebagai gaya bahasa’. Penggunaan kalimat tanya tersebut dapat membangkitkan sebuah reaksi emosional Berikut ini adalah contoh penggunaan erotetis :

(17) Où les pertes que j’ai faites?

‘Dimanakah kerugian yang telah kubuat?’.

(Racine, Iphigénie dalam http://www.espacefrancais.com/les-figures-de-style) Contoh (17) adalah contoh dari erotetis atau pernyataan retoris karena kalimat tanya pada contoh tersebut tidak memiliki jawaban.


(30)

16. Hiperbola

Hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal (Keraf, 2010: 135). Menurut Peyroutet (1994: 74) bahwa: L’hyperbole est un écart de style fondé sur la substitution d’un mot ou d’une expression B à un mot ou une expression A normalement attendu, de façon à exagérer: B dit plus A. ‘hiperbola adalah gaya bahasa yang terbentuk oleh penggantian satu kata atau satu ungkapan B pada satu kata dalam ungkapan A yang biasanya terdengar dengan cara melebih – lebihkan : B dikatakan lebih dari A’. Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung hiperbola.

(18) Nous offrons ce téléviseur à un prix incroyable.

‘Kami tawarkan televisi ini dengan harga yang tidak bisa dipercaya’.

(Peyroutet, 1994: 74) Kalimat pada contoh (18) di atas menunjukkan adanya gaya bahasa hiperbola yang ditandai dengan kata incroyable. Kata tersebut yang memiliki makna tidak dapat dipercaya, tidak masuk akal dan mustahil. Hal ini menunjukkan kesan berlebihan pada harga televisi yang ditawarkan. Kata incroyable dapat digantikan dengan frasa bon marché ‘murah’ yang memiliki kesan lebih netral.

17. Oksimoron

Oksimoron adalah gaya bahasa pertentangan yang diperoleh dari penggunaan kata – kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. (Keraf, 2010 : 136). L’oxymore reunit deux mots ou deux expressions de nature antithétique pour le rendre identiques (Peyroutet, 1994 : 100) ‘oksimoron menggabungkan dua buah


(31)

kata atau dua ungkapan yang bertentangan untuk menjadikan kedua kata atau ungkapan tersebut mirip’. Berikut adalah contoh penggunan oksimoron .

(19) Cette obscure clarté, qui tombe des étoiles ‘cahaya gelap ini jatuh dari bintang-bintang’

(CORNEILLE (1606 – 1684), Le Cid (1682) Acte IV, scène 3 dalam http://www.etudes-litteraires.com/figures-de-style/oxymore.php Terdapat pengguaan gaya bahasa oksimoron pada contoh (19) memiliki sifat yang berlawanan. Penggunaan dua kata obscure ‘gelap’ dan clarté ‘cahaya’ yang menunjukkan makna yang berlawanan.

18. Perbandingan atau Simile

Simile adalah perbandingan yang menggunakan kata-kata pembanding seperti: ‘sama’, ‘sebagai’, ‘bagaikan’, ‘laksana’ dan sebagainya (Keraf, 2010: 138). Peyroutet (1994: 88) mengatakan “La comparaison est un écart syntagmatique par lequel on rapproche deux mots (ou deux expressions), selon un rapport de ressemblance que précise un outil de comparaison, ’Perbandingan adalah sebuah gaya bahasa sintagmatik yang mendekatkan dua kata atau dua ungkapan berdasarkan sebuah hubungan kesamaan yang dijelaskan dengan sebuah kata pembanding’. Berikut adalah contoh penggunaan simile.

(20) le ciel est comme un marais où l’eau claire luit

Langit seperti sebuah rawa yang airnya jernih berkilau’

(Giono dalam Peyroutet, 1994: 88) Contoh (20) adalah contoh gaya bahasa simile yang ditunjukkan dengan penggunaan kata comme. Kata tersebut digunakan untuk membandingkan le ciel dengan un marais. Pada contoh (20) penulis berusaha menggambarkan langit yang cerah seperti rawa yang airnya jernih.


(32)

19. Metafora

Metafora adalah analogi yang membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk yang singkat (Keraf, 2010: 139). Menurut Peyroutet (1994: 66):

“On appelle métaphore le remplacement d’un mot ou d’une expression normalement attendus (A) par un autre mot ou une autre expression (B), selon un rapport d’analogie entre A (le comparé) et B (le comparant)”. ‘metafora adalah penggantian suatu kata atau ungkapan yang lazim (A) dengan kata atau ungkapan lain (B) berdasarkan hubungan persamaan antara elemen A dan B’. Jadi, dalam pembentukan metafora, diperlukan komponen makna yang sama yang dimiliki oleh elemen A dan B. Contoh

(21) L’offensive (B) du froid ‘serangan suhu dingin’

l’arrive brutale (A) (Peyroutet, 1994:66)

Contoh (21) menggandung metafora karena pada contoh tersebut penulis menggantikan frasa arrivée brutale ‘kedatangan yang brutal’ dengan kata l’offensive. Hal yang dapat disamakan dari frasa A dan B adalah pada sifat kedatangannya yang secara tiba-tiba. Dalam contoh di atas, penulis berusaha mendeskripsikan suhu dingin yang datang mendadak.

20. Personifikasi

Personifikasi menggambarkan benda-benda mati seolah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf, 2010: 140). Menurut Peyroutet (1994 : 79) personification est un procédé de substitution permet de donner figure humaine aux abstractions, aux animaux, aux objets. ‘Personifikasi adalah subtitusi yang memungkinkan adanya pemberian sifat manusia seperti pada hal –hal abstrak, hewan dan benda’. Penggunaan personifikasi dapat dilihat pada contoh berikut.


(33)

‘Dari waktu ke waktu, sebuah pohon menampar...’

(http://www.alloprof.qc.ca/BV/pages/f1372.aspx) Contoh (22) merupakan contoh personifikasi yang ditandai dengan kata giflait ’menampar’. Pohon adalah benda mati yang tidak mungkin bisa menampar sesuatu. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh manusia. Akan tetapi pada contoh (22) sebuah pohon dikatakan menampar. Hal ini menunjukkan adanya sifat manusia yang diberikan kepada benda mati.

21. Sinekdoke

Sinekdoke adalah gaya bahasa yang berupa bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau sebaliknya (totum pro parte), seluruh untuk sebagian (Keraf, 2010 : 142).

a. Pars pro toto

Dans la synecdoque généralisantse, un ensemble B se substitue à l’élément A qui lui appartient ‘dalam sinekdoke keseluruhan, keseluruhan elemen B menggantikan sebagian elemen A’. Berikut adalah contoh sinekdoke pars pro toto.

(23) Ils leur ont refusé le pain. ‘mereka menolak roti mereka’.

(Peyroutet, 1994 : 63)

Terdapat sinekdoke pars pro toto pada contoh (23) yang ditunjukkan dengan kata frasa leur pain. Frasa ini digunakan untuk menggantikan keseluruhan makanan yang ditolak oleh ils. Jadi, pada contoh tersebut ils tidak hanya menolak roti tetapi semua makanan yang lain.


(34)

b. Totem pro parte

Dans la synecdoque particularisante, un élément B se subtitue à l’ensemble A auquel il appartient ‘dalam sinekdoke sebagian, elemen B menggantikan keseluruhan elemen A‟. Penggunaan sinekdoke totem pro parte dapat dilihat pada contoh berikut.

(24) Strasbourg a gagné. ‘Strasbourg menang’

(Peyroutet, 1994 : 63) Contoh (24) adalah contoh penggunaan sinekdoke totem proparte, hal ini ditunjukkan dengan kata ‘Strasbourg’. Kata ini digunakan untuk menggantikan sebagian orang yang mewakili Strasbourg dalam sebuah pertandingan.

22. Sarkasme

Sarkasme adalah sindiran yang menyakitkan hati dan kurang enak didengar (Keraf, 2010: 144). Le sarcasmeexprime une railerie, une critique ironique, dure, cruelle. ‘Sarkasme mengungkapkan sebuah ejekan, kritik yang bersifat ironis, keras dan jahat’ (Peyroutet, 1994 : 105).

(25) Oh! Je ne l’oublie pas, papa! Je suis ta fille. Je suis la fille du petit monsieur aux ongles noires et aux pellicules;...

’Oh! aku tidak melupakannya, papa!

Aku ini anakmu. Anak dari laki - laki kecil yang berkuku hitam dan berketombe;...’

(Peyroutet, 1994: 105) Sarkasme pada contoh (25) oleh la fille du petit monsieur aux ongles noires et aux pellicules ‘anak dari laki- laki kecil yang berkuku hitam dan berketombe’ yang terkesan mengejek dan kasar.


(35)

C. Analisis Komponensial

Dalam analisis gaya bahasa, analisis komponensial diperlukan untuk menganalisis gaya bahasa yang berhubungan dengan makna, seperti metafora, antitesis dan personifikasi. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan makna suatu kata dengan yang lain. Pateda (2000: 74) mengatakan bahwa “untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kesamaan dan perbedaan makna, perlu dilakukan analisis komponen makna”. Berikut contoh analisis komponensial kata pada kata pria, wanita, putera dan putri.

Berdasarkan analisis komponensial di atas, diketahui bahwa kata pria mengandung komponen makna jantan dan dewasa. Sementara kata wanita hanya memiliki komponen makna dewasa. Kata putra memiliki kompnen makna jantan dan tidak memiliki komponen makna dewasa. Sedangkan kata putri tidak memiliki komponen makna jantan ataupun dewasa. Dengan demikian perbedaan makna pada kata ‘pria’, ‘wanita’, ‘putra’ dan ‘putri’ dapat dilihat melalui analisis komponensial di atas.

Komponen makna Leksem

Jantan dewasa

Pria + +

Wanita - +

Putra + -


(36)

D. Fungsi Gaya Bahasa

Secara umum bahasa digunakan manusia untuk berkomunikasi. Bahasa memungkinkan seseorang untuk menjalin interaksi dengan orang lain, sehingga seseorang dapat dengan mudah mengungkapkan ide, perasaan dan emosi. Fungsi gaya bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi bahasa yang terdapat dalam gaya bahasa. Jakobson melalui Soeparno (2013:18) menyebutkan enam fungsi bahasa yaitu: fungsi emotif, fungsi konatif, fungsi referensial, fungsi puitik, fungsi fatis dan fungsi metalinguistik

1. Fungsi Ekpresif Atau Emotif.

Bahasa memiliki fungsi ekspresif ketika digunakan untuk mengungkapkan perasaan seseorang seperti mengungkapkan kesedihan atau kebahagiaan. Soeparno (2013:18) mengatakan “fungsi emotif biasanya digunakan untuk mengungkapkan rasa gembira, kagum kesal sedih dan sebagainya”. Fungsi ekrpresif terlihat ketika penutur mengungkapkan perasaan, keinginan atau pendapat. Peyroutet (1994:6) mengatakan bahwa indices de la reconnaissance de la fonction expressive: emploi de la 1re personne, contenue subjectif du texte (adjectifs, adverbes, verbe de caractérisation). ‘ciri fungsi emotif terlihat pada penggunaan kata ganti orang pertama dan isi pesan yang subjektif (penggunaan ajektiva, adverbia dan verbe de caractérisation)’.

Contoh:

(26)Quel magnifique paysage!

‘Sungguh pemandangan yang indah!


(37)

Contoh (26) di atas menunjukkan adanya fungsi ekpresif karena penutur mengungkapkan pendapatnya tentang sebuah pemandangan. Pendapat tersebut bersifat subjektif sehingga menunjukkan adanya fungsi ekpresif.

2. Fungsi Konatif

Bahasa berfungsi untuk memengaruhi orang lain agar melakukan sesuatu. Soeparno (2013: 19) mengatakan fungsi konatif bertumpu pada pada lawan bicara, agar mitra tutur melakukan sesuatu. Peyroutet (1994:6) menyatakan bahwa indices de la reconnaissance de la fonction conative: emploi de la 2e personne, de l’imperatif, interpellations, ordres questions. ‘ciri fungsi konatif adalah penggunaan kalimat imperatif dan penggunaan kata ganti orang kedua. Selain itu, fungsi ini juga dapat terkandung dalam teguran dan pertanyaan.

(27) Vous êtes triste? Venez donc au cinéma! ‘Anda sedang bersedih? Datanglah ke bioskop!’

(Peyroutet, 1994: 6) Contoh (27) mengandung fungsi konatif karena kalimat (27) merupakan perintah. Sehingga dapat terlihat bahwa penutur menyuruh mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu.

3. Fungsi Referensial

Bahasa memiliki fungsi referensial ketika digunakan seseorang untuk membicarakan suatu topik tertentu. Soeparno (2013: 18) mengatakan fungsi referensial bepusat pada konteks. Fungsi ini digunakan untuk membicarakan topik tertentu. Fungsi referensial terlihat pada pada isi tuturan yang bersifat objektif. Hal ini seperti yang diungkapkan Peyroutet (1994: 6), bahwa indices de la reconnaissance de la fonction référentielle: emploi de la 3e personne (ou 1re si le m,essage reste objectif), des pronoms neutres (ça, cela). ‘Fungsi referensial dapat


(38)

terlihat melalui penggunaan kata ganti orang ketiga (atau kata ganti orang pertama selama isi pesan bersifat objektif) dan juga penggunaan pronoms neutres (ça, cela).’. Berikut ini adalah contoh kalimat yang mengandung fungsi referensial.

(28) De sa fenêtre, il voyait la Seine.

‘Dari jendelanya, dia melihat sungai Seine’

(Peyroutet, 1994: 6) Contoh (28) mengandung fungsi referensial karena dalam contoh tersebut terdapat penggunaan kata ganti orang ketiga yaitu ‘il’. Selain itu, isi pesan dalam contoh tersebut bersifat objektif.

4. Fungsi Puitik

Fungsi puitik berpusat pada pesan dan berhubungan dengan cara penyampaian pesan tersebut agar memperoleh efek estetis. Soeparno (2013: 18) mengatakan fungsi puitik berpusat pada pesan. Fungsi puitik terlibat ketika kita menyampaikan suatu pesan. Sementara Peyroutet (1994:6) mengungkapkan indices de la reconnaissance de la fonction poétique: richesse des connotations, variété des phrases, ecart des styles, rhytmes, musicalité. ’Fungsi puitik terdapat dalam penggunaan konotasi, variasi kalimat, penggunaan gaya bahasa dan musikalitas. Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung fungsi puitik.

(29) les manèges déménagent manèges, ménageries, où ? et pour quel voyages? ‘komedi putar pindah

Komedi putar, binatang-binatang, kemana? Dan untuk perjalanan apa?

(M. Jacob dalam Peyroutet, 1994: 29) Contoh (29) mengandung adanya fungsi puitik karena terdapat perulangan konsonan [ӡ] pada kata manèges, déménagent, ménageries, dan voyages.


(39)

Perulangan ini dimaksudkan agar penggalan puisi di atas terdengar indah. Aspek keindahan tersebut menunjukkan adanya fungsi puitik dalam contoh (29).

5. Fungsi Fatis

Fungsi fatis berfokus dengan kontak yang terjalin antara penutur dan mitra tutur. Soeparno (2013:19) berpendapat bahwa fungsi konatif digunakan untuk mengadakan kontak dengan orang lain. Dalam hal ini terlihat bahwa kontak menjadi pusat perhatian dalam fungsi fatis. Penekanan inilah yang menjadi ciri fungsi fatis’. Jadi fungsi fatis memungkinkan penuturnya untuk menjalin memperpanjang atau bahkan memutus sebuah kontak dengan mitra tutur. Berikut adalah contoh kalimat yang mengandung fungsi fatis.

(30) Allô, tu m’entends?

‘Halo, kamu mendengarku?”

( http://www.etudes-litteraires.com/figures-de-style/fonction-phatique.php )

Contoh (30) menunjukkan adanya fungsi fatis karena kalimat tersebut digunakan penutur untuk mengkonfirmasi apakah mitra tutur dapat mendengar suara penutur. Dalam hal ini penutur memastikan apakah kontak dengan mitra tutur terjalin dengan baik.

6. Fungsi Metalinguistik

Fungsi metalinguistik atau fungsi metalingual adalah fungsi bahasa yang berfokus pada pengunaan bahasa untuk membicarakan bahasa itu sendiri Soeparno (2013: 19) mengatakan bahwa fungsi metalinguistik digunakan untuk menjelaskan bahasa. Fungsi ini terlihat pada definisi yang terdapat pada kamus atau ketika seseorang menggunakan bahasa untuk menjelaskan istilah tertentu. Contoh:


(40)

Dictionnaire: recueil de mots classés par ordre alphabétique et accompagnés d’une traduction ou d’une définition

(31) ‘Kamus : Kumpulan kata yang diklasifikasikan berdasarkan urutan abjad dan disertai dengan terjemahan atau definisi’.

(http://www.ledictionnaire.com/definition.php?mot=d ictionnaire) Contoh (31) mengandung fungsi metalinguistik karena terdapat penjelasan kata dictionnaire ‘kamus’ yaitu pada kalimat recueil de mots classés par ordre alphabétique et accompagnés d’une traduction ou d’une définition ‘kumpulan kata yang diklasifikasikan berdasarkan urutan abjad dan disertai dengan terjemahan atau definisi’.

E. Konteks

Tujuan komunikasi akan tercapai jika pesan yang disampaikan penutur dapat diterima oleh mitra tutur dengan baik. Dalam hal ini konteks diperlukan untuk memahami isi pesan yang disampaikan penutur. Mulyana (2005: 21) berpendapat bahwa konteks adalah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi.

Konteks dapat diuraikan menjadi komponen tutur. Dell Hymes dalam Mulyana (2005: 23) merumuskan komponen tutur dalam akronim SPEAKING yang akan dijelaskan seperti berikut.

S : Setting and scene, yaitu latar dan suasana. Latar (setting) lebih bersifat fisik yang meliputi tempat dan waktu terjadinya tuturan. Sementara scene adalah latar psikis yang lebih mengacu suasana psikologis yang menyertai peristiwa tuturan P : participant, peserta tuturan, yaitu orang – orang yang terlibat dalam tuturan, baik langsung maupun tidak langsung.


(41)

E : Ends, hasil, yaitu hasil atau tangggapan dari suatu pembicaraan yang memang diharapkan oleh penutur, dan tujuan akhir pembicaraan itu sendiri.

A : Act sequence, pesan/ amanat, terdiri dari bentuk pesan dan isi pesan.

K : Key, meliputi cara, nada, sikap atau semangat dalam melakukan percakapan. Semangat percakapan misalnya: serius atau akrab.

I : Instrumentalities atau sarana percakapan yaitu media percakapan seperti dengan cara lisan, tertulis, surat, radio, dan sebagainya.

N : Norms, merujuk pada norma atau aturan yang membatasi percakapan, meliputi apa yang boleh dan tidak boleh dibicarakan, cara membicarakanya halus, kasar, terbuka dan sebagainya.

G : generes, atau jenis atau bentuk wacana. Hal ini langsung menunjuk pada jenis wacana yang disampaikan, misalnya wacana telpon, wacana koran, ceramah, puisi dan sebagainya.

F. Opera

Opéra est œuvre théâtrale mise en musique, où les parties orchestrales alternent avec des recitatifs, des airs, des choeurs (Aozou, 2008: 1538). Opera adalah karya sandiwara yang disajikan melalui musik, dimana bagian bagian orkestral diselingi dengan deklamasi, lagu dan paduan suara. Sedangkan Syafique (2003: 213) mengatakan bahwa opera adalah salah satu jenis drama yang diwujudkan dalam musik, terutama dengan para pelakunya yang menyanyi. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa opera adalah seni drama yang disajikan dengan musik. Ciri khas jenis drama ini terletak pada para tokoh yang menyanyikan lagu.


(42)

Lagu adalah bagian penting dalam sebuah opera karena digunakan tokoh untuk berdialog atau bermonolog. Lagu memiliki dua komponen yang saling melengkapi yaitu melodi dan lirik lagu. Ali (2006: 33) mengatakan bahwa Melodi adalah nada-nada dalam sebuah musik yang dinyanyikan secara berurutan. Melodi erat hubunganya dengan unsur bunyi. Sementara lirik berhubungan dengan bahasa.

Penciptaan sebuah lagu lirik harus diperhatikan karena lirik menyertai melodi lagu, penamabahan satu suku kata dalam lirik dapat memengaruhi melodi dalam lagu. Pencipta lagu yang baik biasanya memiliki kemampuan untuk melakukan tiga cara yaitu: 1) Memberikan teks atas melodi, 2) Memberikan melodi atas teks dan 3) Membuat melodi dan teks secara bersamaan (Suharto dalam Heni, 2004: 2).

Opera Notre-Dame de Paris bercerita tentangkisah cinta Esmeralda, seorang gipsi yang datang ke Paris bersama para gipsi yang lain. Mereka datang untuk meminta tempat tinggal sementara di gereja Notre-Dame. Akan tetapi, keinginan ini ditolak oleh pendeta Notre-Dame, Frollo. Frollo kemudian memerintahkan Phoebus, seorang tentara kerajaan untuk mengusir para gipsi tersebut.

Di tengah pengusiran gipsi, Phoebus bertemu dengan Esmeralda saat itu juga Phoebus terpesona pada kecantikan gipsi tersebut, walaupun Phoebus sudah bertunangan dengan Fleur de Lys. Suatu malam Phoebus bertemu lagi dengan Esmeralda ketika dia menangkap Quasimodo, pembunyi lonceng Notre-Dame. Dia ditangkap ketika sedang berusaha menculik Esmeralda. Setelah menangkap


(43)

Quasimodo, Phoebus dan Esmeralda membuat janji untuk bertemu lagi di Val d’Amour.

Keesokan harinya, Quasimodo menjalani hukuman di Place de Grève. Tubuh Quasimodo diikat diikat di atas roda besar dan disaksikan orang banyak. Dirinya dibiarkan kehausan dan belum ada seorangpun yang memberinya minum. Akhirnya Esmeralda yang iba melihat keadaan Quasimodo memberinya minum. Hal ini membuat Quasimodo simpati pada perempuan itu.

Esmeralda menepati janjinya untuk menemui Phoebus di Val d’Amour. Ketika mereka berdua sedang berada di dalam sebuah kamar, Frollo datang menikam Phoebus dengan sebilah pisau. Hal ini kemudian membuat Esmeralda dituduh sebagai pelaku percobaan pembunuhan Phoebus. Esmeralda kemudian di penjara dan dijatuhi hukuman gantung.

Suatu hari, Frollo mengunjungi Esmeralda di penjara, dia bermaksud untuk menawarkan kebebasan kepada Esmeralda dengan syarat Esmeralda bersedia tidur dengan Frollo. Esmeralda menolak hal ini, dia yakin bahwa Phoebus akan datang membebaskanya. Tetapi, Phoebus tidak menceritakan hal yang sebenarnya terjadi karena dia ingin mendapatkan kepercayaan Fleur de Lys kembali. Quasimodo kemudian membebaskan Esmeralda dan membawanya ke Notre-Dame agar mendapatkan perlindungan.

Clopin bersama para gipsi yang dipimpinya datang menyerang Notre-Dame. Dalam peristiwa tersebut Clopin meninggal, para gipsi lainnya diusir dari Paris. Esmeralda tertangkap kembali dan dijatuhi hukuman gantung. Quasimodo yang


(44)

kesal karena permintaanya pada Frollo untuk membebaskan Esmeralda tidak dipenuhi, kemudian mendorong Frollo dari atas Notre-Dame hingga Frollo meninggal. Bersamaan dengan itu, Esmeralda sedang menjalani hukuman gantungnya.

G. Penelitian yang relevan

Penelitian ini relevan dengan penelitian sebelumnya yang berjudul ‘Bentuk dan Fungsi Gaya Bahasa pada dua buah Pidato Nicolas Sarkozy’. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012. Gaya bahasa yang paling banyak ditemukan adalah ironi yaitu sebanyak 62 data. Sedangkan gaya bahasa yang paling sedikit ditemukan adalah metafora dan antitesis yaitu masing-masing sebanyak 1 data.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Desy Wahyuning Tyas terletak pada objek penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih objek yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu jenis dan fungsi gaya bahasa namun dengan subjek penelitian yang berbeda, yaitu lirik lagu dalam Opéra Notre-Dame de Paris.


(45)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan jenis gaya bahasa terdapat dalam opera Notre -Dame de Paris 2) mendeskripsikan fungsi gaya bahasa terdapat dalam opera Notre -Dame de Paris.

A. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah keseluruhan frasa dan kalimat yang terdapat dalam opera Notre -Dame de Paris. Semantara objek penelitian ini adalah gaya bahasa.

B. Data dan Sumber Data

Data merupakan bahan penelitian yang di dalamnya terdapat objek penelitian (Sudaryanto, 1988:9). Data dalam penelitian ini adalah adalah frasa atau kalimat yang mengandung gaya bahasa dalam opera Notre-Dame de Paris. Adapun sumber data penelitian ini adalah opera Notre-Dame de Paris yang diunduh pada situs www.youtube.com.

C. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan jenis penelitian, Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan juga pelapor penelitian (Moleong, 2015:168).


(46)

D. Metode dan Teknik Penyediaan Data

Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini dikumpulkan dengan metode simak. Sudaryanto (2015:203) berpendapat bahwa metode simak dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa. Penggunaan metode simak juga dibantu dengan sebuah teknik dasar yaitu teknik sadap. Teknik sadap diterapkan dengan melakukan penyadapan.

Setelah teknik sadap diterapkan kemudian digunakan teknik simak bebas libat cakap (SLBC). Sudaryanto (2015: 204-205) mendefinisikan teknik SLBC sebagai teknik yang digunakan ketika peneliti tidak terlibat langsung dalam pemunculan data. Selanjutnya teknik catat diterapkan dengan melakukan pencatatan data ke dalam tabel data. Tabel data tersebut digunakan untuk mempermudah pencatatan dan analisis data. Berikut adalah realisasi tahapan penyediaan data menggunakan teknik-teknik yang telah disebutkan.

1. Video opera Notre – Dame de Paris ditonton untuk memahami alur cerita. 2. Tuturan tokoh disimak kembali dibantu dengan transkrip untuk menemukan

data.

3. Selanjutnya dilakukan pencatatan kalimat yang mengandung gaya bahasa. 4. Penyimakan opera dilakukan kembali untuk memastikan semua data telah

terkumpul.

5. Data yang telah terkumpul selanjutnya dicatat ke dalam tabel data seperti berikut.


(47)

Contoh Tabel Klasifikasi Data

Jenis dan Gaya Bahasa dalam Opéra Notre-Dame de Paris

Keterangan :

S: Setting and scene P: Participant E: Ends

A: Act sequence K: Key

I : Instrumentalities N: Normes

G: Genres

Fungsi Gaya Bahasa 1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik 5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik No.

Data Judul Lagu Kalimat Data Konteks

Jenis Gaya Bahasa

Fungsi Gaya Bahasa 1 2 3 4 5 6

1. Temps de

Cathédrale

Nous les artistes anonymes De la sculpture ou de la rime Tenterons vous la transcrire Pour les siècles à venir ‘kami adalah seniman patung atau bait yang tidak bernama akan mencoba menulis penjelasannya untuk kalian Tentang abad yang akan datang’

S : Palais des Congrès, P : Gringoire dan para audiens.

E : Gringoire bermaksud untuk mendeskripsikan latar cerita dalam Notre-Dame de Paris.

A : Gringoire menjelaskan latar waktu cerita Notre-Dame de Paris.

K : Lagu ini dinyanyikan dengan ekspresi netral. I : Lirik lagu yang dinyanyikan.

N: Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang sopan. G : Disampaikan dalam tuturan langsung berupa monolog.


(48)

E. Metode dan Teknik Analisis Data.

Penelitian ini memiliki dua tujuan, tujuan yang pertama adalah untuk mendeskripsikan jenis gaya bahasa yang terdapat dalam opera Notre Dame de Paris. Tujuan kedua adalah untuk mendeskripsikan fungsi gaya bahasa dalam opera tersebut. Tujuan pertama dicapai dengan menggunakan metode agih yang alat penentunya merupakan bagian dari bahasa yang menjadi subjek penelitian (Sudaryanto, 2015:19).

Teknik dasar yang digunakan untuk menggunakan metode agih adalah teknik Bagi Unsur Langsung (BUL). Teknik ini dilakukan dengan membagi beberapa unsur lingual data menjadi beberapa unsur yang dianggap sebagai pembentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 2015:37). Berikut adalah contoh analisis jenis gaya bahasa penggunaan teknik BUL.

(32)Il est beau comme le soleil Est-ce un prince un fils de roi ? Je sens l'amour qui s'éveille Au fond de moi

Plus fort que moi

‘Dia tampan seperti matahari

Apakah dia seorang pangeran, putra raja? Aku merasakan cinta yang bangkit Di dalam diriku

Lebih kuat dariku

Penggalan lirik lagu di atas merupakan bait pertama lirik lagu yang berjudul Beau comme le soleil. Kemudian contoh (32) di atas dibagi menjadi tiga unsur berdasarkan unsur sintagmatik yaitu.

1. Il est beau comme le soleil 2. Est-ce un prince un fils de roi ?


(49)

3. Je sens l'amour qui s'éveille Au fond de moi

Plus fort que moi

Setelah ketiga unsur di atas diamati, unsur pertama mengandung gaya bahasa. Selanjutnya kalimat ‘il est beau comme le soleil’ di analisis dengan teknik baca markah. Melalui teknik tersebut diperoleh kata ‘comme’ sebagai pemarkah gaya bahasa simile. Dalam gaya bahasa simile digunakan kata pembanding untuk membandingkan dua hal. Kata ‘comme’ pada kalimat di atas digunakan untuk membandingkan il (Phoebus) dengan ‘soleil’.

Teknik sisip juga digunakan untuk menganalisis gaya bahasa elipsis. Teknik ini dilakukan dengan cara menyisipkan satuan lingual pada data (Sudaryanto, 2015:81). Penggunaan teknik ini akan dijelaskan seperti berikut.

(33) Nous les artistes anonymes De la sculpture ou de la rime Tenterons de vous la transcrire Pour les siècles à venir

‘Kami seniman tidak bernama Seniman patung atau sajak

Mencoba menulis penjelasan kepada kalian Tentang abad yang akan datang’

Contoh (33) diperoleh dari bait pertama lirik lagu Le temps des cathédrales. Langkah pertama yang dilakukan untuk menganalisis adalah dengan membagi lirik menjadi dua bagian yaitu.

1. Nous les artistes anonymes De la sculpture ou de la rime 2. Tenterons de vous la transcrire

Pour les siècles à venir

Unsur pertama pada contoh (33) mengandung gaya bahasa elipsis. Kata Nous pada contoh di atas seharusnya diikuti verba. Akan tetapi tidak ada verba yang


(50)

diletakkan pada unsur 1. Selanjutnya untuk membuktikan adanya gaya bahasa elipsis pada unsur 1 digunakan teknik sisip. Teknik ini dilakukan dengan menambah kata être yang dikonjugasikan sesuai subjek kalimat, nous sehingga diperoleh kalimat seperti berikut.

Nous sommes les artistes anonymes De la sculpture ou de la rime

Pemunculan kata sommes tersebut tidak mengubah makna kalimat di atas namun membuat kalimat menjadi berterima secara gramatikal. Hal ini membuktikan bahwa contoh (33) mengandung gaya bahasa elipsis. Tujuan penggunaan elipsis pada kalimat (33) adalah untuk menyesuaikan lirik dengan melodi. Jika kata sommes dihadirkan akan mempengaruhi jumlah not pada melodi lagu.

Analisis komponensial digunakan untuk menganalisis gaya bahasa yang berkaitan dengan makna seperti metafora, personifikasi, sinekdoke, antitesis, litotes, perifrasis, sarkasme dan hiperbola. Analisis komponensial digunakan untuk menemukan kedekatan suatu makna kata dengan kata yang lain. Analisis komponensial diterapkan dengan cara menemukan komponen-komponen makna sebuah kata. Berikut ini contoh penggunaan analisis komponensial untuk menganalisis gaya bahasa personifikasi.

(34) [Frollo:] Où est-elle Ton Esmeralda ? Les rues de Paris Sont tristes sans elle ‘dimana dia

Esmeraldamu? Jalan-jalan Paris Sedih tanpanya’


(51)

Contoh (34) diperoleh dari lirik lagu yang berjudul Où est- elle. Penggalan lirik pada contoh (34) mengandung gaya bahasa personifikasi pada kalimat yang digarisbawahi. Berikut ini adalah analisis komponensialnya.

Berdasarkan analisis komponensial (34), diketahui bahwa lexème ‘la personne’ memiliki komponen makna [+humain], [±triste] dan [+ animé ]. Sementara leksem les rues memiliki sème [-humain ], [-triste ]dan [- animé ]. Bersedih adalah perilaku yang hanya dilakukan manusia, namun pada contoh (34) sebuah benda mati yaitu ‘jalan’ digambarkan bersedih.

Dalam contoh (34) penulis lirik berusaha menyamakan ‘jalan’ dengan sifat manusia yang bisa bersedih. Kata les rues pada contoh tersebut dianggap memiliki séme yang sama dengan leksem la personne yaitu [+ triste]. Dalam hal ini kata ‘jalan’ digambarkan bisa merasakan kesedihan. Persamaan tersebut menunjukkan gaya bahasa personifikasi. Berikut adalah analisis komponensial untuk melihat persamaan sème yang dimiliki oleh leksem les rues dan la personne.

Sèmes Lexèmes

S1 Humain ‘Manusiawi’

S2 Animé ‘Hidup’

S3 triste ‘Merasakan Kesedihan’

Les rues - - -


(52)

Sementara untuk mengidentifikasi fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa bahasa yang terkandung dalam gaya bahasa di atas, digunakan metode padan referensial dengan teknik dasar Pilih Unsur Penentu (PUP) dan dilanjutkan dengan teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Sudaryanto (2015:15) mengatakan alat penentu metode padan referensial adalah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referen bahasa. Teknik Pilah Unsur Penentu diterapkan dengan memilah-milah satuan bahasa yang dianalisis dengan menggunakan daya pilah peneliti yang bersifat mental. Teknik pilah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daya pilah referensial dengan alat penentu berupa komponen tutur SPEAKING. Selanjutnya digunakan teknik lanjutan yaitu teknik Hubung Banding Menyamakan (HBS). Teknik HBS dilakukan dengan memadankan unsur penentu dan kalimat yang dengan komponen tutur terutama pada bagian tujuan atau ends. Berikut ini adalah penjelasan langkah-langkah identifikasi fungsi tuturan menggunakan metode-metode yang telah disebutkan.

Contoh (34) merupakan penggalan lirik lagu (genre) Où est- elle yang dinyanyikan (Instrumentalities) Frollo (Participant 1) dan ditujukan kepada Gringoire (Participant 2). Frollo bertanya tentang keberadaan Esmeralda (Ends). Saat itu Esmeralda sedang dipenjara (Setting & scene). Penggalan lirik lagu tersebut berisi tentang pertanyaan Frollo terkait Esmeralda (Act sequence).

Sèmes Lexèmes

S1 Humain ‘Manusiawi’

S2 Animé ‘Hidup’

S3 triste ‘Merasakan Kesedihan’

Les rues - - +


(53)

Tujuan Frollo menyanyikan penggalan lirik lagu tersebut adalah untuk menanyai Gringoire tentang Esmeralda. Hal ini menunjukkan contoh (34) mengandung fungsi referensial, karena penutur sedang membicarakan Esmeralda. Perulangan kata elle yang mengacu pada Esmeralda juga menunjukkan adanya penekankan terhadap sesuatu yang penting.

F. Uji Keabsahan Data

Validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Sugiyono, 2012:363). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas semantis. Validitas semantis merupakan salah satu validitas yang mengukur kesensitifan suatu teknik terhadap makna yang relevan dengan konteks tertentu (Zuchdi, 1993:73). Validitas semantis dapat dicapai dengan menghubungkan data dengan sumber data atau konteks yang ada pada lirik lagu dalam opera Notre – Dame de Paris.

Reliabilitas yang digunakan adalah reliabilitas intra rater yaitu dengan cara pembacaan secara berulang-ulang data yang sama dalam usaha pemahaman dan penafsiran. Selain itu, digunakan expert judgement yang dilakukan dengan pertimbangan dosen pembimbing.


(54)

45

BAB IV

GAYA BAHASA DALAM OPERA NOTRE-DAME DE PARIS

Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan dalam latar belakang, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis dan fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa dalam opéra Notre-Dame de Paris. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 279 data dan terdiri dari 19 jenis gaya bahasa yaitu: aliterasi (126 data), asonansi (182 data), anafora (51 data), epistrofa (11 data), antitesis (13 data), polisindeton (7 data), asindeton (12 data), inversi (30 data), elipsis (19 data), apostrof (1 data), perifrasis (9 data), pertanyaan retoris (20 data), hiperbola (8 data), simile (19 data), metafora (43 data), personifikasi (17 data), litotes (1 data), sinekdokke (15 data) dan sarkasme (7 data). Selain itu ditemukan 6 fungsi tuturan yang mengandung gaya bahasa yaitu 104 fungsi ekspresif, 48 fungsi konatif, 129 fungsi referensial, 247 fungsi puitik, 7 fungsi fatis dan 1 fungsi metalinguistik. Berikut adalah pembahasan jenis dan fungsi bahasa pada gaya bahasa dalam opera Notre-Dame de Paris .

A. Aliterasi

Aliterasi adalah gaya bahasa berupa perulangan bunyi konsonan yang sama. Contoh penggunaan aliterasi terdapat pada penggalan lirik lagu berikut ini.

(35)Toi qui sais lire et écrire Toi le poète peux-tu me dire Ce que veut dire "Phoebus" ?

„Kau yang bisa membaca dan menulis

Kau, sang penyair bisakah kau mengatakan padaku Apa artinya “Phoebus”?

[twa ki sɛ lir e ɛkrir twa lə pɔɛt pə ty mə dir sə kə vø dir febys]


(55)

Data (35) di atas merupakan lirik lagu yang berjudul Le mot Phoebus. Setelah dilakukan analisis dengan metode baca markah, dapat dilihat bahwa data (35) mengandung gaya bahasa aliterasi, karena terdapat perulangan konsonan [r] yang terdapat pada kata écrire, lire dan dire. Fonem „r‟ pada kata tersebut menjadi pemarkah gaya bahasa ini.

Penggalan lirik lagu (Genre) pada data (35) merupakan bagian dari lagu Le Mot Phoebus yang dinyanyikan (Instrumentalities) oleh Esmeralda (Participant 1). Saat itu dia baru saja menikah dengan Gringoire. Pernikahan ini dia lakukan agar Gringoire tidak dihukum mati oleh Clopin. Sebelumnya Gringoire telah dituduh menyusup di wilayah Clopin, Cour de Miracle, sehingga dia harus dihukum gantung. Hukuman tersebut akan dibatalkan jika ada perempuan yang bersedia menjadi istrinya saat itu juga (Setting & scene). Penggalan lirik lagu ini berisi tentang pertanyaan Esmeralda tentang arti dari kata Phoebus (Act sequences). Esmeralda bermaksud untuk menanyakan arti kata tersebut (Ends) pada Gringoire (Participant 2).

Data (35) mengandung fungsi puitik. Fungsi ini ditunjukkan dengan penggunaan kata écrire, lire dan dire yang mengandung perulangan konsonan [r] sehingga membuat penggalan lirik tersebut terdengar indah ketika dinyanyikan. B. Asonansi

Asonansi adalah gaya bahasa berupa perulangan vokal yang sama. Berikut ini adalah contoh penggunaan asonansi dalam Opera Notre-Dame de Paris.

(36) Vous la trouverez

À la prison de "La Santé" Si vous ne la sauvez Elle sera condamnée


(1)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik

Tu avais donc un cœur

„Frollo!

Tuanku, penyelamatku Kau, pendeta Tuhan Kau punya sebuah hati‟

Mon maître, mon sauveur Toi, prêtre du Seigneur

Tu avais donc un cœur Asonansi

Mon maître, mon sauveur Toi, prêtre du Seigneur

Mon maître, mon sauveur Toi, prêtre du Seigneur Tu avais donc un cœur

Anafora

Mon maître, mon sauveur

P : Quasimodo dan Frollo.

E : Quasimodo bertanya kepada Frollo. A : Quasimodo mengatakan bahwa Frollo pernah meyelamatkan hidupnya, pasti dia memiliki belas kasihan. K : Lagu ini dinyanyikan tanpa penekanan.

I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik ini menggunakan bahasa yang sopan.

G : Tuturan langsung berupa dialog.

269. Un cœur...

Un cœur qui peut aimer

Un cœur qui peut pleurer Un cœur qui peut saigner Un cœur qui peut tuer

„Sebuah hati

Sebuah hati yang bisa mencintai Sebuah hati yang bisa menangis Sebuah hati yang bisa berdarah Sebuah hati yang bisa membunuh‟

Asonansi

Un cœur qui peut aimer

Un cœur qui peut pleurer

Un cœur qui peut saigner

Un cœur qui peut tuer Anafora

Un cœur...

Un cœur qui peut aimer

Un cœur qui peut pleurer

Un cœur qui peut saigner

Un cœur qui peut tuer Personifikasi

Un cœur qui peut aimer

Un cœur qui peut pleurer

S: Notre-dame de Paris. Sementara di Place de Grève Esmeralda sudah berdiri di depan tiang gantungan.

P : Quasimodo dan Frollo.

E : Frollo memberitahu Quasimodo. A : Frollo mengatakan bahwa dia memiliki hati yang bisa membuatnya melakukan hal tertentu.

K : Lagu ini dinyanyikan tanpa penekanan.

I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik ini menggunakan bahasa yang sopan.

G : Tuturan langsung berupa dialog.


(2)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik

Un cœur qui peut saigner

Un cœur qui peut tuer

270. Regarde-la

Ta belle Esmeralda Rappelle-toi Quasimodo Celle qui dansait là Sur son tréteau „Lihatlah dia Esmeralda cantikmu Ingatkah kamu Quasimodo yang menari disana dibawah kuda-kudanya‟

Asonansi Regarde-la Ta belle Esmeralda Rappelle-toi Quasimodo Celle qui dansait là Rappelle-toi Quasimodo Celle qui dansait là Sur son tréteau

S: Notre-dame de Paris. Sementara di Place de Grève Esmeralda sudah berdiri di depan tiang gantungan.

P : Quasimodo dan Frollo. E : Frollo menyuruh Quasimodo. A : Frollo menyuruh Quasimodo untuk melihat kearah yang dia maksud. K : Frollo menyanyikan lagu ini dengan tegas.

I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini dapat membuat Quasimodo tersinggung karena dia mencintai Esmeralda.

G : Tuturan langsung berupa dialog.

√ √

271. Elle mourra comme un Jésus en croix

Regarde là-bas

„dia akan mati seperti Yesus yang disalib

lihatlah disana‟

Simile

Elle mourra comme un Jésus en croix S: Notre-dame de Paris. Sementara di Place de Grève Esmeralda sudah berdiri di depan tiang gantungan.

P : Quasimodo dan Frollo.

E : Frollo memberitahu Quasimodo bahwa Esmeralda akan digantung. A : Frollo mengatakan bahwa Esmeralda akan mati seperti Yesus. K : Lagu ini dinyanyikan tanpa penekanan.

I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini dapat membuat Quasimodo tersinggung karena dia mencintai Esmeralda.

G : Tuturan langsung berupa dialog.


(3)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik 272. Le gibet l'attend sur la place de Grève

Ton Esmeralda

C'est elle que l'on pend dans le jour qui se lève

„Tiang gantugan menunggunya di Place de Grève

Esmeraldamu

dialah yang akan kita gantung ketika pagi datang.

Aliterasi

Le gibet l'attend sur la place de Grève

Ton Esmeralda

C'est elle que l'on pend dans le jour qui se lève

Asonansi

Le gibet l'attend sur la place de Grève

Ton Esmeralda

C'est elle que l'on pend dans le jour qui se lève

Personifikasi

Le gibet l'attend sur la place de Grève

Ton Esmeralda

S: Notre-dame de Paris. Sementara di Place de Grève Esmeralda sudah berdiri di depan tiang gantungan.

P : Quasimodo dan Frollo.

E : Frollo memberitahu Quasimodo bahwa Esmeralda akan digantung. A : Frollo menjelaskan tentang waktu pelaksanaan esksekusi Esmeralda. K : Lagu ini dinyanyikan tanpa penekanan.

I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini dapat membuat Quasimodo tersinggung karena dia mencintai Esmeralda.

G : Tuturan langsung berupa dialog.

√ √

273. Donnez-la moi Mon Esmeralda Ne t'en vas pas Reste avec moi „Esmeraldaku jangan kau pergi Tetaplah bersamaku‟

Asonansi Mon Esmeralda Ne t'en vas pas Reste avec moi

S: Quasimodo menuju Place de Grève untuk melihat jasad Esmeralda dan meninggalkan Frollo yang baru saja dia jatuhkan dari atas Notre-Dame. P : Quasimodo dan para prajurit. E : Quasimodo mengungkapkan keinginannya.

A : Quasimodo mengatakan bahwa Esmeralda tidak boleh pergi.

K : Lagu ini dinyanyikan Quasimodo sambil memegang jenazah Esmeralda. I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini menggunakan bahasa


(4)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik yang sopan.

G : Tuturan langsung berupa monolog. 274. Danse mon

Esmeralda

Quand les années auront passé On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés Pour dire à l'univers

„Ketika tahun tahun sudah berlalu kita akan menemukan dibawah bumi sepasang kerangka kita berpelukan untuk mengatakan kepada dunia‟

Aliterasi

Quand les années auront passé On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés Pour dire à l'univers

Quand les années auront passé On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés Pour dire à l'univers Asonansi

Quand les années auront passé On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés

Quand les années auront passé On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés Pour dire à l'univers

Sinekdoke

On trouvera sous terre Nos deux squelettes enlacés Pour dire à l'univers

S : Place de Grève. P : Quasimodo.

E : Quasimodo bermaksud mengungkapkan keyakinannya. A : Quasimodo mengatakan bahwa dia akan bersatu dengan Esmeralda. K : Lagu ini dinyanyikan Quasimodo dengan nada sedih sambil berlutut di sebelah jenazah Esmeralda. I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang sopan.

G: tuturan langsung berupa monolog.

√ √

275. Mangez mon corps, buvez mon sang

Vautours de Montfaucon Que la mort au-delà du temps Unisse nos deux noms

Asonansi

Mangez mon corps, buvez mon sang Vautours de Montfaucon

S : Place de Grève. P : Quasimodo.

E : Quasimodo bermaksud mengungkapkan keyakinannya.


(5)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik

„makanlah tubuhku, minumlah darahku

Vautours de Montfaucon Karena kematian di alam lain Menyatukan kedua nama kita

Que la mort au-delà du temps Unisse nos deux noms

Personifikasi

Que la mort au-delà du temps Unisse nos deux noms

A : Quasimodo mengatakan bahwa dia akan bersatu dengan Esmeralda. K : Lagu ini dinyanyikan Quasimodo dengan nada sedih sambil berlutut di sebelah jenazah Esmeralda. I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang sopan.

G: tuturan langsung berupa monolog.

276. Laissez mon âme s'envoler

Loin des misères de la terre Laisser mon amour se mêler À la lumière de l'Univers „Biarkan jiwaku terbang Jauh dari kesengsaraan dunia Biarkan cintaku bercampur Pada cahaya dunia‟

Asonansi

Laissez mon âme s'envoler Loin des misères de la terre Laisser mon amour se mêler

Aliterasi

Laissez mon âme s'envoler Loin des misères de la terre Laisser mon amour se mêler À la lumière de l'Univers

S : Place de Grève. P : Quasimodo.

E : Quasimodo bermaksud mengungkapkan keinginannya. A : Quasimodo mengatakan bahwa dia ingin terbebas dari kesengsaraan yang dialaminya di dunia.

K : Lagu ini dinyanyikan Quasimodo dengan nada sedih sambil berlutut di sebelah jenazah Esmeralda. I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang sopan.

G: tuturan langsung berupa monolog.

√ √

277. Danse mon Esmeralda

Chante mon Esmeralda Danse encore un peu pour moi Je te désire à en mourir Laisse moi partir avec toi Mourir pour toi n'est pas mourir

Aliterasi

Danse encore un peu pour moi Je te désire à en mourir Laisse moi partir avec toi Mourir pour toi n'est pas mourir Asonansi

Danse mon Esmeralda

S : Place de Grève. P : Quasimodo.

E : Quasimodo bermaksud mengungkapkan keinginannya. A : Quasimodo mengatakan bahwa dia ingin mati juga.

K : Lagu ini dinyanyikan Quasimodo dengan nada sedih sambil berlutut di


(6)

Keterangan :

S : setting and scene P : participants

E : ends

A : act sequence

K : key I : instruments N : normes G : genres

Fungsi

1. Fungsi ekspresif 2. Fungsi konatif 3. Fungsi referensial 4. Fungsi puitik

5. Fungsi fatis

6. Fungsi metalinguistik „Menarilah Esmeraldaku

Bernyayilah Esmeraldaku Menarilah sebentar lagi untuk ku Aku ingin kau mati

biarkan aku pergi bersamamu mati bagimu bukanlah kematian‟

Chante mon Esmeralda Je te désire à en

Laisse moi partir avec toi Epifora

Danse mon Esmeralda Chante mon Esmeralda

sebelah jenazah Esmeralda. I : Lirik lagu yang dinyanyikan. N : Lirik lagu ini menggunakan bahasa yang sopan.