TINGKAH LAKU ANAK SEBAGAI INSPIRASI PENCIPTAAN LUKISAN SUREALISTIK.

(1)

TUGAS AKHIR KARYA SENI (TAKS)

Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Rahmat Pamuji NIM 10206244011

JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

proses menuju keberhasilan dan kesuksesan itu.  Jatuh dua kali bangunlah tiga sampai empat kali

 Keberhasilan hidup adalah ketika kita bisa merasa bersyukur, bersyukur bukan berarti pasrah pada keadaan.


(6)

vi

 Bapak dan Ibu, yang tak pernah lupa memberikan dukungan dan doa dari awal hingga akhir kuliah.

 Keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat

 Terima kasih kepada Fitria Fatmawati, dan juga teman-teman seni rupa angkatan 2010 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.


(7)

(8)

viii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Rumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat ... 4

BAB II KAJIAN SUMBER DAN METODE PENCIPTAAN ... 5

A. Kajian Sumber ... 5

1. Seni Rupa ... 5

2. Seni Lukis ... 5

3. Struktur Seni Lukis... 6

4. Unsur-unsur Seni Rupa ... 7

5. Prinsip Penyusunan ... 16

6. Konsep……… 21

7. Tema dan Bentuk………... 22

8. Media dan Teknik... 24

a. Media……….. 24


(9)

ix

b. Eksperimen ... 28

c. Visualisation ... 29

2. Pendekatan ... . 30

BAB III HASIL PENCIPTAAN DAN PEMBAHASAN A. Konsep dan Tema Penciptaan ... 32

1. Konsep Penciptaan ... 32

2. Tema Penciptaan... 33

B. Proses Visualisasi ... 34

1. Bahan, Alat dan Teknik ... 34

a. Bahan 1. Kanvas ... 34

2. Cat………….. ... 34

3. Charcoal ... 34

b. Alat… ... 35

1. Kuas ... ..35

2. Pencil ... ..35

3. Pallet ... ..35

c. Teknik ... 35

C. Tahap Visualisasi ... 36

1. Sketsa ... 36

2. Pemindahan Objek ke Atas Kanvas... 37

3. Pewarnaan ... 37

4. Finishing ... 37

5. Bentuk Lukisan ... 38

BAB IV PENUTUP ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(10)

x

Menunjukan Garis ... 9

Gambar II Contoh Lukisan Anton Subiyanto Menunjukan Warna ... 14

Gambar III Contoh Lukisan Anton Subiyanto Menunjukan Bidang ... 16

Gambar IV Bahan ... 34

Cat Akrilik, Kappie ... 34

Charcoal Bubuk ... 34

Gambar V Alat……… 35

Pencil ... 35

Kuas ... 35

Gambar VI Lukisan Berjudul : Sleep, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100cm x 100cm. Rahmat Pamuji ... 38

Gambar VII lukisan Berjudul : Want to know, Charcoal, Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100cm x 100cm Rahmat Pamuji ... 40

Gambar VIII Lukisan Berjudul : Cry, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 76x140 cm Rahmat Pamuji ... 43

Gambar IX Lukisan Berjudul : Fight, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100 x 120 cm. Rahmat Pamuji ... 46


(11)

xi

Rahmat Pamuji ... 49

Gambar XII Lukisan Berjudul : Playing with friends, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 118 x 153 cm Rahmat Pamuji ... 52

Gambar XIII Lukisan Berjudul : Brawl, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100 x 145 cm Rahmat Pamuji ... 55

Gambar XIV Lukisan Berjudul : Smoking, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 120 x 140 cm Rahmat Pamuji ... 57

Gambar XV Lukisan Berjudul :Pacaran, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 120 x 140 cm Rahmat Pamuji ... 60

Gambar XVII LAMPIRAN ... 66

Proses Pembuatan Sketsa diatas kertas ... 66

Gambar XVIII Proses Pembuatan Sketsa diatas Kanvas ... 66

Gambar XIX Proses Proses pengarsiran obyek ... 67

Gambar XXX Proses pembuatan background dan list ... 67


(12)

xii 10206244011

ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) konsep, 2) tema, 3) teknik, 4) bentuk penciptaan lukisan dengan judul Tingkah laku Anak Sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik.

Metode yang digunakan dalam penciptaan lukisan adalah metode ekplorasi, eksperimen dan visualisasi. Eksplorasi yaitu metode untuk menemukan ide dalam pembentukan objek tingkah laku anak maupun objek pendukung lain dengan melakukan pengamatan secara langsung melalui lingkungan sekitar maupun melalui media masa, media cetak seperti buku, koran, majalah dan juga media elektronik seperti televisi dan internet. Tahap selanjutnya menggunakan metode eksperimen yaitu eksperimen bentuk dilakukan melalui pembuatan sketsa untuk menemukan bentuk anak dan tingkahlakunya sesuai dengan tahap perkembangan tingkah lakunya, selanjutnya Visualisasi diungkapakan dalam lukisan di atas kanvas. Metode yang selanjutnya yaitu visualisasi merupakan proses pengubahan dari konsep menjadi bentuk gambar kemudian disajikan dalam bentuk karya seni.

Setelah pembahasan dan proses visualisasi, maka dapat disimpulkan : 1) Konsep penciptaan lukisan adalah menampilkan bentuk anak dan tingkah lakunya sesuai perkembangannya dengan adanya distorsi, deformasi bentuk sebagai metafora tingkah laku anak. 2) Teknik yang digunakan adalah teknik opaque dan teknik drawing dengan media pencil,charcoal, akrilik diatas kanvas. 3) Bentuk lukisan yang dicapai yaitu figur-figur yang saling melilit dan saling menyatu satu dengan yang lainnya. Objek lukisan tingkah laku anak diwujudkan dalam bentuk lukisan surealistik dengan ciri sebagai berikut : (a) Objek anak mengalami deformasi dan distorsi sesuai dengan tingkah lakunya (b) Adanya kontras yang kuat, (c) Objek menggunakan warna charcoal dan pencil (d) Background menggunakan satu warna sehingga kesan datar.


(13)

1 A.Latar Belakang

Melukis merupakan proses berkeseniaan dimana pelukis mengungkapkan pengalaman estetisnya ke dalam sebuah lukisan yang hasilnya dapat dinikmati secara visual. Bagi pelukis proses melukis merupakan media untuk menuangkan gagasan dan pikiran melalui karya seni lukis yang diciptakan. Dalam penciptaan lukisan, banyak faktor yang mempengaruhi terciptanya sebuah lukisan, diantaranya faktor dalam diri pelukis maupun faktor dari luar pelukis. Semuanya itu berkaitan erat dengan munculnya gagasan-gagasan yang perupa dapatkan dalam proses melukis. Pengalaman estetis seniman didapatkan ketika seorang seniman itu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dari proses berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya seniman memiliki banyak kesempatan untuk lebih mengekplorasi kreativitas dalam berkarya, baik itu teknik visualisasi maupun konsep yang memilki landasan yang kuat.

Masa anak anak adalah masa yang paling indah dan mengasyikkan. Pada masa itu anak-anak selalu bisa bermain dengan teman-teman sebaya, dengan keluarga, dan bermain dengan mainan yang mereka sukai dengan rasa gembira. Pada masa ini mereka masih bergantung pada orang tua, masih membutuhkan bimbingan dan lindungan dari orang tua. Peranan orang tua pada masa anak-anak sangat mempengaruhi pola perkembangan anak. Masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan saat dimana individu relatif tidak


(14)

berdaya dan tergantung pada orang lain. Kebanyakan anak merasa ketika masa anak-anak seringkali dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar menunggu saat didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka bukan lagi menjadi anak-anak melainkan orang dewasa.

Dari perkembangan masa anak–anak terjadi proses perubahan tingkah laku sesuai dengan tahap bertambahnya umur mereka. Penulis tertarik pada perubahan tingkah laku anak di masa perkembangan anak sehingga penulis ingin mengangkat tingkah laku anak sebagai sumber inspirasi berkreativitas, dengan tujuan masa anak–anak adalah masa yang perlu diperhatikan. Orang tua harus mengamati anak di setiap perkembangannya. Dengan mengamati tingkah laku anak disetiap perkembanganya orang tua menjadi tahu bagaimana menyikapinya. Tingkah laku anak merupakan tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari.

Penulis tertarik mengangkat tingkah laku anak dalam lukisan karena penulis masa anak-anak adalah masa yang menggembirakan dan masa yang panjang banyak cerita. Pada masa ini banyak hal yang diceritakan. Di samping itu sekarang banyak kasus kekerasan terhadap anak yang bahkan dilakukan oleh orang tuanya sendiri karena hal sepele, misalnya membuat anak menangis tidak mau diam karena tidak dibelikan mainan.

Berdasarkan penjelasan diatas kemudian penulis ungkapkan kedalam bentuk karya lukis. Karakteristik bentuk lukisan serta teknik dan tema visualisasinya disertai dengan bentuk simbol anak-anak dengan penggubahan bentuk atau


(15)

menggambarkan tingkah laku mereka. Visualisasi lukisan ini terletak pada dunia anak dan tingkah lakunya. Teknik yang digunakan pelukis menggunakan perpaduan teknik kering dan teknik basah.

Banyak seniman mengangkat tingkah laku anak atau pun visualisasi bentuk anak-anak dalam lukisannya misalnya karya-karya dari Yuswantoro Adi dan Wayan Kun mereka menvisualisasikan anak–anak tetapi pada lukisan mereka objek anak-anak sebagai objek utama yang direspon dengan masalah sosial di Indonesia saat ini. Sejalan dengan uraian tersebut, pelukis ingin menvisualisasikan dunia anak dan tingkah laku anak.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai identifikasi masalah,diantaranya :

1. Bagaimana konsep dan tema penciptaan lukisan terinspirasi dari tingkah laku anak-anak?

2. Bagaimana proses dan teknik visualisasi lukisan terinspirasi dari tingkah laku anak?

3. Bagaimanakah bentuk lukisan yang terinspirasi dari tingkah laku anak? C.Batasan Masalah

Penciptaan karya seni lukis ini dibatasi pada tingkah laku anak di antaranya bermain, menangis, marah, dan berkelahi. Selain itu, gaya yang digunakan adalah gaya surealistik.


(16)

D.Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penciptaan seni lukis sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep dan tema penciptaan lukisan surealistik terinspirasi dari tingkah laku anak-anak?

2. Bagaimana proses dan teknik visualisasi lukisan surealistik terinspirasi dari tingkah laku anak?

3. Bagaimanakah bentuk lukisan surealistik yang terinspirasi dari tingkah laku anak?

E. Tujuan

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penciptaan ini antara lain :

1. Menjelaskan konsep dan tema tingkah laku anak sebagai inspirasi penciptaan lukisan surealistik.

2. Menjelaskan mengenai proses dan teknik visualisasi dalam penciptaan

lukisan surealistik.

3. Mendiskripsikan dan menjelaskan mengenai bentuk lukisan surealistik yang terinspirasi dari tingkah laku anak-anak.

F. Manfaat

Hasil penciptaan seni lukis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khasanah pengetahuan tentang karya seni lukis. Selain itu hasil penciptaan seni lukis ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi bagi penciptaan karya lukis.


(17)

5 A.Kajian Sumber

1. Seni Rupa

Suwarna (2003: 2) mendefinisikan seni rupa sebagai hasil ekpresi manusia dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi dengan menggunakan unsur-unsur seni rupa seperti garis, warna, bidang, tekstur, volume, dan ruang. Seni rupa merupakan cabang keseniaan yang memiliki fungsi untuk membentuk pribadi manusia sehingga menjadikan manusia yang beradab, tidak lepas dari nilai-nilai pedagosis (ilmu pendidikan), sosial, etis, etetis dan artistik. Jadi seni rupa merupakan hasil ekspresi manusia dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi dengan memperhatikan unsur-unsur seni rupa dan memiliki fungsi untuk membentuk kepribadian manusia.

2. Seni Lukis

Soedarso (2006: 2) mendefinisikan seni sebagai kebutuhan manusia yang terakhir, setelah kebutuhan lain terpenuhi seperti kebutuhan akan makan dan minum, kebutuhan akan perumahan dan sejenisnya terpenuhi. Karena orang tidak akan mati jika tidak menghasilkan seni. The Liang Gie (2004: 18) mendefinisikan seni sebagai kegiatan budi pikiran seorang (seniman) yang secara mahir menciptakan suatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia. Jadi seni merupakan kebutuhan manusia yang terakhir setelah kebutuhan lain terpenuhi dan juga seni merupakan pengungkapan perasaan manusia yang diungkapkan lewat karya.


(18)

Menurut Mikke Susanto (2011: 241), seni lukis merupakan bahasa ungkapan yang bersumber dari pengalaman artistik maupun ideologis yang menggunakan garis dan warna dalam mengekspresikan emosi dan gerak seseorang. Menurut Humar Sahman (1993: 55), seni lukis adalah proses membubuhkan cat baik itu kental maupun cair di atas permukaan datar yang ketebalannya tidak diperhitungkan, sehingga lukisan tersebut sering dilihat sebagai karya dua dimensi. Jadi seni lukis merupakan bahasa ungkapan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan membubuhkan cat di atas media datar dengan ketebalan yang tidak diperhitungkan.

3. Struktur Seni Lukis

Suwaryono (1957: 14) Seni lukis mempunyai struktur yang terdiri dari dua faktor besar yang mempengaruhi yaitu :

a. Faktor ideoplastis, terdiri dari pengalaman, emosi, fantasi dan sebagainya, dimana faktor ini bersifat rohani yang mendasari penciptaan seni lukis.

b. Faktor fisikoplastis, berupa hal-hal yang menyangkut persoalan teknis,

termasuk pengorganisasian elemen-elemen fisik seperti garis, tekstur, ruang, bentuk beserta prinsip-prinsipnya.


(19)

Tabel 1: Struktur Seni Lukis Seni Lukis

Faktor idioplastis Faktor fisioplastis

• ide • pengalaman • emosi • pendapat • keinginan • ilusi • imajinasi • konsep • tema unsur-unsur visual: • garis • warna • bentuk • ruang • tekstur prinsip-prinsip organisasi unsur visual:

kesatuan (uniy)

keseimbangan (balance)

• ritme

• kontras

• proporsi

• klimaks

4. Unsur-unsur Seni Rupa

Unsur–unsur seni rupa merupakan elemen yang membentuk seni rupa itu sendiri yang terdiri dari garis, warna, bidang, tekstur, dan ruang.


(20)

a. Garis

Garis sebagai pertemuan dua titik yang saling dihubungkan. (Dharsono, 2004: 40). Fajar sidik dan Aming Prajitno (1981: 4) mengemukakan bahwa garis adalah suatu goresan dan batas limit dari suatu benda, massa, ruang, warna, dan lain lain. Garis memiliki sifat pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus, melengkung, berombak, dan seterusnya.

Garis memiliki tiga pengertian dan asal muasal: (1) perpaduan sejumlah titik-titik yang sejajar, sama besar dan juga memiliki dimensi memanjang, punya arah, bisa pendek, panjang, halus, tebal, melengkung, lurus dan berombak; (2) Garis dapat dibentuk dari perpaduan dua warna; (3) Pada seni tiga dimensi garis dapat dibentuk karena lengkungan, sudut yang memanjang maupun perpaduan teknik dan bahan-bahan lainnya (Susanto, 2011: 148). Garis memiliki dimensi panjang dan mempunyai arah dengan bentuknya sendiri, bisa menimbulkan kesan tertentu pada pengamatnya. Garis lurus memberikan kesan kaku dan keras, sementara garis lengkung memberikan kesan luwes dan lemah lembut. Kesan yang diciptakan juga tergantung pada ukurannya tebal tipis dari suatu garis tersebut serta penempatan dari tiap-tiap garis terhadap garis yang lainnya, sedangkan warna dalam garis merupakan sebuah penunjang yang dapat memberikan kualitas tersendiri (Djelantik, 1999: 22).

Jadi dari penjelasan di atas garis merupakan pertemuan dua titik yang saling dihubungkan, garis juga memiliki peranan, dan memilki sifat. Di dalam karya lukis penulis penggunaan elemen garis sangat terlihat jelas, garis sangat dominan dibandingkan dengan penggunaan warna karena teknik yang penulis gunakan


(21)

teknik drawing. Unsur-unsur seni rupa garis bisa kita temukan pada karya Anton

Subiyanto yang berjudul Grey Messiah (Gambar 1). Pada lukisan Anton

Subiyanto terdapat banyak permainana atau penerapan garis terutama permainann garis lengkung untuk membentuk suatu objek. lukisan Anton Subiyanto pembentukan garis menjadi beberapa objek dengan garis warna yang berbeda

dengan background, sehingga membuat objek-objek itu sendiri keluar menjadi

center of interest walaupun lukisan ini terlihat datar atau flat tanpa ada kesan kedalaman. Ada beberapa pengulangan garis untuk membentuk beberapa objek yang sama dalam lukisan ini. Kesan penggunaan garis yang ditampilkan Anton Subiyanto membuat karya-karyanya berbeda dengan karya orang lain, sehingga lukisan kelihatan menarik. Berikut contoh lukisan dari Anton Subiyanto dengan penerapan garis

Gambar 1:Contoh karya lukisan Anton Subiyanto yang menunjukan garis

“Grey- Messiah” (Pensil acriylic on canvas 200x140 cm) (Sumber :


(22)

b. Warna

Mikke Susanto (2011: 433) mengatakan bahwa warna sebagai getaran atau gelombang yang diterima oleh indera penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda. Cahaya yang dihasilkan dari penguraiaan melalui prisma kaca menghasilkan warna cahaya. Menurut Dharsono (2004: 49), warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata. Warna sendiri sebagai satu elemen yang sangat penting baik di bidang seni rupa murni maupun seni rupa terapan. Warna tidak hanya di bidang kesenirupaan tapi mencakup segala aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat kita lihat dengan penggunaan warna di berbagai benda atau peralatan mulai dari pakaiaan, perhiasan, peralatan rumah tangga, dari barang kebutuhan sehari hari sampai barang yang ekslusif semua memperhitungkan kehadiran warna. Warna mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan yaitu

Warna sebagai warna hadir dalam bentuk tanda pada suatu benda atau barang, atau hanya untuk membedakan benda satu dengan banda yang lainnya tanpa maksud tertentu dan tidak memberikan makna apapun. Jadi dari penjelasan di atas warna-warna tidak perlu dipahami atau dihayati karena kehadirannya hanya sebagai tanda dan lebih dari itu hanya sebagai pemanis permukaan.

Warna sebagai representasi alam hadir sebagai penggambaran sifat objek secara nyata atau penggambaran dari suatu objek alam. Misalnya warna hijau untuk menggambarkan daun dan biru untuk penggambaran laut, gunung, langit dan sebagainnya. Penggunaan warna-warna ini biasanya dipakai oleh kaum-kaum


(23)

naturalis dan realis. Jadi dari penjelasan di atas tiap warna memiliki representasi untuk menggambarkan alam yang ada dibumi ini.

Warna sebagai tanda atau lambang merupakan lambang atau melambangkan sesuatu yang merupakan tradisi atau pola umum. Misalnya warna lampu traffic light dengan warna merah, kuning, hijau. Kemudian pada penggunaan batik, wayang, dan pada busana tradisi misalnya warna merah dapat berarti melambangkan amarah dan seterusnya. Warna sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu warna primer, sekunder, intermediet, tersier dan kuarter. Warna primer sering kita sebut sebagai warna pokok karna warna ini tidak dapat dibentuk oleh warna lain yang termasuk warna primer adalah merah, kuning, dan biru. Keunggulan dari warna primer sendiri warna ini dapat digunakan untuk membuat warna-warna lain.

Kemudian warna sekunder warna ini merupakan warna dari hasil percampuran atau mixing dari dua warna primer. Warna-warna sekunder terdiri dari jingga, ungu, dan hijau. Kemudian warna intermediet warna intermediet sendiri adalah warna perantara atau warna yang berada di antara warna primer dan sekunder pada lingkaran warna di antaranya warna kuning-hijau, kuning-jingga, merah-jingga, merah-ungu, biru-violet, biru-hijau.

Warna tersier atau disebut juga warna ketiga adalah warna percampuran dari dua warna sekunder. Contohnya yang termasuk kedalam warna tertier adalah coklat-kuning, coklat-merah, dan coklat-biru. Warna kuarter merupakan warna yang dihasilkan dari percampuran dua warna tersier, yaitu coklat-jingga, dan coklat-hijau dan coklat-ungu. Untuk warna putih, hitam dan warna abu-abu


(24)

merupakan warna netral, ketiga warna ini jika dicampur dengan warna lain tidak memberikan kontribusi atau dengan kata lain ketiga warna ini tidak mengubah warna tersebut. Fadjar Sidik dan Aming Prajitno (1981: 12) membagi warna menjadi tiga dimensi yaitu panas dinginnya warna atau kita sering menyebutnya (hue), terang gelapnya warna atau kita sering sebut (value), dan cerah suramnya warna (intensity). Berdasarkan penjelasan di atas, agar warna dapat kita gunakan dengan benar dan tepat maka kita harus mempelajari warna tersebut dan bagaimana mempraktikannya dengan baik dalam berkarya seni.

Dalam hal ini, ada beberapa teori dalam penggunaan warna yaitu: law of

area, balance trought “crossing” or repatition dan keyed colours. Pada teori law of area menjelaskan bahwa semakin luas area yang digunakan maka warna yang digunakan semakin tenang dan sebaliknya. Teori balance trought “crossing” or repatition menjelaskan bahwa warna dapat diseimbangkan dengan melakukan

pengulangan dari beberapa warna. Teori keyed colours menjelaskan bahwa

kombinasi dari warna bisa dikatakan dikunci jika tiap warna memiliki sesuatu yang sama dengan warna yang lain. (Sidik dan Aming, 1981: 12).

Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan warna adalah kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata. Warna dibagi menjadi tiga warna yaitu warna primer, warna sekunder dan yang terakhir warna tertier. Penggunaan warna pada karya lukisan penulis menggunakan tiga warna tersebut, tetapi dari beberapa karya warna yang diterapkan lebih ke warna yang soft warna yang lembut karena warna yang lembut mengesankan kesejukan sehingga ketika mata melihat lebih tenang.


(25)

Dari beberapa teori warna yang disebutkan di atas penulis menggunakan teori warna keyed colours.

Dalam berkarya seni rupa atau membuat sebuah karya lukisan tidak ada pembatasan dalam penggunaan warna, tinggal bagaimana seniman itu sendiri menggunakan warna maksudnya, apakah seniman itu menggunakan banyak warna atau tidak. Bisa dikatakan bahwa penggunaan banyak atau tidaknya itu relatif bebas. Sebagai contoh penggunaan warna dalam karya Anton Subiyanto yang berjudul “Green Tooth” bisa dikatakan dia tidak banyak menggunakan banyak warna dalam berkarya seni.

Pada karya yang berjudul Green Tooth hanya ada beberapa warna saja. Latar belakang warna hitam sangat kontras denga warna-warna objek yang ada. Background yang sangat kontras dengan objek menimbulkan kesan objek menjadi lebih kuat dari pada background atau dengan kata lain visual objek menjadi lebih nampak atau keluar. Pada objek yang berwarna hijau dengan kombinasi keabu-abuan dari warna pensil kemudian dengan objek terbentuk dari garis yang sangat jelas memberikan kesan kontras antar objek yang berwarna hijau dengan background lukisan tersebut. Berikut ini salah satu lukisannya.


(26)

Gambar II : Anton Subiyanto menunjukan warna Green Tooth

Pensil, acrylic on canvas,140 x 200 cm

(Sumber :

c. Bidang (Shape)

Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap

terang pada arsiran atau karena adanya tekstur. Di dalam karya seni, shape

digunakan sebagai simbol perasaan seorang seniman di dalam menggambarkan objek hasil subject matter.

Shape atau bidang merupakan sebuah bidang kecil yang terjadi akibat dari adanya batas kontur (garis) dan atau batas warna yang berbeda, adanya gelap terang atau adanya teksture (Dharsono, 2004: 41). Menurut pendapat Djelantik (1999: 23), bidang terbentuk apabila sebuah garis diteruskan melalui belokan atau paling sedikit dua buah siku hingga kembali lagi pada titik tolaknya, dan wilayah tengah yang dibatasi garis tersebut merupakan bidang.


(27)

Bidang sendiri memiliki dua ukuran, yaitu panjang dan lebar, atau disebut juga dua dimensi. Bidang ukuran dua dimensi tidak selalu berbentuk datar, ada juga yang melengkung, tidak rata, atau bergelombang. Dalam lukisan, tidak merata atau tidak bergelombang suatu bidang bisa dibuat dengan ilusi warna, misalnya penggunaan warna hitam atau warna lainnya yang menimbulkan kesan bayangan. Wujud dari tiap bidang sendiri beragam, sehingga memberikan kesan estetik yang berbeda. Bidang yang memilki bentuk lengkung lebih terlihat alami dan luwes dari pada bidang berbentuk persegi (Djelantik, 1999: 24). Dharsono (2004: 24) menjelaskan bahwa bidang dalam seni rupa biasanya digunakan sebagai symbol ekpresi seniman dalam menggambarkan objek hasil subject matter. Jadi bidang itu sendiri pembentukan antara dua buah garis atau lebih atau juga pertemuan antara warna satu dengan yang lainnya yang bertemu yang biasanya bidang dalam seni rupa sebagai ekspresi seniman.

Penggunaan shape atau bidang dapat kita lihat pada lukisan Anton

Subiyanto yang berjudul Appearance pada lukisan ini sangat jelas penggunaan bidang pada objek vigura dan pada objek pohon yang mengesankan bidang, namun pada objek-objek lain tidak ditemukan bidang. Pada objek vigura ada pertemuan beberapa garis yang membentuk bidang persegi panjang itu sangat jelas sekali. Walaupun dalam lukisan ini bidang tidak terbentuk dari pertemuan warna satu dengan warna yang lain tetapi di sini bidang terbentuk karena adanya pertemuan antara beberapa garis yang membentuk bidang persegi panjang.


(28)

Gambar III : Contoh Lukisan Anton Subiyanto yang menunjukan bidang

Appearance” Acrylic,Pensil on Canvas, 97x97cm

(Sumber :https://www.google.com/search?q=karya+anton+subiyanto)

5. Prinsip Penyusunan

Penyusunan dalam seni rupa sering kita sebut dengan komposisi. Penyususunan unsur dalam desain harus memperhatiakn prinsip-prinsip

komposisi seperti harmoni, kontras, kesatuan, keseimbangan, irama,

kesederhanaan, variasi, aksentuasi dan proporsi. a. Harmoni (Keselarasan)

Menurut Mikke Susanto (2011: 175), harmoni adalah suatu tatanan atau proporsi yang dianggap seimbang dan memilki keserasian. Hal ini juga merujuk kepada pemberdayagunaan ide-ide dan potensi-potensi bahan dan teknik tertentu


(29)

dengan berpedoman pada aturan-aturan yang ideal. Menurut Dharsono (2004: 54), harmoni adalah paduan unsur-unsur yang berbeda dekat. Jika unsur-unsur estetika dipadukan secara berdampingan maka akan tercipta suatu kombinasi tertentu yang menimbulkan harmoni. Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa harmoni adalah perpaduan antara unsur-unsur yang berbeda dekat yang berakibat atau menimbulkan keseimbangan dan keserasiaan maka tercipta suatu kombinasi tertentu yang menimbulkan harmoni.

b. Kontras

Menurut Dharsono (2004: 227), kontras merupakan paduan unsur-unsur yang memilki ketajaman yang berbeda. Kontras sendiri merangsang minat, menghidupkan suatu desain, dan merupakan bumbu komposisi dalam pencapaiaan suatu bentuk.

Mikke Susanto (2011: 227) mendefinisikan bahwa kontras sebagai berikut:

Kontras merupakan perbedaan mencolok dan tegas antara elemen-elemen dalam sebuah tanda yang ada pada sebuah tanda yang ada pada sebuah komposisi atau desain. Kontras dapat dimunculkan dengan menggunakan warna, bentuk, tekstur, ukuran, dan ketajaman. Kontras digunakan untuk memberi ketegasan dan mengandung opisisi-oposisi seperti gelap terang, cerah-buram, kasar halus, besar-kecil dan lain-lain. Dalam hal ini kontras dapat pula memberi peluang munculnya tanda-tanda yang dipakai sebagai tampilan utama maupun pendukung dalam sebuah karya.

Jadi kontras perpaduan unsur-unsur seperti warna, bentuk, tekstur, ukuran dan ketajaman yang mencolok yang dapat menghidupkan desain.


(30)

c. Kesatuan

Sidik, dkk (1981: 47) mengartikan bahwa kesatuan atau unity sebagai penyusunan atau pengorganisasian dari elemen-elemen seni sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kesatuan. Dharsono (2004: 47) mendefinisikan bahwa kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan yang merupakan efek yang dicapai dalam suatu susunan atau komposisi yang berada di antara hubungan unsur pendukung karya, sehingga secara keseluruhan menampilkan kesan secara utuh. Berhasil atau tidaknya karya ditentukan oleh kemampuan memadukan seluruh unsur-unsur estetik. Jadi kesatuan pengorganisasian elemen-elemen seni sedemikian rupa sehingga menampilkan kesan yang utuh.

d. Keseimbangan

Fadjar Sidik dan Aming Prajitno (1981: 50) mengartikan bahwa keseimbangan adalah tidak berat sebelah. Hal ini bisa didapatkan dengan cara menggerombolkan beberapa bentuk dan warna sedemikian rupa hingga terdapat suatu daya tarik yang sama pada tiap-tiap sisi dari pusat tersebut. Dharsono (2004: 60) mengatakan bahwa keseimbangan sebagai keadaan atau kesamaan antara kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang secara visual atau intensitas kekaryaan.

Keseimbangan menurut Dharsono sendiri dibagi menjadi dua macam yaitu keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal balance). Keseimbanganm formal biasanya bersifat simetris yaitu dengan cara

menyusun unsur-unsur sejenis dan mempunyai identitas visual pada jarak yang


(31)

(informal balance) merupakan keseimbangan yang menggunakan prinsip susunan ketidaksamaan atau kontras dan selalu asimetris. Keseimbangan ini lebih rumit namun lebih menarik karena memiliki kesan dinamika yang memberikan variasi lebih banyak. Jadi keseimbangan yaitu cara menggerombolkan bentuk dan warna sedemikian rupa sehingga menimbulkan kekuatan saling berhadapan dan menimbulkan kesan seimbang. Keseimbangan ada dua macam yaitu keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal balance).

e. Irama

Dharsono (2004: 57) mengatakan bahwa irama sebagai pengulangan unsur-unsur pendukung karya seni. Menurut Sidik dkk (1981: 48), irama atau ritme merupakan suatu pengulangan yang secara terus-menerus dan teratur dari beberapa unsur. Terdapat tiga cara untuk memperoleh gerak ritmis, yaitu dengan cara pengulangan bentuk, dengan progresi ukuran-ukuran dan dengan cara melalui

gerak-gerak kontinue. Dalam batasan tertentu, pengulangan dapat membantu

untuk menarik perhatian. Akan tetapi jika pengulangan terlalu sering, maka yang terjadi adalah timbulnya kejenuhan. Selain itu juga diperlukan sebauh variasi agar terlihat tidak monoton. Jadi irama merupakan pengulangan unsur-unsur seni yang dilakukan terus-menerus, teratur dari suatu unsur atau beberapa unsur.

f. Kesederhanaan

Dharsono (2004: 62) mendefinisikan bahwa kesederhanaan dalam desain pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokan unsur-unsur artistik dalam desain. Adapun kesederhanaan ini tercakup dalam


(32)

beberapa aspek, di antaranya sebagai berikut. kesederhanaan unsur: artinya unsur-unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok dan penyendiri, asing atau terlepas sehingga sulit diikat dalam kesatuan keseluruhan. Jadi kesederhana adalah kesederhanaan selektif dan pengelompokan unsur-unsur artistik.

g. Variasi

Mikke Susanto (2011: 419) mendefinisikan bahwa variasi merupakan penganekaragaman atau serba beraneka macam sebagai usaha untuk menawarkan suatu alternatif baru yang memiliki perbedaan. Biasanya istilah ini banyak

digunakan oleh para penghias benda pakai sebagai komponen aksesiri seperti

pada mobil dan motor. Variasi dapat dihasilkan dengan kombinasi dari berbagai macam bentuk, tekstur, warna, serta gelap terang seperti pada karya lukisan. Jadi variasi Penganekaragaman unsur seni untuk menghasilkan sesuatu alternativ baru yang lebih fresh.

h. Aksentuasi

Dharsono (2004: 63) mendefinisikan desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Ada berbagai cara untuk menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dapat dicapai dengan melalui perulangan ukuran serta kontras antar tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk ataupun motif. Susunan beberapa unsur visual atau penggunaan ruang dan cahaya bisa menghasilkan titik perhatian pada fokus tertentu. Dengan demikian bahwa perulangan unsur desain dan pengulanagan warna bisa memberi penekanan pada unsure tersebut. Aksentuasi bisa dicapai dengan kontras dan susunan. Jadi


(33)

aksentuasi adalah penekanan pada bagian tertentu pada sebuah karya seni bisa lewat garis, warna, bentuk,atau tekstur untuk menghasilkan beban visual utama atau point of interest. Aksentuasi juga dapat tercapai dengan kontras dan juga susunan elemen.

i. Proporsi

Mikke Susanto (2011: 320) menjelaskan bahwa proporsi adalah hubungan antara bagian dan bagian, serta bagian dan kesatuan/keseluruhannya. Proporsi berhubungan erat dengan balance (keseimbangan), ritme (irama), dan kesatuan (unity). Proporsi juga digunakan sebagai pertimbangan untuk mengukur dan menilai keindahan artistik suatu karya seni. Fadjar Sidik dan Aming Prajitno (1981: 52) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan proporsi yang diinginkan, ada tiga jalan yaitu dengan cara: (1) mengetahui bagaimana menciptakan hubungan keluasan yang baik; (2) membuat perubahan-perubahan bentuk dalam penglihatan sesuai dengan yang dikehendaki; (3) mengetahui perbandingan yang baik.

Jadi proporsi adalah hubungan antara bagian dengan bagian seperti proporsi, irama dan kesatuan, untuk mendapatkan proporsi yang diinginkan ada tiga jalan yaitu: (1) mengetahui bagaimana menciptakan hubungan keluasan yang baik; (2) membuat perubahan-perubahan bentuk dalam penglihatan sesuai dengan yang dikehendaki; (3) mengetahui perbandingan yang baik.

6. Konsep

Pengertian konsep menurut Mikke Susanto (2011: 227), konsep adalah pokok utama yang mendasari keseluruhan pemikiran. Konsep biasanya ada dalam pikiran atau tertulis secara singkat. Pembentukan konsep merupakan konkretisasi


(34)

indera suatu proses yang mencakup penerapan metode, pengenalan seperti perbandingan, analisis, abstraksi, idealisasi, dan bentuk-bentuk deduksi yang pelik. Keberhasilan dari sebuah konsep tergantung pada ketepatan pemantulan realitas objektif di dalamnya. Konsep dapat menjadi pembatas berfikir creator maupun penikmat dalam melihat dan mengapresiasi karya seni. Jadi konsep merupakan pemikiran utama yang mendasari seluruh pemikiran yang bisa ditulis secara singkat maupun berada dalam pikiran.

7. Tema dan Bentuk a. Tema

Subject Matter atau tema adalah rangsangan cipta seniman dalam usahanya untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, yang diamaksud bentuk yang menyenangkan adalah bentuk yang dapat memberikan konsumsi batin manusia secara utuh dan perasaan keindahan kita dapat menangkap harmoni bentuk yang disajikan serta mampu merasakan lewat sensivitasnya (Dharsono, 2004: 28).

Menurut Mikke Susanto (2011: 383), tema adalah ide yang dipakai dalam berkarya atau ada dalam sebuah karya. Pada lukisan yang saya ciptakan menggunakan tema tingkah laku anak yang berhubungan dengan perkembangan anak. Mengkaji tingkah laku anak perlu mempelajari juga yang namanya perkembangan anak. Perkembangan anak mengacu pada proses dimana seorang anak tumbuh dan mengalami berbagai perubahan sepanjang hidupnya. Carolyn Meggitt (2013: 1) mengemukakan bahwa perkembangan anak ada berbagai macam perkembangan kognitif perkembangan pikiran bagian dari otak yang


(35)

dipakai untuk mempertimbangkan, mengetahui, dan memahami sesuatu. Perkembangan bahasa perkembangan untuk berkomunikasi. Perkembangan personal, emosional adalah perkembangan yang dibentuk dari aspek watak, dan sikap, rasa percaya diri dan harga diri, membina hubungan, sikap dan penguasaan diri, kemandirian, serta kesadaran bermasyarakat. Jadi tema adalah ide yang dipakai oleh seniman dalam membuat sebuah karya yang dapat memberikan keindahan, sehingga memberikan konsumsi batin manusia secara utuh.

b. Bentuk

Bentuk menurut Mikke Susanto (2011: 54), (1) bangun, gambaran; (2) rupa, wujud; (3) sistem, susunan. Dalam karya seni rupa biasanya dikaitkan dengan matra yang ada seperti dwimatra atau trimatra. Dharsono, (2004: 30), membagi bentuk menjadi dua macam, yaitu: (1) visual form, yaitu bentuk fisik dari sebuah karya seni atau satu kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut, dan (2) special form, yaitu bentuk yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisiknya terhadap tanggapan kesadaran emosional. Bentuk fisik sebuah karya merupakan hasil dari susunan kesan hasil tanggapan. Hal inilah yang menjadikan sebuah lukisan memiliki isi atau makna. Pada pengolaan bentuk biasanya sering melakukan perubahan bentuk sesuai dengan tema dan konsep lukisan perubahan bentuk sering disebut dengan deformasi. Mikke Susanto (2011: 98) mendefinisikan bahwa deformasi adalah perubahan susunan suatu bentuk yang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan seni yang sering terkesan sangat kuat sehingga kadang-kadang menjadikan tidak berwujud seperti figur yang semula. Akibat dari


(36)

deformasi ini adalah munculnya figur atau karakter baru yang berbeda dari sebelumnya. Kemudian dijelaskan cara mengubah bentuk antara lain dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), distruksi (perusakan), dan stilisasi (penggayaan).

Jakob Sumardjo (2000: 116) dalam bukunya “Filsafat Seni” menjelaskan mengenai bentuk:

Bentuk seni adalah juga isi seni itu sendiri. Bagaimana bentuknya, begitulah isinya. Tidak ada seniman yang menciptakan sebuah karya seni tanpa kesadaran. Ia menciptakan sebuah benda seni karena ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain, entah perasaannya, suasana hatinya, pemikirannya, pesan atau amanat yang diyakininnya, semua dinyatakan lewat bentuk yang sesuai dengan maksud isinya tadi.

Jadi deformaasi merupakan pengubahan susunan suatu bentuk dengan sengaja untuk menghasilkan bentuk baru yang fresh yang berbeda dengan bentuk semula. Pada lukisan yang Penulis ciptakan penggunaan deformasi sangat banyak digunakan dalam objek anak.

Jadi uraian di atas bentuk itu sendiri satu kesatuan dari banyak unsur pendukung suatu karya yang biasanya dalam dunia seni rupa sering kali dikaitakan dengan dwimatra dan trimatra untuk totalitas pada sebuah karya seni. Bentuk sendiri ada dua macam visual form dan special form. Pada penciptaan karya lukis biasanya sering ada perubahan bentuk atau sering disebut deformasi. 8. Media dan Teknik

a. Media

Menurut Mikke Susanto (2011: 255), media atau medium adalah sebutan untuk berbagai hal yang berhubungan dengan bahan (dalam hal ini alat dan bahan juga termasuk) yang biasa dipakai dalam karya seni. Menurut The Liang Gie


(37)

(2005: 89), dalam filsafat seni menjelaskan medium atau material atau bahan merupakan hal yang perlu sekali bagi seni apapun, karena suatu karya seni hanya dapat diketahui kalau disajikan melalui suatu medium. Bahkan dapat ditegaskan bahwa medium adalah mutlak, karena tanpa material apa yang akan dijadikan karya seni.

Dalam seni lukis, medium yang biasanya digunakan yaitu permukaan datar yang dapat terbuat dari apa saja biasanya terbuat dari kertas, kanvas, kaca, sutera, dan sejenisnya. Sedangkan medium lain seperti cat, charcoal, dan pensil. Dalam karya penulis “Tingkah laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan lukisan” sebagai tema lukisan. Penulis menggunakan medium pensil, charcoal dan cat akrilik di atas kanvas.

Menurut Mikke Susanto (2011: 213), kanvas adalah kain landasan untuk melukis itu berbahan seperti panel kayu, kertas, atau kain. Pada umumnya kanvas direntangkan dengan spanram (kayu perentang) hingga mencapai ketegangan yang pas, kemudian dilapisi dengan cat. Menurut Mikke Susanto (2011: 13), cat akrilik adalah salah satu bahan yang mengandung bahan polimer ester poliakriat, sehingga memiliki daya rekat yang sangat kuat terhadap medium lain dan standar pengencer yang digunakan adalah air. Menurut Mikke Susanto (2011: 79), charcoal adalah arang gambar merupakan material yang digunakan manusia untuk menggambar sejak zaman prasejarah hingga sekarang, yang dibuat dari kayu yang dibakar begitu saja.


(38)

b. Teknik Melukis

Teknik melukis merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki seorang seniman atau pencipta karya seni ketika melakukan penerapan warna harus sesuai dengan tema. Teknik melukis dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik basah dan teknik kering. Teknik basah adalah sebuah teknik menggambar atau melukis dengan menggunakan medium yang bersifat basah atau memakai medium air dan minyak cair. Seperti cat air, cat minyak, tempera, tinta. (Susanto, 2011: 395). Teknik basah dibagi lagi lima yaitu Opaque, Glazzing, Aquarel, Translucent dan Brush Stroke.

Teknik Opaque adalah suatu teknik dalam melukis yang dilakukan dengan

cara mencampurkan cat pada permukaan kanvas dengan menggunakan sedikit pengencer hingga warna yang sebelumnya tertutup. (Susanto, 2011: 282). Teknik Glazing atau glasir merupakan teknik melukis pada kanvas dengan menggunakan cat air (atau teknik transparan) sehingga lapisan cat yang ada di bawahnya (disapu sebelumnya) atau warna kertasnya masih nampak (Susanto, 2011: 157). Teknik Aquarel adalah teknik melukis pada kanvas dengan menggunakan cat air (teknik transparan) sehingga lapisan cat yang ada dibawahnya (disapu sebelumnya) tidak tertutup atau masih nampak. (Susanto, 2011: 14). Teknik Translucent merupakan teknik melukis dimana kepekatan cat yang digunakan berada diantara transparan (aquarel) dan plakat (opaque). (Susanto, 2011: 407). Kemudian yang terakhir

teknik Brush Stroke merupakan teknik melukis dimana goresan yang dibuat

memiliki ukuran dan kualitas tertentu yang memiliki suatu sifat atau karakter. Hal ini erat hubungannya dengan kekuatan emosi, ketajaman warna, bahkan


(39)

goresannya kadang-kadang sangat emosional. Brush Stroke juga bisa diartikan sebagai hasil goresan kuas yang meninggalkan cat pada permukaan benda dimana goresan tersebut merupakan karakter goresan atau tulisan tangan seseorang. (Susanto, 2011: 64).

Teknik kering adalah menggambar dengan bahan kering seperti charcoal, pensil, arang dan lain-lain. (Susanto, 2011: 395). Teknik kering biasanya disebut dengan drawing. Menurut Mikke Susanto (2011: 109), drawing berasal dari kata draw yang artinya menggambar. Menggambar pada tingkat yang paling sederhana adalah dasar dari segala hal dalam seni rupa. Gambar ternyata berdiri sebagai fakta kasat mata yang memperlihatkan rencana dan pikiran seniman disetiap wilayah kreativitasnya. Drawing pada garis besarnya memiliki tiga kegunaan. Pada tingkat pertama, gambar merupakan notasi tentang benda atau situasi pada saat tertentu yang dianggap menarik oleh si penggambar. Catatan, atau notasi maupun sketsa sebagai hasil gambar umumnya bermuatan garis yang sekaligus gambar sekilas dan dikerjakan secara singkat dalam tempo yang cepat. Kedua gambar hadir dan membuktikan dirinya sebagai karya yang utuh dan berdiri sendiri. Pada fungsi ini gambar telah memperlihatkan kelengkapan pernyataan seniman, relatif tak butuh tahapan berikutnya. Ketiga gambar berfungsi sebagai media studi yang melandasi pekerjaan berikutnya seperti lukis, patung, arsitektur, ilmu pengetahuan lainnya. Teknik yang digunakan dalam drawing yaitu: (1) dusel teknik menggambar atau mengarsir dengan cara digosok, baik dengan kapas, kertas atau tangan. Biasanya menggunakan pensil, konte, krayon dan tempera. (Susanto, 2011: 111). (2) Arsir adalah garis sejajar atau membuat tumpukan garis


(40)

untuk memberikan efek-efek pada sebuah obyek, seperti memberi kesan bayangan, tekstur benda maupun untuk membuat variasi latar belakang obyek. Biasanya menggunakan pensil, konte, krayon dan tempera. (Susanto, 2011: 32). B.Metode Penciptaan dan Pendekatan

1. Metode Penciptaan a. Eksplorasi (Exploration)

Proses eksplorasi dilakukan guna menemukan ide kreatif terkait dengan tingkah laku anak. Cara yang digunakan dengan cara observasi atau pengamatan. Pada pengamatan atau observasi dapat dilakuakan melalui foto, video, pengamatan langsung di lingkungan sekitar yang banyak anak-anak bermain, membaca buku tantang perkembanagan tingkah laku anak, dan juga melaui berita. Hal ini dilakukan dengan maksud agar dapat menangkap tingkah laku anak lebih dalam yang kemudian nantinya divisualisasikan ke dalam bentuk lukisan. Setelah melakukan ekplorasi selanjutnya membayangkan bagaimana tingkah laku dari anak divisualisasikan dan akhirnya ditemukan suatu bentuk yang variatif sesuai dengan komposisi bidang, garis, warna dan unsur-unsur lainnya. Proses selanjutnya setelah penemuan yang sesuai dengan yang diinginkan kemudian divisualisasikan kedalam lukisan dengan menggunakan pertimbangan prinsip-prinsip seni rupa dengan tujuan mendapatkan sebuah pandangan dan pendapat secara luas dalam persepsi pribadi.

b. Eksperimen (Experimentation)

Eksperimen dalam proses melukis merupakan tindakan atau upaya untuk menghasilkan sesuatu yang tak terduga, supaya ide penciptaan dapat diangkat atau


(41)

dimunculkan secara tepat, dilakukanlah suatu percobaan bagaimana tingkah laku anak itu sendiri dapat divisualisasikan sesuai dengan ide, dengan cara mencoba-coba (trial and error).

Tahapan pertama dalam proses ekperimen yang dilakukan yaitu membuat sketsa. Pada proses pembuatan sketsa merupakan tahapan pencarian bentuk, warna, komposisi, proporsi yang nantinya dituangkan pada kanvas. Proses penuangan sketsa penulis lakukan di atas kertas dengan menggunakan pensil charcoal, pensil warna di atas kertas dengan percobaan pengubahan bentuk atau

deformasi. Penulis menggunakan warna hanya untuk background saja. Dalam

lukisan ini, objek-objek utama yang penulis visualisasikan objek anak yang dideformasi dan distorsi sesuai dengan pola perkembangan tingkah laku anak. Penulis menggunakan warna lembut dan sederhana sebagai background.

c. Visualisasi (Visualization)

Visualisasi merupakan proses akhir dari penciptaan sebuah karya seni. Visualisasi merupakan pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan jalan menggunakan bentuk gambar, tulisan yang berupa angka dan kata, peta grafik, dan sebagainnya.Visualisasi bisa juga diartikan sebagai proses pengubahan konsep menjadi gambar yang disajikan lewat karya seni (Susanto, 2011: 427).

Bentuk representasional merupakan bentuk visualisasi yang diangkat dalam

lukisan.

Proses awal yang dilakukan membuat sketsa di atas kanvas dengan berpedoman pada sketsa kertas yang sudah dibuat. Kemudian mengarsir objek tersebut dengan pensil dan charcoal untuk mencapai kesan gelap terang. Setelah


(42)

objek dengan pensil dan charcoal selesai kemudian proses painting dengan menggunakan teknik plakat dengan menggunakan kuas ukuran sedang .Warna-warna yang digunakan .Warna-warna lembut. Dalam proses visualisasi ini penulis menggabungkan teknik kering dan teknik basah dalam penciptaan karya lukis.

Permainan kontras sangat kuat antar objek dengan background. Adapun pada

finishing, merapikan objek dengan menggunakan pensil dan sapuan kuas kecil

dengan charcoal bubuk. Dilanjutkan dengan proses glossing untuk mengikat

bubuk charcoal yang ditorehkan di kanvas agar tidak jatuh dan juga sebagai

pengkilat lukisan. 2. Pendekatan

Berdasarkan tema dan visualisasi tingkah laku anak-anak penulis

menggunakan metode pendekatan surealisme karena surealisme memberikan

kesan imajinasi sehingga memberikan bentuk-bentuk visual yang baru yang dapat

menimbulkan pertanyaan pada apresiator. Surealisme menurut Mikke Susanto

(2011: 386), merupakan gerakan dalam sastra. Istilah ini dikemukakan Apollinaire untuk dramanya tahun 1917. Dua tahun kemudian Andre Breton mengambilnya untuk menyebut eksperimennya dalam metode penulisan yang spontan. Gerakan ini dipengaruhi oleh teori psikologi dan psiko analis Sigmund Freud. Karya surealisme memiliki unsur kejutan, tidak terduga, ditempatkan berdekatan satu sama lain tanpa alasan yang jelas. Banyak seniman dan penulis surealis yang memandang karya mereka sebagai ungkapan gerakan filosofis yang pertama dan paling maju. Andre Breton mengatakan bahwa surealis berada di atas segala


(43)

terpentingnya di Paris. Sejak tahun 1920-an aliran ini menyebar keseluruh dunia. Adapun manifesto dari surealisme yang ditulis Breton berisi sebagai berikut. Surealisme adalah otomatisme psikis yang murni, dengan apa proses pemikiran yang sebenarnya ingin diekspresikan, baik secara verbal, tertulis maupun cara-cara lain. Surealisme bersandar pada keyakinan kami pada realitas yang superior dan kebebasan asosiasi kita yang telah lama ditinggalkan dan kebebasan asosiasi yang telah lama ditinggalkan, pada keseba-bisaan mimpi, pada pemikiran yang otomatis tanpa control dari kesadaran kita. Surealisme memilki dua tendensi yaitu: (1) Surealisme ekpresif yaitu seniman melewati semacam kondisi tidak sadar, kemudian melahirkan symbol-symbol dan bentuk-bentuk dari pendaharaannya yang terdahulu, yang tergolong dalam tendensi ini adalah Andre Masson, Joan Miro, dan Marc Chagal; (2) Surealisme murni atau sering disebut dengan surealisme fotografik, yaitu seniman menggunakan teknik-teknik akademik untuk menciptakan ilusi yang tampak absurb. Tokohnya adalah Salvador Dali, lainnya seperti Rene Magritte, dan Roberto Matta. Tokoh yang dianggap sebagai pelopor surealis adalah Marc Chagall (1889-), seorang Rusia yang dalam usia dua puluhan pindah dan menetap di Paris. Sekalipun hampir seluruh sisa hidupnya di Paris, tetapi ingatannya pada tanah asal masih segar, pada kampungnya, cerita-cerita rakyatnya, yang menghidupi ciptaan-ciptaannya. Joan Miro (1893-) adalah pelukis kelahiran Spanyol yang pada tahun 1925 bertemu dengan kaum surealis. surealisme baginya mempengaruhi untuk berfantasi lebih bebas dengan caranya sendiri.


(44)

32 1. Konsep Penciptaan

Konsep penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” penggambaran objek anak-anak mempertahankan bentuk aslinya tetapi untuk tubuh anak-anak mengalami deformasi bentuk dan distorsi. Distorsi dan deformasi tubuh disini sebagai metafora dari tingkah laku anak. Alasan mengapa penulis mempertahankan

bentuk aslinya anak kemudian tubuhnya didistorsi dan dideformasi karena

penulis menganut aliran surealisme dan ingin menciptakan bentuk baru tetapi sesuai dengan konsep penciptaan awal.

Penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” tidak semata-mata langsung terjadi begitu saja. Ada proses yang cukup panjang. Penulis harus melakukan beberapa pengkajian yaitu melalui pengamatan dari tingkah laku anak-anak. Kemudian penulis mengimajinasikan bagaimana bentuk tingkah laku anak itu divisualisasikan dengan distorsi dan deformasi bentuk ke dalam lukisan dan juga kesesuaiaan warna background karena penulis tidak menggunakan banyak warna. Warna yang penulis gunakan hanya sebagai background saja karena menurut penulis

untuk mengesankan kesan minimalis kemudian pada pembuatan background


(45)

merupakan dunia yang penuh warna warni kehidupan dan juga dunia yang penuh keceriaan. Adapun teknik dan visualisasi terinspirasi oleh karya Anton Subiyanto. 2. Tema Penciptaan

Tema penciptaan karya ini adalah tingkah laku anak diantaranya menangis, bermain, ingin tahu, tawuran dan juga berkelahi.

B.Proses Visualisasi

Visualisasi dalam penciptaan lukisan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Ide dan gagasan yang akan ditampilkan dalam sebuah lukisan bergantung dari bagaimana seniman memvisualisasikan, sehingga pesan makna yang ada dalam lukisan tersampaikan dengan baik. Memvisualisasikan gambar (sketsa) ke sebuah kanvas harus didukung dengan bahan, alat dan teknik. Ketiga elemen tersebut merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang seniman dalam penciptaan karya seni. Dalam penciptaan karya lukisan, penulis menggunakan bahan yaitu pensil charcoal, cat akrilik, kanvas, dan glossing pengkilat spray. Teknik yang digunakan teknik campuran atau kombinasi dari teknik kering dan teknik basah.

Teknik Opaque (teknik basah) digunakan untuk melapisi background,

karena dengan teknik ini sapuan kuas lebih merata. Teknik kering digunakan

untuk membuat objek sebelum memberi warna background. Penggunaan

perpaduan teknik antara teknik kering dan basah, maka penulis dapat memberikan kesan kontras pada lukisan sehingga bentuk objek lebih keluar.


(46)

1. Bahan, Alat dan Teknik a. Bahan

Bahan yang digunakan dalam proses penciptaan lukisan “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” diantaranya:

1) Kanvas

Dalam penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik“ penulis memilih bahan kanvas karena bahan kanvas sendiri mudah didapatkan di toko alat lukis. Kanvas yang digunakan kanvas kasar dan halus. Kanvas kasar untuk menimbulkan efek seperti bintik-bintik. Kanvas halus untuk mempermudah dalam proses menggambar objek (drawing).

Cat yang digunakan adalah cat Akrilik Kappie, Telen Cina dan Mowilex Putih. Cat Kappie yang digunakan warna primer merah, biru dan kuning untuk warna yang lain menggunakan percampuran dari warna primer. Selain itu, penulis juga menggunakan warna netral seperti putih dan hitam.

Gambar IVa: akrilik Keppie Gambar IVb: Charcoal bubuk


(47)

b. Alat

Beberapa alat yang digunakan dalam proses penciptaan lukisan diantaranya kuas, pensil, dan palet. Kuas (Gambar VII) terdiri atas kuas dengan ukuran 2,3,4,5 dan 9. Pensil (Gambar VIII) terdiri atas pencil 2B, 3B, 4B, 6B dan EE. Palet (Gambar IX) terdiri atas satu palet plastik.

Gambar Va: Kuas Gambar Vb: Pensil Gambar Vc: Palet

Gambar V: Alat c. Teknik

Penguasaan bahan dan alat memang sangat dibutuhkan bagi seorang seniman. Tetapi tidak hanya penguasaan bahan dan alat saja kemampuan seorang seniman menguasai teknik juga diperlukan. Dalam dunia seni rupa penguasaan teknik dari masing-masing seniman berbeda-beda karena apa yang mereka tangkap berbeda-beda pula, dengan keberbedaan itu menjadikan setiap seniman memiliki karakter nya sendiri sesuai dengan teknik yang mereka kuasai atau pun mereka pelajari.

Teknik yang digunakan dalam melukis adalah teknik opaque (opak) dan teknik kering (drawing). Proses awal yaitu pelapisan background dengan warna putih kemudian penggambaran sketsa objek ke kanvas. Teknik opaque merupakan


(48)

teknik plakat yang langsung menutup sangat bagus untuk pembuatan background. Pembuatan sketsa objek pada kanvas menggunakan teknik kering atau drawing, teknik ini menghasilkan objek hitam putih sekaligus gelap terang kemudian

bagian background diwarnai lagi dengan warna lembut sehingga antara

background dengan objek kelihatan kontras. Efek kontras menjadikan objek muncul keluar.

C.Tahap Visualisasi

Dalam proses melukis, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui diantaranya:

1. Sketsa

Pembuatan sketsa diawali dengan observasi mengenai objek apa yang akan diangkat ke dalam lukisan. Observasi dilakukan untuk mengetahui seluk beluk dari objek yang akan diangkat dalam lukisan, mulai dari bentuk, warna, dan juga perilaku objek itu sendiri. Observasi sangat penting dilakukan seorang seniman agar dapat memberikan informasi kepada audience lewat lukisan seniman tersebut.

Proses melukis diawali dengan sketsa, karena sketsa memiliki fungsi sebagai panduan seniman mengatur tata letak objek atau sering disebut dengan komposisi yang seimbang. Sketsa memberikan gambaran awal kepada seniman mengenai apa yang akan digambar pada kanvas. Proses sketsa dilakukan dengan menggunakan pensil di atas kertas dengan melihat atau mencontoh foto anatomi anak-anak yang kemudian diimprovisasikan sesuai dengan konsep yang ada.


(49)

2. Pemindahan gambar ke atas kanvas

Sketsa telah dibuat, langkah selanjutnya adalah memindahkan sketsa yang sudah dibuat ke atas kanvas dengan mengatur atau membandingkan antara gambar pada kertas dengan gambar pada kanvas dengan memperhatikan komposisi dan proporsi agar mendapatkan komposisi dan proporsi yang diinginkan.

3. Pewarnaan

Langkah selanjutnya adalah pewarnaan dengan cat dan pengarsiran

menggunakan pensil dan charcoal. Teknik yang digunakan untuk background

menggunakan teknik opaque kemudian untuk objek menggunakan teknik kering atau drawing, cat yang digunakan akrilik dari kappie dan telen cina. Penggunaan kuas menggunakan kuas ukuran kecil sampai ukuran besar. Kuas ukuran besar

untuk pembuatan background sedangkan kuas ukuran kecil untuk mengisi

background pada bagian-bagian celah-celah sempit di antara objek. Pewarnaan

objek tidak menggunakan cat warna tetapi menggunakan charcoal dan pensil

dengan menggunakan permainan gelap terang. 4. Finising

Tahap finising merupakan tahap akhir dari proses penciptaan karya lukisan. Pada tahap ini meliputi beberapa proses mendetail dan merapikan bagian-bagian dalam lukisan. Pengkilatan lukisan dengan menggunakan spray glossing agar kelihatan mengkilat dan awet.


(50)

5. Bentuk Lukisan

1. Lukisan Berjudul “Sleep”

Gambar VI: Sleep, Charcoal, Pensil, 100cm x 100cm di atas kanvas.

Lukisan berjudul “ Sleep” menggambarkan keadaan bayi baru lahir. Bayi baru lahir aktivitas atau tingkah laku yang biasa dilakukan adalah tidur. Belum banyak aktivitas yang dilakukan bisa dilakukan. Penulis melukiskan bayi sedang tidur di kasur dengan menggunakan selimut kemudian ada tangan yang menjulur dimana tangan itu digenggam oleh bayi tersebut dengan tangannya sendiri.

Proses pembuatan lukisan ini dikerjakan menggunakan media charcoal, akrilik di atas kanvas. Pada lukisan yang berjudul ”Sleep” terdapat objek utama yaitu bayi yang sedang tidur kemudian ada objek selimut dan tangan yang menjulur ke arah tangan bayi tersebut. Komposisi yang digunakan dalam lukisan komposisi simetris karena menggunakan komposisi simetris mengesankan


(51)

komposisi tenang sesuai dengan judul lukisan “Sleep” karena pada kondisi bayi tingkah lakunya belum banyak bergerak dan juga komposisi ini sangat bagus

untuk dinikmati. Pada bagian background mengalami penyederhanaan dengan

menggunakan warna ungu lembut, sehingga mengesankan kesan datar pada lukisan. Proses melukis atau penciptaan lukisan ini tidak menggunakan banyak warna, untuk objek hanya menggunakan warna dari charcoal yaitu efek hitam dan untuk putih dari kanvas. Teknik pembuatan objek menggunakan teknik drawing dengan arsiran dan dusel. Perpaduan teknik kering (drawing) dengan teknik basah (painting opaque) mengesankan kontras yang sangat kuat. Arsiran dari charcoal

batangan dan charcoal bubuk untuk membuat gelap terang sehingga

menghasilkan efek volume. Pada lukisan garis sangat berperan penting terutama untuk pembuatan objek-objek yang ada dalam lukisan.

Penggunaan bidang pada lukisan yaitu pada pengelolaan garis yang membentuk bidang figure anak-anak. Harmoni pada lukisan ini terletak pada proporsi antara objek bayi dengan kasur dan selimut. Keseimbangan karya ini terletak di kedua objek yang terletak pada satu titik yaitu di tengah. Irama pada lukisan dapat kita jumpai pada pengulangan garis dan arsir glateri kasur dan selimut, sedangkan kesederhanaan pada lukisan terletak pada warna objek dan

warna background karena warna background dan objek hanya menggunakan

satu warna saja. Harmoni pada lukisan terdapat pada perpaduan unsur seperti garis, warna, bidang dan bentuk, sehingga menimbulkan keseimbangan. Kesatuan pada lukisan yaitu adanya hubungan obyek dengan background.


(52)

Objek bayi tidak begitu mengalami banyak deformasi bentuk tapi hanya muncul tangan dari balik lekukan-lekukan selimut. Pada lukisan posisi bayi sedang tidur di atas kasur dan selimut dengan posisi bayi miring ke samping, menggambarkan bayi dalam kondisi nyaman karena merasa dilindungi oleh ibunya atau orang terdekatnya. Kasur dan selimut memberikan perlindungan terhadap bayi tersebut, tangan yang keluar dari lekukan-lekukan selimut merupakan bentuk kasih sayang ibunya dan juga untuk mengesankan kesan surealistik. Lukisan ini menceritakan kondisi bayi yang masih sangat memerlukan perlindungan dan bimbingan untuk pola perkembangan tingkah lakunya.

2. Lukisan berjudul “Want to know”


(53)

Lukisan berjudul “Want to know” menggambarkan anak balita yang sedang berada dalam telur dan di bawahnya ada sendok, kemudian ada kain yang melingkar dengan dua tangan ke atas dan satu tangan menjulur ke samping dan juga ke bawah seperti menadah. Objek anak balita memandang buku yang dibawa burung yang sedang terbang menghampirinya. Pada lukisan ini membicarakan tentang tingkah laku anak balita yang ingin tahu dunia luar.Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan media charcoal, pensil dan Akrilik di atas kanvas. Pada lukisan ini ada beberapa objek di antaranya objek balita, objek tangan, telur, sendok buku dan burung. Komposisi yang digunakan adalah komposisi simetris karena komposisi ini mengesankan ketenangan dan juga dilihat lebih bagus.

Penyederhanaan objek dan background pada lukisan ini menggunakan satu warna yaitu warna kuning saja tidak menggunakan dua warna atau lebih. Hal ini bertujuan menimbulkan kontras dengan objek yang ada sehingga objek-objek yang ada akan keluar. Warna objek-objek dalam lukisan ini menggunakan warna dari pensil, charcoal batang dan bubuk dengan arsir untuk kesan gelap terang dan volume. Background terlihat datar karena menggunakan satu warna saja. Teknik

yang digunakan teknik drawing untuk objek yang ada di lukisan. Arsir

menggunakan pensil sedangkan dusel menggunkan kuas dan kapas. Background

lukisan menggunakan teknik painting.

Warna yang digunakan dalam lukisan ini yaitu warna kuning akrilik dan warna hitam dari pensil serta warna hitam charcoal. Background menggunakan warna kuning, kemudian objek balita mengalami deformasi bentuk dengan adanya penambahan beberapa tangan. Pada objek burung yang membawa buku tidak


(54)

mengalami deformasi bentuk masih sesuai dengan bentuk burung aslinya. Arti

dari background berwarna kuning memiliki makna rasa keingintahuan atau

belajar.

Harmoni pada lukisan terdapat pada hubungan hubungan antara garis, warna, bidang dan bentuk. Keseimbangan pada lukisan terletak pada penggerombolan objek tangan, objek anak, dan objek kain glateri. Kesederhanaan terletak pada warna background dan warna objek pada lukisan. Proporsi dapat terlihat pada hubungan dari bagian seperti keseimbangan, irama dan kesatuan yang terletak pada lukisan tersebut.

Pada lukisan tiap-tiap objek pendukung merespon objek utama yang menggambarkan tentang tingkah laku anak itu. Objek utama anak-anak sedangkan yang lainnya seperti tangan, sendok, buku, telur yang pecah dan burung sebagai objek pendukung.

Judul lukisan ini menceritakan tentang anak-anak yang merasa ingin mengetahui apa yang ada di luar sana. Maksud dari di luar yaitu sosialisasi dengan teman-temannya maupun dengan orang yang dekat dari rumahnya. Objek-objek pendukung tersebut mewakili dari tiap-tiap interaksi sosialnya. Misalnya dia keluar dari telur menggambarkan bahwa dia merasa ingin mencari sesuatu yang berbeda ketika dia masih ada di dalam rumahnya atau ingin belajar.

Tangan-tangan yang menjulur-julur sebagai gambaran perlindungan orang tuannya. Burung membawa buku menggambarkan proses belajar maksudnya ketika anak mulai berinteraksi dengan orang-orang diluar sana anak tersebut akan mendapatkan pengetahuan baru itu yang membuat anak tertarik ingin keluar dari


(55)

rumahnya dan berinteraksi dengan orang-orang yang ada di luar sana. Jadi objek burung itu sebagai penyampai hal-hal baru atau ilmu pengetahuan kepada anak tersebut. Telur yang pecah melambangkan rumah tempat tinggal dia dengan keluarganya.

3. Lukisan Berjudul “Cry”

Gambar VIII: Cry, Charcoal, Pensil, 76 x 140 cm di atas kanvas.

Lukisan berjudul “Cry” menggambarkan seorang anak balita yang sedang menangis karena teman khayalannya diambil oleh orang. Teman khayalannya dalam karya ini adalah sebuah boneka beruang lucu. Lukisan ini dikerjakan


(56)

dengan menggunakan media charcoal dan cat Akrilik di atas kanvas. Pada lukisan ini terdapat tiga objek yang pertama anak balita yang sedang menangis sebagai objek utama kemudian objek boneka beruang dan objek tangan sebagai objek pendukung.

Komposisi yang digunakan pada lukisan ini adalah keseimbangan simetris. Penggunaan komposisi simetris sangat bagus untuk dilihat. Penyederhanaan pada background diterapkan pada lukisan ini, yaitu hanya menggunakan warna

abu-abu. Background hanya satu warna saja sehingga mengesankan kesan datar,

sedangkan untuk warna objek pada lukisan menggunakan warna hitamnya

charcoal dengan teknik drawing arsiran untuk mengesankan gelap terang dan

volume. Penggunaan unsur garis sangat terasa sekali pada objek yang ada di lukisan karena pada penggarapan objek menggunakan arsir dan juga dusel. Penggunaan bidang yaitu pada objek-objek yang ada di lukisan.

Harmoni pada lukisan ini terletak pada hubungan antara garis, warna, bidang dan bentuk, sedangkan untuk penggunaan kontras sangat terasa sekali dari

perpaduan antara warna objek dengan background. Keseimbangan pada lukisan

ini yaitu terletak pada objek dengan boneka dan tangan, sedangkan kesederhanaan terletak pada penyederhanaan warna baik warna background maupun warna objek. Irama terletak pada garis pada baju dan kain yang tertarik ke atas. Kesatuan lukisan ini terletak pada perpaduan unsur-unsur seni yang ada pada lukisan membentuk komposisi yang utuh.

Objek anak balita mengalami deformasi dan distorsi bentuk yaitu tubuh bayi memanjang ke atas dan bergabung dengan boneka beruang, kemudian tangan


(57)

mengalami deformasi yaitu dengan bentuk tangan memanjang seperti kain. Teknik yang digunakan yaitu teknik drawing atau sering disebut dengan teknik kering. Pada pembuatan objek menggunakan arsiran dan dusel, sedangkan pada pembuatan background menggunakan teknik painting.

Judul Karya “Cry” bercerita tentang anak balita yang menangis karena boneka Beruangnya diambil oleh seseorang. Pada anak balita ada yang namanya teman khayalan teman khayalan bisa berbentuk boneka ataupun benda lainnya yang disenangi oleh anak tersebut. Pada karya saya ini teman khayalan berupa boneka Beruang. Bagi anak boneka Beruang merupakan teman khayalannya yang tidak bisa dipisahkan. Simbol tidak bisa dipisahkan yaitu boneka menyatu dengan badan kemudian ditarik oleh tangan seseorang dan seolah-olah tubuh anak tersebut seperti memanjang tidak mau terlepas dari boneka itu. Akhirnya anak tersebut menangis, itu merupakan bagian dari tingkah laku anak. Jadi lukisan ini bercerita tentang anak tidak mau terlepas dari boneka kesayangannya karena boneka kesayangannya merupakan teman khayalannya yang selalu ada didekatnya.


(58)

4. Lukisan berjudul “Fight”

Gambar IX: Fight, Charcoal, Pensil 100 x 120 cm di atas kanvas.

Lukisan berjudul “Fight” menggambarkan tingkah laku anak-anak yang

sedang bertengkar satu sama lain, ketika bertengkar biasanya mereka merebutkan sesuatu atau saling ejek mengejek. Keadaan seperti ini biasanya tidak akan lama mereka akan langsung akur lagi, bermain bersama lagi, bercanda dan tertawa bersama-sama. Komposisi yang digunakan adalah komposisi keseimbangan simetris karena komposisi simetris sangat bagus untuk dilihat dan dinikmati.


(59)

Penyederhanaan pada background diterapkan pada lukisan ini yaitu hanya menggunakan satu warna yaitu merah lembut atau merah muda untuk

background, kemudian untuk objek anak-anak hanya menggunakan warna dari

charcoal dan pensil yaitu efek arsir dan dusel dengan warna hitam yang mengesankan volume.

Pada proses penciptaan lukisan warna yang digunakan hanya menggunakan dua warna yaitu warna merah lembut dan hitam charcoal. Penggunaan garis sangat dominan pada lukisan ini karena obyek utama dan pendukung menggunakan teknik drawing. Penggunaan bidang yaitu pada bentuk objek anak yang tubuhnya menyatu. Harmoni pada lukisan ini yaitu dari susunan unsur-unsur

seni. Irama terletak pada pembuatan garis lekukan glateri baju pada anak.

Keseimbangan pada lukisan ini yaitu adanya penggerombolan objek di tengah. Harmonisasi dapat dilihat dari hubungan antara garis, warna, bidang dan bentuk. Proporsi pada lukisan ini yaitu adanya perpaduan antara irama, keseimbangan, dan kesatuan pada lukisan. Kesatuan terdapat pada hubungan objek dengan background, sedangkan untuk objek anak mengalami deformasi bentuk yaitu dua badan anak yang saling menyatu. Objek utama dua anak yang tubuhnya menyatu sedangkan objek pendukung pada lukisan ini tidak ada.

Judul karya “Fight” menggambarkan tingkah laku anak kecil ketika mereka bermain dengan temannya. Pada aktivitas bermainan ada yang namanya interaksi dengan temannya, dalam interaksi tersebut ada pertengkaran satu sama lain misalnya memperebutkan mainan atau bahkan membela pendapatnya yang berbeda dengan temannya dan akhirnya timbulah perkelahian. Objek yang ada


(60)

pada lukisan terlihat perkelahian antara anak perempuan dengan anak perempuan. Tubuh mereka menyatu, tubuh menyatu pada lukisan ini bukan karena mereka kembar siam tetapi tubuh yang menyatu mengartikan ketika anak-anak bermain dan berinteraksi dengan temannya pasti ada yang namanya perkelahian tetapi uniknya anak-anak ketika mereka sudah berkelahi akhirnya besoknya mereka bermain bersama lagi tidak ada dendam di antara mereka. Jadi lukisan ini menceritakan tentang perkelahian dua anak perempuan yang berkelahi tetapi perkelahian itu tidak menimbulkan dendam, dan besoknya mereka akan bermain bersama lagi.


(61)

5. Lukisan berjudul “Playing together and looking at each other”

Gambar XI: Playing together and looking at each other, Charcoal, Pensil ,118 x 153 cm di atas kanvas.

Lukisan berjudul “Playing together and looking at each other” menggambarkan tentang tingkah laku balita yang bermain bersama-sama, ketika balita bermain bersama-sama hal yang biasanya dilakukan yaitu dia akan saling memandang dan mengamati satu sama lain. Mungkin itu respon perkenalan antara mereka, kemudian mereka akan beradaptasi seperti saling tersenyum dan merespon.

Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan media charcoal, pensil, akrilik di atas kanvas, menggunakan teknik drawing dengan arsiran pensil dan Charcoal


(62)

untuk pembuatan objek, sedangkan untuk pembuatan background menggunakan teknik painting. Pada lukisan terdapat empat balita yang sedang bermain bersama. Dua balita yang sebelah atas yang satu melirik kearah balita yang satunya kemudian yang satunya tersenyum. Dua balita yang terletak dibawah mengalami interaksi satu sama lain. Balita sebelah kiri dengan balita sebelah kanan saling memandang. Objek selanjutnya yaitu kain yang berglateri. Kemudian ada tangan yang menyatu dengan salah satu objek bayi. Komposisi yang digunakan dalam lukisan ini adalah keseimbangan simetris karena komposisi ini sangat bagus untuk dilihat.

Penyederhanaan pada background diterapakan pada lukisan ini, yaitu dengan menggunakan satu warna pada background yaitu warna merah muda atau merah lembut, untuk warna objek menggunakan warna hitam dari arsiran charcoal yang mengesankan gelap terang. Arsiran gelap terang memiliki fungsi

memberikan kesan volume. Pewarnaan pada background menggunakan satu

warna untuk mengesankan datar, sedangkan perpaduan antara background dengan objek terlihat kontras. Penggunaan garis sangat terasa karena menggunakan teknik drawing karena dalam teknik drawing lebih menitik beratkan pada garis.

Harmonisasi pada lukisan ini yaitu hubungan perpaduan antara garis, warna,

bidang dan bentuk. Background yang berwarna merah muda yang memiliki arti

kasih sayang. Kesatuan dalam lukisan terdapat pada perpaduan antara warna

background yang lembut dengan warna objek, jika warna background lebih kuat

maka tidak akan ada kesatuan. Keseimbangan pada lukisan ini yaitu adanya pengelompokan objek empat bayi yang menggunakan selimut. Irama pada


(63)

lukisan ini yaitu pada gari-garis glateri selimut. Proporsi pada lukisan ini terletak pada perpaduan antara irama, keseimbangan dan kesatuan yang ada pada lukisan. Objek balita mengalami deformasi bentuk yaitu adanya salah satu tangan yang bergabung dengan salah satu tubuh balita. Deformasi juga terdapat pada kaki-kaki balita yang bergabung dengan selimut. Objek utama empat bayi sedangkan objek pendukung yaitu tangan yang menyatu dengan salah satu tubuh bayi dan juga selimut. Komposisi yang digunakan adalah keseimbangan simetris karena komposisi ini sangat bagus untuk dilihat dan dinikmati.

Karya lukis ini menggambarkan tentang tingkah laku balita yang sedang bermain bersama. Pada lukisan ini ada empat bayi yang sedang bermain bersama, ketika anak balita bermain bersama ekspresi mereka akan saling pandang memandang. Ekspresi saling memandang merupakan bagian dari ekpresi yang ingin mulai mengenal satu sama lain, tetapi karena balita pada umur ini belum bisa berbicara akhirnya dia menggunakan bahasa isyarat yaitu saling memandang. Jadi lukisan ini menceritan tentang anak balita yang sedang bermain bersama karena belum bisa berbicara mereka berinteraksi dengan bahasa isyarat


(64)

6. Lukisan berjudul “Playing with friends”

Gambar XII: Playing with friends, Charcoal, Pensil 118 x 153 cm di atas kanvas.

Lukisan berjudul “Playing With Friends” menggambarkan empat anak-anak yang sedang tersenyum, bermain bersama, saling merangkul satu sama lain. Dunia bermain merupakan dunia anak-anak yang tidak bisa dilupakan. Mereka sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain saling melengkapi saling melindungi walaupun kadang ada perselisihan tetapi pada akhirnya mereka akan akur kembali dan bermain bersama lagi. Tertawa, bermain bersama, dan saling


(65)

merangkul tidak bisa terpisahkan dari dunia anak-anak itu merupakan bagian dari perkembangan tingkah laku anak.

Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan media charcoal, akrilik di atas kanvas. Pada lukisan, terdapat beberapa objek yaitu empat objek, yang satu anak laki-laki dan tiga anak perempuan yang saling berangkulan, kemudian ada beberapa objek tangan yang saling menjulur dan bersentuhan satu dengan yang lain. Objek bunga, kain yang membentuk seperti mangkuk dan objek tali merupakan objek pendukung.

Komposisi yang digunakan yaitu komposisi keseimbangan simetris komposisi ini sangat nyaman digunakan karena menempatkan objek ditengah dan bagus untuk dinikmati. Penyederhanaan background diterapkan pada lukisan ini, yaitu hanya dengan menggunakan satu warna coklat lembut. Penggunaan satu warna mengesankan kesan datar pada lukisan.

Warna yang digunakan dalam lukisan ini secara keseluruhan hanya menggunakan dua warna yaitu warna hitam dari charcoal dan warna coklat lembut pada background, untuk objek-objek yang ada dalam lukisan

menggunakan warna hitam charcoal sedangkan untuk warna background

menggunakan warna coklat lembut dari Akrilik. Perpaduan charcoal, pensil di kanvas dengan background warna coklat lembut mengesankan kontras. Pada lukisan ini menggunakan teknik drawing dengan menggunakan arsiran dan dusel. Harmoni pada lukisan ini terdapat pada perpaduan unsur seperti garis, warna dan bidang. Kesatuan pada lukisan terdapat pada perpaduan beberapa unsur-unsur seni. Penggunaan irama yaitu pengulangan objek tangan yang menjulur-julur.


(66)

Sedangkan Kesederhanaan terdapat pada warna karena tidak menggunakan banyak warna. Keseimbangan dapat dilihat pada penggerombolan objek anak dengan objek pendukung. Proporsi terdapat pada hubungan antara irama, keseimbangan dan kesatuan.

Objek anak-anak dalam lukisan ini digambarkan dengan deformasi bentuk yaitu tubuh dari anak-anak menyatu dengan juluran-juluran tangan. Aksentuasi pada lukisan ini yaitu adanya objek tali, bunga dan juga objek seperti sarang burung yang seolah-olah terbuat dari kain.

Lukisan ini menceritakan tentang anak-anak yang bermain bersama ketika anak-anak bermain bersama mereka akan saling melindungi satu dengan yang lain. Penggambaran itu terdapat pada juluran-juluran tangan yang saling bergandengan satu dengan yang lainnya. Kemudian objek tali menggambarkan tentang persahabatan yang tidak bisa terlepaskan sedangkan bunga mawar menceritakan tentang kasih sayang mereka. Ada juga objek seperti sarang burung tetapi terbuat dari kain menggambarkan tentang rumah atau lingkungan bermainannya. Jadi lukisan ini menceritakan tentang tingkah laku anak yang selalu bermain dengan teman sepermainannya dan tidak bisa dilepaskan satu sama lainnya.


(67)

7. Lukisan berjudul “Brawl”

Gambar XIII: Brawl, Charcoal, Pensil 100 x 145 cm di atas kanvas. Lukisan berjudul “Brawl” menggambarkan tingkah laku anak remaja yang sedang tawuran. Pada masa remaja merupakan masa dimana pencarian jati diri. Orang-orang sering mengatakan masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, karena masa remaja disebut sebagai masa peralihan maka Perkembangan tingkah laku anak remaja jika tak terkontrol akan menimbulkan yang namanya tawuran.

Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan media charcoal, akrilik diatas kanvas. Pada lukisan terdapat beberapa objek diantaranya tiga anak remaja dengan


(68)

wajah tertutup putih yang masing-masing ada yang memiliki mata satu, ada yang mukanya memiliki telinga ada yang mukanya memiliki mulut, kemudian tangan ada yang membawa pisau dan ada yang membawa tali. Mereka saling berkelahi satu sama lain dan juga bentuk tubuh mereka saling menyatu.

Komposisi yang digunakan dalam lukisan ini adalah keseimbangan simetris,

karena komposisi simetris sangat bagus untuk dinikmati sedangkan background

menggunakan warna merah untuk mengesankan kesan perkelahian dan amarah.

Pewarnaan background yaitu menggunakan satu warna sehingga kesan objek

menonjol keluar. Teknik yang digunakan teknik drawing, dengan menggunakan arsir dan dusel.

Harmoni terdapat pada perpaduan antara garis, warna dan bidang. Keseimbangan terdapat pada objek yang saling bergerombol. Penggunaan irama terdapat pada objek lekukan kain dan juga objek juluran tangan. Kesederhanaan terdapat pada warna background dan warna objek. Kesatuan terdapat pada perpaduan antara objek dengan background yang ada pada karya ini. Proporsi pada lukisan ini dapat dilihat pada perpaduan antara keseimbangan, irama dan kesatuan.

Objek anak-anak mengalami deformasi bentuk yaitu tubuh mereka saling menyatu, bentuk tangan mengalami pemanjangan, kemudian untuk muka mengalami deformasi bentuk dengan adanya mata satu, telinga satu dan juga bibir satu di setiap muka mereka, kemudian posisi dua anak yang terlihat dari belakang hanya mengalami deformasi pada tangan saja. Secara keseluruhan tubuh mereka menyatu.


(69)

Lukisan ini menggambarkan tentang tingkah laku anak remaja yang ingin memperlihatkan jati dirinya kepada orang lain. Pada muka Empat objek anak berwarna putih dengan adanya penambahan objek seperti mata, kuping dan bibir artinya mereka ingin dilihat ingin didengar dan ingin dibicarakan. Tangan-tangan saling melilit dan membawa pisau menggambarkan tawuran yang sengit. Sedangkan tubuh menjadi satu menggambarkan kebersamaan. Jadi lukisan ini menceritakan tentang tingkah laku remaja yang suka tawuran secara bergerombol agar terlihat hebat dimata masyarakat sekitar.

8. Lukisan berjudul “ Smoking”


(70)

Lukisan berjudul “Smoking” menggambarkan tingkah laku negatif anak remaja yang sedang merokok. Pada masa remaja merokok merupakan hal yang mereka banggakan agar terlihat seperti orang dewasa. Tingkah laku negatif seperti ini biasanya dilakukan ketika mereka pulang sekolah bersama teman-teman mereka. Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan media charcoal, pensil di atas kanvas . Pada lukisan terdapat objek anak remaja membawa tas yang sedang merokok kemudian ada tangan yang menjulur yang saling melilit satu sama lain, tubuh terbungkus oleh kain. Terdapat objek mata dua di dalam tangan yang menjulur ke atas.

Komposisi yang digunakan dalam lukisan ini adalah keseimbangan simetris,

sedangkan background menggunakan warna coklat kekuning-kuningan yang

dicampur dengan warna putih. Sedangkan untuk objek dari warna hitam pensil

dan charcoal. Teknik yang digunakan yaitu teknik drawing dengan menggunakan arsir dan dusel untuk pembuatan objek. Background menggunakan teknik painting (Opaque).

Harmoni pada lukisan ini terdapat pada hubungan antara garis, bentuk, warna dan bidang. Kesatuan pada lukisan yaitu adanya perpaduan antara objek

dengan background. Keseimbangan pada lukisan yaitu pada penggerombolan

objek yang ada. Irama pada lukisan ini terdapat pada garis-garis glateri kain dan pengulangan tangan-tangan yang saling menjulur-julur. Objek anak mengalami deformasi bentuk yaitu penggabungan tubuh dengan tangan-tangan yang saling melilit satu sama lain.


(71)

Lukisan ini menggambarkan tentang tingkah laku anak remaja. Pada masa remaja mereka ingin menjadi seperti orang dewasa ingin diperhatikan oleh masyarakat disekitarnya. Pada lukisan terdapat anak yang sedang merokok, tubuh anak terlilit kain-kain yang melindungi tubuh yang mengartikan bahwa ketika anak itu sedang merokok dia tidak mau diketahui oleh orang tuannya ataupun gurunya, sedangkan tangan-tangan yang melilit menggambarkan pengaruh dari teman-teman sebayanya. Dua objek mata menggambarkan pengawasan dari orang tua. Jadi lukisan ini menceritakan tentang tingkah laku negatif anak yaitu merokok yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.


(72)

9. Lukisan berjudul “Pacaran”

Gambar XV: Pacaran, Charcoal, Pensil 120 x 140 cm di atas kanvas.

Lukisan “Pacaran” menggambarkan tentang tingkah laku anak remaja

yang sedang bermesraan atau pacaran. Pada masa remaja pacaran merupakan tahapan yang dilalui oleh remaja karena pada masa ini remaja mulai menyenangi lawan jenisnya lebih dari teman. Pada masa ini peran orang tua sangat penting untuk mengawasi dan memberikan penjelasan-penjelasan tentang perkembangan tingkah laku dimasa remaja. Lukisan ini dikerjakan dengan menggunakan pensil, charcoal di atas kanvas. Terdapat objek dua anak remaja yang satu laki-laki dan yang satu wanita, mereka sedang duduk bermesraan berdua, kemudian tubuh mereka menyatu, terdapat kain yang melindungi mereka dari sinar matahari, hujan


(1)

63

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep dalam penciptaan lukisan “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” menggunakan pendekatan gaya surealisme. Pada lukisan ini bentuk atau figure mengalami deformasi bentuk dan distorsi bentuk seperti bentuk anak-anak menjadi satu dengan anak-anak yang lain. Penggabungan tubuh menjadi satu merupakan imajinasi penulis untuk menggambarkan tingkah laku anak-anak pada tiap perkembangan umur yang divisualisasikan atau dengan kata lain distorsi dan deformasi sebagai metafora dari tingkah laku anak-anak.

2. Proses melukis menggunakan bahan dan alat pensil, charcoal, cat akrilik, palet, kuas kanvas, dan kaleng bekas tempat cat. Pembuatan dilakukan dengan menggunakan pensil diatas kertas. Proses pertama melapisi kanvas dengan cat movilex putih dan lem fox kemudian kuaskan ke kain kanvas yang sebelumnya sudah di span menggunakan kayu persegi ataupun persegi panjang. Proses selanjutnya pengamplasan agar permukaan halus. Setelah permukaan halus didapatkan pindah sketsa dari kertas ke kanvas. Proses selanjutnya yaitu menggambar (drawing) objek dengan cara arsir menggunakan charcoal dan pensil untuk mengesankan gelap terang dan volume. Objek yang sudah mengalami proses penggambaran (drawing) lalu proses selanjutnya yaitu membuat background dengan teknik painting. Teknik painting yaitu dengan


(2)

cara menyapu kuas ke daerah kanvas yang akan dicat secara berlahan lahan. Proses selanjutnya setelah kering yaitu mengkilatkan karya menggunakan cat spray dari pilox. Bentuk yang ditampilkan sebagai objek utama adalah anak- anak dari baru lahir sampai anak remaja dengan objek mengalami deformasi bentuk untuk mencapai kesan surealistik. Penggambaran figure anak-anak tidak sepenuhnya seperti bentuk figure anak yang nyata tapi mengalami perubahan dan penambahan bentuk serta aksentuasi bentuk. Pada lukisan terdapat objek pendukung untuk mencapai lukisan yang diinginkan. Perwujudan karya lukis terdiri dari dua teknik yang ada didalamnya yaitu drawing dan painting. Karya yang dibuat berjumlah 9 dengan berbagai ukuran diantaranya: Sleep (100x 100 cm), Want to know (100x 100 cm), Cry (76x 140 cm), Fight (100x 120 cm), Playing together and looking at each other (118x 153 cm ), Playing with friends (118x 153 cm), Brawl (100x 140 cm), Smoking (120x 140 cm), Pacaran (120x 140 cm).


(3)

DARTAR PUSTAKA BUKU

Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia

Kartika, Dharsono Sony.2004. Seni Rupa Modern. Bandung: Rekayasa Sains Meggit, Carolyn.2013. Memahami perkembangan Anak.Jakarta: PT Indeks

Susanto, Mikke. 2011. Diksi Rupa Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa. Yogyakarta: Dicti Art Lab.

Soedarso Sp. 2006. Trilogi Seni Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni. Yogyakarta : BP ISI.

Sidik, Fadjar dan Prajitno, Aming. 1981.Desain Elementer. Yogyakarta: ASRI. Soedarso Sp. 2000. Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern. Yogyakarta : BP

ISI.

Suwarna,2003. Seni Rupa Prasejarah. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS UNY.

Suwaryono.1957. Kritik Seni.Yogyakarta: ASRI

Sumardjo, Jakob.2004. Filsafat Seni. Bandung: Penerbit ITB.

Sahman, Humar. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang : IKIP Semarang press

The Liang Gie. 2004. Filsafat Seni Sebuah Pengantar. Yogyakarta: PUBIB

WEBSITE

http://en.wikipedia.org/wiki/surealisme_(art _movement)


(4)

LAMPIRAN

Gambar XVII: Proses pembuatan sketsa diatas kertas

G


(5)

Gambar XIX: Proses pengarsiran objek


(6)