Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Lingkungan Kerja Non Fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, sehingga perusahaan dalam mengelola usahanya dituntut untuk senantiasa mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya yang dimaksud adalah finansial, fisik, manusia dan kemampuan teknologi. Diantara keempat sumber daya tersebut sumber daya manusia (SDM) memegang peranan yang sangat penting bagi perusahaan, SDM membuat sumber daya perusahaan lainnya dapat berjalan. Apabila SDM diabaikan, maka perusahaan tidak akan berhasil dalam mencapai tujuan dan sasaran maka perusahaan harus memiliki SDM bermutu.

Kemampuan berkomunikasi dari karyawan merupakan salah satu unsur pembentuk mutu SDM. Manajer dan karyawan perlu memiliki kemampuan membangun komunikasi efektif sebagai dasar dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan baik (Mangkuprawira, 2007). Semakin kompleks suatu organisasi, atau perusahaan, maka semakin penting juga peran komunikasi di dalamnya. Hal ini terjadi, karena organisasi atau perusahaan merupakan kumpulan orang yang bekerjasama dan mempunyai tujuan tertentu yang harus dicapai melalui kegiatan-kegiatan yang tercantum dalam fungsi-fungsi manajemen. Kelompok orang-orang ini memerlukan kemampuan komunikasi yang baik.

Seberapa efektif komunikasi yang terjadi akan menentukan, apakah perusahaan mampu mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, atau tidak (Tubbs and Moss, 2001). Komunikasi dikatakan efektif apabila gagasan dan maksud yang disampaikan seseorang kepada orang lain dapat dimengerti dan maknanya dapat dipahami dengan baik oleh penerima pesan. Efektivitas komunikasi dalam perusahaan tidak terlepas dari pola komunikasi yang terjalin di perusahaan tersebut. Pola komunikasi tersebut dapat berupa komunikasi formal dan informal.

Seorang pemimpin atau manajer secara rutin berkomunikasi dengan bawahannya untuk menyampaikan berbagai macam informasi yang berkaitan


(2)

dengan perusahaan, maka seorang pemimpin dituntut untuk berkomunikasi lebih baik kepada bawahannya, agar informasi yang disampaikan lebih jelas dan berdampak pada lingkungan kerja kondusif, akibat adanya komunikasi yang baik antara pemimpin dan bawahan.

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi tersebut. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai, apabila manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.

Sedarmayanti (2001) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja di bagi menjadi dua yaitu, lingkungan kerja fisik dan non fisik. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Dalam menjalin hubungan-hubungan tersebut diperlukan pola komunikasi yang baik.

PT Vale Indonesia Tbk (Vale Indonesia) sebelumnya dikenal sebagai PT International Nickel Indonesia, Tbk (PT. INCO) merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terkemuka di dunia dan merupakan bagian dari Vale, perusahaan pertambangan terbesar kedua di dunia. Perwujudan visi dan misi serta tujuan PT. Vale Indonesia tidak akan lepas dari SDM yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan tambang nikel ini merupakan perusahaan sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA), maka SDM yang dimiliki berasal dari berbagai negara dengan latar belakang budaya dan bahasa berbeda-beda, maka komunikasi haruslah berjalan dengan baik, agar dapat membangun lingkungan kerja yang nyaman bagi para karyawannya untuk saling berhubungan. Dengan mengetahui pengaruh pola komunikasi yang ada dalam


(3)

perusahaan terhadap lingkungan kerja non fisik di PT. Vale Indonesia pada akhirnya diharapkan perusahaan akan mencapai tujuan yang diinginkan. 1.2. Perumusan Masalah

Peran komunikasi dalam suatu perusahaan sangatlah penting. Dalam dunia bisnis, baik perusahaan kecil, sedang dan besar, orang-orang yang ada dalam perusahaan tidak akan terlepas dari kegiatan komunikasi. Melihat pentingnya peranan komunikasi, maka PT. Vale Indonesia sebagai perusahaan bertaraf internasional harus mengetahui pola komunikasi yang diterapkan, apakah sudah terjalin dengan baik atau belum. Keberhasilan komunikasi yang berlangsung secara efektif dan efisien merupakan alat perekat organisasi yang juga mempengaruhi nama baik (goodwill) organisasi bersangkutan (Purwanto, 2003).

Departemen yang ada di PT. Vale Indonesia terdiri dari 4 kelompok besar yakni kelompok operation, business services & organizational development, financial, dan special project. Masing-masing kelompok besar ini terdiri dari beberapa departemen, salah satunya adalah Human Resource and Employee Relations Department (HR) yang berada pada kelompok business services & organizational development. Departemen ini terdiri dari empat (4) section yang mengurus masalah cuti karyawan, pelatihan (training), tunjangan hari tua serta seleksi dan penerimaan karyawan. Karena departemen ini terdiri dari beberapa section dan karyawan yang berasal dari berbagai latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda, maka diperlukan komunikasi yang efektif antar karyawan. Efektifitas komunikasi dapat dilihat dari bagaimana pola komunikasi yang terjalin pada Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk. Pola komunikasi terdiri dari komunikasi formal dan informal.

Selain itu, PT. Vale Indonesia harus berupaya menciptakan suasana lingkungan kerja kondusif, baik lingkungan kerja fisik maupun non fisik. Lingkungan fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara langsung, maupun secara tidak langsung seperti pencahayaan, tata ruang dan suhu udara. Lingkungan non fisik berkaitan dengan hubungan kerja, baik


(4)

hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri (Nitisemito, 2000).

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pola komunikasi pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk ?

2. Bagaimana persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja non fisik di Departemen Human Resorce PT. Vale Indonesia ?

3. Apakah terdapat pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik di Departemen Human Resorce PT. Vale Indonesia Tbk ?

1.3.Tujuan penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi pola komunikasi pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk .

2. Mengkaji persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja non fisik Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

3. Menganalisis pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik di Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada Departemen HR PT. Vale Indonesia dengan fokus pada komunikasi formal, informal dan lingkungan kerja non fisik pada Departemen HR PT. Vale Indonesia.


(5)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Komunikasi

Pengertian komunikasi menurut Himstreet and Baty dalam Purwanto (2003), komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa (lazim), baik dengan simbol-simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan. Menurut Bovee, komunikasi adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan.

Komunikasi adalah proses pengiriman dan penerimaan informasi atau pesan antara dua orang atau lebih dengan cara yang efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dimengerti. Dalam penyampaian atau penerimaan informasi ada dua (2) pihak yang terlibat, yaitu :

1. Komunikator : orang atau kelompok orang yang menyampaikan informasi atau pesan.

2. Komunikan : orang atau kelompok orang yang menerima pesan.

Pada umumnya, pengertian komunikasi ini paling tidak melibatkan dua orang atau lebih dan proses pemindahan pesannya dapat dilakukan dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang melalui lisan, tulisan, maupun sinyal-sinyal nonverbal.

2.1.1 Proses Komunikasi

Menurut Bovee dan Thill dalam Purwanto (2003), proses komunikasi terdiri atas enam (6) tahap, yaitu :

1. Pengirim mempunyai suatu ide atau gagasan 2. Pengirim mengubah ide menjadi suatu pesan 3. Pengirim menyampaikan pesan

4. Penerima menerima pesan 5. Penerima manafsirkan pesan

6. Penerima memberi tanggapan dan mengirim umpan balik kepada pengirim


(6)

Ke-6 tahapan dalam proses komunikasi tersebut dapat digambarkan dalam sebuah diagram pada Gambar 1.

Penjelasan mengenai proses komunikasi menurut Bovee dan Thill adalah : Tahap Pertama : Pengirim mempunyai suatu ide/gagasan

Sebelum proses penyampaian pesan dapat dilakukan, pengirim pesan harus menyiapkan ide, atau gagasan apa yang ingin disampaikan kepada pihak lain. Ide dapat diperoleh dari berbagai sumber yang terbentang luas dihadapan. Ide-ide yang ada dalam benak disaring dan disusun ke dalam suatu memori yang ada dalam jaringan otak, yang merupakan gambaran persepsi terhadap kenyataan.

Tahap Kedua : Pengirim Mengubah Ide menjadi suatu pesan

Dalam suatu proses komunikasi, tidak semua ide dapat diterima atau dimengerti dengan sempurna. Agar ide dapat diterima dan dimengerti secara sempurna maka pengirim pesan harus memperhatikan beberapa hal, yaitu subyek (apa yang ingin disampaikan), maksud (tujuan), audiens, gaya personal dan latar belakang budaya.

Tahap Ketiga : Pengirim Menyampaikan Pesan

Setelah mengubah ide-ide ke dalam suatu pesan, tahap berikutnya adalah memindahkan atau menyampaikan pesan melalui berbagai saluran yang ada kepada si penerima pesan. Saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan pesan terkadang relatif pendek, tetapi ada yang

Gambar 1. Proses komunikasi (Purwanto, 2003) Tahap 1

Pengirim mempunyai gagasan

Tahap 2 Pengirim mengubah ide menjadi gagasan

Tahap 3 Pengirim mengirim pesan SALURAN dan MEDIA Tahap 6 Penerima mengirim ide pesan Tahap 5 Penerima menafsirkan pesan Tahap 4 Penerima menerima pesan


(7)

cukup panjang. Panjang pendeknya saluran komunikasi yang digunakan akan berpengaruh terhadap efektivitas penyampaian pesan. Bila menyampaikan pesan yang panjang dan kompleks secara lisan, pesan-pesan tersebut dapat terdistorsi atau bahkan bertentangan dengan pesan-pesan aslinya. Di samping itu, dalam menyampaikan suatu pesan, berbagai media komunikasi (media tulisan maupun lisan) dapat digunakan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan jenis atau sifat pesan yang akan disampaikan.

Tahap Keempat : Penerima Menerima Pesan

Komunikasi antara seseorang dengan orang lain akan terjadi bila pengirim mengirimkan suatu pesan dan penerima menerima pesan tersebut. Para penerima pesan harus dapat mendengar apa yang dikatakan dan memahami pesan-pesan yang disampaikan.

Tahap Kelima : Penerima Menafsirkan Pesan

Setelah penerima menerima pesan, tahap berikutnya adalah bagaimana dapat menafsirkan pesan. Suatu pesan yang disampaikan pengirim harus mudah dimengerti dan tersimpan didalam benak pikiran penerima pesan. Selanjutnya, suatu pesan baru dapat ditafsirkan secara benar, bila penerima pesan telah memahami isi pesan sebagaimana yang dimaksud pengirim pesan.

Tahap Keenam : Penerima Memberi Tanggapan dan Umpan Balik ke Pengirim

Umpan balik (feedback) adalah penghubung akhir dalam suatu mata rantai komunikasi. Umpan balik tersebut merupakan tanggapan penerima pesan yang memungkinkan pengirim untuk menilai efektivitas suatu pesan. 2.1.2 Fungsi Komunikasi

Menurut William I Gorden dalam Mulyana (2005), fungsi komunikasi adalah :

a. Fungsi Sosial

Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang


(8)

menghibur dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi dapat bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya (keluarga, kelompok belajar, kelompok tempat tinggal dan sosial secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

b. Fungsi Ekspresif

Fungsi komunikasi ekspresif adalah untuk menyatakan ekspresi dari seseorang ketika melakukan proses komunikasi. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyatakan perasaan (emosi). Perasaan tersebut dikomunikasikan melalui pesan-pesan nonverbal.

c. Fungsi Ritual

Komunikasi ritual merupakan sebuah fungsi komunikasi yang digunakan untuk pemenuhan jati diri manusia sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta. Individu yang melakukan komunikasi ritual berarti menegaskan komitmennya kepada tradisi keluarga, suku, bangsa dan ideologi, atau agamanya.

d. Fungsi Instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum yaitu menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap dan keyakinan dan mengubah perilaku, atau menggerakan tindakan, serta menghibur. Bila diringkas, kesemua tujuan tersebut dapat disebut membujuk (bersifat instrumen). Sebagai instrumen, komunikasi tidak saja digunakan untuk menciptakan atau membangun hubungan, namun untuk menghancurkan hubungan tersebut

Concrad dalam Tubbs (2001), mengidentifikasi tiga (3) fungsi komunikasi dalam organisasi, yaitu :

a. Fungsi Perintah

Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi membicarakan, menerima, menafsirkan dan bertindak atas suatu perintah. Dua (2) jenis komunikasi yang mendukung pelaksanaan fungsi ini adalah pengarahan


(9)

dan umpan balik. Tujuannya untuk memengaruhi anggota lain dalam organisasi. Hasil fungsi perintah adalah koordinasi antara sejumlah anggota yang saling bergantung dalam organisasi tersebut.

b. Fungsi relasional

Komunikasi memperbolehkan anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif dan hubungan personal dengan anggota organisasi lain.

c. Fungsi manajemen ambigu

Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan yang melekat dalam organisasi.

2.1.3 Peran Komunikasi

Menurut Mintzberg dalam Stoner, et al (1996) didefinisikan tentang peran komunikasi dalam tiga (3) peran manajerial, yaitu :

a. Dalam peran antar pribadi, manajer bertindak sebagai tokoh dan pemimpin dari unit organisasinya, berinteraksi dengan karyawan, pelanggan, pemasok dan rekan sejawat dalam organisasi.

b. Dalam peran informal, manajer mencari informasi dari rekan sejawat, karyawan dan kontrak pribadi yang lain, mengenai segala sesuatu yang mungkin memengaruhi pekerjaan dan tanggungjawabnya

c. Dalam peran pengambilan keputusan, manajer mengimplementasikan proyek baru, menangani gangguan dan mengalokasikan sumber daya kepada anggota unit dan departemen.

Berdasarkan peran komunikasi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi memiliki arti penting, terutama dalam peran antar pribadi, informal dan pengambilan keputusan. Dalam hal ini, komunikasi digunakan sebagai alat dalam penyampaian maksud dan tujuan yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Dengan demikian, komunikasi merupakan suatu hal penting untuk digunakan dalam penyampaian suatu pesan kepada orang lain.


(10)

2.2. Pola Komunikasi

Secara umum, pola komunikasi dapat dibedakan menjadi saluran komunikasi formal dan saluran komunikasi informal (Purwanto, 2003). 1. Saluran komunikasi formal

Dalam struktur organisasi garis, fungsional, maupun matriks akan tampak berbagai macam posisi atau kedudukan masing-masing sesuai dengan batas tanggungjawab dan wewenangnya. Dalam kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari manajer kepada bawahan ataupun dari manajer ke karyawan, pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah (downward communication), komunikasi dari bawah ke atas (upward communication), komunikasi horizontal dan komunikasi diagonal.

a. Komunikasi dari atas ke bawah

Secara sederhana, transformasi informasi dari manajer dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah. Aliran komunikasi dari manajer ke bawahan tersebut, umumnya terkait dengan tanggungjawab dan kewenangan dalam suatu organisasi. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengokoordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kegiatan yang ada di level bawah. Jalur komunikasi yang berasal dari atas (manajer) ke bawah (karyawan) merupakan penyampaian pesan yang dapat berbentuk perintah, instruksi maupun prosedur untuk dijalankan para bawahan dengan sebaik-baiknya.

Menurut Katz dan Kahn dalam Purwanto (2003), komunikasi ke bawah mempunyai lima (5) tujuan pokok, yaitu :

1) Memberikan pengarahan atau instruksi kerja tertentu

2) Memberikan informasi mengapa suatu pekerjaan harus dilaksanakan

3) Memberikan informasi tentang prosedur dan praktik organisasional 4) Memberikan umpan balik pelaksanaan kerja kepada para karyawan


(11)

5) Menyajikan informasi mengenai aspek ideologi dalam membantu organisasi menanamkan pengertian tentang tujuan yang ingin dicapai

b. Komunikasi dari Bawah ke Atas

Dalam struktur organisasi, komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atas (manajer). Pesan yang ingin disampaikan mula-mula berasal dari karyawan yang selanjutnya akan disampaikan ke jalur yang lebih tinggi.

Untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam suatu organisasi dan mengambil keputusan secara tepat, sudah sepantasnya bila manajer memperhatikan aspirasi yang berasal dari bawah. Keterlibatan karyawan (bawahan) dalam proses pengambilan keputusan merupakan salah satu cara positif dalam upaya membantu pencapaian tujuan organisasi.

Untuk mencapai keberhasilan komunikasi dari bawah ke atas para manajer harus percaya penuh kepada bawahannya. Kalau tidak, informasi apapun dari bawahan tidak akan bermanfaat, karena yang akan muncul hanyalah rasa curiga dan ketidakpercayaan terhadap informasi tersebut.

c. Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal atau sering disebut juga dengan istilah komunikasi lateral adalah komunikasi yang terdiri antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar/sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi horizontal antara lain untuk melakukan persuasi, memperngaruhi dan memberikan informasi kepada bagian, atau departemen yang memiliki kedudukan sejajar.

Di dalam prakteknya, terdapat kecenderungan bahwa dalam melaksanakan pekerjaannya, manajer suka melakukan tukar-menukar informasi dengan rekan kerjanya di Departemen atau Divisi yang berbeda, terutama apabila muncul masalah-masalah khusus dalam suatu organisasi perusahaan. Komunikasi horizontal bersifat


(12)

koordinatif di antara anggota yang memiliki posisi sederajat, baik di dalam satu departemen maupun diantara beberapa departemen.

d. Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Komunikasi diagonal lebih banyak diterapkan dalam suatu organisasi berskala besar manakala terdapat saling ketergantungan antar bagian, atau antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut.

Bentuk komunikasi diagonal memiliki beberapa keuntungan, diantaranya :

1) Penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang bentuk komunikasi tradisional

2) Memungkinkan individu dari berbagai bagian atau departemen ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi

2. Saluran Komunikasi Informal

Keberadaan jaringan komunikasi informal dalam suatu organisasi tidak dapat dielakkan. Jaringan ini dapat pula digunakan oleh para manajer untuk memonitor para karyawannya dalam melakukan tugasnya. Dalam jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi, tanpa memedulikan jenjang hirarki, pangkat dan kedudukan/jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Hal-hal yang diperbincangkan biasanya bersifat umum seperti mengobrol tentang humor, keluarga, anak-anak, olahraga, musik, film, acara di TV dan juga kadang kala mereka membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja yang ada dalam perusahaan. Sumber informasi dalam komunikasi informal adalah desas-desus atau selentingan (Purwanto 2003).

2.3.Faktor Penghambat Komunikasi

Faktor–faktor penghambat komunikasi dapat dikelompokkan ke dalam empat (4) masalah utama yang mencakup antara lain masalah dalam mengembangkan pesan, penyampaian pesan, penerimaan pesan dan penafsiran pesan (Purwanto, 2003). Masalah tersebut masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :


(13)

1. Masalah dalam Mengembangkan Pesan

Sumber masalah potensial dalam mengembangkan suatu pesan adalah dalam meformulasikan suatu pesan. Masalah dalam mengembangkan suatu pesan dapat mencakup munculnya keragu-raguan tentang isi pesan, kurang terbiasa dengan situasi yang ada, atau masih asing dengan audiens adanya pertentangan emosional atau kesulitan dalam mengekspresikan ide atau gagasan.

2. Masalah dalam Menyampaikan Pesan

Komunikasi dapat juga terganggu karena munculnya masalah penyampaian pesan dari pengirim ke penerima. Masalah yang paling jelas disini adalah faktor fisik yaitu media yang digunakan dalam berkomunikasi. Masalah lain yang muncul dalam penyampaian suatu pesan adalah bila dua buah pesan yang disampaikan mempunyai arti yang saling berlawanan atau bermakna ganda.

3. Masalah dalam Menerima Pesan

Masalah yang muncul dalam penerimaan suatu pesan antara lain adanya persaingan antara penglihatan dengan suara dan kondisi lain yang dapat mengganggu konsentrasi penerima. Selain itu gangguan atau masalah penerimaan pesan dapat muncul berkaitan dengan kesehatan si penerima pesan. Misalnya pendengaran yang kurang baik, maka penglihatan yang mulai kabur, atau bahkan sakit kepala.

4. Masalah dalam Menafsirkan Pesan

Suatu pesan mungkin hilang selama proses penyampaian pesan, masalah terbesar terletak pada mata rantai terakhir, saat suatu pesan ditafsirkan oleh penerima pesan. Perbedaan latar belakang, perbendaharaan bahasa, dan pernyataan emosional dapat menimbulkan munculnya kesalahpahaman antara pemberi dan penerima pesan.

2.4. Lingkungan Kerja

Menurut Nitisemito (2000), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Menurut Sedarmayati (2001), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi,


(14)

lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan, maupun kelompok. Dari pendapat tersebut, disimpulkan bahwa lingkungan kerja merupakan segala sesuatu yang ada disekitar karyawan pada saat bekerja, baik berbentuk fisik, ataupun non fisik, langsung atau tidak langsung, yang dapat mempengaruhi dirinya dan pekerjaannya saat bekerja.

2.4.1 Jenis Lingkungan Kerja

Secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua (2) yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik (Sedarmayanti, 2001)

a. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat memengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan fisik dibagi menjadi dua (2) kategori, yakni :

1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, seperti pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya

2) Lingkungan perantara, atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya suhu, kelambaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain

b. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerjasama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri (Nitisemito, 2000)


(15)

2.4.2 Indikator Lingkungan kerja

Beberapa indikator-indikator lingkungan kerja (Sedarmayanti, 2001) : 1. Penerangan

2. Suhu Udara 3. Suara bising 4. Penggunaan warna

5. Ruang gerak yang diperlukan 6. Keamanan kerja

7. Hubungan Karyawan 2.5. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Nindya (2009) melakukan penelitian berjudul “Analisis Hubungan Pola Komunikasi Organisasi dengan Lingkungan Kerja Produktif PT. X Tbk Unit Bisnis Bogor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi karyawan mengenai pola komunikasi organisasi, mengetahui persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja produktif pada dan menganalisis hubungan pola komunikasi organisasi yang ada dengan lingkungan kerja yang produktif. Penelitian ini menggunakan metode analisis korelasi Rank Spearman. Penelitian ini menyimpulkan bahwa komunikasi yang terjadi pada PT. X Tbk Unit Bisnis adalah menggunakan pola komunikasi organisasi formal.

Pola Komunikasi yang paling sering digunakan adalah pola komunikasi dari bawah ke atas (upward communication). Lingkungan kerjanya pun sudah sangat baik. Lingkungan kerja sudah produktif, hal ini dapat dilihat dari bagaimana perusahaan sudah memberikan kenyamanan dan ketenangan yang dapat meningkatkan kinerja yang baik dalam bekerja. Berdasarkan penilaian hasil uji korelasi Rank Spearman terdapat hubungan antara pola komunikasi organisasi formal dengan lingkungan kerja yang produktif. Untuk pola komunikasi informal tidak ada hubungan sama sekali dengan lingkungan kerja produktif. Hubungan yang paling kuat yaitu antara pola komunikasi dari bawah ke atas (upward communication) dengan lingkungan kerja produktif.


(16)

Mulyadi (2010) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Motivasi Karyawan di PT. Bank Muamalat Tbk, cabang Bogor”. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pola komunikasi di PT. Bank Muamalat Tbk, mengidentifikasi motivasi karyawan di PT. Bank Muamalat Tbk dan menganalisis pengaruh pola komunikasi terhadap motivasi karyawan di PT. Bank Muamalat Tbk, Cabang Bogor. Penelitian ini menggunakan metode analisis regresi linear berganda.

Penelitian ini menyimpulkan secara umum pola komunikasi yang terjadi di BMI berjalan dengan baik. Secara parsial terdapat tiga (3) peubah pola komunikasi yang berpengaruh terhadap motivasi karyawan yaitu komunikasi dari atas ke bawah, horizontal dan informal. Pola komunikasi diagonal dan bawah ke atas tidak berpengaruh terhadap motivasi karyawan.


(17)

III. METODE PENELITIAN

3.1.Kerangka Pemikiran Penelitian

PT. Vale Indonesia Tbk. Memiliki visi, misi dan tujuan yang dapat terwujud, apabila didukung oleh SDM bermutu. PT. Vale Indonesia terdiri dari berbagai departemen salah satunya adalah Human Resource and Employee Relation Department (HR). Departemen HR ini sendiri terdiri dari berbagai section yang mengurus keperluan seperti tunjangan hari tua, cuti karyawan, penerimaan dan seleksi karyawan, serta pelatihan/training untuk itu setiap section harus dapat berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Salah satu bentuk pengelolaan terhadap SDM yang dimiliki adalah dengan berupaya menciptakan pola komunikasi efektif, agar para karyawan dapat mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Secara umum, pola komunikasi dapat dikelompokkan menjadi dua saluran, yaitu formal dan informal. Saluran komunikasi formal terdiri atas komunikasi dari atas ke bawah (downward communication), komunikasi dari bawah ke atas (upward communication), komunikasi horizontal (sideways communication) dan komunikasi diagonal. Sedangkan saluran komunikasi informal merupakan suatu jaringan komunikasi dimana orang-orang yang ada dalam suatu organisasi tanpa memperdulikan jenjang hirarki, pangkat dan kedudukan atau jabatan, dapat berkomunikasi secara luas (Purwanto, 2003)

Lingkungan kerja sendiri terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik dan pengendalian diri (Nitisemito, 2000) yang merupakan lingkungan kerja non fisik. Komunikasi yang baik ini dapat dilihat dari pola komunikasi yang terjalin pada departemen HR PT. Vale Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.


(18)

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian Lingkungan Kerja

Rekomendasi

Analisis Regresi Linear Berganda

Section 1 Section 2 Section 3 Section 4

Pola Komunikasi

Saluran Komunikasi Formal 1. Downward communication 2. Upward communication 3. Komunikasi horizontal

4. Komunikasi diagonal

Saluran Komunikasi Informal

Desas-desus atau selentingan PT. Vale Indonesia

Visi dan Misi

Sumber Daya Manusia


(19)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk. yang berlokasi di Sorowako Sulawesi Selatan. Waktu penelitian dilakukan selama bulan November 2011 sampai Januari 2012. 3.3. Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dengan metode wawancara menggunakan instrumen kuesioner dan wawancara langsung (Lampiran 1 dan 2). Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi pustaka dengan membaca buku-buku, literatur, maupun website yang berkaitan dengan penelitian, yaitu gambaran umum perusahaan dan landasan teori yang diperlukan.

Teknik pengambilan contoh yang dipakai dalam penelitian ini adalah

non probability sampling, yaitu tidak semua unsur populasi mempunyai kesempatan sama untuk dipilih menjadi contoh. Jenis non probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu adalah teknik pengambilan contoh berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Berdasarkan penentuan contoh, jumlah responden sebanyak 36 orang yang berasal dari berbagai tingkatan jabatan, yaitu general manajer, manajer, senior staff, staff,

dan non staff.

3.4.Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari kuesioner diolah dan dianalisis. Analisis yang pertama adalah melakukan uji validitas dan reliabilitas, selanjutnya dengan analisis deskripstif, analisis linear sederhana dan berganda.

3.4.1 Uji validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau keabsahan suatu instrumen penelitian. Instrumen dianggap valid apabila dapat mengukur apa yang diinginkan dan mampu memperoleh data yang tepat dari peubah yang akan diteliti. Uji validitas digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagaimana kuat


(20)

hubungan suatu variabel dengan variabel lain. Langkah-langkah dalam menguji validitas kuesioner (Umar, 2005), adalah :

a. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur b. Melakukan uji coba pengukuran kepada sejumlah responden. c. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

d. Menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus korelasi Product Moment Pearson.

Untuk mengukur korelasi antar pertanyaan dengan skor total digunakan rumus korelasi Product Moment Pearson, yaitu :

=

22 22

……….(3)

Dimana : rhitung = Angka korelasi

n = Jumlah responden

X = Skor pertanyaan tiap nomor Y = Skor total

e. Membandingkan angka korelasi yang diperoleh dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Bila nilai r hitung > r tabel, maka pernyataan tersebut valid atau nyata.

Hasil uji kuesioner penelitian menunjukkan bahwa dari semua atribut menunjukkan angka yang valid baik untuk peubah X maupun Y yaitu dimana r hitung > r tabel (r tabel 0,361). Analisis data untuk membuktikan tingkat validitas dilakukan dengan alat bantu program Statistical Package for the Social Science (SPSS) Versi 16.0. Perhitungan lengkap uji validitas setiap peubah dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat diandalkan. Uji realibilitas digunakan untuk mengukur ketepatan, atau kejituan suatu instrumen, jika digunakan untuk mengukur himpunan obyek yang sama secara berkali-kali akan mendapatkan hasil serupa.


(21)

Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur didalam mengukur gejala yang sama. Setiap alat pengukur memiliki kemampuan memberikan hasil pengukuran konsisten. Teknik reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach (Umar, 2005). Rumus yang digunakan adalah :

11= � �−1

1− �� 2

�2 ………...…(4)

Dimana :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pertanyaan σt2 = Ragam total

2 = Jumlah ragam butir Rumus ragam yang digunakan : �2 = 2−

2

………..(5)

Dimana :

�2 = Ragam

N = Jumlah responden X = Nilai skor yang dipilih

Menurut Sakaran dalam Priyatno (2009) reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik. Dari hasil analisis reliabilitas masing-masing peubah independen dan dependen menunjukkan bahwa instrumen yang digunakan reliabel, karena reliabilitas untuk semua variabel lebih dari 0,6. Perhitungan uji realibilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4.3 Skala Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai jawaban responden adalah dalam kuesioner adalah Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seorang terhadap peubah penelitian yang telah dijabarkan dalam item-item


(22)

pernyataan. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan lima (5) pilihan jawaban yang diberi bobot tertentu. Selanjutnya bobot ini akan dihitung untuk memperoleh skor nilai jawaban-jawaban responden. Rincian bobot dan skala dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Bobot Nilai Jawaban Karyawan

Jawaban Responden Bobot Nilai Sangat setuju/sangat sering 5

Setuju/sering 4

Ragu-ragu/cukup sering 3

Tidak setuju/kadang-kadang 2 Sangat tidak setuju/tidak pernah 1

Bobot nilai pada setiap jawaban karyawan dihitung untuk mendapatkan skor rataan. Skor rataan digunakan untuk mengelompokkan jawaban karyawan terhadap masing-masing kriteria. Cara menghitung skor rataan dengan rumus berikut :

x = ��.�...(1) Keterangan :

x = skor rataan terbobot

fi = Frekuensi pada kategori ke-i

wi = Bobot untuk kategori ke-I (1, 2, 3, 4, dan 5)

Hasil nilai skor rataan kemudian ditentukan rentang skala dengan rumus berikut :

RS = ( − )

� ...(2) Keterangan:

RS = Rentang skala

m = Angka tertinggi dalam pengukuran n = Angka terendah dalam pengukuran b = Banyaknya kelas (kategori jawaban)


(23)

Tabel 2. Nilai Skor Rataan

Skor Rataan Penilaian Penilaian 1,00 - 1,80 Sangat tidak baik Tidak Pernah 1,81 - 2,60 Tidak baik Kadang-kadang 2,61 - 3,40 Cukup baik cukup sering

3,41 - 4,20 Baik sering

4,21 - 5,00 Sangat baik sangat sering 3.4.4 Analisis Deskriptif

Mengetahui karakteristik responden, pola komunikasi dan lingkungan kerja digunakan analisis secara kualitatif, yaitu analisis deskriptif dengan menggunakan analisis tabel rataan skor hasil kuesioner yang diolah menggunakan Microsoft Excel 2007.

3.4.5 Regresi Linear Sederhana

Pengaruh pola komunikasi untuk masing-masing saluran komunikasi terhadap lingkungan kerja Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk, menggunakan analisis linear sederhana dengan persamaan :

Ŷ = a+b1X1 ... (6) Ŷ = a+b2X2 ... (7) Ŷ = a+b3X3 ... (8) Ŷ = a+b4X4 ... (9) Ŷ = a+b5X5 ... (10)

Keterangan :

Ŷ = Lingkungan kerja non fisik a = intercept

b1....b5 = slope, kemiringan garis regresi/ koefisien regresi

X1 = pola komunikasi dari atasan ke bawahan

X2 = pola komunikasi dari bawahan ke atasan

X3 = pola komunikasi diagonal

X4 = pola komunikasi horizontal


(24)

3.4.6 Regresi Linear Berganda

Pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja Departemen

Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk, menggunakan persamaan regresi linear berganda, yaitu :

Ŷ = b+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+ b5X5 +Ɛ ... (11)

Keterangan :

Y = lingkungan kerja b0 = intercept

b1....b5 = slope, kemiringan garis regresi/ koefisien regresi

Xk = pola komunikasi (komunikasi atas ke bawah, bawah ke

atas, diagonal, horizontal dan informal) Ɛ = error (galat)

Perhitungan regresi linear berganda menggunakan SPSS versi 16.0 Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat, maka disusun hipotesis yang akan digunakan pada penelitian, yaitu :

Ho : Tidak terdapat pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik

H1 : Terdapat pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non

fisik

Perhitungan statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah :

a. Uji F (pengujian serentak)

Uji F digunakan untuk menguji secara serentak apakah saluran-saluran dari komunikasi, yaitu komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, komunikasi diagonal dan juga komunikasi informal berpengaruh terhadap lingkungan kerja karyawan PT. Vale Inco Tbk.

b. Uji t (parsial)

Uji t digunakan untuk menguji konstanta dari setiap peubah bebas, berarti untuk mengetahui apakah peubah bebas secara individu mempunyai pengaruh berarti terhadap peubah respon. t hitung dicari dengan rumus berikut :


(25)

thitung =��� ... (12)

Dimana:

bi : koefisien regresi masing-masing peubah

Sbi : Simpangan baku dari bi

Keputusan diambil dengan ketentuan sebagai berikut : a. Jika t hitung > t tabel, Ho ditolak, terima H1

b. Jika t hitung < t tabel, Ho diterima

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastis dalam suatu model regresi (Priyatno, 2009).

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas artinya antar peubah independen yang terdapat dalam model regresi memiliki hubungan linear sempurna, atau mendekati sempurna (koefisien korelasinya tinggi, atau bahkan 1). Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi sempurna atau mendekati sempurna di antara variabel bebasnya. Konsekuensi adanya multikolinearitas adalah koefisien variabel tidak tertentu dan kesalahan menjadi sangat besar atau tidak terhingga (Priyatno, 2009). Cara untuk uji metode multikolinearitas adalah :

1) Membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak (R2). Apabila nilai r2 < R2 maka tidak terjadi multikolinearitas antar peubah independen.

2) Melihat nilai tolerance dan varianceinflation factor (VIF) pada model regresi. Nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas.

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah varian residual yang tidak sama pada semua pengamatan di dalam model regresi. Salah satu cara untuk memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat pola

Scatterplot. Analisis Scatterplot dapat menyatakan model regresi liniear berganda terbebas dari heteroskedastisitas, jika tidak ada pola yang jelas


(26)

seperti titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y (Priyatno, 2009).

c. Uji Normalitas

Uji normalitas persamaan regresi dikatakan baik, jika mempunyai data peubah bebas dan data peubah terikat berdistribusi mendekati normal, atau normal, sama sekali. Salah satu cara untuk menguji asumsi adalah dengan melihat pada normal probability plot, jika garis data riil mengikuti garis diagonal, maka data dikatakan berdistribusi normal (Sunyoto, 2002).


(27)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum PT. Vale Indonesia Tbk.

PT Vale Indonesia Tbk (Vale Indonesia) sebelumnya dikenal sebagai PT International Nickel Indonesia, Tbk (PTI), adalah sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) yang mendapatkan izin usaha dari pemerintah Indonesia untuk melakukan eksplorasi, kegiatan penambangan, pengolahan dan produksi nikel. Perusahaan ini didirikan pada Juli 1968.

Saat ini PT. Vale Indonesia beroperasi di Pulau Sulawesi di bawah perjanjian Kontrak Karya (KK) dengan pemerintah Indonesia. Perusahaan menandatangani perjanjian KK pertama dengan pemerintah pada 27 Juli 1968, lalu pada 15 Januari 1996 menandatangani perjanjian modifikasi dan perpanjangan kontrak awal KK, yang berlaku mulai 1 April 2008 sampai 28 Desember 2025.

Pada awalnya, luas area konsesi awal perusahaan adalah sebesar 218.528 Ha di tiga (3) Provinsi Sulawesi dengan rincian 118.387 Ha di Sorowako, Sulawesi Selatan; 63.506 Ha di Pomalaa, Sulawesi Tenggara; dan 36.635 Ha di Bahodopi, Sulawesi Tengah. Pada tahun 2010, pemerintah menyetujui pelepasan area KK dari total sekitar 28.000 hektar, atau sekitar 12,8 % dari luas total KK. Setelah pelepasan lahan tersebut, luas total area KK PT. Vale Indonesia saat ini 190.000 Ha.

Tahapan operasional mencakup kegiatan penambangan dan pengolahan bijih nikel menjadi nikel dalam matte tingkat menengah, yang mengandung rataan 78% nikel dan 20% sulfur/belerang, Seluruh produksi Vale Indonesia dikirim ke Jepang yang dilakukan di bawah kontrak jangka panjang.

Vale Canada (sebelumnya Vale Inco Limited), anak perusahaan dari Vale yang bergerak dalam bisnis logam dasar dan produsen nikel kedua terbesar di dunia, merupakan pemegang saham mayoritas (58,73%) Vale Indonesia dan sisanya dimiliki oleh Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (20,09 %), publik dan lainnya (21,18%) .


(28)

4.1.1 Visi, Misi dan Nilai PT. Vale Indonesia Tbk.

Visi dari PT. Vale Indonesia adalah menjadi perusahaan sumber daya alam (SDA) nomer satu di dunia yang memberikan manfaat jangka panjang, melalui keunggulan dan semangat hidup untuk manusia dan lingkungan hidup. Misi perusahaan adalah mengubah SDA menjadi kemakmuran dan pembangunan berkelanjutan. Nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan adalah :

a. Hidup sangat berharga b. Menghargai SDA c. Cintai bumi kita

d. Melakukan hal yang benar

e. Meningkatkan kinerja bersama-sama f. Mewujudkan tujuan bersama-sama 4.1.2 Produk PT. Vale Indonesia Tbk

Biji nikel laterit yang ditambang PT. Vale Indonesia Tbk, mengandung unsur nikel berkadar rataan 1,95 Ni, disamping unsur kimia lainnya. Proses pengolahan nikel PT. Vale Indonesia Tbk adalah pyrometalurgy yaitu dengan menggunakan panas/api produksi sehingga menghasilkan logam nikel dalam bentuk matte nikel sulfida, berkadar minimal 75% Ni.

Nikel murni merupakan logam keras dan berkilauan dengan ciri yang menarik antara lain : Mallable (dapat dibentuk), Ductilable (dapat ditarik menjadi kawat), Tensile Strength (mempunyai daya rentang yang tinggi), Rust Proof (mempunyai sifat tahan terhadap karat). Nikel dan senyawanya digunakan dalam: stainless steel, disebut juga baja putih yaitu suatu paduan nikel dan besi dan unsur kimia lain; alloy, logam campuran untuk mendapatkan sifat tertentu; catalyst, sebagai bahan yang membantu mempercepat proses reaksi kimia; ni, plating, pelapisan nikel pada permukaan pelat besi; coin, mata uang logam; electric heating unit, unit pemanas listrik; accumulator dan baterai/aki.


(29)

4.1.3 Mekanisme Kerja PT. Vale Indonesia Tbk

PT. Vale Indonesia Tbk dipimpin oleh seorang President & Chief Executive Officer (CEO) yang bertanggungjawab mengarahkan, serta mengkoordinir segala kegiatan pada semua departemen dan unit-unitnya. Departemen yang ada di PT Vale Indonesia Tbk terdiri dari empat kelompok besar, yakni kelompok operation (operasional), kelompok business services & organizational development (pelayanan bisnis dan pengembangan organisasi), kelompok financial (keuangan) dan kelompok special project (proyek khusus) dimana fungsi dan kegiatannya dibagi atas empat (4) kategori, yaitu :

a. Kelompok Operation

Dipimpin oleh Vice President Operation yang bertanggung jawab serta mengkoordinir segala kegiatan pada setiap departemen serta unit-unitnya yang bertugas menyediakan, memelihara dan mengadakan peralatan siap pakai serta melaksanakan pengolahan dari nikel laterit menjadi nikel matte. Kelompok ini membawahi empat (4) departemen, yaitu :

1) Mining Department 2) Maintenance Department

3) Process Plant Department

4) Logistic Department

b. Kelompok Special Project

Dipimpin oleh Vice President Special Project yang bertanggungjawab dan mengkoordinir semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap departemen yang dibawahinya, seperti memantau kemajuan proyek yang sedang berlangsung, pengadaan kebutuhan perusahaan, baik berupa barang atau jasa serta memantau sistem pengolahan informasi kepegawaian, logistik produksi dan pengolahan sistem komputer di tambang dan pembangkit listrik.

c. Kelompok Financial

Dipimpin oleh Vice President Chief Financial Officer yang bertanggung jawab mengawasi dan mengkoordinir biaya-biaya produksi, penggajian, akuntansi properti, pengelolaan uang kas, membuat dan mengawasi arus


(30)

kas keuangan dari semua bagian dari PT INCO Tbk. Kelompok ini menangani bagian :

1) Accounting services

2) Property and pyroll 3) Financial accountant 4) Singapore accountant

5) Cash management accountant 6) Internal audit

d. Kelompok Business Services & Organizatioal Development

Dipimpin oleh Vice President Business Services & Organizational Development yang bertanggungjawab mengarahkan, mengkoordinir semua kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan pemerintah dan pelayanan umum, serta administrasi kepegawaian dan hubungan industrial. Departemen ini mengadakan pelatihan dan pengembangan SDA/karyawan. Kelompok ini membawahi :

1) Safety and environment control Department

2) Human Relations and Employee Relations Department 3) Medical Services Department

4) Security and Plant Protection Department 5) External Relations Department

4.2. Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah karyawan Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk dari berbagai tingkatan jabatan sebanyak 36 orang. Identitas responden yang didapatkan meliputi jenis kelamin, usia, masa kerja dan tingkat pendidikan.

4.2.1 Jenis Kelamin Responden

Karyawan pria berjumlah 20 orang (56%) dan wanita 16 orang (44%). Data tersebut menunjukkan bahwa pada departemen ini karyawan pria lebih banyak dari wanita.


(31)

4.2.2 Usia Responden

Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa karyawan di departemen ini dominan berusia 30-40 tahun (41%) dan relatif lebih sedikit usia di atas 51 tahun (11%). Data sebaran karyawan menurut usia dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Karakteristik responden berdasarkan usia 4.2.3 Masa Kerja Responden

Pada departemen ini lebih dominan karyawan yang telah bekerja antara 1-11 tahun 52% dan relatif sedikit pada karyawan telah bekerja lebih dari 33 tahun 12%. Data sebaran karyawan menurut masa kerja dapat dilihat pada Gambar 4.


(32)

4.2.4 Tingkat Pendidikan Responden

Data sebaran karekteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan Berdasarkan Gambar 5 karyawan dengan tingkat pendidikan S1 lebih dominan 64%, sedangkan diploma 20%, S2 dan SMA masing-masing 8%. Karyawan yang tingkat pendidikannya SMA merupakan karyawan yang telah bekerja lebih dari 33 tahun.

4.3. Pola Komunikasi pada Department Human Resource PT. Vale Indonesia

Pola komunikasi terdiri dari saluran komunikasi formal (komunikasi dari atas ke bawah, bawah ke atas, diagonal dan horizontal) dan komunikasi formal. Analisis mengenai pola komunikasi yang ada di Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk dilakukan dianalisis menggunakan rataan skor (Tabel 2) dan diinterpretasikan dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian untuk pola komunikasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 . Skor Rataan untuk Pola Komunikasi Pola Komunikasi Rataan

Skor Formal

Atas ke bawah 3,63 Bawah ke atas 3,41

Diagonal 3,34

Horizontal 3,56

Informal 3,09


(33)

Pada Tabel 3, rataan skor untuk pola komunikasi yang terjadi pada Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk, yaitu pola komunikasi formal dan informal 3,41. Angka ini berada pada rentang 3,41 – 4,20, berarti secara keseluruhan komunikasi pada berjalan dengan baik.

Komunikasi atas ke bawah menunjukkan skor tertinggi, yaitu 3,63 dan yang terendah adalah pola komunikasi informal 3,09. Komunikasi atas ke bawah menunjukkan angka paling besar diantara pola komunikasi yang lain, maka komunikasi dari atas ke bawah lebih sering dilakukan daripada pola komunikasi yang lain.

Komunikasi horizontal menunjukkan angka rataan terbesar kedua setelah yaitu, 3,56. Angka ini menunjukkan pola komunikasi dari bawah ke atas pun sering dilakukan. Komunikasi dari bawah ke atas 3,41, artinya komunikasi ini sering dilakukan. Komunikasi diagonal 3,34 masih berada pada rentang skala 2,6 – 3,4 yang berarti komunikasi berjalan dengan cukup sering.

Komunikasi informal 3,09 angka ini lebih kecil dibandingkan pola komunikasi yang lainnya, namun demikian masih berada pada rentang skala 2,6 – 3,4 berarti komunikasi informal cukup sering dilakukan.

4.3.1 Pola Komunikasi dari Atas ke Bawah

Komunikasi dari atas ke bawah merupakan komunikasi dari seorang pemimpin kepada bawahannya. Jalur komunikasi yang berasal dari atas (manajer) ke bawah (karyawan) merupakan penyampaian pesan yang dapat berbentuk perintah, instruksi maupun prosedur untuk dijalankan para bawahan dengan sebaik-baiknya. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengokoordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kegiatan yang ada di level bawah. Skor rataan untuk berbagai kriteria pada pola komunikasi dari atas ke bawah dapat dilihat pada Tabel 4.


(34)

Tabel 4 . Skor Rataan untuk Pola Komunikasi Atas ke Bawah

Tabel 4 memberikan instruksi/tugas secara lisan dan tulisan kepada bawahan merupakan kriteria yang mendapatkan skor terbesar (3,81), artinya atasan sering memberikan tugas/instruksi kepada bawahannya. Instruksi/tugas kerja ini dilakukan baik secara tulisan atau pun secara lisan. Pemberian intruksi/tugas secara lisan biasanya melalui tatap muka langsung, ketika melakukan rapat, saat brieafing, atau melalui telepon dan secara tulisan melalui email, atau memo.

Mengajukan ide dan gagasan kepada bawahan secara lisan dan tulisan memiliki rataan skor 3,81, artinya hal ini sering dilakukan oleh atasan. Biasanya pemimpin mengajukan ide, atau gagasan pada saat rapat internal departemen HR, reguler meeting, atau saat melakukan diskusi-diskusi. Para pemimpin biasanya mengajukan ide-ide, atau gagasan kepada bawahan untuk meningkatkan kinerja section atau departemen HR secara keseluruhan.

Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada bawahan cukup sering dilakukan pada departemen ini (rataan skor 3,53). Para atasan memberikan pujian bertujuan agar bawahan merasa hasil kerjanya dihargai dan membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan kinerjanya.

Memberikan penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan tulisan merupakan aktivitas yang memiliki skor 3,61, artinya hal ini sering pula

No.

Pernyataan

Skor Rataan 1 Memberi instruksi/tugas secara lisan dan tulisan kepada

bawahan 3,81

2 Mengajukan ide atau gagasan kepada bawahan secara lisan dan

tulisan 3,81

3 Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada bawahan 3,53 4 Memberikan penjelasan mengenai pekerjaan secara lisan dan

tulisan kepada bawahan 3,61

5 Memberikan pendapat kepada bawahan secara lisan dan tulisan 3,50 6 Menerima keluhan mengenai masalah pekerjaan dari bawahan

secara lisan dan tulisan 3,56


(35)

dilakukan. Dalam memberikan tugas baik secara lisan, ataupun tulisan pemimpin, selalu memberikan penjelasan mengenai pekerjaan yang diberikan untuk memudahkan bawahan melaksanakan tugasnya, atau pada saat bawahan mengajukan keluhan mengenai pekerjaan yang diberikan. Penjelasan ini dilakukan secara langsung, atau tatap muka dengan bawahan atau melalui email.

Mengajukan pendapat kepada bawahan secara lisan dan tulisan sering dilakukan oleh pemimpin pada departemen ini hal ini, yang dilihat dari rataan skor yang diperoleh (3,50). Sama halnya ketika mengajukan ide, atau gagasan, para pemimpin seringkali mengajukan pendapat pada rapat-rapat internal departemen HR, reguler meeting, atau saat diskusi.

Menerima keluhan mengenai masalah pekerjaan dari bawahan secara lisan dan tulisan mendapatkan skor 3,56, artinya aktivitas ini sering dilakukan. Secara keseluruhan, pola komunikasi dari atas ke bawah pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia menunjukkan angka relatif besar (3,63). Hal ini menunjukkan komunikasi dari atasan ke bawahan berjalan dengan baik.

4.3.2 Pola Komunikasi dari Bawah ke Atas

Komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan berasal dari bawahan menuju ke atasan atau pimpinan. Pesan yang ingin disampaikan mula-mula berasal dari karyawan yang selanjutnya akan disampaikan ke jalur yang lebih tinggi. Skor rataan untuk pola komunikasi dari bawah ke atas dapat dilihat pada Tabel 5.


(36)

Tabel 5. Skor Rataan untuk Pola Komunikasi Bawah ke Atas

No .

Pernyataan

Skor Rataa n 1 Memberi laporan secara lisan dan tulisan kepada atasan 3,72 2 Mengajukan ide atau gagasan kepada atasan secara lisan

dan tulisan 3,47

3 Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan 3,14 4 Menerima tugas/instruksi secara lisan dan tulisan dari atasan 3,42 5 Memberikan pendapat secara lisan dan tulisan kepada

atasan 3,17

6 Mengemukakan masalah pekerjaan kepada atasan secara

lisan dan tulisan 3,53

Total rataan skor 3,41

Rataan skor tertinggi untuk pola komunikasi dari bawah ke atas adalah 3,72, yaitu memberikan laporan secara lisan dan tulisan kepada atasan. Angka ini berarti bawahan sering memberikan laporan kepada atasannya. Laporan ini diberikan secara langsung kepada atasan, atau melalui telepon, atau email.

Mengajukan ide dan gagasan kepada atasan secara lisan dan tulisan memiliki rataan skor 3,47, artinya bawahan sering mengajukan ide, atau gagasannya. Pengajuan ide atau gagasan ini dilakukan saat meeting internal Departemen HR, meeting reguler, atau saat diskusi setiap section.

Memberikan pujian secara lisan dan tulisan kepada atasan mendapatkan skor rataan terendah (3,14), namun masih menunjukkan bahwa bawahan cukup sering memberikan pujian kepada atasannya. Pada departemen HR tidak hanya atasan yang selalu memberikan pujian untuk memotivasi bawahannya tetapi, bawahanpun melakukan hal yang sama.

Menerima instruksi/tugas dari atasan mendapatkan rataan skor sebesar 3,42, artinya bawahan sering mendapatkan tugas, atau instruksi dari atasan. Tugas atau instruksi ini diberikan atasan secara langsung atau melalui telepon, memo, atau email. Memberikan pendapat kepada atasan baik secara lisan atau pun tulisan kepada atasan mendapatkan skor 3,17 cukup sering, yang berarti bawahan sering mengutarakan pendapatnya


(37)

kepada atasan. Biasanya bawahan mengutarakan pendapatnya saat berdiskusi dengan atasan, meeting internal Departemen HR, ataupun

meeting reguler.

Mengemukakan masalah pekerjaan kepada atasan mendapatkan skor 3,53, yang berarti bawahan cukup sering mengemukakan masalah mengenai pekerjaan kepada atasannya. Bawahan biasanya mengemukakan masalah mengenai pekerjaan secara langsung kepada atasan saat berdiskusi, atau melalui email dan telepon. Secara keseluruhan komunikasi antara bawahan dan atasan memiliki rataan skor 3,41. Angka ini menunjukkan bahwa komunikasi antara bawahan dengan atasan berjalan dengan cukup baik.

4.3.3 Pola Komunikasi Diagonal

Komunikasi diagonal melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Komunikasi diagonal pada departemen HR terjadi dengan seluruh departemen yang ada di PT. Vale Indonesia. Skor rataan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Skor Rataan untuk Pola Komunikasi Diagonal No.

Pernyataan

Skor Rataan 1

Atasan dari departemen lain sering memberikan kritikan dan masukan yang bermanfaat kepada karyawan dalam meningkatkan kinerja perusahaan dan sebaliknya

3,17 2 Terdapat saling ketergantungan antar bagian atau

departemen yang ada dalam perusahaan 3,81

3 Komunikasi antara karyawan dengan atasan dari

departemen lain membuat penyebaran informasi menjadi lebih cepat

3,25

4 Karyawan menerima atau memberikan laporan kepada

atasan departemen lain 3,36

5

Komunikasi diagonal memungkinkan individu dari berbagai departemen membantu menyelesaikan masalah dalam perusahaan

3,31 6 Menerima atau mendapat keluhan mengenai masalah

pekerjaan dari departemen lain, atau sebaliknya 3,17


(38)

Rataan skor pada aktivitas memberikan kritik dan masukan yang bermanfaat kepada karyawan lain mendapatkan skor 3,17, dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa atasan dari departemen lain cukup sering memberikan kritik, atau masukan kepada karyawan di departemen HR. Kritik dan masukan didapatkan ketika meeting dengan beberapa departemen. Selain itu dilakukan melalui telepon, atau email.

Terdapat saling ketergantungan antar bagian, atau departemen yang ada dalam perusahaan mendapatkan rataan skor tertinggi 3,81 dimana saling ketergantungan itu seringkali terjadi. Aktivitas ini berhubungan dengan menerima dan memberikan laporan kepada departemen lain yang memiliki skor 3,36 (cukup sering dilakukan). Hal ini dikarenakan departemen HR selalu berhubungan dengan semua departemen yang ada di PT. Vale Indonesia, karena departemen ini mengurus masalah kepegawaian seperti cuti karyawan, training, atasan, atau karyawan yang akan melakukan perjalanan bisnis atau training di kota lain, karyawan yang akan pensiun, semuanya melalui departemen HR.

Rataan skor untuk pernyataan komunikasi antara karyawan dengan atasan dari departemen lain membuat penyebaran informasi menjadi lebih cepat adalah 3,25, artinya cukup sering terjadi. Penyebaran informasi dapat berlangsung secara tatap muka ketika meeting antar departemen, atau melalui telepon dan email.

Nilai rataan skor pada aktivitas komunikasi memungkinkan individu dari berbagai departemen membantu menyelesaikan masalah dalam perusahaan 3,31, artinya aktivitas ini cukup sering terjadi. Diharapkan dengan adanya bantuan dari departemen lain membuat kinerja baik departemen HR, ataupun departemen lain menjadi lebih baik untuk memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan secara keseluruhan.

Menerima atau mendapat keluhan mengenai masalah pekerjaan dari manajer departemen lain, atau sebaliknya mendapatkan rataan skor 3,17. Nilai rataan skor tersebut menunjukkan aktivitas pun cukup sering terjadi. Keluhan misalnya datang dari senior staff Departemen Accounting apabila data mengenai karyawan yang cuti, pensiun belum segera dilaporkan. Selain


(39)

itu, jika ada hak-hak karyawan yang harus segera dibayar bila belum mendapat approval dari departemen HR, maka tidak dapat segera dibayarkan. Hal-hal inilah yang kadang-kadang menimbulkan keluhan pada Departemen HR.

Secara keseluruhan, kegiatan komunikasi diagonal pada Departemen HR PT. Vale Indonesia berjalan dengan cukup baik (total skor rataan 3,34). Komunikasi diagonal lebih banyak diterapkan dalam suatu organisasi berskala besar, manakala terdapat saling ketergantungan antar bagian, atau antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut.

4.3.4 Pola Komunikasi Horizontal

Komunikasi horizontal terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar, atau sederajat dalam suatu organisasi. Pola komunikasi ini terjadi antara sesama general manajer, manajer, senior staff, staff, atau sesama karyawan non staff pada Departemen HR. Hasil skor rataan untuk pola komunikasi horizontal dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Skor Rataan Untuk Pola Komunikasi Horizontal No.

Pernyataan

Skor Rataan 1 Para bawahan atau atasan saling bertemu untuk

mengkoordinasikan tugas 3,33

2 Para bawahan atau atasan berkumpul mendiskusikan

penyelesaian masalah pekerjaan 3,86

3 Para atasan atau bawahan saling bertemu untuk berbagi

informasi mengenai pekerjaan 3,72

4 Para atasan atau bawahan saling memberikan pujian atas

prestasi yang didapatkan atau pekerjaan yang telah dilakukan 3,33 5 Para atasan atau bawahan saling memberikan masukan atau

pendapat mengenai pekerjaan 3,58

6 Para atasan atau bawahan saling mendengar keluhan mengenai

masalah pekerjaan 3,53

Total rataan skor 3,56

Pada Tabel 7 terdapat enam (6) aktivitas pada komunikasi horizontal. Aktivitas yang mendapatkan skor tertinggi adalah 3,86, yaitu para bawahan, atau atasan berkumpul untuk mendiskusikan penyelesaian masalah pekerjaan. Hal ini berarti aktivitas ini sering dilakukan. Biasanya


(40)

para bawahan, maupun atasan sering melakukan diskusi-diskusi, baik bertemu langsung, melalui meeting atau melalui telepon, atau email.

Aktivitas saling bertemu untuk berbagi informasi mengenai pekerjaan mendapatkan rataan skor 3,72. Hal ini mengindikasikan bahwa aktivitas ini sering dilakukan. Saling berbagi informasi biasanya lebih banyak dilakukan secara langsung, atau tatap muka oleh karyawan, pertukaran informasi ini didukung oleh kedekatan tempat duduk dari masing-masing karyawan sehingga pertukaran informasi menjadi lebih cepat.

Aktivitas selanjutnya adalah para atasan, atau bawahan saling memberikan masukan atau pendapat mengenai pekerjaan yang mendapatkan skor rataan 3,58. Masukan atau pendapat ini diberikan untuk meningkatkan kinerja dari masing-masing individu dan memudahkan dalam penyelesaian pekerjaan.

Para atasan atau bawahan saling memberikan pujian dan saling bertemu untuk mengkoordinasikan tugas mendapat skor 3,33, artinya aktivitas ini sering dilakukan. Di departemen HR, antara sesama atasan, atau karyawan sangat terbuka untuk memberikan pujian satu sama lain. Selain dapat membuat hubungan kerja baik, juga memotivasi agar lebih meningkatkan kinerja.

Para atasan dan bawahan saling mendengar keluhan mengenai pekerjaan. Nilai skor rataan 3,53 menunjukkan kedua aktivitas ini sering terjadi. Banyaknya tugas yang harus dikerjakan membuat seringnya karyawan mengeluh. Secara keseluruhan skor rataan dari seluruh aktivitas pola komunikasi horizontal adalah 3,56. Hal ini berarti pola komunikasi horizontal di Departemen HR PT. Vale Indonesia ini berjalan dengan baik. 4.3.5 Pola Komunikasi Informal

Dalam jaringan komunikasi informal, orang-orang yang ada dalam suatu organisasi, tanpa mempedulikan jenjang hirarki, pangkat dan kedudukan/jabatan, dapat berkomunikasi secara luas. Hal-hal yang diperbincangkan biasanya bersifat umum seperti mengobrol tentang humor, keluarga, anak-anak, olahraga, musik, film, acara di TV dan juga kadang


(41)

kala membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan situasi kerja yang ada dalam perusahaan. Sumber informasi dalam komunikasi informal adalah desas-desus, atau selentingan (Purwanto 2003). Skor rataan untuk pola komunikasi informal dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Skor Rataan Pola Komunikasi Informal No.

Pertanyaan

Skor Rataan 1 Atasan dan bawahan dapat berkomunikasi tanpa

mempedulikan jabatan dalam perusahaan 3,11

2 Atasan dan bawahan saling berbagi informasi mengenai

hal-hal diluar pekerjaan 3,56

3 Desas-desus digunakan sebagai sumber informasi dalam

organisasi 2,61

4 Penyebaran desas-desus berlangsung cepat dalam organisasi 3,06 5

Desas-desus memuat banyak informasi 2,86

6 Penyebaran desas-desus dipengaruhi oleh pentingnya situasi 3,36

Total rataan skor 3,09

Berdasarkan aktivitas pola komunikasi informal pada tabel tersebut atasan dan bawahan dapar berkomunikasi tanpa memperdulikan jabatan dalam perusahaan cukup sering dilakukan dengan skor rataan 3,11 dan saling berbagi informasi menganai hal-hal diluar pekerjaan mendapatkan skor rataan 3,56, artinya sering dilakukan. Atasan dan bawahan bebincang dengan suasana yang lebih santai ketika jam istirahat, ketika menunggu waktu meeting dimulai, atau disela-sela waktu kerja. Hal-hal yang dibicarakan mengenai acara olahraga, humor, hobi atau acara-acara TV.

Nilai rataan skor untuk desas-desus digunakan sebagai sumber informasi dalam organisasi adalah 2,61, artinya aktivitas ini cukup sering terjadi. Penyebaran desas desus berlangsung cepat dalam organisasi mempunyai rataan skor 3,06 dan memuat banyak informasi 2,86, yang berarti kedua aktivitas ini cukup sering terjadi. Penyebaran desas-desus dipengaruhi oleh pentingnya situasi memiliki rataan skor 3,36 artinya cukup sering terjadi.

Secara keseluruhan komunikasi informal yang terjadi di Departemen HR PT. Vale Indonesia berlangsung dengan cukup baik dengan total skor


(42)

3,09. Komunikasi informal biasanya dilakukan untuk mengurangi ketegangan dan stress kerja.

4.4. Lingkungan Non Fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Lingkungan kerja non fisik adalah keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Hasil rataan skor pada lingkungan kerja non fisik dapat dilahat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Rataan Skor Lingkungan Kerja Non Fisik

No Pernyataan Rataan

skor 1 Hubungan saya dengan atasan, bawahan, atau karyawan

yang setingkat berjalan dengan baik 4,25

2

Atasan saya selalu memberi kesempatan untuk menuangkan ide, gagasan atau pendapat dalam setiap proses pengambilan keputusan

4,28 3 Atasan saya selalu mempertimbangkan pendapat, saran,

atau gagasan yang disampaikan oleh bawahan

4,22 4 Saya selalu bekerja dengan nyaman tanpa tekanan, atau

paksaan dari pihak manapun di perusahaan 4,14 5

Ketika berbicara secara tatap muka dengan atasan, bawahan atau karyawan setingkat saya selalu dalam kondisi stabil

4,03 6

Atasan saya selalu memberikan perintah atau petunjuk dalam keadaan emosi yang stabil (tidak marah-marah, dan sebagainya)

4,14 7 Saya dapat bertanya tanpa rasa takut, jika ada sesuatu

mengenai pekerjaan saya yang tidak saya mengerti 4,03 8 Komunikasi antar semua tingkat jabatan berjalan dengan

baik 4,25

9

Saya selalu mendapat pujian atas pekerjaan yang saya lakukan dan membuat saya senang dan termotivasi untuk bekerja

4,06 Berdasarkan Tabel 9, hasil keseluruhan pada rataan skor untuk semua pernyataan adalah 4,16. Hal ini berarti lingkungan kerja pada Departemen HR PT. Vale Indonesia telah berjalan dengan baik. Suasana yang diciptakan membuat karyawan merasa nyaman untuk melaksanakan


(43)

tugasnya. Komunikasi dirasakan terjalin dengan sangat baik, begitu juga hubungan seluruh karyawan dari berbagai tingkatan jabatan.

Karyawan dapat bekerja dengan tenang tanpa adanya tekanan dan rasa takut karena dalam memberikan tugas/instruksi atasan berada dalam kondisi yang stabil. Salah satu cara untuk meningkatkan motivasi karyawan adalah dengan memberikan pujian, di departemen ini atasan maupun bawahan sering memberikan pujian, sehingga membuat karyawan termotivasi untuk bekerja lebih baik.

4.5. Uji Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik digunakan asumsi klasik untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas dan heteroskedastis dalam suatu model regresi (Priyatno, 2009).

4.5.1 Uji Normalitas

Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk melihat normalitas data adalah dengan cara mencermati titik-titik data pada Normal P-Plot (NPP). Suatu data dikatakan berdistribusi normal jika garis data riil mengikuti garis diagonal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Normal p-plot

Pada gambar NPP menunjukkan data berdistribusi secara normal, karena titik-titik mengikuti garis diagonal. Hal ini berarti data dalam


(44)

penelitian adalah baik dan layak digunakan karena memiliki distribusi normal.

4.5.2 Uji Multikoliniearitas

Multikolinearitas (kolinearitas ganda) berarti adanya hubungan linear yang sempurna di antara peubah-peubah bebas dalam model regresi. Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara peubah-peubah bebas dalam suatu model regresi linear berganda. Multikolinearitas diuji dengan melihat nilai Tolerance yang lebih dari 0,1 dan nilai VIF yang kurang dari 10, sehingga model dapat dikatakan terbebas dari multikolineritas. Hasil perhitungan uji multikolineritas pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Multikoliniearitas

Berdasarkan nilai VIF yang kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1, maka disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas antar peubah independen pada model regresi.

4.5.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ditujukan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain yang tetap atau disebut homoskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Gambar 7.

Peubah Tolerance VIF Kriteria Hasil

X1 0,171 5,852

Tolerance > 0,1 VIF < 10

Tidak ada masalah multikolineritas

X2 0,152 6,579

X3 0,723 1,384

X4 0,319 3,135


(45)

Gambar 7. Hasil uji heteroskedastisitas

Dari hasil pengolahan data pada Gambar 7, yaitu analisis pada Scatterplot menunjukkan bahwa model regresi terbebas dari heteroskedastisitas yang ditunjukkan dari titik-titik data yang menyebar di atas dan di bawah, atau di sekitar angka 0 dan penyebaran titik-titik tidak berpola. Model yang didapatkan adalah tidak terdapat pola tertentu pada grafik.

4.6. Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Lingkungan Kerja Non Fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik pada departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk. dianalisis dengan menggunakan metode analisis liniear sederhana (Lampiran 5) dan berganda (Lampiran 6). Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peubah independen terhadap peubah dependen. Peubah independen pada penelitian ini terdiri dari pola komunikasi dari atas ke bawah (X1), bawah ke atas (X2),

diagonal (X3), horizontal (X4) dan komunikasi informal (X5). Peubah

dependen dalam penelitian ini adalah lingkungan kerja non fisik (Y) di Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk.


(46)

4.6.1 Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Lingkungan Kerja Non Fisik dengan Analisis Regresi Linear Sederhana

Pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik pada departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk. dengan menggunakan metode analisis liniear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing pola komunikasi (komunikasi dari bawahan ke atasan, atasan ke bawahan, diagonal, horizontal dan informal). Hasil perhitungan regresi linear sederhana dilakukan dengan bantuan SPSS 16.0, dimana hasil untuk masing-masing pola komunikasi adalah :

1. Pengaruh pola komunikasi dari atasan ke bawahan terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Hasil analisis perhitungan regresi linear sederhana untuk pengaruh pola komunikasi dari atasan ke bawahan (X1) terhadap

lingkungan kerja non fisik dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12. Tabel 11. Output Model Summary

Nilai R square 0,459 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi dari atasan ke bawahan terhadap lingkungan kerja non fisik 45,9% dan sisanya 54,1% dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel 12. Hasil Uji Regresi Linear Sederhana

Berdasarkan hasil pengolahan regresi linear sederhana pada Tabel 12, pola komunikasi dari atasan ke bawahan memiliki nilai nyata 0,000 < 0,05


(47)

maka komunikasi dari atasan ke bawahan berpengaruh terhadap lingkungan kerja non fisik. Persamaan regresi untuk pola komunikasi dari atasan ke bawahan adalah :

Ŷ = 2,545 + 0,443X1

Persamaan model regresi diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan pola komunikasi dari atasan ke bawahan akan meningkatkan lingkungan kerja non fisik 0,443.

2. Pengaruh pola komunikasi dari bawahan ke atasan terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Hasil analisis perhitungan regresi linear sederhana untuk pengaruh pola komunikasi dari bawahan ke atasan (X2) terhadap lingkungan kerja non

fisik dapat dilihat pada Tabel 13 dan 14. Tabel 13. Output Model Summary

Nilai R square 0,442 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi dari bawahan ke atasan terhadap lingkungan kerja non fisik 44,2% dan sisanya (55,8%) dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel 14. Hasil Uji Regresi Sederhana

Hasil pengolahan regresi linear sederhana pada Tabel 14, pola komunikasi dari bawahan ke atasan memiliki nilai nyata 0,000 < 0,05 maka komunikasi dari bawahan ke atasan berpengaruh terhadap lingkungan kerja non fisik. Persamaan regresi untuk pola komunikasi dari bawahan ke atasan adalah :


(48)

Ŷ = 2,460 + 0,497X2

Persamaan model regresi diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan pola komunikasi dari bawahan ke atasan akan meningkatkan lingkungan kerja non fisik 0,497.

3. Pengaruh pola komunikasi diagonal terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Hasil analisis perhitungan regresi linear sederhana untuk pengaruh pola komunikasi diagonal (X3) terhadap lingkungan kerja non fisik dapat

dilihat pada Tabel 15 dan 16.

Tabel 15. Output Model Summary

Nilai R square 0,276 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi diagonal terhadap lingkungan kerja non fisik 27,6% dan sisanya (72,4%) dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel 16. Hasil Uji Regresi

Pola komunikasi diagonal memiliki nilai nyata 0,001 < 0,05 maka komunikasi diagonal berpengaruh terhadap lingkungan kerja non fisik. Persamaan regresi untuk pola komunikasi diagonal adalah :

Ŷ = 2,796 + 0,406X3

Persamaan model regresi diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan pola komunikasi diagonal akan meningkatkan lingkungan kerja non fisik 0,406.


(49)

4. Pengaruh pola komunikasi horizontal terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Perhitungan regresi linear sederhana untuk pengaruh pola komunikasi horizontal (X4) terhadap lingkungan kerja non fisik dapat dilihat pada Tabel

17 dan 18.

Tabel 17. Output Model Summary

Nilai R square 0,609 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi horizontal terhadap lingkungan kerja non fisik 60,9% dan sisanya (39,1%) dipengaruhi oleh faktor lain.

Tabel 18. Hasil Uji Regresi

Pola komunikasi horizontal memiliki nilai nyata 0,000 < 0,05 maka komunikasi horizontal berpengaruh terhadap lingkungan kerja non fisik. Persamaan regresi untuk pola komunikasi horizontal adalah :

Ŷ = 2,796 + 0,759X3

Persamaan model regresi diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan pola komunikasi horizontal akan meningkatkan lingkungan kerja non fisik 0,759.

5. Pengaruh pola komunikasi informal terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.

Perhitungan regresi linear sederhana untuk pengaruh pola komunikasi informal (X5) terhadap lingkungan kerja non fisik dapat dilihat pada Tabel 19


(50)

Tabel 19. Output Model Summary

Nilai R square 0,085 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi informal terhadap lingkungan kerja non fisik 8,5% dan sisanya (91,5%) dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Tabel 20. Hasil Uji Regresi

Berdasarkan hasil regresi sederhana nilai nyata komunikasi informal 0,084 > 0,05 maka komunikasi informal tidak berpengaruh nyata terhadap lingkungan kerja non fisik.

Secara keseluruhan analisis regresi linear sederhana untuk masing-masing pola komunikasi didapatkan bahwa pola komunikasi horizontal merupakan pola komunikasi yang memiliki kontribusi paling besar (60,9%) terhadap lingkungan kerja non fisik, sedangkan terkecil adalah pola komunikasi informal (8,5%).

4.6.2 Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Lingkungan Kerja Non Fisik dengan Analisis Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peubah independen terhadap peubah dependen. Jika pada regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh dari masing-masing pola komunikasi maka regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh pola komunikasi secara


(51)

keseluruhan terhadap lingkungan kerja non fisik. Hasil regresi linear berganda dapat dilihat pada Tabel 21 dan 22.

Tabel 21. Output Model Summary

R menunjukkan korelasi berganda, yaitu korelasi antara dua atau lebih variabel independen terhadap peubah dependen. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1. Jika nilainya mendekati 1, maka hubungan semakin erat, sebaliknya jika mendekati 0, maka hubungan semakin lemah. Angka R pada tabel tersebut menunjukkan angka 0,847 (84,7%), artinya korelasi antara pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik memiliki hubungan erat, karena medekati 1. Nilai R square 0,671 menunjukkan sumbangan pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik 67,1% dan sisanya (32,9%) dijelaskan oleh peubah lain yang tidak diteliti

Tabel 22. Hasil Analisis Regresi Linear Berganda

Berdasarkan hasil pengolahan regresi liniear berganda pada Tabel 12 X2 (komunikasi dari bawah ke atas) memiliki nilai nyata 0,085 dan X3

(komunikasi diagonal) 0,056 tidak berpengaruh terhadap lingkungan kerja non fisik karena nilai nyatanya lebih dari 0,05, maka persamaan model regresi linear berganda pada penelitian ini adalah :

Ŷ = 0,945 + 0,407 X1 + 0,482 X4 + 0,181 X5


(1)

2. Pengaruh pola komunikasi antara bawahan ke atasan (X2) terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.


(2)

3. Pengaruh pola komunikasi diagonal (X3) terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.


(3)

4. Pengaruh pola komunikasi horizontal (X4) terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.


(4)

5. Pengaruh pola komunikasi informal (X5) terhadap lingkungan kerja non fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk.


(5)

(6)

NILA NOVIANTY. H24097083. Pengaruh Pola Komunikasi Terhadap Lingkungan Kerja Non Fisik pada Departemen Human Resource PT. Vale Indonesia Tbk. Di bawah bimbingan H. Musa Hubeis.

Perkembangan dunia usaha saat ini semakin pesat, sehingga perusahaan dalam mengelola usahanya dituntut untuk senantiasa mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya, salah satunya sumber daya manusia (SDM) bermutu. Kemampuan berkomunikasi dari karyawan merupakan salah satu unsur pembentuk mutu SDM. Manajer dan karyawan perlu memiliki kemampuan membangun komunikasi efektif sebagai dasar dalam memimpin dan mengelola organisasi dengan baik. Efektivitas komunikasi dalam perusahaan tidak terlepas dari pola komunikasi yang terjalin di perusahaan tersebut.

PT. Vale Indonesia Tbk yang dulunya bernama PT. International Nickel Indonesia Tbk. (PT. INCO) merupakan perusahaan pertambangan nikel yang terkemuka di dunia. Perwujudan visi dan misi, serta tujuan Vale Indonesia tidak akan lepas dari SDM yang dimilikinya. Perusahaan tambang nikel ini merupakan perusahaan bertaraf internasional, maka SDM yang dimiliki berasal dari berbagai negara dengan latar belakang budaya dan bahasa berbeda-beda, maka komunikasi haruslah berjalan dengan baik, agar dapat membangun lingkungan kerja yang nyaman bagi para karyawannya untuk saling berhubungan.

Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi pola komunikasi pada Departemen Human Resource (HR) PT. Vale Indonesia Tbk, (2) Mengkaji persepsi karyawan mengenai lingkungan kerja di Departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk dan (3) Menganalisis pengaruh pola komunikasi terhadap lingkungan kerja non fisik di Departemen HR PT.Vale Indonesia Tbk.

Data pada penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer dengan menggunakan instrumen kuesioner yang diisi oleh 36 responden dan data sekunder diperoleh dari buku-buku, literatur dan website. Pengolahan data dilakukan dengan Analisis Deskriptif dan Regresi Linear Berganda.

Dari hasil uji regresi linear berganda didapatkan bahwa pola komunikasi berupa pola komunikasi dari atas ke bawah, bawah ke atas, diagonal, horizontal dan informal berpengaruh secara nyata terhadap lingkungan kerja non fisik, serta pola komunikasi diagonal tidak memiliki pengaruh terhadap lingkungan kerja di departemen HR PT. Vale Indonesia Tbk.


Dokumen yang terkait

Gaya Kepemimpinan pada PT. PP London Sumatera Indonesia Tbk. Bagian Human Resource

6 110 57

Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Dampaknya Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Telekomunikasi Tbk Bandung Human Resource Area-OO

1 38 134

ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN KOMPENSASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Dan Kompensasi Terhadap Tingkat Kinerja Karyawan Pt. Telkom Indonesia Witel Solo, Tbk.

0 3 13

ANALISIS PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK DAN KOMPENSASI TERHADAP TINGKAT KINERJA KARYAWAN Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Dan Kompensasi Terhadap Tingkat Kinerja Karyawan Pt. Telkom Indonesia Witel Solo, Tbk.

0 2 16

PENDAHULUAN Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja Non Fisik Dan Kompensasi Terhadap Tingkat Kinerja Karyawan Pt. Telkom Indonesia Witel Solo, Tbk.

0 4 8

PENGARUH HUMAN RELATION, KONDISI FISIK LINGKUNGAN KERJA, DAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP SEMANGAT KERJA PENGARUH HUMAN RELATION, KONDISI FISIK LINGKUNGAN KERJA, DAN PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP SEMANGAT KERJA PADA KARYAWAN PT. BERLIAN ANANDA KARANGANYAR.

0 1 14

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA NON FISIK TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI.

1 1 52

Pengaruh Lingkungan Fisik dan Non Fisik terhadap Stres Kerja: Studi pada Program Spirit PT. Dirgantara Indonesia.

1 1 20

Pengaruh persepsi karyawan pada lingkungan kerja non fisik terhadap semangat kerja

0 4 125

PENGARUH LINGKUNGAN KERJA FISIK DAN NON FISIK TERHADAP KEPUASAN KERJA KARYAWAN

1 5 172