Biaya Usahatani Karet Pendapatan Usahatani Karet

Sumatra Utara 465 ribu hektar, Jambi 444 ribu hektar, Riau 390 ribu hektar, dan Kalimantan Barat 388 ribu hektar. Sementara Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar Janudianto dkk, 2013.

2.1.1. Biaya Usahatani Karet

Dalam Natalia 2013 Biaya usahatani karet merupakan korbanan yang dikeluarkan untuk menunjang keberhasilan usahatani.Biaya dalam usahatani karet terdiri dari biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida, kemudian ada juga biaya tenaga kerja, yang mana biaya ini dikeluarkan karena adanya tenaga yang dikeluarkan dalam melangsungkan keberhasilan dalam usahatani tersebut. Tenaga kerja dalam usahatani karet bisa berasal dari tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, biaya usahatani karet dapat berupa alat – alat pertanian yang dibutuhkan dalam usahatani seperti pisau sadap, mangkok getah, kawat penyangga, ember pengutip, dan knapsack sprayer. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani karet, biaya yang paling besar adalah biaya tenaga kerja. Rata – rata biaya produksi karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 11.332.044Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja sebesar Rp 9.942.857Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar Rp 35.000Ha Natalia, 2013.

2.1.2. Pendapatan Usahatani Karet

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun Universitas Sumatera Utara pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas 91 areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah crumb rubber. Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir Anonymous, 2016. Sekitar 7 juta petani Indonesia menggantungkan pendapatan dari menanam dan menjual karet. Data tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan bahwa produksi karet didominasi oleh petani kecil yang mengelola sekitar 85 dari total area penanaman karet yang menghasilkan 81 dari total produksi lateks di Indonesia. Perkebunan milik pemerintah hanya mencakup 6,3 dari seluruh areal penanaman karet, sementara perkebunan swasta berskala besar mencakup 8,2 Smith, 2013. Menurut Tohir 1991, tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan dengan keadaan usahatani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani. Penerimaan yang berkurang akan diikuti dengan semakin rendahnya pendapatan yang diterima petani. Pendapatan yang rendah tentunya dapat menyurutkan semangat kerja petani dalam mengusahakan usahatani karetnya, salah satunya misal petani enggan melakukan penyadapan. Jika karet tidak disadap, maka produksi ataupanen akan menurun. Produksi yang menurun tentunya akan berimbas pula dengan semakin menurunnya pendapatan yang diterima petani. Universitas Sumatera Utara Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dan usahataninya dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Menjelaskan bahwa pendapatan petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagai bunga dari kekayaannya sendiri yang telah dipergunakan dalam usahataninya menjual hak dari keluarganya. Pendapatan petani dari usahataninya juga dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat luar Suratiyah, 2006. Pendapatan petani karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 13.042.356Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 12.000kg. Sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp. 24.374.400. Dan untuk memperoleh pendapatan bersih maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp 11.332.044. maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 13.042.356 Natalia, 2013.

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus: Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang)

14 110 67

Sikap Petani Terhadap Kegiatan Legalisasi Aset Tanah Melalui Program PPAN (Studi Kasus : Desa Lama, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 77 69

Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Ternak Kambing (Studi kasus Desa Bangun Purba dan Desa Batu Gingging Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang)

14 142 127

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPETAN DELI SERDANG.

0 3 24

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 14

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 1

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 7

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 23

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

2 16 3

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 44