Kesimpulan Saran Penelitian Terdahulu

56 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai beriku: 1. Alasan – alasan petani dalam melakukan alih komoditi dari aspek ekonomis persentase variabel yang tertinggi yaitu biaya produksi. Dari aspek lingkungan persentase variabelyang tertinggi keadaan cuaca. Dari aspek teknis, variabel tertinggi teknik budidaya. 2. Tingkat pendapatan petani sebelum beralih komoditi lebih besar dari padasesudah beralih komoditi 3. Secara signifikan pendapatan petani sebelum beralih komoditi lebih tinggi daripada sesudah beralih komoditike tanaman kelapa sawit.

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, selanjutnya baik untuk kepentingan praktis maupun kepentingan akademis, maka disampaikan saran – saran sebagai berikut: 1. Kepada petani agar melakukan pencatatan usahatani dengan rapi dan rinci agar dapat mengetahui besar biaya yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh. Sehingga dapat melakukan pertimbangan yang matang sebelum melakukan alih komoditi. 2. Kepada pemerintah agar dapat menjaga kestabilan harga komoditi pertanian, perkebunan, dan sebagainya demi menunjang perekonomian para petani. Universitas Sumatera Utara 3. Kepada peneliti selanjutnya supaya dapat melanjutkan penelitian mengenai tanaman karet dan kelapa sawit supaya para petani dapat memiliki keputusan yang tepat mengenai alih komoditi. Karena jika dilihat dari segi harga jual, komoditi perkebunan seperti karet dan kelapa sawit dapat mengalami fluktuasi yang besar. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Karet

Tanaman karet Hevea Brasiliensis mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Awalnya, tanaman karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman yang baru dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan sebagai tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah di Indonesia Suwarto, 2010. Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, karet merupakan tanaman yang cocok ditanam di daerah tropis. Daerah tropis yang baik ditanami tanaman karet mencakup luasan antara 15°LU-10° LS. Suhu harian yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30°C. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 1-600 m dpl. Curah hujan yang cukup antara 2.000-2.500 mmtahun adalah salah satu kondisi yang disukai oleh tanaman karet. Dalam sehari, tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup yaitu antara 5-7 jam per hari Suwarto, 2010. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam industri otomotif. Karet Hevea brasiliensis merupakan salah satu komoditi perkebunan yang memberikan sumbangan besar bagi perekonomian Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3,4 juta hektar perkebunan karet di Indonesia, 85 di antaranya 2,9 juta hektar merupakan perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat atau petani skala kecil, dan sisanya dikelola oleh perkebunan besar milik negara atau swasta. Sumatra dan Kalimantan adalah daerah penghasil karet terbesar di Indonesia dengan sentra produksi tersebar di Sumatra Selatan 668 ribu hektar, 8 Universitas Sumatera Utara Sumatra Utara 465 ribu hektar, Jambi 444 ribu hektar, Riau 390 ribu hektar, dan Kalimantan Barat 388 ribu hektar. Sementara Sulawesi Selatan adalah provinsi yang memiliki luas perkebunan karet terbesar di Sulawesi yaitu sekitar 19 ribu hektar Janudianto dkk, 2013.

2.1.1. Biaya Usahatani Karet

Dalam Natalia 2013 Biaya usahatani karet merupakan korbanan yang dikeluarkan untuk menunjang keberhasilan usahatani.Biaya dalam usahatani karet terdiri dari biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida, kemudian ada juga biaya tenaga kerja, yang mana biaya ini dikeluarkan karena adanya tenaga yang dikeluarkan dalam melangsungkan keberhasilan dalam usahatani tersebut. Tenaga kerja dalam usahatani karet bisa berasal dari tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, biaya usahatani karet dapat berupa alat – alat pertanian yang dibutuhkan dalam usahatani seperti pisau sadap, mangkok getah, kawat penyangga, ember pengutip, dan knapsack sprayer. Dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk usahatani karet, biaya yang paling besar adalah biaya tenaga kerja. Rata – rata biaya produksi karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 11.332.044Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja sebesar Rp 9.942.857Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar Rp 35.000Ha Natalia, 2013.

2.1.2. Pendapatan Usahatani Karet

Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun Universitas Sumatera Utara pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih menghadapi beberapa kendala, yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas 91 areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah crumb rubber. Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Oleh karena itu perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir Anonymous, 2016. Sekitar 7 juta petani Indonesia menggantungkan pendapatan dari menanam dan menjual karet. Data tahun 2000 sampai 2005 menunjukkan bahwa produksi karet didominasi oleh petani kecil yang mengelola sekitar 85 dari total area penanaman karet yang menghasilkan 81 dari total produksi lateks di Indonesia. Perkebunan milik pemerintah hanya mencakup 6,3 dari seluruh areal penanaman karet, sementara perkebunan swasta berskala besar mencakup 8,2 Smith, 2013. Menurut Tohir 1991, tingkat kesejahteraan petani sering dikaitkan dengan keadaan usahatani yang dicerminkan oleh tingkat pendapatan petani. Penerimaan yang berkurang akan diikuti dengan semakin rendahnya pendapatan yang diterima petani. Pendapatan yang rendah tentunya dapat menyurutkan semangat kerja petani dalam mengusahakan usahatani karetnya, salah satunya misal petani enggan melakukan penyadapan. Jika karet tidak disadap, maka produksi ataupanen akan menurun. Produksi yang menurun tentunya akan berimbas pula dengan semakin menurunnya pendapatan yang diterima petani. Universitas Sumatera Utara Total pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan petani dan usahataninya dan pendapatan petani dari luar usahataninya. Menjelaskan bahwa pendapatan petani dari usahataninya adalah sebagian dari pendapatan kotor yang karena tenaga keluarga dan kecakapannya memimpin usahanya dan sebagai bunga dari kekayaannya sendiri yang telah dipergunakan dalam usahataninya menjual hak dari keluarganya. Pendapatan petani dari usahataninya juga dapat diperhitungkan dengan mengurangi pendapatan kotor dengan biaya alat luar Suratiyah, 2006. Pendapatan petani karet di Desa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 13.042.356Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 12.000kg. Sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp. 24.374.400. Dan untuk memperoleh pendapatan bersih maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp 11.332.044. maka diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 13.042.356 Natalia, 2013.

2.2. Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit Elaeis Guineensis berasal dari Afrika barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya bogor Botanical Garden Bogor, dua berasal dari Bourbon Mauritius dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam Belanda. Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan Universitas Sumatera Utara tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911 Anonymous,2016. Peluang usaha pembudidayaan kelapa sawit di Indonesia sangatlah besar. Budidaya kelapa sawit bukanlah budidaya yang musiman, melainkan tahunan. Kelapa sawit mampu berproduksi lebih dari 20 tahun. Tentu hal ini sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha budidaya kelapa sawit dalam jangkawaktu yang panjang. Telah diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil komoditi kelapa sawit terbesar di dunia Adi, 2010. Prospek pengembangan kelapa sawit perkebunan rakyat sangat ditentukan oleh adanya kebijakan ekonomi yang memihak kepada rakyat, agar mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat. Pengembangan perkebunan rakyat diyakini tidak saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, bahkan dapat meningkatkan devisa negara, penyerapan tenaga kerja baik pada sektor industri hulu yaitu perkebunan itu sendiri maupun industri hilirnya. Komoditi kelapa sawit berbeda dengan komoditi perkebunan lain, karena memerlukan pabrik yang dekat dengan petani, agar buah yang dihasilkan dapat segera dikirim ke pabrik dalam waktu ± 24 jam supaya kualitas minyak tidak mengandung asam lemak yang tinggi Mubyarto, 1989. Kelapa sawit merupakan komoditi yang paling mendominasi luas areal perkebunan Indonesia, data tahun 2010 menunjukkan bahwa luas kebun kelapa sawit mencapai 7.824 ribu ha yang terdiri dari perkebunan swasta 3.893 ribu ha 49,75 persen, perkebunan rakyat 3.314 ribu ha 42.35 persen dan perkebunan milik pemerintah 616 ribu ha 7,9 persen. Pada periode 2005-2010, pertumbuhan luas areal perkebunan rakyat mencapai 8,13 persen pertahun, diikuti perkebunan Universitas Sumatera Utara swasta 1,6 persen pertahun dan pertumbuhan perkebunan negara yang relatif kecil, yaitu meningkat rata-rata 1,03 persen pertahun Direktorat Jenderal Perkebunan , 2010 .

2.2.1. Biaya Usahatani Kelapa Sawit

Biaya yang digunakan dalam berusahatani kelapa sawit dipengaruhi oleh jarak tanam. Jika jarak tanam yang diterapkan terlalu luas maka pertumbuhan gulma pengganggu tanaman kelapa sawit akan cepat dan memerlukan biaya untuk membasmi gulma pengganggu. Jarak tanam juga berpengaruh terhadap penyinaran matahari terhadap tanaman kelapa sawit. Jika jarak tanam yang digunakan terlalu rapat maka buah akan cepat busuk dan rawan terserang penyakit, sehingga berpengaruh terhadap produksi tandan buah segar TBS. Selain jarak tanam kondisi lahan atau keadaan lahan kelapa sawit juga mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Jika lahan yang dimiliki oleh petani berbukit atau berair tanah rawa maka perlu penanganan perlakuan khusus, sehingga memerlukan biaya yang cukup tinggi. Perlakuan khusus misalnya, lahan yang berbukit dibuatkan jalan untuk mengeluarkan tandan buah segar TBS dari lahan. Lahan rawa misalnya diberikan perlakuan khusus seperti membuatkan irigasi atau pengairan agar tanah atau lahan menjadi kering sehingga tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik Mustapa, 2013. Untuk mencapai tingkat efisiensi biaya yang optimal, diperlukan skala ekonomi untuk luasan perkebunan kelapa sawit yang akan dikelola. Dalam tingkat skala usaha yang optimal tersebut, seluruh komponen biaya tetap fixed cost akan berfungsi secara maksimal sehingga harga pokok persatuan produk akan menjadi lebih kompetitif. Biaya diatas adalah biaya-biaya pokok yang dikeluarkan untuk Universitas Sumatera Utara sistem pegelolaan tanaman kelapa sawit yang sudah menghasilkan sehingga dapat dimanfaatkan petani untuk meningkatkan pendapatannya. Pengelolaan yang baik akan berdampak pada produktivitas tanaman dalam memberikan hasil produksi yang optimal bagi petani kelapa sawit sehingga mampu memberikan keuntungan secara signifikan Lembaga Pertanian Perkebunan, 2000. Dalam mekanisme input-proses-output, mutu bahan baku sangat menentukan produk yang dihasilkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi kelapa sawit mencakup : a. Biaya pemeliharaan tanaman seperti: pemberantasan gulma, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, tunas pokok pruning, konsolidasi, pemeliharaan terasan dan tapak kuda, pemeliharaan prasarana. b. Biaya panen atau biaya yang dikeluarkan untuk melancarkan segala aktivitas untuk mengeluarkan produksi TBS atau hasil panen dari lapangan areal ke agen pengepul atau kepabrik seperti biaya tenaga kerja panen, biaya pengadaan alat kerja dan biaya angkutan Antoni, 1995. Rata – rata biaya produksi kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 11.486.004Ha. Dengan biaya produksi terbesar adalah tenaga kerja sebesar Rp 9.981.429Ha. Sedangkan biaya produksi terkecil adalah PBB sebesar Rp 35.000Ha. Dapat dilihat dari biaya produksi usahatani karet diatas dan kelapa sawit bahwa biaya produksi tertiggi adalah usahatani kelapa sawit sebesar R 11.486.004HaTahun Natalia, 2013.

2.2.2. Pendapatan Usahatani Kelapa Sawit

Produk minyak sawit yang merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia mengalami peningkatan harga yang signifikan. Harga minyak sawit secara historis Universitas Sumatera Utara terus meningkat. Peningkatan harga minyak sawit CPO, crude palm oil ini juga mendongkrak harga buah sawit TBS, tandan buah segar. Para petani kelapa sawit memperoleh manfaat dari hasil menjual buah sawit kepada pabrik-pabrik pengolah buah sawit menjadi CPO. Oleh karenanya, harga TBS merupakan salah satu indikator penting yang dapat mempengaruhi penawaran petani kelapa sawit Arianto, 2008. Penerimaan usahatani ialah perkalian antara jumlah produksi kelapa sawit tandan buah segar yang dihasilkan atau diperoleh dengan harga jual. Jadi penerimaan ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produksi yang dihasilkan dan harga dari produksi tandan buah segar tersebut Mustapa, 2013. Usahatani kelapa sawit yang berhasil memang menjanjikan pendapatan yang baik. Namun, tidak semua petani khususnya di Desa Suliliran Baru yang mengusahakan kelapa sawit. Ini dikarenakan, untuk mengusahakan kelapa sawit diperlukan modal yang cukup besar dan ketekunan yang baik karena usahatani ini memerlukan penanganan yang intensif. Selain itu, tidak jarang pengusaha kelapa sawit ini mengalami kegagalan dan kerugian yang berat, baik karena serangan hama dan penyakit maupun faktor alam Mursidah, 2008. Pendapatan petani kelapa sawit didesa Buntu Bayu dalam setahun sebesar Rp 11.846.356 Ha. Dengan harga jual sebesar Rp 1.300kg. Sehingga diperoleh penerimaan sebesar Rp. 23.332.400Ha. Dan untuk memperoleh pendapatan bersih maka penerimaan tersebut dikurangkan dengan biaya produksi sebesar Rp 11.486.004Ha. Dapat dilihat dari pendapatan usahatani karet diatas dan kelapa sawit bahwa pendapatan tertiggi adalah usahatani karet sebesar R 13.042.356HaTahun Natalia, 2013. Universitas Sumatera Utara

2.3. Landasan Teori

2.3.1. Komparatif

Analisis komparatif atau analisis komparasi atau uji beda adalah bentuk analisis variabel data untuk mengetahui perbedaan diantara dua kelompok data variabel atau lebih. Analisis komparatif atau uji perbedaan ini sering disebut uji signifikansi. Terdapat dua jenis komparatif, yaitu komparatif antara dua sampel dan komparatif k sampel komparatif antara lebih dari dua sampel. Kemudian setiap model komparatif sampel dibagi menjadi dua jenis, yaitu sampel yang berkolerasi terkait dan sampel yang tidak berkolerasi atau independen Misbahuddin dan Iqbal, 2013. Sampel dikatakan berkolerasi terkait apabila sampel-sampel tersebut satu sama lain tidak terpisah secara tegas nonmutually exclusive, artinya anggota sampel yang satu ada yang menjadi anggota sampel lainnya. Sampel-sampel dikatakan independen saling lepas apabila sampel-sampel tersebut satu sama lain terpisah secara tegas, artinya anggota sampel yang satu tidak menjadi anggota sampel lainnya Hasan, 2010. Dalam kasus satu sampel, uji parametrik yang digunakan adalah t-test untuk membedakan antara rata-rata nilai sampel pengamatan observed dengan nilai rata-rata yang diharapkan populasi. Uji t mengasumsikan bahwa populasi didistribusi normal atau skore sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Interpretasi dari uji t mengasumsikan bahwa variabel diukur paling tidak dengan skala interval Ghozali, 2006. Universitas Sumatera Utara

2.3.2. Usahatani

Menurut Rahim dan Diah 2008 usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan pestisida dengan efektif, efisien, dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya meningkat. Sistem usahatani merupakan sistem terbuka, dimana berbagai input unsur hara, air, informasi, dan sebagainya diterima dari luar dan sebagian dari output meninggalkan sistem untuk dikonsumsi maupun dijual. Sumber modal dalam usahatani berasal dari petani itu sendiri atau dari pinjaman. Besar kecilnya modal yang dipakai ditentukan oleh besar kecilnya skala usahatani. Makin besar skala usahatani makin besar pula modal yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditi tertentu dalam proses produksi pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai Rahim dan Diah, 2008.

2.3.3. Biaya Usahatani

Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil. Menurut kerangka waktu, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap fixed cost dan biaya variabel variable cost, sedangkan dalam jangka panjang semua biaya dianggapdiperhitungkan sebagai biaya variabel Hernanto, 1988. Biaya usahatani akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian input, harga dari input, tenaga kerja, upah tenaga kerja, dan intensitas pengelolaan usahatani. Menurut Rahardja dan M. Manurung 2006 biaya-biaya tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut. 1. Biaya tetap fixed cost – FC Universitas Sumatera Utara Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan, walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan dalam batas tertentu. Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji yang dibayar tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta biaya tetap lainnya. 2. Biaya variabel variable cost – VC Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel berubah menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau tergantung kepada skala produksi yang dilakukan. Yang termasuk biaya variabel dalam usahatani seperti biaya bibit, biaya pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja yang dibayar berdasarkan penghitungan volume produksi.

2.3.4. Biaya Penyusutan

Salah satu komponen dalam biaya produksi adalah biaya penyusutan. Alat – alat pertanianyang digunakan oleh petani dalam suatu kegiatan usahatani umumnya tidak habis dipakai dalam satu kali musim tanam, untuk itu perlu dihitung biaya penyusutannya Soekartawi, 1993. Salah satu metode perhitungan penyusutan yaitu adalah metode garis lurus straight-line method. Berdasarkan metode ini, biaya penyusustan adalah harga saprodi dikurang nilai sisa. Hal ini menunjukkan total jumlah nilai penyusustan. Untuk menentukan beban penyusutan setiap tahun adalah dengan membagi biaya penyusutan dengan masa manfaat saprodi. Universitas Sumatera Utara Biaya Penyusustan =

2.3.5. Penerimaan dan Pendapatan

Menurut Suratiyah 2006 Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode. Pendapatan dan biaya usahatani ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal terdiri dari umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja, luas lahan dan modal. Faktor eksternal berupa harga dan ketersedian sarana produksi. Ketersedian sarana produksi dan harga tidak dapat dikuasai oleh petani sebagai individu meskipun dana tersedia. Bila salah satu sarana produksi tidak tersedia maka petani akan mengurangi penggunaan faktor produksi tersebut, demikian juga dengan harga sarana produksi misalnya harga pupuk sangat tinggi bahkan tidak terjangkau akan mempengaruhi biaya dan pendapatan. Dalam usahatani, petani akan memperoleh penerimaan dan pendapatan. Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya satu tahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau digudangkan Soekartawi dkk., 2011. Universitas Sumatera Utara Penerimaan adalah merupakan hasil kali dari total produksi dan harga jual produk. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diturunkan rumus sebagai berikut: Keterangan: TR = Total penerimaan Rp Y = Produksi yang diperoleh dari usahatani kg Py = Harga produksi Rp Untuk dapat mengetahui besarnya pendapatan petani, maka kita juga harus mengetahui besarnya penerimaan dan total biaya. Biaya dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap dapat didefenisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun produksi berjumlah banyak ataupun sedikit. Contohnya adalah pajak. Sedangkan biaya tidak tetap biaya variabel dapat didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Sehingga dari pernyataan tersebut total biaya dapat diturunkan dengan rumus sebagai berikut: Keterangan: TC = Total biaya Rp TC = TFC + TVC TR = Y . Py Universitas Sumatera Utara TFC = Total biaya tetap Rp TVC = Total biaya variabel Rp Pendapatan kotor usahatani gross farm income didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Pengeluaran total usahatani total farm expense didefenisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani Soekartawi, 1986. Pendapatan bersih diperoleh dengan mengurangi keseluruhan penerimaan dengan total biaya, dengan rumus: Keterangan: Pd = Pendapatan bersih usahatani Rp TR = Total penerimaan Rp TC = Total biaya Rp

2.3.6. UjiT Sampel Independen

Menurut Nazir, 2005 Untuk menguji beda dua buah sampel yang independen, misalnya mean dari sampel perlakuan dan sampel kontrol, uji t dapat dilakukan dengan prosedur yang akan dijelaskan dibawah ini. dua asumsi dasar dalam menggunakan uji t adalah Distribusi dari variabel adalah normal, Kedua populasi dimana sampel tersebut ditarik mempunyai variance yang sama. Pd = TR - TC Universitas Sumatera Utara Untuk menganalisis perbedaan perbedaan pendapatan usahatani karet rakyat dan kelapa sawit rakyat, maka dilakukan uji-t sampel independen Independent Samples T-test. Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam uji-t sampel independen adalah data harus homogen atau terdistribusi secara normal, kedua kelompok data bersifat bebas atau independen maksud independen adalah populasi satu dengan yang lainnya tidak berhubungan Natalia, 2013.

2.4. Penelitian Terdahulu

Tabel2.1. Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan 1. Selly Natalia, 2013 Analisis komparasi tingkat pendapatan usahatani karet rakyat dengan ushatani kelapa sawit rakyat di esa buntu bayu kecamatan hatunduhan kabupaten simalungun - Besarnya biaya dan tingkat pendapatan usahatani karet rakyat di daerah penelitian - Besarnya biaya dan tingkat pendapatan usahatani kelapa sawit rakyat di daerah penelitian - Bagaimana perbandingan biaya usahatani karet rakyat dan usahatani kelapa sawit di daerah penelitian? - Bagaimana perbandingan pendapatan usahatani karetrakyat dan usahatani kelapa sawit di daerah penelitian? Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya dan pendapatan serta uji beda rata – rata independen t samples test - Besarnya biaya usahatani karet rakyat didaerah penelitian rendah sehingga tingkat pendapatan usahatani karet rakyat didaerah penelitian adalah tinggi. - Besarnya biaya usahatani kelapa sawit rakyat didaerah penelitian Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan tinggi sehingga tingkat pendapatan usahatani kelapa sawit rakyat didaerah penelitian adalah rendah. - Tingkat biaya usahatani karet rakyat lenih rendah dari pada usahatani kelapa sawit rakyat di daerah penelitian. - Tingkat pendapatan usahatani karet rakyat lebih tinggi dari pada kelapa sawit di daerah penelitian. 2. Renif Endriani Harahap, 2013 Analisis komparasi sosial ekonomi pada usahatani tanaman karet rakyat di Kabupaten Deli Serdang - Berapa besar perbedaan produktivitas usahatani karet rakyat didua daerah penelitian - Berapa besar perbedaan biaya Produksi usahatani karet rakyat didua daerah penelitian Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya dan pendapatan serta uji beda uji T. - Ada perbedaan nyata produksi usahatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan - Berapa besar perbedaan pendapatan bersih usahatani karet rakyat didua daerah penelitian kepercayaan 0,05 t hitung = 2,829 t Tabel = 2,145 - Ada perbedaan nyata produktivitas usahatani karet di dua daerah penelitian pada taingkat kepercayaan 0,05t hitung = 9,324 t Tabel 2,145 - Ada perbedaan nyata pendapatan bersih usajatani karet di dua daerah penelitian pada tingkat kepercayaan 0,05t hitung = 9,510 t Tabel = 2,145. 3. Sisilia Marshell a Silitonga , 2013 Analisis Komparasi Tingkat Pendapatan Usahatani Kopi Dengan Berbagai Pola Tanam - Berapa produktivitas dan tingkat pendapatan usahatani kopi arabika pada setiap jenis pola tanam Metode analisis yang digunakan metode produktivita s dan pendapata - Produktivitas rata – rata budidaya kopi arabika yang ditanami se Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan Monokultur dan polikultur Dikabupaten Dairi Kecamatan Sumbul Desa Tanjung Beringin penelitian? - Bagaimana komparasi produktivitas dan tingkat pendapatan usahatani kopi untuk masing – masing pola tanam yang dilakukan di daerah penelitian? - Permasalahan apa yang dihadapi petani dalam budidaya kopi secara monokultur dan tumpang sari rata – rata uji t dan metode deskriptif. monokulturyai tu 79,6 dari produktivitas rata – rata budidaya kopi arabika yang ditanami secara tumpang sari dan pendapatan rata – rata per Ha budidaya kopi arabika secara monokultur 67,49 dari pendapatan kopi arabika secara tumpang sari. - Hasil untuk setiap komparasi antara produktivitas dan tingkat pendapatan antara usahatani kopi arabika secara monokultur Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan dan terima H1. - Permasalahan yang dihadapi petani dalam budidaya kopi arabika secara monokultur didaerah penelitian diantaranya: pengruh iklim dan lingkungan,sk ala usaha, informasi harga, rendahnya pengetahuan tentang budidaya tumpang sari. 4. Marudut Sitangga ng, 2010 Analisis komparasi usaha agribisnis antara pola tanam tumpang sari tanaman tomat dan cabai dengan tomat monokultur dan cabai monokultur - Bagaimana pelaksanaan pola tanam tumpang sari tomat dengan cabai didaerah penelitian? Bagaimana penggunaan biaya produksi usaha agribisnis pola tanam tumpang sari apabila dibedakan dengan monokultur penelitian? - Bagaima na penerimaan dan pendapatan bersih usaha agribisnis pola tumpang sari Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis biaya dan pendapatan serta uji beda rata – rata independen t samples test - Pelaksanaan pola tumpang sari tomat dengan cabai dilakukan dengan jarak tanaman tomat dengan tomat ± 50 cm, tomat dengan cabai ± 50 cm dan bedengan satu dengan bedengan lain ± 2 m. Pada sistem tumpang sari, cabai ditanam setelah tomat berusia 3 minggu. Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Pebelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan Apabila penelitian? - Bagaimana penerimaan dan pendapatan bersih usaha agribisnis pola tumpang sari apabila dibedakan dengan monokultur di daerah penelitian? - Bagaimana kelayakan usaha agribisnis secara pola tumpang sari apabila dibedakan dengan pola monokultur di daerah penelitian? - tidak ada perbedaaan yang nyata antara total biaya produksi total tumpang sari dengan tomat monokultur.ad a perbedaan yang nyata antara total biaya produksi total tumpang sari dengan monokultur. Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan pola tanam tumpang sari tomat-cabai dengan monokultur. - Tidak ada perbedaan yang nyata antara penerimaan tumpang sari tomat cabai dengan pola cabai monokultur. - Tidak ada perbedaan yang nyata antara pendapatan tumpang sari tomat -cabai dengan tomat monokultur Universitas Sumatera Utara No Nama Peneliti Judul Penelitian Perumusan Masalah Metode Analisis Kesimpulan 5. Fanani rizki pohan, 2013 Analisis komparasi pendapatan petani sistem tanam sri System of Rice Intensificatio n dengan petani sistem tanam legowo - Apakah faktor – faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam sri perbepangaruh terhadap pendapatan petani didaerah penelitian? - faktor luas lahan, biaya produksi dan harga gabah pada sistem tanam legowo perbepangaruh terhadap pendapatan peta Petani didaerah penelitian? Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode regresi linier nerganda, koefisien determinasi, uji F serempak dan uji parsial t. - Variasi pendapatan pada sistem tanam SRI sebesar 95,1. - Variasi pendapatan pada sistem tanam legowo sebesar 96,6. Komparasi produksi usahatani antara petani padi sawah sistem tanam SRI dengan petani padi sawah sistem tanam legowo. Rata – rata produksi usahatani petani sistem tanam SRI sebanyak 5144 kg permusim tanam sedangkan petani sistem tanam legowo 4555 kg permusim tanam. Komparasi pendapatan usahatani antara petani padi sawah sistem tanam SRI dengan petani padi sawah sistem tanam legowo. Universitas Sumatera Utara

2.5. Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Analisis Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus: Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang)

14 110 67

Sikap Petani Terhadap Kegiatan Legalisasi Aset Tanah Melalui Program PPAN (Studi Kasus : Desa Lama, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

3 77 69

Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Ternak Kambing (Studi kasus Desa Bangun Purba dan Desa Batu Gingging Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang)

14 142 127

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT DI KECAMATAN BANGUN PURBA KABUPETAN DELI SERDANG.

0 3 24

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 14

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 1

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 7

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 23

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

2 16 3

Analisis Komparatif Pendapatan Petani Sebelum dan Sesudah Beralih Ke Komoditi Kelapa Sawit (Studi Kasus: Desa Ujung Rambe, Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 44