memberikan gambaran mengenai waktu kerja minimum seorang nelayan berkisar antara 8 – 10 jam per hari, dengan asumsi 1 bulan adalah 30 hari. Kisaran durasi
kerja ini memberikan dampak pada rendahnya rata-rata pendapatan yang diperoleh responden setiap bulannya, yaitu Rp
375.362,50
. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah Durasi Kerja dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005.
No Kelompok Durasi
Kerja jam Rata-rata
Pendapatan Rp ∑ Responden
orang Persentase
1 300
375.362,50 12
70,59 2
300 – 400 525.000,00
4 23,53
3 400
600.000,00 1
5,88
Total 1.500.362,50 17
100,00
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
5.5.1.2 Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan Tabel 14, yaitu jumlah responden berdasarkan penggolongan tingkat pendidikan menunjukkan sekitar 70 dari total responden hanya
bersekolah sampai tingkat SD, 18 tidak bersekolah, 6 sekolah sampai tingkat STM, dan 6 lulus SMU. Banyaknya responden yang bersekolah hanya sampai
SD lebih disebabkan oleh profesi sebagai nelayan tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, melainkan lebih mengutamakan uang sebagai modal, kekuatan
fisik, keahlian, dan naluri dalam menangkap ikan. Pada saat kekuatan fisik dan keahliannya melemah karena faktor usia, beban kerja dan kondisi cuaca yang
tidak menentu selama di laut, maka para responden berpikir keras untuk mencari pekerjaan di darat dengan penghasilan yang lebih pasti dan tingkat resiko yang
lebih rendah. Tabel 20 menggambarkan tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan rata-rata responden per bulan sebelum migrasi. Pada Tabel 20 dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata pendapatan responden yang tidak bersekolah sebesar Rp
1.016.666,67,
masih lebih besar dibanding nilai rata-rata pendapatan responden yang bersekolah sampai tingkat STM, yaitu senilai Rp1.000.000,00. Tabel 20
membuktikan bahwa tingkat pendidikan bagi nelayan tidak terlalu berpengaruh pada rata-rata tingkat pendapatan. Hal ini cukup masuk akal, mengingat waktu
yang seharusnya digunakan untuk bersekolah, dialokasikan untuk membantu
orangtua melaut, sehingga kemampuan dan pengalaman melaut jauh lebih banyak diterima dibanding responden yang bersekolah.
Tabel 20. Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pendapatan Rata-rata Responden per Bulan Sebelum Migrasi, tahun 2005.
No Tingkat pendidikan
Rata-rata Pendapatan Rp
Jumlah orang
Persentase
1 Tidak sekolah
1.016.666,67 3 18
2 Tidak tamat SD
477.777,78 9 52
3 Tamat SD
866.666,67 3 18
4 Tidak tamat STM
1.000.000,00 1 6
5 Tamat SMU
600.000,00 1 6
Total 3.961.111,12
17 100
Sumber: Data Primer Diolah, tahun 2005
Para nelayan juga menyadari bahwa pendidikan yang rendah membuat orang tidak dapat memiliki banyak pilihan dalam bekerja. Hal ini
menginspirasikan para nelayan untuk menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi agar tidak bekerja menjadi nelayan seperti orangtuanya,
mengingat pekerjaan sebagai nelayan bersifat tidak pasti. Para orangtua ingin agar anak-anaknya tidak mengalami kondisi kehidupan yang sulit, karena pendidikan
yang rendah cenderung sulit mencari pekerjaan selain nelayan dan buruh. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang responden sebagai berikut:
“Kita mah sebagai orangtua pasti akan berusaha untuk nyekolahin anak- anak selama anak masih sanggup dan mao sekolah. Toh semua itu buat
bekal hidup mereka nantinya. Setidaknya kalopun kita sebagai orangtua meninggal dan ngga bisa kasih warisan apa-apa, tapi ilmu yang anak-
anak dapet bisa sangat berguna buat mereka untuk memperbaiki hidupnya, jangan kayak bapaknya, hidup susah.”
5.5.1.3 Pengalaman Kerja Sebelum Alih Profesi