Jenis dan Rancangan Penelitian Definisi Operasional Bahan-Bahan Penelitian Alat-Alat Penelitian Analisis Hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif, sebab pada penelitian ini tidak dilakukan manipulasi terhadap subjek uji. Penelitian hanya mendeskripsikan keadaan yang ada.

B. Definisi Operasional

1. Parameter validasi metode analisis yang diamati dalam penelitian ini adalah akurasi, presisi, dan linearitas. 2. Sampel ampisilin yang digunakan adalah kapsul ampisilin merek “X” yang mengandung ampisilin 500 mg. 3. Kadar ampisilin dinyatakan dalam mg kapsul.

C. Bahan-Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ampisilin baku Brataco Chemika, kapsul ampisilin 500 mg buatan pabrik tertentu dengan kode “X”, asetilaseton, formalin, asam asetat 96, natrium asetat, natrium hidroksida, asam klorida, dan akuades Laboratorium Analisis Obat dan Makanan Fakultas Farmasi UGM. Kecuali dinyatakan lain, bahan-bahan penelitian yang digunakan ada penelitian ini memiliki kualitas p. a. produksi E. Merck. 29 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30

D. Alat-Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer ultraviolet–visibel Spectronic Genesys 5, MILTON ROY, pH meter Hanna Instrument pH 209 , neraca analitik Precisa 125 A. SCS Swiss Quality, mikropipet Gilson 1000 µl, penangas air, termometer, kertas saring, dan alat-alat gelas yang lazim.

E. Tatacara Penelitian

1. Pembuatan larutan

a. Pembuatan larutan natrium asetat 0,2 M. Sebanyak 8,2 g natrium asetat ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml kemudian dilarutkan dengan akuades sampai tanda. b. Pembuatan larutan asam asetat 0,2 M. Sebanyak 11,8 ml asam asetat 96 dipipet, kemudian diencerkan dengan akuades sampai volume 1 liter. c. Pembuatan larutan NaOH 2 M. Ditimbang seksama 4,0 g NaOH kemudian dilarutkan dalam akuades bebas CO 2 sampai volume 50 ml. d. Pembuatan larutan HCl 2 M. Dilarutkan 17 ml HCl pekat dalam 100 ml akuades. e. Pembuatan larutan pereaksi Patel et al., 1992. Sebanyak 16,0 ml natrium asetat 0,2 M dan 34,0 ml asam asetat 0,2 M dicampur dengan 7,8 ml asetilaseton dan 15,0 ml formalin. Dipanaskan 5 31 menit di atas penangas air dengan suhu 80 o C, didinginkan, pH diatur dengan penambahan larutan NaOH 2 M atau HCl 2 M sampai mencapai pH yang diinginkan, kemudian diencerkan dengan akuades sampai 100 ml. f. Pembuatan larutan baku. Ditimbang seksama 201,7 mg baku ampisilin, dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu ukur 100 ml. Konsentrasi yang diperoleh adalah 0,005M.

2. Optimasi penetapan kadar ampisilin

Oleh karena senyawa yang dianalisis pada penelitian ini berbeda dengan senyawa yang dianalisis dalam penelitian Patel et al. 1992 maka dilakukan optimasi yang meliputi : a. Penetapan operating time. Sebanyak 4 ml pereaksi pH 4 dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan 2,0 ml larutan baku ampisilin 0,005 M. Dipanaskan di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang 400 nm sampai diperoleh serapan yang stabil pada rentang waktu tertentu. Dilakukan penetapan blangko. Operating time adalah rentang waktu saat larutan menghasilkan serapan yang stabil. b. Penetapan pH optimum. pH pereaksi dibuat bervariasi, yaitu pH 3, 4, 5, 6, dan 7 dengan menambahkan larutan NaOH 2 M atau HCl 2 M. Untuk masing-masing nilai pH dipipet sebanyak 4 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan 2,0 ml 32 larutan baku ampisilin 0,005 M, didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400 nm. Dilakukan penetapan blangko. Nilai pH optimum adalah pH pereaksi yang menghasilkan serapan paling besar. c. Penetapan volume pereaksi optimum. Larutan pereaksi dengan pH optimum dipipet 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Pada masing-masing labu ukur tersebut ditambahkan 2,0 ml larutan baku ampisilin 0,005 M, didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapan larutan pada panjang gelombang 400 nm, Dilakukan penetapan blangko. Volume pereaksi optimum adalah volume pereaksi yang menghasilkan serapan paling besar dan stabil. d. Penetapan panjang gelombang serapan maksimum. Sebanyak 1,0; 1,4; dan 1,8 ml larutan baku ampisilin 0,005 M dipipet dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Masing-masing labu ukur ditambah dengan pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Serapan dibaca pada panjang gelombang 300-500 nm. Dilakukan penetapan blangko. Panjang gelombang serapan maksimum adalah panjang gelombang yang memberikan serapan maksimum. 33

3. Penetapan kurva baku

Larutan baku ampisilin 0,005 M dipipet sebanyak 0,8; 1,0; 1,2; 1,4; dan 1,6 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml. Masing-masing labu ukur ditambah dengan pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang serapan maksimum. Dilakukan penetapan blangko. Dibuat kurva hubungan konsentrasi ampisilin vs serapan senyawa hasil reaksi antara ampisilin dengan asetilaseton dan formalin dan ditentukan persamaan garis regresi linier serta koefisien korelasinya.

4. Aplikasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar ampisilin

dalam kapsul “X” menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin a. Pengambilan sampel. Sampel yang digunakan terdiri dari 1 merek kapsul yang mengandung ampisilin 500 mg yang beredar di pasaran. Kapsul ampisilin yang dipilih adalah kapsul dengan nomor batch yang sama sebanyak 20 kapsul. b. Penetapan kadar ampisilin dalam kapsul ”X”. Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 kapsul yang setara dengan 100,9 mg ampisilin. Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, dilarutkan dengan akuades kemudian diencerkan sampai tanda. Dipipet 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambah dengan pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda, diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Dilakukan penetapan blangko. Kadar 34 ampisilin dalam kapsul “X” dihitung menggunakan persamaan garis regresi linier yang diperoleh dari penetapan kurva baku ampisilin.

5. Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar ampisilin

menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin a. Akurasi. Ditimbang seksama sejumlah serbuk dari 20 kapsul yang setara dengan 100,9 mg ampisilin. Ditambahkan 100,9 mg baku ampisilin. Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, dilarutkan kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda. Dipipet 1,0 ml, dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambah dengan pereaksi pada pH dan volume hasil optimasi. Didiamkan selama operating time di dalam penangas air dengan suhu 35 o C, diencerkan dengan akuades sampai tanda. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum. Dilakukan penetapan blangko. Akurasi dinyatakan dengan perolehan kembali. Dihitung nilai perolehan kembali recovery, yaitu perbandingan kadar ampisilin yang didapat dengan kadar ampisilin sebenarnya. b. Presisi. Presisi dinyatakan dengan koefisien variasi KV. Dari data hasil penetapan kadar ampisilin dalam kapsul “X” dihitung nilai KV dari kadar ampisilin dalam kapsul untuk tiap replikasi dengan menggunakan kalkulator. Selanjutnya dihitung nilai rata-rata KV. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 c. Linearitas. Linearitas ditentukan dari nilai koefisien korelasi r yang diperoleh dari penetapan kurva baku ampisilin. Nilai r hitung tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel dengan derajat bebas df = 3 dan taraf kepercayaan 99 . Selain itu, linearitas ditentukan juga dari nilai koefisien variasi fungsi Vx yang diperoleh dengan cara mengolah data hasil penetapan kurva baku ampisilin.

F. Analisis Hasil

Validasi metode analisis yang digunakan dalam penetapan kadar ampisilin pada penelitian ini dapat ditentukan berdasarkan parameter berikut : 1. akurasi Akurasi metode analisis dinyatakan dengan perolehan kembali recovery yang dihitung dengan cara sebagai berikut : ......11 perolehan kembali recovery = 100 x sebenarnya ampisilin kadar didapat yang ampisilin kadar Metode analisis dikatakan memiliki akurasi yang baik bila perolehan kembali ampisilin baku berada pada rentang 98-102 Yuwono dan Indrayanto, 2005 dan perolehan kembali sampel ampisilin berada pada rentang 95-105 Mulja dan Hanwar, 2003. 2. presisi Presisi metode analisis dinilai berdasarkan KV yang dihitung dengan cara sebagai berikut : 36 KV = 100 x x SD ……………………… 12 Kadar analit dalam sampel pada penelitian ini adalah 75,96 sehingga metode analisis dikatakan memiliki presisi yang baik jika nilai KV kurang dari 2,7 Yuwono dan Indrayanto, 2005. 3. linearitas Linearitas metode analisis ditentukan berdasarkan nilai r hitung yang diperoleh dari penetapan kurva baku ampisilin dan berdasarkan nilai Vx . Jika r hitung lebih besar dari r tabel dengan df = 3 dan taraf kepercayaan 99 yaitu 0,959 Cann, 2003 dan nilai Vx ≤ 2 Mulja dan Hanwar, 2003 maka metode analisis tersebut dinilai memiliki linearitas yang baik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penetapan Operating Time

Operating time adalah rentang waktu saat suatu larutan menghasilkan serapan yang stabil. Pada rentang waktu tersebut reaksi antara ampisilin dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna kuning telah optimum sehingga pada pengukuran serapan yang terbaca adalah semua ampisilin yang telah bereaksi dengan pereaksi. Reaksi yang terjadi pada penetapan kadar ampisilin dalam penelitian ini diawali dengan reaksi antara asetilaseton dan formalin pada pembuatan larutan pereaksi yang membentuk senyawa 3,5-diasetil-2,6-heptanadion gambar 6. Reaksinya adalah :

1. pembentukan enol asetilaseton

H 3 C C O C H 2 C O CH 3 asetilaseton H H 3 C C O H C H C OH CH 3 - H H 3 C C O C H C OH CH 3 enol asetilaseton

2. kondensasi enol asetilaseton dengan formalin

37 O H C H 3 C CH C H 3 C O + C O H H enol asetilaseton formalin H C O H 3 C C H CH 2 OH C H 3 C H - H 2 O ß-hidroksi karbonil O - H +

Dokumen yang terkait

VALIDASI DAN PENGEMBANGAN PENETAPAN KADAR TABLET BESI (II) SULFAT DENGAN SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DAN SERIMETRI SEBAGAI PEMBANDING.

0 2 18

Validasi metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi fenantrolina pada penetapan kadar hidrokuinon dalam krim simulasi.

2 12 75

Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin.

3 23 103

Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin.

3 24 78

Validasi Metode Penetapan Kadar Ampisilin Trihidrat Berdasarkan Hasil Hidrolisis Secara Spektrofotometri Ultraviolet (UV) - Ubaya Repository

0 0 1

Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar amoksisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin - USD Repository

0 0 76

Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar ampisilin menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin - USD Repository

0 0 87

Validasi metode spektrofotometri visibel untuk penetapan kadar sefadroksil menggunakan pereaksi asetilaseton dan formalin - USD Repository

0 0 101

PENETAPAN KADAR BESI DALAM SUSU CAIR UNTUK IBU HAMIL SECARA SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL DENGAN PEREAKSI 1, 10-FENANTROLIN

0 0 86

VALIDASI METODE SPEKTROFOTOMETRI VISIBEL MENGGUNAKAN PEREAKSI o-FENANTROLINA PADA PENETAPAN KADAR HIDROKUINON DALAM KRIM SIMULASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi

0 0 73