b Karena penjumlahan maka terjadi proses
penambahan atau penggabungan. Sehingga, ambil satu lagi bola bermuatan negatif dan masukkan ke
dalam kotak.
c Terdapat 5 bola bermuatan negatif di dalam kotak
sehingga hasilnya di dapat -4 + -1 = -5 b.
Operasi Pengurangan 1
Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat positif Contoh: 4
– 6 = Langkah-langkah:
a Ambil 4 buah bola bermuatan positif dan
masukkan ke dalam kotak
- -
- -
- -
- -
-
+ +
+ +
b Lakukan proses pengurangan dengan mengambil 6
buah bola bermuatan positif tetapi bola yang ada di dalam kotak masih kurang sehingga kita mengingat
kembali sifat bilangan bulat yaitu suatu bilangan bila ditambah nol hasilnya tidak berubah.
c Kita ambil 2 pasang bola bermuatan positif dan
negatif ke dalam kotak sehingga di dalam kotak telah ada 6 buah bola bermuatan positif sehingga
dapat dilakukan proses pengurangan.
d Sekarang ambilah 6 buah bola bermuatan positif
dan didapatkan 2 buah bola bermuatan negatif yang ada di dalam kotak. Sehingga 4
– 6 = -2
2 Bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif
Contoh: 2 – -3 =
Langkah-langkah:
+ +
+ +
+ +
- -
Tambahkan pasangan
bola bernilai
- -
a Ambil 2 buah bola bermuatan positif dan
masukkan ke dalam kotak
b Lakukan proses pengurangan dengan mengambil 3
buah bola bermuatan negatif tetapi ternyata di dalam kotak hanya terdapat 2 buah bola bermuatan
positif sehingga kita mengingat kembali sifat bilangan bulat yaitu suatu bilangan bila ditambah
nol hasilnya tidak berubah. c
Kita ambil 3 pasang bola bermuatan positif dan negatif ke dalam kotak sehingga di dalam kotak
telah ada 3 buah bola bermuatan negatif sehingga dapat dilakukan proses pengurangan.
d Sekarang ambilah 3 buah bola bermuatan negatif
dan didapatkan 5 buah bola bermuatan positif yang ada di dalam kotak. Sehingga 2
– -3 = 5
+ +
+ +
+ +
+ -
- -
Tambahkan pasangan
bola bernilai 0
3 Bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif
Contoh: -4 – -3 =
Langkah-langkah: a
Ambilah 4 buah bola bermuatan negatif dan masukkan ke dalam kotak
b Lakukan proses pengurangan dengan mengambil 3
buah bola bermuatan negatif. Dari 4 buah bola bermuatan negatif diambil 3 buah bola bermuatan
negatif lalu dihitung bola yang masih ada di dalam kotak adalah 1 bola bermuatan negatif. Sehingga
didapat -4 – -3 = -1.
Dari beberapa penjabaran mengenai alat peraga di atas, alat peraga dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu alatbenda yang sengaja dibuat
untuk membantu menanamkan konsep matematika kepada siswa-siswi sehingga siswa-siswi dapat lebih mudah memahami materi yang
diajarkan.
- -
- -
- +
+ +
+ +
F. Klasifikasi Sekolah Luar Biasa
1. Tunanetra SLB A
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Klasifikasi anak tunanetra ditinjau dari ketajaman untuk
melihat bayangan benda dapat dikelompokkan sebagai berikut Mohammad Efendi, 2006: 31: a anak yang mengalami
ketunanetraan yang memungkinkan dikoreksi alat optik atau terapi medis, b anak yang mengalami ketunanetraan yang memungkinkan
dikoreksi alat optik atau terapi medis, tetapi masih mengalami kesulitan menggunakan fasilitas awaslemah penglihatan, c anak
mengalami ketunanetraan yang tidak memungkinkan dikoreksi alat optik atau terapi medis serta tidak dapat sama sekali memanfaatkan
penglihatan untuk kepentingan pendidikan. 2.
Tunarungu SLB B Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam
pendengaran. Klasifikasi anak tunarungu ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut
Mohammad Efendi, 2006: 59: a anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB slight losses, b anak tunarungu yang
kehilangan pendengaran antara 30-40 dB mild losses, c anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB moderate
losses , d anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75
dB severe losses, e anak tunarungu yang kehilangan pendengaran
lebih dari 75 dB profoundly losses. Sedangkan ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan Mohammad Efendi, 2006: 63, klasifikasi
anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut: tunarungu konduktif, tunarungu perseptif, dan tunarungu campuran.
3. Tunagrahita SLB C
Tunagrahita adalah individu yang memiliki taraf kecerdasan yang sangat rendah sehingga untuk meniti tugas perkembangannya ia sangat
membutuhkan layanan pendidikan dan bimbingan secara khusus. Klasifikasi anak tunagrahita dapat dilihat pada angka tes kecerdasan,
seperti IQ 0-25 dikategorika idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-75 dikategorikan debilmoron Mohammad Efendi, 2006: 90.
Sedangkan klasifikasi anak tunagrahita didasarkan pada penilaian program pendidikan dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut
Mohammad Efendi, 2006: 90: a anak tunagrahita mampu didik debil adalah anak tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program
sekolah biasa, tetapi masih memilki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal.
Anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan
pekerjaan. b anak tunagrahita mampu latih imbecil adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga
tidak mungkin untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tungrahita mampu didik. Anak tungrahita mampu latih hanya
dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari-hari, serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut
kemampuannya. c anak tunagrahita mampu rawat idiot adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak
mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Dengan kata
lain menurut Patton dalam Mohammad Efendi, 2006: 91, anak tungrahita mampu rawat adalah anak tungrahita yang membutuhkan
perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain.
4. Tunadaksa SLB D
Tunadaksa adalah individu yang memiliki ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya secara normal akibat luka,
penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Klasifikasi anak tunadaksa Mohammad Efendi, 2006: 115, dapat dikelompokkan
menjadi: a anak tunadaksa ortopedi adalah anak tunadaksa yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian tulang,
otot tubuh, ataupun daerah persendian Heward Orlansky, 1998 dalam Mohammad Efendi, 2006: 115, baik yang dibawa sejak lahir
maupun yang diperoleh kemudian karena penyakit atau kecelakaan sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi tubuh secara normal. b
anak tunadaksa saraf Heward Orlansky, 1991 dalam Mohammad Efendi, 2006: 116 adalah anak tunadaksa yang mengalami kelainan
akibat gangguan pada susunan saraf di otak. Otak sebagai pengontrol tubuh memiliki sejumlah saraf yang menjadi pengendali mekanisme
tubuh sehingga jika otak mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi dan mental.
5. Tunalaras SLB E
Tunalaras adalah individu yang memiliki tingkah laku yang berkelainan, tidak memiliki sikap, suka melakukan pelanggaran
terhadap peraturan dan norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidakkurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang
lain, mudah terpengaruh suasana, sehingga dapat membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain. Klasifikasi anak tunalaras ditinjau
dari sumber pemicu tumbuhnya perilaku menyimpang dapat dibedakan menjadi Mohammad Efendi, 2006:144: a penyimpangan tingkah
laku ekstrem sebagai bentuk kelainan emosi, anak yang dikategorikan memiliki penyimpangan ini adalah anak yang mengalami kesulitan
menyesuaikan perilakunya dengan lingkungan sosial karena adanya tekanan dari dalam, adanya hal-hal yang bersifat neurotic atau psikotic.
Indikasi anak berkelainan emosi dapat dipantau dari tekanan jiwa yang ditunjukkan dalam bentuk kecemasan yang mendalam. b
penyimpangan tingkah laku sebagai bentuk kelainan penyesuaian sosial, anak yang dikategorikan memiliki penyimpangan ini adalah
anak yang mempunyai tingkah laku tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dan di masyarakat lingkungannya.
G. Tunarungu
1. Pengertian Anak Tunarungu
Yang dimaksud dengan tunarungu atau berkelainan pendengaran adalah jika dalam proses mendengar terdapat satu atau lebih organ
telinga bagian luar, organ telinga bagian tengah, dan organ telinga bagian dalam mengalami gangguan atau kerusakan disebabkan
penyakit, kecelakaan, atau sebab lain yang tidak diketahui sehingga organ tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Anak
yang berada dalam keadaan kelainan pendengaran seperti itu disebut anak berkelainan pendengaran atau anak tunarungu Mohammad
Efendi, 2006: 57. 2.
Klasifikasi Anak Tunarungu Ketajaman pendengaran seseorang diukur dan dinyatakan dalam
satuan bunyi deci-Bell disingkat dB. Penggunaan satuan tersebut untuk membantu dalam interpretasi hasil tes pendengaran dan
mengelompokkan dalam
jenjangnya. Berdasarkan
kriteria International Standard Organization
ISO klasifikasi anak kehilangan pendengaran atau tunarungu dapat dikelompokkan menjadi kelompok
tuli dan kelompok lemah pendengaran. Menurut ISO, seseorang dikategorikan tuli tunarungu berat jika ia kehilangan kemampuan
mendengar 70 dB atau lebih sehingga ia mengalami kesulitan untuk mengerti atau memahami pembicaraan orang lain walaupun
menggunakan alat bantu dengar atau tanpa menggunakan alat bantu