Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Mobil Garis Bilangan Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV Sekolah Dasar AL – Syukro Universal Tangerang Selatan

(1)

PENGURANGAN BILANGAN BULAT SISWA KELAS IV

SEKOLAH DASAR ISLAM DARUL MU’MININ LARANGAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Herey Purwanto

NIM 109018300047

PROGRAM STUDI

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

i

HEREY PURWANTO (109018300047), “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Mobil Garis Bilangan Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV Sekolah Dasar AL – Syukro Universal Tangerang Selatan”. Skripsi Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga mobil garis bilangan terhadap hasil belajar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa. Penelitian ini dilakukan di SD AL – Syukro Universal, Ciputat, Tangerang Selatan Tahun Ajaran 2012/2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Posttest-Only Control Design. Subyek penelitian ini adalah 45 siswa yang terdiri dari 22 siswa untuk kelas eksperimen dan 23 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik simple random sampling pada kelas IV. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan meneyelesaiakan soal matematika pada pokok bahasan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Tes yang diberikan terdiri dari 9 soal bentuk uraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan alat peraga mobil garis bilangan berpengaruh terhadap hasil belajar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa. Rata- rata hasil belajar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa yang diajarkan dengan menggunakan alat peraga mobil garis bilangan lebih tinggi dari rata- rata hasil belajar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa yang diajarkan dengan konvensional.


(6)

ii

HEREY PURWANTO (109018300047),The Effect of Use of Tools Figure Car Line Numbers Of Study Results of Operations Calculate Additive And Reduction Integer . Thesis For Math Education, Faculty Of Tarbiyah And Teaching Science, SyarifHidayatullah State Islamic University Jakarta, Januari 2014.

The purpose of this research is to determine the effect of use of tools figure car line numbers of study results of operations calculate additive and reduction integer. The research was conducted at SD AL – Syukro Universal, Ciputat, South Tangerang City for academic year 2012/2013. The method used in this research is quasi experimental method withPosttest-Only Control Design. Subject for this research 50 students consist of 22 students for of experimental group and 23 students for of control group which selected in cluster random sampling technique. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the ability to finish the question at subject of spherical number. Test consisted of 9 questions in essay. The resulth of revealed that there is effect of use of tools figure car line numbers of study results of operations calculate additive and reduction integerto ability to finish the story question. The students who taught with use of tools figure car line numbershave mean score of the ability to finish the story’s question higher than who taught with convensional strategy.


(7)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul “Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Islam Darul Mu’minin Larangan”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat guna meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa terwujudnya skripsi ini atas dukungan dan bantuan serta kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Drof. Dr. H. Rif’at Syauqi Nawawi, MA., selaku Dekan Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phill., selaku Ketua Jurusan Kependidikan Islam.

3. Bapak Fauzan, MA., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., selaku dosen Pembimbing Skripsi yang selalu memberiakan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan staff Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.

6. Bapak H. Imam Asy „Ary, S.Ag sebagai Kepala Sekolah SDI Darul

Mu’minin Larangan, Tangerang yang telah banyak membantu penulis

selama penelitian berlangsung .

7. Ibu Dina Mufti Zakiyya, S.Pd dan Ibu Septialita, S.Pd, sebagai guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.


(8)

iv

mengadakan penelitian.

9. Ayahanda dan ibunda tercinta, Bapak Wahono dan Ibu Sudarmi yang senantiasa memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Calon istriku tercinta, Anisatul Faizah, SGz, yang senantiasa membantu, memotivasi, dan memberikan dukungan moril dan materil.

11.Teman-teman seperjuangan angakatan 2009, khususnya Akbar Gunawan Aska, Agi Nur Rahmadana, Deni Irawan, Mailina Hidayati, dan Sifa Kumala yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini.

12.Semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan informasi serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umunya bagi khazanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Maret 2014 Penulis


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI……….. viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL……….. xii

DAFFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskipsi Teoretik. ... 7

1. Pembelajaran Matematika ... 7

a. Pengertian Belajar ... 7

b. Pengertian dan Karakteristik Matematika ... 12

2. Hasil Belajar ... 16

a. Pengertian Hasil Belajar ... 16

b. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 19

3. Media Pembelajaran ... 20

a. Alat Peraga Sebagai Media Pembelajaran ... 20

b. Pengertian Alat Peraga ... 21

c. Tujuan Penggunaan Alat Peraga ... 24

d. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran ... 25


(10)

vi

h. Kegagalan Penggunaan Alat Peraga ... 28

i. Analisis Kebutuhan Alat Peraga Matematika Untuk Setiap Kelas ... 28

j. Analisis Terhadap Kurikulum, Problematika, Dan Kasus Pembelajaran Pada Topik Bilangan Bulat Di Sekolah ... 29

4. Membelajarkan Bilangan Bulat ... 31

a. Alat Peraga Manipulatif Untuk Keperluan Bilangan Bulat dan Prinsip Kerjanya ... 31

b. Proses Kerja Mobil Garis Bilangan Berdasarkan Prinsip Kerjanya ... 35

c. Proses Kerja Manik-manik Berdasarkan Prinsip Kerjanya .. 39

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 41

C. Kerangka Berfikir ... 43

D. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

B. Metode dan Desain Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 46

D. Teknik Pengambilan Sampel ... 46

E. Teknik Pengumpulan Data ... 47

1. Variabel Penelitian ... 47

2. Sumber Data ... 48

3. Instrumen Penelitian ... 48

F. Kontrol Terhadap Validitas Internal ... 48

1. Validitas ... 49

2. Reabilitas ... 50

3. Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 50


(11)

vii

2. Homogenitas ... 53

3. Uji Hipotesis ... 55

H. Hipotesis Statistik ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 57

1. Kemampuan Menyelesaikan Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Kelompok Eksperimen ... 57

2. Kemampuan Menyelesaikan Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Kelompok Kontrol ... 58

B. Hasil Analisis ... 62

1. Uji Normalitas ... 63

2. Uji Homogenitas ... 63

3. Uji T Data Posttest Kemampuan Menjawab Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Matematika ... 64

C. Pembahasan ... 66

D. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA


(12)

viii

Gambar 2.1 Alat Peraga Mobil Garis Bilangan Gambar 2.2 Alat Peraga Manik-manik

Gambar 4.4 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Eksperimen

Gambar 4.5 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Kontrol

Gambar 4.9 Suasana Kegiatan Pembelajaran Di Kelas Dengan Menggunakan Alat Peraga


(13)

ix

DAFTAR TABEL

3.1 Desain Penelitian

4.1 Tabel Distirbusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Kelompok Eksperimen

4.2 Tabel Distirbusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Kelompok Kontrol

4.3 Tabel Perbandingan Kemampuan Menyelesaikan Soal Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 4.5 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol 4.6 Hasil Uji Hipotesis Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

RPP Kelas Eksperimen RPP Kelas Kontrol Lembar Kerja Siswa Kisi – Kisi Instrumen Soal Instrumen

Kunci Jawaban Instrumen

Hasil Posttest Eksperimen dan Kontrol

Tabel Perhitungan Validitas Soal Instrumen Penelitian Tabel Perhitungan Reliabilitas Soal Instrumen Penelitian

Tabel Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal Instrumen Penelitian Tabel Perhitungan Daya Pembeda Soal Instrumen Penelitian Langkah – Langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal Langkah – Langkah Perhitungan Daya Pembeda

Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Distiribusi Frekuensi Kelas Kontrol

Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen Perhitungan Uji Normalitas Kelas Kontrol


(15)

xi

Lembar Uji Referensi Surat


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu faktor utama peningkatan mutu dalam dunia pendidikan adalah peningkatan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) yang didalamnya terdapat guru dan peserta didik yang memiliki perbedaan kemampuan, keterampilan, filsafat hidup, karakteristik, kepribadian dan lain sebagainya. Adanya perbedaan tersebut menjadikan pembelajaran sebagai proses pendidikan memerlukan model, metode, strategi dan alat yang bermacam-macam sehingga peserta didik dapat menguasai materi dengan baik dan mendalam.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa kelas IV Sekolah

Dasar Islam Darul Mu’minin yang mengalami kesulitan untuk pokok bahasan

operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika masih banyak siswa yang belum memahami operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat khususnya pada angka negatif. Siswa hanya memahami operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat pada angka positif saja. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika yang masih rendah.

Operasi hitung bilangan bulat biasanya telah dikenal oleh anak semenjak masih usia dini, terutama operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat walaupun anak-anak itu sendiri belum menyadari bahwa ia sedang melakukan operasi hitung. Hal itu merupakan potensi dasar anak yang sangat perlu dikembangkan oleh orang tua dan atau gurunya. Sekolah dasar mulai dikembangkan oleh guru dengan cara menanamkan dasar-dasar pengetahuan pada siswa melalui berbagai bidang pengajaran, terutama melalui dalam pembelajaran matematika.

Kurangnya pemahaman siswa dalam operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat dimungkinkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya guru dalam menjelaskan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tidak menggunakan pengalaman siswa sehari-hari, sehingga sulit memahaminya. Hal tersebut mengakibatkan pembelajaran


(17)

kurang bermakna, sedangkan operasi penjumlahan dan pengurangan harus sudah dikuasai oleh siswa untuk pembelajaran yang lebih tinggi. Siswa yang tidak menguasai operasi penjumlahan dan pengurangan akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran selanjutnya yang dapat berakibat siswa akan tidak menyukai matematika.

Menurut Soedjadi, hal ini merupakan problematika pembelajaran yang perlu dicari solusinya. Matematika merupakan pelajaran yang salah satu karakteristiknya adalah objek kajiannya bersifat abstrak. Sifat abstrak matematika tersebut juga terdapat pada matematika sekolah, dan sifat inilah yang merupakan salah satu penyebab guru sulit mengajarkan. Senada dengan pendapat diatas, jadi kesulitan yang dialami siswa bukan karena siswa belum mampu tetapi dimungkinkan karena untuk memahami konsep abstrak pada matematika diperlukan sarana atau cara. 1

Depdiknas menjelaskan dalam KTSP 2006 disebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar, untuk membekali peserta didik dengan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama. Demikian halnya tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu melatih pola pikir siswa agar dapat memecahkan masalah dengan kritis, logis, cermat dan tepat. Berdasarkan sifat abstrak dan tujuan matematika tersebut maka pembelajaran matematika sekolah sebaiknya tidak harus langsung menggunakan objek-objek abstrak, namun dapat dibantu menggunakan objek-objek konkret sebagai jembatan untuk memahami matematika dari objek abstrak tersebut.

Adapun ciri-ciri proses berfikir pada anak usia itu antara lain (1) pola berfikir dalam memahami konsep yang abstrak masih terikat pada media konkret, (2) jika diberikan permasalahan maka anak belum memikirkan segala alternative pemecahannya, (3) pemahaman terhadap konsep yang berurutan melalui tahap demi tahap seperti pada konsep panjang, luas, volume, waktu, berat, dan seterusnya, (4) belum mampu menyelesaikan masalah yang melibatkan kombinasi urutan operasi pada masalah yang kompleks, (5) telah mampu mengelompokkan obyek berdasarkan kesamaan sifat-sifat tertentu, dapat mengadakan koresponden

1

Sri Mulyani, Pembelajaran Matematika dengan Alat Peraga Papan Berpasangan,E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya, Volume 5, h. 2.


(18)

satu-satu, dan dapat berfikir membalik, (6) dapat mengurutkan unsur-unsur atau kejadian, (7) dapat memahami waktu dan ruang, dan (8) dapat menunjukkan pemikiran yang abstrak.2

Menurut Soedjadi, seorang guru matematika, sesuai dengan perkembangan siswanya, harus mengusahakan agar fakta, konsep, operasi ataupun prinsip dalam matematika itu terlihat konkret. Melalui proses abstraksi dan asimilasi, objek matematika dalam pikiran yang bersifat abstrak tersebut dapat dibantu pemahamannya dengan benda-benda nyata yang sifatnya konkrit. Untuk itu, dalam memahami konsep abstrak, anak memerlukan benda–benda kongkrit sebagai perantara atau visualisasinya. Hal serupa juga dijelaskan oleh Piaget, siswa SD berada pada fase operasional konkret, dan siswa SMP kelas VII berada pada tahap operasional konkret ke formal. Pembelajaran matematika pada jenjang SD seharusnya menjadi fondasi yang kuat bagi siswa, terutama penanaman konsep-konsep dasar matematika berdasarkan karakteristik matematika itu sendiri, karena penguasaan konsep dasar matematika yang kuat sangat diperlukan oleh siswa. Apabila konsep dasar yang diberikan kurang tepat dan diterima oleh siswa, maka sangat sulit mengubah konsep pikiran siswa tersebut. Seperti yang telah diuraikan bahwa konsep abstrak matematika juga dapat tersajikan dalam bentuk kongkrit.3

Untuk dapat membantu memperjelas apa yang akan disampaikan guru dan mudah dipahami dan dimengerti oleh siswa, maka dibutuhkan media. Menurut Sumanto, media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pebelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan lingkungannya.

Guru tidak cukup memiliki pengetahuan tentang media saja, namun guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media dengan baik. Salah satu bentuk media yaitu alat peraga. Winarni menjelaskan yang dimaksud

2

Endang Setyo Winarni, Membangun Karakter Siswa Sekolah Dasar (SD) Melalui Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Media Benda Konkret, 2012, Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY,Universitas Negeri Malang.

3


(19)

alat peraga dalam pembelajaran matematika SD adalah benda-benda konkret yang dapat diamati, diraba, dan digerakkan yang digunakan guru untuk menanamkan konsep atau keterampilan matematika pada waktu mengajar. Tidak sedikit anak usia SD yang daya penalarannya kurang dan sukar membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang. Oleh karena itu, alat peraga sangat diperlukan untuk membantu siswa SD dalam memahami konsep yang dipelajari. Sehubungan dengan usia anak yang masih senang bermain, anak akan lebih tertarik dan senang mempelajari matematika dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga. Hal tersebut dapat membantu keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang seoptimal mungkin.4

Media difungsikan sebagai jembatan untuk menyampaikan informasi dari guru kepada siswa dengan tepat. Penggunaan media yang berupa alat peraga, yaitu sebagai jembatan atau visualisasi untuk memahami konsep abstrak. Tetapi kegunaan alat peraga tersebut akan gagal bila konsep abstrak dari representasi kongkrit itu tidak tercapai. Untuk itu perlu dirancang media berupa alat peraga sebagai alat bantu memahami konsep dasar tentang penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

Terdapat beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menanamkan atau menjelaskan operasi hitung pada sistem bilangan bulat dalam tahap pengenalan konsep secara konkret, diantaranya yang menggunakan alat peraga yang berdasarkan pendekatan konsep kekekalan panjang seperti mobil garis bilangan dan menggunakan alat peraga yang pendekatannya menggunakan konsep himpunan atau berpasangan seperti manik-manik. Alasan menggunakan konsep berpasangan karena bilangan bulat terdiri dari bilangan negatif dan bilangan positif. Alat peraga matematika ini sengaja dirancang, dibuat, dihimpun atau disusun untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.

Dari uraian yang telah dijabarkan di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji adakah Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV Sekolah Dasar Islam Darul Mu’minin.

4


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah terkait dengan judul penelitian :.

a. Materi bilangan bulat merupakan salah satu materi yang dianggap sulit.

b. Guru kurang begitu paham bagaimana menanamkan pengertian agar tidak bersifat dogmatis dan abstrak.

c. Siswa masih mengalami kesulitan dalam perhitungan penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang menggunakan angka negatif.

d. Guru dalam menjelaskan konsep penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat tidak menggunakan pengalaman sehari-hari, sehingga siswa sulit memahaminya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini hanya dibatasi pada :

1. Subjek penelitian yang dimaksud adalah siswa-siswi kelas IV.

2. Alat peraga yang digunakan adalah mobil garis bilangan dan manik-manik. Alat peraga mobil garis bilangan yang dimaksud adalah media alat peraga yang dibuat penulis sendiri. Alat peraga ini terbuat dari bahan sederhana seperti sterefoam. Sedangkan alat peraga manik-manik dirancang oleh peneliti sendiri.

3. Materi pembahasan mengenai pokok bahasan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

4. Hasil belajar yang dimaksud pada penelitian ini yaitu pada ranah kognitif yang mencangkup C2, C3, C4, dan C5.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

“Apakah ada pengaruh penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar operasi

hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat siswa kelas IV Sekolah Dasar Islam Darul Mu’minin ?”.


(21)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh penggunaan alat peraga terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar Islam Darul Mu’mini pada hasil

belajar operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat

2. Mengetahui perbedaan rata-rata hasil belajar siswa pada operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat antara yang tidak dan menggunakan alat peraga.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dalam khasanah keilmuan pembelajaran matematika khususnya operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1. Dapat meningkatkan kinerja guru dalam mengajar dan mengelola kelas, khususnya dalam mengatasi kesulitan guru dalam pembelajaran bilangan bulat.

2. Menjadi acuan bagi guru dalam mengembangkan konsep pengajaran bilangan bulat.

b. Bagi peneliti lainnya

Memberikan masukan kepada peneliti selanjutnya dalam pengembangan media untuk pembelajaran bilangan bulat.


(22)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Pembelajaran Matematika a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan, atau sikapnya.1

Belajar merupakan kebutuhan setiap orang, sebab dengan belajar seseorang mampu memahami dan menguasai sesuatu yang membuat kemampunnya meningkat. Hal ini terlihat pada semua aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan kebiasaan manusia yang akan terbentuk secara tidak langsung dan akan berkembang karena proses belajar.

“Belajar adalah proses perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku

tersebut dilakukan secara sadar dan bersifat menetap, perubahan perilaku tersebut

meliputi perubahan dalam hal kognitif, afektif, dan psikomotor”.2

Pengertian belajar diatas senada dengan apa yang diungkapkan oleh Mc Geoch yang memberikan definisi mengenai belajar “Learning is a change in

performance as a result of practice”. ini berarti bahwa belajar membawa perubahan dalam performance, dan perubahan itu sebagai akibat dari latihan

(practice). pengertian latihan atau practice mengandung arti bahwa adanya usaha dari individu yang belajar.3

1

Azhar Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal 1.

2

Susilana Rudi, Bahan Ajar Belajar Mandiri (Belajar dan Pembelajaran), dikutip dari : http://nash-choice.blogspot.com/2009/02/teori-belajar-dan-pembelajaran.html diakses pada 22 Januari 2014

3


(23)

Skinner berpendapat bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.4 Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut :

a. Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar, b. Respon si pebelajar, dan

c. Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuatan terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku si pebelajar yang baik diberikan hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberikan teguran dan hukuman.

Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari :

a. Stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan b. Proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat simulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang terjadi setelah siswa mengikuti atau mengalami suatu proses belajar mengajar, yaitu hasil belajar dalam bentuk penguasaan kemampuan dan keterampilan tertentu. Perubahan kemampuan ini dapat dilihat dari perubahan perilaku seseorang. Perubahan tersebut dapat berupa peningkatan kemampuan tertentu dalam berbagai jenis kinerja, sikap, atau minat.

Karena belajar merupakan sebuah proses yang rumit dan kompleks serta banyak variabel yang mempengaruhinya, maka perlu kiranya kita mengetahui juga faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya baik terhadap proses maupun hasil belajar. Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni : 5

4

Dimyati , Belajar Dan Pembelajaran, dikutip dari :

http://idayulianixiaojiao.blogspot.com/2014/01/hakikatdan-ciri-ciri-belajar-dan.html diakses pada 22 Januari 2014

5

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT Rosdakarya, 2005), cet ke – 15, hal 129 -137.


(24)

1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni : 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)

a. Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai sakit kepala misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.

b. Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut :

1) Intelegensi menurut Reber, pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, intelegensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan intelegensi manusia lebih menonjol daripada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hampir seluruh aktifitas manusia.

2) Sikap adalah genjala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif atau negatif. Sikap

(attitude) siswa yang positif, merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya, sikap negatif siswa apalagi jika diiringi dengan kebencian dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa tersebut.

3) Bakat (aptitude) menurut Reber adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan


(25)

demikian, sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara umum bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berintelegensi sangat cerdas atau cerdas luar biasa disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.

4) Secara sederhana, minat (interest) berarti kecenderungan dan gairah yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Umpamanya, seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan.

5) Pengertian dasar motivasi menurut Gleitman ialah keadaan internal organism baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.

Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) motivasi intrinsic ; 2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Termasuk dalam motivasi intrinsik adalah perasaan menyenangi materi dan kebutuhan terhadap materi tersebut.

Adapun motivasi ektrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, tata tertib sekolah, guru, suri tauladan orang tua dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni : faktor lingkungan social dan faktor lingkungan nonsosial.


(26)

a. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para tenaga kependidikan (kepala sekolah dan wakil-wakilnya) dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur, misalnya, akan memepengaruhi aktivitas belajar siswa.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat member dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai siswa.

b. Lingkungan Non Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

3. Faktor Pendekatan Belajar

Lawson menjelaskan faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi -materi pelajaran. Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai keefektifan segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian ruap untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.

Faktor-faktor diatas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut muncul siswa-siswa yang high-achievers (berprestasi tinggi) dan under-achievers


(27)

b. Pengertian dan Karakterisktik Matematika

Menurut Ruseffendi, matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara indukti, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.6 Dalam kamus

besar bahasa Indonesia, matematika diartikan sebagai “Ilmu tentang

bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan-bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaia masalah mengenai bilangan”.

Pengertian matematika sangat sulit didefinisikan secara akurat. Pada umumnya orang awam hanya akrab dengan satu cabang matematika yang disebut aritmatika atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh dari bilangan-bilangan

bulat 0, 1, 2, 3, 4,….dst, melalui beberapa operasi dasar : tambah, kurang, kali,

dan bagi.

Setelah membaca dan memahami uraian tentang definisi matematika diatas, seolah-olah tampak bahwa matematika merupakan pribadi yang mempunyai beragam corak penafsiran dan pandangan, yang mana antara matematikawan yang satu dengan lainnya memiliki pemahaman dan argument yang berbeda untuk mendeskripsikan apa dan bagaimana sebenarnya matematika itu. Tetapi di balik keragaman itu semua, dalam setiap pandangan matematika terdapat beberapa ciri matematika yang secara umum disepakati bersama. Diantaranya adalah sebagai berikut:7

1) Memiliki Objek Kajian yang Abstrak

Matematika memiliki objek kajian yang bersifat abstrak, walaupun tidak setiap yang abstrak adalah matematika. Sementara beberapa matematikawan

menganggap objek matematika itu “konkret” dalam pikiran mereka, maka kita

dapat menyebut objek matematika secara lebih tepat sebagai objek mental atau

6

Heruman, Model Pembelajaran MatematikaDi sekolah Dasar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), Cet ke-3, h. 1.

7

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat &Logika, (Jogjakarta; Ar-Ruzz Media,2009), hal 59


(28)

pikiran. Ada empat objek kajian matematika, yaitu fakta, operasi atau relasi, konsep, dan prinsip.

a. Fakta

Fakta adalah pemufakatan atau konvensi dalam matematika yang biasanya diungkapkan dalam simbol-simbol tertentu. Contoh : simbol “2” secara umum telah dipahami sebagai simbol untuk bilangan dua. Sebaliknya, bila

kita menghemdaki bilangan dua, maka cukup menggunakan simbol “2”.

b. Konsep

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengakategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu

merupakan contoh konsep atau bukan. Contoh : “Segitiga” adalah nama

suatu konsep. Dengan konsep itu, kita dapat membedakan mana yang merupakan contoh segitiga dan mana yang bukan contoh segitiga. Konsep dapat dipelajari lewat definisi atau obervasi langsung. Seseorang dianggap telah memahami suatu konsep, jika ia dapat memisahkan konsep dari yang bukan konsep.

2) Definisi

Konsep berhubungan dengan definisi. Deifinisi adalah ungkapan yang membatasi konsep. Dengan adanya definisi, seseroang dapat membuat ilustrasi, gambar, skema, atau simbol dari konsep yang didefinisikan. Ada tiga maca definisi yang sering kita kenal, yakni :

a. Definisi Analitik

Suatu definisi disebut analitik apabila defiinisi tersebut dibentuk dengan

genus proksimum dan diferensia spesifika (genus : keluarga terdekat, deferensia spesifika : pembeda khusus).

b. Definisi Genetik

Suatu definisi dikatakan bersifat genetik apabila pada denifinisi tersebut terdapat ungkapan tentang cara terjadinya konsep yang didefinisikan. c. Definisi dengan Rumus

Difinisi dengan rumus adalah definisi yang dinyatakan dengan menggunakan kalimat matematika.


(29)

Dalam suatu definisi, terdapat dua hal yang disebut intense atau hal yang menjadi fokus dalam pernyataan dan ekstensi atau hal yang menjadi jangkauan dari pernyataan. Contoh : (1) segitiga sama sisi adalah segitiga yang sama sisinya, (2) segitiga sama sisi adalah segitiga yag sudutnya sama.

Dalam contoh diatas, atributnya berbeda, yang satu mengutamakan sisi, sedang yang lain mengutamakan sudut. Ini dikatakan bahwa definisi (1) dan (2) memiliki ekstensi (jangkauan) yang sama, sedang intensinya berbeda.

1) Operasi atau relasi

Operasi adalah pengerjaan hitung, pengertian aljabar, dan pengerjaan matematika lainnya. Sementara relasi adalah hubungan antara dua atau lebih elemen. Contoh operasi antara lain : “penjumlahan”, “perpangkatan”,

“gabungan”, “irisan”, dan lain lain. Sedang relasi antara lain : “sama dengan”,

“lebih kecil”, dan lain-lain. 2) Prinsip

Secara sederhana, dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan diantara

berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”,

atau “dalil”, “corollary” atau sifat, dan sebagainya. Contoh : sifat komutatif dan sifat asosiatif dalam aritmatika merupakan suatu prinsip.

d. Bertumpu Pada Kesepakatan

Simbol-simbol dan istilah-istilah dalam matematika merupakan kesepakatan atau konvensi yang penting. Dengan simbol dan istilah yang telah disepakati dalam matematika, maka pembahasan selanjutnya akan mudah dilakukan dan dikomunikasikan. Contoh : lambang bilangan yang digunakan sekarang : 1, 2, 3, dan seterusnya merupkan contoh sederhana dari sebuah kesepakatan dalam matematika.

e. Berpola Pikir Deduktif

Pola piker deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal yang bersifat khusus. Contoh : seorang siswa telah memahami konsep dari

“lingkaraan”. Ketika berada di dapur, ia menggolongkan mana peralatan dapur


(30)

f. Konsisten dalam Sistemnya

Dalam matematika, terdapat berbagai macam system yang dibentuk dari beberapa aksioma dan memuat beberapa teorema. Ada sistem-sistem yang berkaitan, ada pula sistem-sistem yang dipandang lepas satu dengan lainnya.

Contoh :

Di dalam aljabar terdapat sistem aksioma dalam group, sistem aksioma dalam ring , dan lain-lain. Di dalam geometri, terdapat sistem geometri neral. Sistem geometri insidensi, dan lain- lain.

g. Memiliki Simbol yang Kosong Arti

Di dalam matematika, banyak sekali simbol baik yang berupa huruf latin, huruf Yunani, maupun simbol-simbol khusus lainnya. Simbol-simbol tersebut membentuk kalimat dalam matematika yang biasa disebut model matematika. Model matematika dapat berupa persamaan, pertidaksamaan, maupun fungsi, dan lain-lain.

Contoh :

Model matematika, seperti x + y = z tidak selalu berarti bahwa x, y, dan z berarti bilangan. Secara sederhana, bilangan-bilangan yang biasa digunakan dalam pembelajaranpun bebas dari arti atau makna real.

Jadi, secara umum, model atau simbol matematika sesungguhnya kosong arti. Ia akan bermakna sesuatu bila kita mengaitkannya dengan konteks tertentu

h. Memerhatikan Semesta Pembicaraan

Sehubungan dengan kosongnya arti dari simbol-simbol matematika, bila kita menggunakannya kita seharusnya memerhatikan pula lingkup pembicaraannya. Lingkup atau sering disebut semesta pembicaraan bias sempit bias pula luas. Bila kita berbicara tentang bilangan-bilangan, maka simbol-simbol tersebut menunjukkan bilangan-bilangan pula dan sebagainya. Dari beberapa penjelasan diatas tentang pengertian belajar dan pengertian matematika serta karakteristiknya maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matemtika adalah seperangkat kegiatan yang dirancang sehingga terjadi proses belajar mengajar matematika. Proses ini memberikan kesempatan kepada siswa


(31)

untuk menelaah dan memahami konsep tentang matematika serta memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan matematika.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.8

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan dan ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.

Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

Ranah Psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.

Namun pada abad ke-21, Anderson dan Kratwohl mempublikasikan Taksonomi Bloom dengan merevisi Taksonomi Bloom ranah kognitif sebagai berikut:9

8

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset, 2009), cet ke – 14, hal 22.

9Zulfiani, Tonih Feronika dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), Cet. 1, h. 66.


(32)

No. Setelah Direvisi 1. Mengingat (remember)

2. Memahami (understand) 3. Menerapkan (Apply) 4. Menganalisis (analyze) 5. Mengevaluasi (evaluate)

6. Menciptakan/ membuat hasil karya (create)

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Penilaian terhadap hasil belajar kognitif bertujuan untuk mengukur penguasaan isi materi. Pada ranah kognitif ini lebih banyak melibatkan kegiatan mental atau otak. Hasil belajar intelektual terdiri dari enam aspek yaitu:10

1) Mengingat

Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan.

2) Memahami

Memahami berkaitan dengan membangun sebuah pengertian dari berbagai sumber seperti pesan, bacaan dan komunikasi.

3) Menerapkan

Menerapkan menunjuk pada proses kognitif memanfaatkan atau mempergunakan suatu prosedur yang sudah diketahui untuk melaksanakan percobaan atau menyelesaikan permasalahan.

4) Menganalisis

Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari 10 Imam Gunawan dan Anggarini Retno Palupi, Taksonomi Bloom-Revisi Ranah Kognitif: Kerangka Landasan Umtuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Penilaian, (http://www.ikippgrimadiun.ac.id/ejournal/sites/default/files/2_Imamgun%20&%20Anggarini_Ta ksonomi%20Bloom%20%E2%80%93%20Revisi%20Ranah%20Kognitif%20Kerangka%20Landa san%20untuk%20Pembelajaran,%20Pengajaran,%20&%20Penilaian.pdf).


(33)

tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.

5) Mengevaluasi

Evaluasi berkaitan dengan proses kognitif memberikan penilaian berdasarkan kriteria dan standar yang sudah ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kriteria atau standar ini dapat pula ditentukan sendiri oleh siswa. Standar ini dapat berupa kuantitatif maupun kualitatif serta dapat ditentukan sendiri oleh siswa. Perlu diketahui bahwa tidak semua kegiatan penilaian merupakan dimensi mengevaluasi, namun hampir semua dimensi proses kognitif memerlukan penilaian.

6) Menciptakan atau membuat

Menciptakan mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya. Menciptakan sangat berkaitan erat dengan pengalaman belajar siswa pada pertemuan sebelumnya. Meskipun menciptakan mengarah pada proses berpikir kreatif, namun tidak secara total berpengaruh pada kemampuan siswa untuk menciptakan. Menciptakan di sini mengarahkan siswa untuk dapat melaksanakan dan menghasilkan karya yang dapat dibuat oleh semua siswa.

b. Ranah Afektif

Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku. Adapun kategori ranah afektif sebagai hasil belajar sebagai berikut:11

1) Receiving, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan (stimulasi) dari luar yang datang kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi, dan gejala. 2) Responding, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi

yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

11

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 30.


(34)

3) Valuing berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

4) Organization, yakni pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

5) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.

c. Ranah Psikomotor

Ranah Psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni:

1) Gerakan refleks;

2) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

3) Kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, dan motoris;

4) Kemampuan di bidang fisik; 5) Gerakan –gerakan skill;

6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif atau interpretatif.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang menjadi objek penilaian adalah ranah kognitif aspek C2 (Memahami), C3 (Menerapkan), C4 (Menganalisis), dan C5 (Mengevaluasi) karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi materi pembelajaran.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam siswa itu dan faktor yang datang dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang


(35)

dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai.

Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis. Adanya pengaruh dari dalam diri siswa, merupakan hal yang logis an wajar, sebab hakikat perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan, adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Sungguhpun demikian, hasil yang dapat diraih masih juga bergantung pada lingkungan. Artinya, ada faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai.

Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran. Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Oleh sebab itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pengajaran. Kedua faktor ini mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya, makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran makin tinggi pula hasil belajar siswa. 12

3. Media Pembelajaran

a. Alat peraga sebagai media pendidikan

Sumanto menjelaskan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan pebelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru maupun siswa dengan lingkungannya.

Guru tidak cukup memiliki pengetahuan tentang media saja, namun guru juga harus memiliki kemampuan untuk memilih dan menggunakan media dengan baik. Salah satu bentuk media yaitu alat peraga. Winarni menjelaskan yang dimaksud

12


(36)

alat peraga dalam pembelajaran matematika SD adalah benda-benda konkret yang dapat diamati, diraba, dan digerakkan yang digunakan guru untuk menanamkan konsep atau keterampilan matematika pada waktu mengajar. Tidak sedikit anak usia SD yang daya penalarannya kurang dan sukar membayangkan bentuk-bentuk geometri terutama bentuk geometri ruang. Oleh karena itu, alat peraga sangat diperlukan untuk membantu siswa SD dalam memahami konsep yang dipelajari. Sehubungan dengan usia anak yang masih senang bermain, anak akan lebih tertarik dan senang mempelajari matematika dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan alat peraga. Hal tersebut dapat membantu keberhasilan guru dalam melaksanakan pembelajaran yang seoptimal mungkin.13

Satu hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu teknik penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan alat peraga tertentu dan jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sukarman menjelaskan secara umum fungsi alat peraga yaitu (1) sebagai media untuk menanamkan konsep-konsep matematika, (2) sebagai media untuk memahami konsep dan meningkatkan keterampilan berhitung dan (3) sebagai media untuk menunjukkan hubungan antara konsep matematika dengan dunia sekitar serta mengaplikasikan konsep dalam kehidupan nyata. Dengan melihat ketiga fungsi tersebut, dalam memilih dan menggunakan alat peraga matematika haruslah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, sehingga benar-benar efektif dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika tidak demikian, maka kemungkinan hasilnya akan lebih jelek.

Dengan demikian masalah bagaimana cara membuat, dan kapan menggunakannya merupakan dua masalah yang terus menerus perlu dikaji dan diimplementasikan dalam pembelajaran matematika SD untuk mencapai hasil seoptimal mungkin.14

b. Pengertian Alat Peraga

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara

13

Endang Setyo Winarni, Membangun Karakter, h.3. 14


(37)

atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.15

Media merupakan salah satu komponen media utama dalam pembelajaran selain tujuan, materi, metode dan evaluasi, maka sudah seharusnya dalam pembelajaran guru menggunakan media. Proses pemilihan media menjadi penting karena kedudukan media yang strategis untuk keberhasilan pembelajaran.

Oleh karena beragamnya istilah mengenai media yang mempunyai tekanannya sendiri-sendiri, maka akan lebih baik jika kita mengambil salah satu diantaranya,

dalam hal ini “Media Pendidikan (pembelajaran)”. Ciri-ciri umum dari media

pendidikan adalah sebagai berikut : 16

a) Media pendidikan identik artinya dengan pengertian keperagaan yang berasal

dari kata “raga”, artinya suatu benda yang dapat dilihat, diraba, didengar, dan

yang dapat diamati melalui pancaindera kita.

b) Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang biasa dilihat dan didengar.

c) Media pendidikan digunakan dalam rangka hubungan (komunikasi) dalam pengajaran, antara guru dan siswa.

d) Media pendidikan adalah semacam alat bantu belajar mengajar, baik diluar kelas maupun di dalam kelas.

e) Berdasarkan (c) dan (d), maka pada dasarnya mendia pendidikan merupakan suatu perantara(media) dan digunakan dalam rangka pendidikan.

f) Media pendidikan mengandung aspek; sebagai alat dan sebagai teknik, yang sangat erat pertaliannya dengan metode mengajar.

15

Azhar Arsyad, op cit, hal 3.

16

Oemar Hamalik, Media Pendidikan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1989), Cet ke-7, hal 11-12.


(38)

Jadi, yang dimaksud dengan media pendidikan (pembelajaran) adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.

Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang paling penting adalah metode mengajar dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar tertentu akan mempengaruhi jenis media pembelajaran yang sesuai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwasalah satu fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.17

Kedudukan media dalam pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan system pembelajaran. Penggunaan media akan meningkatkan kebermaknaan hasil belajar. Dengan demikian pemilihan media menjadi penting artinya dan ini menjadi alasan teoritis mendasar dalam pemilihan media.

Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru tetapi yang lebih penting lagi dapat pula digunakan oleh siswa. Oleh karena itu sebagai penyaji dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu media dapat mewakilkan guru dalam menyampaikan informasi secara lebih teliti, jelas dan menarik.18

Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasar fungsinya media dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Namun dalam keseharian kita tidak terlalu membedakan antara alat peraga dan sarana. Sehingga semua benda yang digunakan sebagai alat dalam pembelajaran matematika kita sebut alat peraga matematika. Demikian pula pada modul ini, media matematika kita sebut alat peraga matematika.

Menurut Estiningsih, alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Contoh: papan tulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegipanjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegipanjang. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan

17

Azhar Arsyad, loc cit, hal 15.

18

Arief Sadiman, Media Pendidikan ( Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya),(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), Cet ke-6, hal 10.


(39)

dari konsep, agar anak mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga maka anak mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti konsep. Sedangkan sarana merupakan media pembelajaran yang fungsi utamanya sebagai alat bantu untuk melakukan pembelajaran. Dengan menggunakan sarana tersebut diharapkan dapak memperlancar pembelajaran. Contoh: papan tulis, jangka, penggaris, lembar tugas (LT), lembar kerja (LK), dan alat-alat permainan.19

c. Tujuan Penggunaan Alat Peraga

Penggunaan alat peraga dalam proses pembelajaran memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai agar proses pembelajaran sehingga proses pembelejaran menjadi berkualitas. Adapun beberapa tujuan penggunaan alat peraga adalah sebagai berikut :

1) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif. Bagi sebagian anak, matematika tampak seperti suatu sistem yang kaku, yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan dalil-dalil untuk dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika memiliki banyak hubungan untuk mengembangkan kreatifitas.

2) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah sedemikian rupa, sehingga para peserta didik dapat menyukai pelajaran tersebut. Suasana semacam ini merupakan salah satu hal yang dapat membuat para peserta didik memperoleh kepercayaan diri akan kemampuannya dalam belajar matematika melalui pengalaman-pengalaman yang akrab dengan kehidupannya.

3) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan penerapan matematika dalam keadaan sebenarnya. Peserta didik dapat menghubungkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan keterampilan masing-masing mereka dapat

19

Sukayati dan Agus Suharjana. Modul Matematika SD Program Bermutu, Pemanfaatan Alat Peraga Matematika Dalam Pembelajaran Di SD, 2009, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan. Tenaga Kependidikan, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika, Yogyakarta.


(40)

menyelidiki atau mengamati benda-benda di sekitarnya, kemudian mengorganisirnya untuk memecahkan suatu masalah.

4) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat peraga diharapkan peserta didik lebih memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat abstrak.

Dari tujuan di atas diharapkan dengan bantuan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dapat memberikan permasalahan-permasalahan menjadi lebih menarik bagi anak yang sedang melakukan kegiatan belajar. Karena penemuan penemuan yang diperoleh dari aktivitas anak biasanya bermula dari munculnya hal-hal yang merupakan tanda tanya, maka permasalahan yang diselidiki jawabannya itu harus didasarkan pada obyek yang menarik perhatian anak. Jadi bila memungkinkan hal itu haruslah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang mengarah pada bahan diskusi dalam berbagai cabang penyelidikan, misalnya dari buku, dari guru atau bahkan dari anak sendiri. Hal itu dapat ditentukan melalui peragaan dari guru dan diskusi yang melibatkan seluruh kelas atau oleh kelompok kecil/seorang anak yang bekerja dengan lembar kerja.

Dengan menggunakan suatu lembar kerja, mereka dapat menggunakan bahan-bahan yang dirancang untuk mengarahkan dalam menjawab pertanyaan yang akan membantu mereka menemukan suatu jawaban yang dimaksudkan pada arti pertanyaannya. Oleh karena itu sebaiknya setiap alat peraga dilengkapi dengan kartu-kartu atau lembar kerja atau petunjuk penggunaan alat untuk menjawab permasalahan.

d. Penggunaan Alat Peraga Dalam Pembelajaran

Bila kita cermati pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini, masih banyak yang dikelola secara klasikal. Artinya semua peserta didik diperlakukan sama oleh guru. Pembelajaran klasikal merupakan pembelajaran yang paling disenangi oleh guru karena cara ini mudah dilaksanakan. Pada pembelajaran klasikal umumnya komunikasi terjadi searah, yaitu dari guru ke peserta didik, dan hampir tidak terjadi sebaliknya. Oleh sebab itu penggunaan alat peraganya didominasi oleh guru. Pada umumnya hanya sebagaian kecil dari peserta didik yang dapat


(41)

memanfaatkan alat peraga tersebut. Untuk meminimalisasi dominasi guru dalam penggunaan alat peraga, maka perlu direncanakan dan dikembangkan alat peraga untuk kelompok atau individu.

Ada beberapa keuntungan bila alat peraga digunakan untuk kelompok, antara lain: (1) adanya tutor sebaya dalam kelompok, akan dapat membantu guru dalam menerangkan pemanfaatan alat peraga kepada temannya, (2) kerjasama yang terjadi dalam penggunaan alat peraga kelompok akan membuat suasana kelas lebih menyenangkan, (3) banyaknya anggota kelompok yang relatif kecil akan memudahkan peserta didik untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam pemanfaatan alat.

Namun demikian ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat peraga kelompok yakni: (1) tugas-tugas pelengkap dari alat peraga/sarana yang menjadi tanggung jawab kelompok hendaknya mengaktifkan semua anggota kelompok, agar tidak terjadi dominasi oleh seorang anggota kelompok, (2) pemilihan anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas pemanfaatan alat peraga haruslah secermat mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan peserta didik yang pandai atau sebaliknya dalam satu kelompok.

e. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Alat Peraga

Selain mempersiapkan langkah-langkah penggunaan alat peraga, seperti persiapan guru, lingkungan, persiapan peserta didik, maka perlu pula mengetahui prinsi-pprinsip umum dalam penggunaan alat peraga, di antaranya sebagai berikut. 1. Penggunaan alat peraga hendaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran.

2. Alat peraga yang digunakan hendaknya sesuai dengan metode/strategi pembelajaran.

3. Tidak ada satu alat peragapun yang dapat atau sesuai untuk segala macam kegiatan belajar.

4. Guru harus terampil menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

5. Peraga yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan siswa dan gaya belajarnya.

6. Pemilihan alat peraga harus obyektif, tidak didasarkan kepada kesenangan pribadi.


(42)

7. Keberhasilan penggunaan alat peraga juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

f. Persyaratan Alat Peraga

Ada beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga agar fungsi atau manfaat dari alat peraga tersebut sesuai dengan yang diharapkan dalam pembelajaran.

1. Sesuai dengan konsep matematika.

2. Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika) 3. Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat).

4. Bentuk dan warnanya menarik.

5. Dari bahan yang aman bagi kesehatan peserta didik. 6. Sederhana dan mudah dikelola.

7. Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik dari peserta didik.

8. Peragan diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi peserta didik, karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar peserta didik dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok. 9. Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah banyak.

g. Pemilihan Alat Peraga

Pemilihan alat peraga yang tepat dan digunakan secara benar diharapkan dapat:

1. Mempermudah abstraksi,

2. Memudahkan, memperbaiki, atau meningkatkan penguasaan konsep atau fakta,

3. Memberikan motivasi,

4. Memberikan variasi pembelajaran, 5. Meningkatkan efisiensi waktu,

6. Menunjang kegiatan matematika di luar kelas yang menunjukkan penerapan matematika pada peristiwa nyata, dan


(43)

7. Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.

h. Kegagalan Penggunaan Alat Peraga

Penggunaaan alat peraga tidak selamanya membuahkan hasil belajar yang lebih meningkat, lebih menarik, dan sebagainya. Adakalanya menyebabkan hal yang sebaliknya, yaitu menyebabkan kegagalan peserta didik dalam belajar. Kegagalan itu akan nampak bila:

1. Generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal yang konkret tidak tercapai,

2. Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilainilai yang tidak menunjang konsep-konsep dalam matematika,

3. Tidak disajikan pada saat yang tepat, 4. Memboroskan waktu,

5. Diberikan pada anak yang sebenarnya tidak memerlukannya, dan 6. Tidak menarik dan mempersulit konsep yang dipelajari.

i. Analisis Kebutuhan Alat Peraga Matematika untuk Setiap Kelas

Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar matematika dapat dilakukan dengan berbagai strategi dan variasi sajian, misalnya permainan, diskusi, pemecahan masalah, praktek, dan lain-lain yang menarik. Alat peraga merupakan bagian penting dari perangkat pembelajaran. Agar alat peraga yang akan digunakan sesuai dengan materi yang dibahas dan terencana dengan baik serta bermakna maksimal, seyogyanya alat peraga tersebut dirancang dan dibuat sendiri oleh guru. Untuk itu dibutuhkan urutan langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi kebutuhan alat peraga dengan cara menganalisis kurikulum atau standar isi yang sedang digunakan atau berlaku menurut jenjang kelas yang diampu dari guru yang bersangkutan.

2. Mendesain alat peraga yang akan dibuat.

3. Merencanakan dan memilih bahan dari alat peraga yang akan dibuat. 4. Membuat alat peraga.


(44)

6. Penilaian alat peraga dan petunjuk yang telah dibuat dari catatan-catatan guru saat digunakan.

Kegiatan identifikasi kebutuhan alat peraga yang digunakan di SD dari kelas I sampai dengan kelas VI merupakan kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh guru pengampu kelas yang bersangkutan baik secara individu atau kelompok ditingkat sekolah maupun tingkat KKG. Kegiatan ini memerlukan ketekunan dan inovasi dari guru sehingga dapat menentukan dan mengembangkan alat peraga yang digunakan berdasar pada kurikulum yang berlaku. Pencermatan terhadap kurikulum mengenai indikator, hasil belajar dan materi akan menentukan alat peraga yang dapat digunakan atau dikembangkan.20

j. Analisis Terhadap Kurikulum, Problematika, dan Kasus Pembelajaran pada Topik Bilangan Bulat di Sekolah Dasar

J.1 Bilangan Bulat dan Kedudukannya dalam Struktur Kurikulum SD Bilangan bulat yang terdiri atas bilangan asli (bulat positif), nol, dan bilangan negatif atau yang jika dinyatakan dalam notasi himpunan ditulis sebagai berikut B = {. . . , -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . . } merupakan satu pokok bahasan di sekolah dasar. Dalam kurikulum 1994 sekolah dasar, materi ini mulai diperkenalkan atau disampaikan kepada siswa di kelas 5 semester 1 (pertama). Pengenalannya

dimulai dari “mengenal bilangan positif dan negatif, membaca dan menulis

lambang negatif, mengenal lawan suatu bilangan, operasi bilangan bulat yang meliputi penjumlahan (menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan positif, menjumlahkan bilangan negatif dengan negatif, dan sebaliknya, serta menjumlahkan bilangan negatif dengan bilangan negatif) dan pengurangan (mengurangi bilangan positif dengan bilangan positif, mengurangi bilangan positif dengan bilangan negatif atau sebaliknya, dan mengurangi bilangan negatif dengan negatif). Sementara itu, operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya diperkenalkan di kelas 1 SMP.

Ketika menggunakan kurikulum 2004, bilangan bulat diperkenalkan kepada siswa di kelas 4 semester 2 dan di kelas 5 semester 1. Pada kurikulum 2004, materi bilangan bulat untuk kelas 4 pembahasannya dimulai dengan penggunaan

20


(45)

bilangan bulat negatif dalam masalah sehari-hari, Bilangan bulat negatif dan positif, menuliskan bilangan bulat dalam kata-kata dan angka, mengurutkan bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, menentukan lawan suatu bilangan, membandingkan 2 bilangan bulat, penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat menggunakan garis bilangan, dan menuliskan kalimat atau pernyataan pengurangan ke bentuk penjumlahan atau sebaliknya. Sementara itu, sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat, serta perkalian dan pembagian bilangan bulat diperkenalkan dan dibahas di kelas 5 semester 1.

Sementara itu, ketika KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) tahun 2006 digulirkan terjadi perubahan kebijakkan kembali. Walaupun pengenalan bilangan bulat tetap diterapkan di kelas 4 dan kelas 5, namun dari sisi materi terjadi perubahan kembali. Pada kelas 4, yang dibahas adalah: Bilangan bulat positif dan negatif, menunjukkan penerapan bilangan negatif dalam masalah sehari-hari, membilang lambang bilangan bulat, membandingkan 2 bilangan bulat, mengurutkan bilangan bulat, menentukan letak bilangan bulat pada garis bilangan, lawan suatu bilangan, serta operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat yang melibatkan bilangan positif dan negatif, sedangkan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat yang melibatkan bilangan bulat positif dan negatif, hitung campuran, serta sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat diperkenalkan di kelas 5 semester 1.

Menurut Krisnadi terhadap kebijakan yang menempatkan pengenalan materi tersebut bergeser dari kelas 5 (kurikulum 1994) dimajukan ke kelas 4 (kurikulum 2004 dan KTSP 2006) merupakan kebijakan yang tidak memperhatikan taraf atau tingkat perkembangan proses berpikir anak SD yang masih dalam taraf berpikir belum formal (relative masih kongkret). Mengapa demikian? Bilangan bulat untuk ukuran siswa SD kelas 4 dan kelas 5 dikategorikan sebagai materi yang sangat abstrak. Sulit bagi siswa untuk dapat mencerna atau memahami pengertian dari bilangan yang negatif, karena di sekitar kehidupan sehari-hari anak tidak ada bentuk benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif. Hal ini menjadikan pembelajaran bilangan bulat secara keseluruhan relatif tidak


(46)

mudah, bagi guru untuk mengkonkretkan sifat abstraknya, dan bagi siswa yang relatif belum mampu berpikir abstrak.

Sementara itu, memperkenalkan operasi hitung perkalian dan pembagian beserta sifat-sifatnya kepada siswa SD kelas 5 juga merupakan kebijakan yang kurang tepat dan cenderung hanya memikirkan kemampuan si pengembang kurikulum. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika materi tersebut disampaikan di SMP kelas 1 yang taraf berpikirnya sudah lebih tinggi masih banyak masalah yang dihadapi siswa pada jenjang tersebut. Sebaiknya pemerintah mengkaji ulang terhadap kebijakan yang menempatkan operasi hitung perkalian dan pembagian bilangan bulat beserta sifat-sifatnya pada kurikulum sekolah dasar.

4. Membelajarkan Bilangan Bulat

Bilangan bulat merupakan salah satu dari jenis bilangan yang ada, dan bilangan ini sendiri ada agar operasi hitung yang melibatkan operasi seperti 2 – 6; 6 + . . . = 4; . . . + 8 = 7; dan sebagainya mempunyai hasil.

Selanjutnya, untuk menanamkan konsep-konsep yang ada pada bilangan bulat (mulai dari pengertian bilangan bulat itu sendiri sampai pada operasi hitung yang diperkenankan) kepada siswa SD, prinsipnya sama dengan membelajarkan matematika secara umum, yaitu menggunakan sarana alat bantu pembelajaran (alat peraga matematika). Namun demikian, untuk menanamkan pengertian bilangan bulat (terutama yang negatif), karena tidak ada benda konkret yang langsung dapat menggambarkan arti bilangan negatif, maka dapat digunakan pernyataan-pernyataan atau aktivitas kehidupan sehari-hari yang dikenal anak, yang merupakan bentuk aplikasi bilangan bulat negatif, seperti: enam derajat di bawah nol (yang menyatakan bilangan negatif 6), mengalami kerugian sebesar 50 rupiah (yang menyatakan bilangan negatif 50), 10 meter di bawah permukaaan laut (yang menyatakan bilangan negatif 10), dan sebagainya.

a. Alat Peraga Manipulatif untuk Keperluan Bilangan Bulat dan Prinsip Kerjanya

Terdapat beberapa alat peraga yang dapat digunakan untuk menanamkan atau menjelaskan operasi hitung pada sistem bilangan bulat dalam tahap pengenalan


(47)

konsep secara konkret, yaitu menggunakan alat peraga yang berdasarkan pendekatan konsep kekekalan panjang (seperti pita garis bilangan, tangga garis bilangan, balok garis bilangan, mobil garis bilangan) dan menggunakan alat peraga yang pendekatannya menggunakan konsep himpunan.

Alat peraga mobil garis bilangan proses kerjanya berpedoman pada prinsip bahwa panjang keseluruhan sama dengan panjang masing-masing bagian-bagiannya. Prinsip kerja yang harus diperhatikan dalam melakukan operasi penjumlahan maupun pengurangan dengan menggunakan alat ini sesuai kesepakatan adalah sebagai berikut :

1. Posisi awal benda yang menjadi model harus berada pada skala nol.

2. Jika bilangan pertama bertanda positif, maka bagian muka model menghadap ke bilangan positif dan kemudian melangkahkan model tersebut ke skala yang sesuai dengan besarnya bilangan pertama tersebut. Proses yang sama juga dilakukan apabila bilangan pertamanya bertanda negatif.

3. Jika model dilangkahkan maju, dalam prinsip operasi hitung istilah maju diartikan sebagai tambah (+), sedangkan jika model dilangkahkan mundur, istilah mundur diartikan sebagai kurang (-).

4. Gerakan maju atau mundurnya model tergantung dari bilangan penambah dan pengurangnya. Untuk gerakan maju, jika bilangan penambahnya merupakan bilangan positif maka model bergerak maju ke arah bilangan positif, dan sebaliknya jika bilangan penambahnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak maju ke arah bilangan negatif. Untuk gerakan mundur, apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan positif maka model bergerak mundur dengan sisi muka model menghadap ke bilangan positif, dan sebaliknya apabila bilangan pengurangnya merupakan bilangan negatif, maka model bergerak mundur dengan sisi muka menghadap ke bilangan negatif. Namun demikian, ada pula kesepakatan lain yang secara prinsip sebenarnya tidak berbenturan dengan prinsip di atas, yaitu sebagai berikut: Bilangan “positif”

diberi arti “maju”, bilangan “negatif” diberi arti “mundur”, “ditambah” diberi arti “jalan terus”, sedangkan “dikurang” berarti “balik kanan”.


(48)

Gambar 2.1

Alat Peraga Mobil Garis Bilangan

Sementara itu, alat peraga manik-manik seperti yang telah dikemukakan di atas, pendekatannya menggunakan konsep himpunan. Pada himpunan terdapat proses “penggabungan” dan “pemisahan” dua himpunan yang dalam hal ini anggotanya berbentuk manik-manik. Alat ini berbentuk bulatan-bulatan setengah lingkaran yang apabila sisi diameternya digabungkan akan membentuk lingkaran penuh. Alat ini biasanya terdiri dari dua warna, satu warna untuk menandakan bilangan positif (misal biru), sedangkan warna lainnya untuk menandakan bilangan negatif (misal kuning). Dalam alat ini, bilangan netral (nol) diwakili oleh dua buah manik-manik dengan warna berbeda yang dihimpitkan pada sisi diameternya, sehingga membentuk lingkaran penuh dalam dua warna. Bentuk netral ini dipergunakan pada saat melakukan operasi pengurangan a – b dengan b > a atau b < 0. Penggunaan alat peraga manik-manik untuk melakukan operasi hitung penjumlahan dan pengurangan juga harus memperhatikan beberapa prinsip kerjanya, yaitu :

Dalam konsep himpunan, proses penggabungan dapat diartikan sebagai penjumlahan, sedangkan proses pemisahan dapat diartikan sebagai pengurangan. Berarti, kalau melakukan aktivitas penggabungan sejumlah manik-manik ke dalam kelompok manik-manik lain sama halnya dengan melakukan penjumlahan. Namun demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan proses penjumlahan, yaitu :

Keterangan : - a merupakan bilangan (angka) pertama yang merupakan anggota bilangan bulat.

- b merupakan bilangan (angka) kedua yang merupakan anggota bilangan bulat.


(1)

.}r'

I

Nama Nim Jur/Fak Judul Skripsi

LEMBAR UJI REFERENSI

Herey Purwanto

1 0 9 0 1 8 3 0 0 0 4 7

PGMI/FITK

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Mobil Garis Bilangan

Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Pembimbing : Otong Suhyanto M.Si

No. Judul Buku Referensi Hal Paraf

I

2

a J

A a

BAB I

Arief Sadiman, Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya). (Jakarta : PT Grafindo Persada,2003), Cet ke-6

Mutu Pendidikan Matematika di Indonesia Masih

Rendah

(Diakses

dari

:

http : I I ugm.ac.

idlindex.php?page:rilis&artikel:4467

diakses pada tanggal 14 Januari 2013 pada pukul

14.30

wrB).

Prestasi Matematika Pelajar SD Indonesia Diperhitungkan Dunia,

http ://www.republika. c o.idlberital pendidikan/beita/

5,6,7

9\

K

<rq

e<

r01051271r17402-

diakses pada tanggal

2710512012,22:55

Komariyah (et al), "Penggunaan Media Kartu Bilangan Untuk Meningkatkan Hasil Belajar


(2)

\

I

I

5

6

7

8

9

1 0

Pada Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas

SD Al Amin Surabaya.

PGSD FIP Universitas

Negeri Surabaya.

Sri Rahal.uningsih, "Peningkatan Hasil Belajar Dan Minat Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kompetensi Dasar Melakuknn Operasi Hitung Campuran Menggunakan Pendekatan Inquiry, SD Negeri Kedungkelor 01 Kecamatan Warureja Kabupaten Tegal. Dinamika Vol 3, No 1, Jluli2}l2.

Pengertian Pembelajaran

Matematika,

http://www.sarjanaku.corn/2013/04/.html,

diakses

pada tangg

al, 1 4 I 0 | 120

13,l 43 0

Erma

Suwaningsih, Model

Pembelajaran

Matematika,

(Bandung:

UPI Press,2006)

BAB II

Azhn Arsyad, Media Pengajaran, (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada,

1997)

Susilana Rudi, Bahan Ajar Belajar Mandiri (Belajar dan Pembelajaran), dikutip dari : http ://nash-choice.blo gspot. com/2009/O2lteori-belajar-dan-pembelajaran.html diakses pada 22 Januari20I4

Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta : Andi Offset, 1980)

1 8

1 , 3

(x

K

K

K

K


(3)

x

I

Yulian Ida, Belajar Dan Pembelajaran, dikutip

dari :

http ://idayulianixiaoj iao.blosspot.corn/20 1 4/0 I /haki katdan-ciri-ciri-belajar-dan.html diakses pada 22

Januari2014

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan,(Bandung: PT Rosdakarya,2005). Cet ke-15

Heruman, Model Pembelajaran Matematika (Di Sekolah Dasar), (Bandung : PT. Remaja Rosdakary a,200 l), Cet ke-3 a

Abdul Halim Fathani, Matematika Hakikat

Logika, (Jogjakarta

: Ar-Ruzz Media)

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Offset,2009),

Cet ke- 14

Oemar Hamalik, Media Pendidikan,

(Bandung : PT

Citra Aditya Bakti, 1989),

Cet ke-7

pgubelqisrcn/,Diakses pada tanggal 14 Januari

2013

pukul 16:29.

Sriyono, Tetcnik

Belajar Mengajar CBSA, (Jakarta :

PT Rineka

Cipta, 1992),

Cet ke-l

Nana Sudjana, Dasar - Dasar Proses Belaiar

,t


(4)

x

I

I

Mengajar, (Bandung : pf. Sinar garu

Offset, 2007), Cet ke-7

BAB III

J. Triadmodjo, Metode Eksperimen, Modul,

Fakultas

Komunikasi Universitas

Mercubuana.

Sugiono, Statistika Untuk pendidikan, ( Bandung ALFABETA,20|0),cet l6

Suharsismi

Arikunto. 2010,

Suatu Pendekatan praktek

Cipta h.194.

Sudjana, Metode Statistika,

200s)

Prosedur Penelitian :

; Jakarta: PT Rineka

(Bandung : Tarsito,

Supardi, Aplikasi Statistika

(I akarta

: UFUK PRESS,200

I )

Dalam Penelitian,

Jakafia,

l2Feburuari

2014

Mengetahui,

Dosen Pembimbins


(5)

I

I

dh,

utN JAKARTA

FORM

(FR)

No. Revisi: : 01

SURAT

PERMOHONAN

IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.0 llF. I /KM .01.3 1...12013 Iamp. : l Berkas

Hal : Permohonan Izin penelitian

Nama NIM Jurusan Semester Tahun Akademik Judul Skripsi

Jakarta. 2 Jlur;ri 2013

Kepada Yth.

Kepala sekolah SD Islam Al Syulao Universal Di Tempat

As s alamu' al ailatm wr.wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

HereyPurwanto 109018300047 PGMI

D( (Sembilan) 2013/2014

: "Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Mobil Garis Bilangan Terhadap Hasil Belajar Operasi Hitung Penjumlahan Dan

Pengurangan Bilangan Bulat Siswa Kelas ry Sekolah Dasar Islam Al Swkro Universal"

adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jaka*a yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di instansi/sekolah/madrasah yang ibu pimpin.

Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengi zir:irian mahasiswa tersebut melaksanakan Penelitian yang dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wass al amu' alaikum wr.wb.

a.n. Dekan Kajur PGMI

./ Fauzan, M.A

N I P . 1 9 7 6 1 1 0 7 2 0 0 7 0 1 1 0 i 3

Tembusan: 1. Dekan FITK

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. lvfahasiswa yang bersangkutan


(6)

.'\

T

j , i

SD ISTAM

AL SYUKRO

UNIVERSAL

Jalan Otista Raya Gg. Haji Ma'ung No. 30 Ciputat, Tangerang Selatan 1541 1 Tef p. (02 1 ) 7 443322 Fax. (02 1 ) 7 443526 http//wwwalsyu krou n iversal'com

\

DOMPET

DHUAFA

AL SYUKRO UNIVERSAL

, t

Yang bertanda tangan dibawah ini Kepala Sekolah SDI Al * Syukro Universal Ciputat

Nama Jabatan menerangkan bahwa

Nama NIM Jurusan Semester Fakultas

Muhammad Syafe'I, S. Pd.I Kepala Sekolah

Herey Purwanto

r09018300047

PGMI

VIII (Delapan)

Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan

{

bahwa nama tersebut

diatas telah melaksanakan

penelitian/riset

pada tanggal 6

Mei s/d 4 Juni 2013, sehubungen

dengan

penyelesaian

judul skripsi ; "Pengaruh

penggunaan

alat peruga mohil garts bilangan terhadap hasil belaiar operasi

hitang penjumlahq,n

dan pengurilngan bilangan bulat siswa leelas

IV Sekolah

Dasar Islam Al Syulro Universal".

Demikian surat keterangan

ini dibuat dengan

sebenarnya"

agar pihak yang

berkepentingan

maklum.

,"' '

/).*-,'

t''

{

Jakarta,

12 Juni}ol3

t t'

" t I

,\,,.

Kepala

t"l$O


Dokumen yang terkait

Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Pada Operasi Penjumlahan Dan Pengurangan Bilangan Bulat Negatif Melalui Metode Demonstrasi Dengan Menggunakan Alat Peraga (Penelitian Tindakan Kelas Di Kelas Iv Mi Sirojul Athfal Bekasi)

2 56 145

Pengaruh Penggunaan Alat Peraga Block Dienes Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Pada Pokok Bahasan Perkalian Dan Pembagian (Penelitian Quasi Eksperimen Pada Kelas Ii Mi Al Hidayah Depok)

3 16 240

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP PENJUMLAHAN, PENGURANGAN, DAN HASIL BELAJAR TENTANG OPERASI BILANGAN BULAT Peningkatan Pemahaman Konsep Penjumlahan, Pengurangan, dan Hasil Belajar Tentang Operasi Bilangan Bulat Melalui Pendekatan Sodakom Pada Siswa Kelas I

0 1 14

PENGGUNAAN ALAT PERAGA MOBIL-MOBILAN PADA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MATEMATIS PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT.

0 2 32

PENGGUNAAN MEDIA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT.

0 5 33

PENGGUNAAN MEDIA GARIS BILANGAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA TENTANG PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT.

0 3 31

PENGGUNAAN ALAT PERAGA KOIN BERMUATAN UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP OPERASI PENJUMLAHAN DAN PENGURANGAN BILANGAN BULAT.

0 1 47

Efektivitas penggunaan alat peraga kartu bilangan pada materi operasi hitung penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ditinjau dari hasil belajar siswa kelas VII B SMP N 5 Sleman.

0 0 166

Operasi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat

0 17 11

Penerapan Alat Peraga Keping Berwarna untuk Meningkatkan Hasil Belajar Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat

0 0 7