Dalam membuat kategorisasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah pada skala bullying, peneliti menyusun suatu norma kategori yang
dipilih untuk semua norma skala berdasarkan model distribusi normal menurut Azwar 2000.
Skala bullying terdiri dari 48 aitem yang masing-masing aitemnya diberi skor 1 sampai 4. Dengan demikian skor terkecil adalah 48 x 1 = 48 dan skor
terbesar adalah 48 x 4 = 192. Maka rentang skor skala diperoleh dari skor terbesar dikurangi skor terkecil yaitu 192 - 48 = 120. Kemudian rentang skor
sebesar 120 itu dibagi dalam enam satuan deviasi standar sehingga diperoleh 120 6 = 20. Angka 20 ini merupakan estimasi besarnya satuan deviasi standar populasi
yang akan digunakan untuk membuat kategori normatif skor subjek. Adapun rata-rata teoritisnya µ diperoleh dari jumlah aitem dikalikan skor tengah dari
kategori respon yaitu 48 x 2,5 = 120. Norma untuk kategori skala bullying:
x ≤ µ - 1,5 : sangat rendah
µ - 1,5 x ≤ µ - 0,5 :
rendah µ - 0,5
x ≤ µ + 0,5 : sedang
µ + 0,5 x ≤ µ + 1,5 : tinggi
µ + 1,5 x ≤
: sangat tinggi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 8. Kriteria Kategori Bullying
Skala Rentang nilai
Jumlah Prosentase
dlm Kategori
x ≤ 90
55 42,6
Sangat rendah 90 x
≤ 110 69
53,9 Rendah
110 x ≤ 130
5 3,9
Sedang 130 x
≤150 Tinggi
Bullying 150 x
≤ 0 Sangat
tinggi
Berdasarkan kategori skor bullying di atas diketahui bahwa subjek dengan kategori skor rendah merupakan kategori skor yang paling besar prosentasenya
yaitu 53,9 .
2. Uji Asumsi
Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu harus dipenuhi syarat untuk bisa dianalisis yaitu dengan melakukan uji asumsi yang meliputi uji
normalitas sebaran dan uji homogenitas. a.
Uji normalitas Uji normalitas penyebaran skor kuesioner kecenderungan bullying
terhadap urutan kelahiran anak didapatkan p = 0,064 dan p = 0,195 p 0,05. Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut, dapat dikatakan bahwa sebarannya
adalah normal. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran. b.
Uji Homogenitas Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah varians yang akan
diuji tersebut adalah sama. Berdasarkan uji homogenitas, diperoleh f hitung sebesar 0,598. Oleh karena probabilitas 0,05 maka ketiga varians adalah sama
atau homogen. Hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel 9. Hasil pengujian Uji Homogenitas
Levene Statistic
df1 df2
Sig. .517
2 126
.598
3. Uji Hipotesis
Hipotesis alternatif Hi dalam penelitian ini berbunyi ada perbedaan kecenderungan bullying pada remaja putra berdasarkan urutan kelahiran dalam
keluarga. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis varian satu jalur dengan alat bantu SPSS versi 12.00. Pengujian dilakukan dengan cara
membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel dan dengan melihat signifikansinya. Hipotesis akan diterima bila nilai F hitung F tabel dan taraf
signifikansinya kurang dari 0,05 p 0,05 Hasil perhitungan nilai F dalam penelitian ini adalah 2,811 sedangkan F
tabelnya adalah 3,07 F hitung F tabel, nilai signifikansinya adalah 0,064 yang berarti lebih dari 0,05 p 0,05. Hal ini berarti Hi ditolak dan Ho diterima yaitu
tidak ada perbedaan kecenderungan bullying pada remaja ditinjau dari urutan kelahirannya. Di bawah ini disertakan penghitungan one-way anova.
Tabel 10. Hasil penghitungan one way anova
Sum of Squares
df Mean
Square F
Sig. Between Groups
750.434 2
375.217 2.811
.064 Within Groups
16817.721 126
133.474 Total
17568.155 128
Dalam homogeneous subsets terlihat adanya grup atau subset mana saja yang mempunyai perbedaan rata-rata. Pada tabel homogeneous subsets terlihat
bahwa grup pada subset satu anggotanya terdiri dari kelompok anak sulung, anak tengah dan anak bungsu. Ketiga kelompok anak berdasarkan urutan kelahiran
tersebut mempunyai perbedaan yang tidak signifikan.
Tabel 11. Homogeneous Subsets
Subset for alpha = .05
Urutan Kelahiran
N 1
Tengah 43
88.60 Sulung
43 91.47
Bungsu 43
94.51 Tukey
HSDa Sig.
.050
D. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya perbedaan kecenderungan bullying pada remaja putra ditinjau dari urutan kelahirannya. Hal ini ditunjukkan oleh nilai F
hitung yang lebih kecil daripada F tabel dan nilai signifikansinya yang lebih dari 0,05 p 0,05.
Menurut Purnama 2007 pelaku bullying kemungkinan sekedar mengulangi apa yang pernah dilihat dan dialami. Apabila dihubungkan dengan hasil penelitian,
mungkin sebagian besar subjek belum pernah melihat ataupun mengalami bullying. Hal ini menjadikan keseragaman karakter dan kecenderungan perilaku yang relatif
sama dalam bersosialisasi pada diri mereka. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Remaja-remaja putra dalam penelitian ini mungkin juga tidak mewarisi tradisi hazing dari kakak-kakak kelas atau generasi sebelumnya. Sekalipun mereka pernah
dibully, mereka tidak berniat untuk balas dendam atau melakukannya kepada orang lain. Hal ini seturut dengan pendapat Riauskina 2005.
Yayasan Sejiwa 2008 menyatakan bahwa bullying dilakukan oleh seseorang karena ingin menunjukkan kekuasaan, ingin diakui, menunjukkan eksistensi dan
mencari perhatian. Berdasarkan pernyataan ini, bisa dikatakan bahwa secara umum subjek penelitian memiliki dorongan ke arah eksistensi dan popularitas yang wajar dan
bisa diterima oleh lingkungan sekolah mereka. Dengan demikian tidak dijumpai perilaku bullying dengan perbedaan yang signifikan.
Purnama 2007 mengatakan bahwa pelaku bullying umumnya tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi pelaku serta tidak mengetahui dampak-dampak buruk
yang bisa disebabkan oleh perilaku tersebut. Hal ini terkait dengan pendapat Haryana 2007 yang menyatakan bahwa bullying yang ada di Indonesia dianggap wajar oleh
sebagian besar orang, dan sedikit pihak yang menyadari dampak jangka panjangnya. Karena kurangnya kesadaran, wawasan serta anggapan yang wajar tersebut, maka
perilaku-perilaku bullying yang sebenarnya muncul dalam pergaulan tetap akan dijadikan hal yang wajar dan ditutup-tutupi. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat
Sulhin dan Aulia 2008 yang menyatakan bahwa bullying umumnya dilakukan dengan dalih humor sehingga pelaku sering tidak menyadari perilakunya tidak disukai dan
menyakitkan bagi korban. Pernyataan di atas mungkin juga terjadi pada remaja-remaja yang menjadi subjek dalam penelitian ini.
Menurut Lumansupra 2008 dan Santrock 1995, setiap remaja mulai menuntut otonomi dan kebebasan emosional yang semakin besar dari orang tua
mereka. Hal ini terjadi pada semua remaja dalam setiap urutan kelahiran baik sebagai anak sulung, anak tengah ataupun anak bungsu. Dengan demikian secara pribadi setiap
remaja akan berjuang untuk menemukan kenyamanan diri, terlebih ketika harus berelasi dengan teman sebaya. Pada akhirnya hal ini dapat memunculkan karakter yang
relatif sama dalam berelasi sosial antara remaja yang satu dengan yang lain dari urutan kelahiran yang berbeda.
Selain perkembangan emosional pada remaja di atas, remaja juga memiliki tugas perkembangan untuk mencari identitas diri Rice, 1996. Remaja yang berhasil
menemukan identitas diri akan memunculkan kepribadian yang menarik dan dapat diterima oleh lingkungan sosialnya, sehingga menjadi mudah bagi mereka ketika
bersosialisasi dengan orang lain termasuk di lingkungan sekolah. Hal ini terkait dengan pendapat Utamadi 2007 yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa
belajar untuk tumbuh dan berkembang dari anak menjadi dewasa. Remaja belajar dari apa yang boleh dan dilarang untuk dilakukan. Konsep ini terbawa dalam proses
sosialisasi mereka sehingga setiap remaja menjadi terbentuk untuk menghindarkan diri dari tindakan agresif yang merugikan orang lain seperti halnya bullying Santrock,
1995. Santrock 1995 menyebutkan bahwa berdasarkan tahap perkembangannya,
secara kognitif remaja mulai mengembangkan pemikiran operasional formal dimana pemikiran mereka menjadi lebih abstrak atau tidak terbatas pada pengalaman konkret
aktual sebagai dasar pemikirannya. Remaja sudah bisa membedakan perilaku mana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang boleh dan dilarang untuk dilakukan karena telah mengetahui peraturan yang ada di lingkungan mereka. Sesuai dengan pendapat Yudhi 2008 yang menyebutkan
bahwa remaja dengan citra dirinya mulai menilai diri, menyesuaikan perilakunya dengan standar agama atau lingkungan sosial Dariyo 2004 juga menegaskan
peryataan diatas dimana remaja mulai memperhatikan sifat-sifat yang disenangi dan diharapkan oleh orang lain. Segala tindakan diarahkan agar dirinya diterima oleh
lingkungan sosialnya. Apabila hal ini tertanam dalam setiap remaja, maka perilaku mereka akan relatif seragam dalam hal kepatuhan terhadap peraturan dan penghindaran
diri dari perilaku yang tidak diterima oleh lingkungan, misalnya agresi atau bullying. Meskipun pada dasarnya mereka memiliki karakter yang berlainan berdasarkan urutan
kelahiran mereka. Remaja juga mengalami perubahan berkaitan dengan kognisi sosial mereka.
Elkind dalam Santrock, 1995 yakin bahwa remaja akan berperilaku yang mengundang perhatian, keinginan untuk tampil di depan umum, diperhatikan dan
dilihat. Oleh karena itu, remaja berjuang untuk menemukan cara-cara agar orang mau memperhatikan mereka. Dalam hal ini, remaja menyadari bahwa mereka akan
diperhatikan bila melakukan hal-hal yang positif. Tanpa memperhatikan mereka berada di urutan kelahiran ke berapa, masing-masing remaja berjuang agar
diperhatikan dan dipandang sebagai pribadi yang sama termasuk dalam pergaulan mereka. Pada akhirnya setiap remaja berjuang menghindarkan diri dari perilaku negatif
yaitu bullying. Sulloway dalam Angela Haris, 2007 meyakini bahwa urutan kelahiran
memainkan peranan penting dalam pembentukan kepribadian seseorang, dimana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
urutan kelahiran mempengaruhi lima sifat kepribadian yang utama yaitu kecemasan, keterbukaan, sikap berterus terang, keramah-tamahan dan sikap berhati-hati. Dari
kelima sifat tersebut, kencederungan untuk setiap individu berbeda satu dengan yang lain. Kecenderungan bullying terkait dengan sifat keramah-tamahan. Jika setiap remaja
memiliki sifat dasar keramah-tamahan yang lebih tinggi daripada sifat dasar lainnya, maka akan terajdi keseragaman pada diri setiap remaja untuk mau menghargai
oranglain dan menghidari perilaku bullying. Santrock 1995 juga menyatakan bahwa anak-anak yang diperlakukan relatif
sama oleh orang tua cenderung cocok satu sama lain. Dalam sebuah keluarga, orangtua yang bijaksana akan memperlakukan setiap anaknya dengan cara yang relatif sama
meskipun dengan urutan kelahiran yang berbeda. Hal ini menjadikan anak-anak dalam keluarga tersebut cocok satu sama lain, mau menghargai perbedaan yang ada. Karena
situasi yang demikian, maka anak-anak akan menanamkan kebiasaan tersebut diluar lingkungan keluarga dan melakukannya juga kepada orang lain ketika bergaul di luar
rumah termasuk di sekolah. Ada beberapa kemungkinan variabel yang tidak dikontrol oleh peneliti yang
menyebabkan tidak diterimanya hipotesis dalam penelitian ini. Guastello 2002 menyarankan bahwa dalam penelitian mengenai urutan kelahiran sebaiknya dilakukan
kontrol dalam hal etnis, pendidikan orangtua dan status perkawinan orang tua. Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol terhadap pendidikan dan status
perkawinan orangtua sehingga hasil yang diperoleh tidak signifikan. Variabel kedua adalah jarak usia, menurut Adler dalam George, 2004 jarak
usia antara anak yang satu dengan yang lain juga berpengaruh terhadap persepsi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
seorang anak terhadap dirinya sendiri. Cara pandang dua orang saudara yang jarak usianya dekat akan berbeda dengan cara pandang dua orang yang jarak usia mereka
berbeda jauh. Dengan demikian pola pengasuhan orangtua dan relasi antar saudara kandung yang terjadi di dalamnya juga dipengaruhi oleh jarak usia antar anak. Dalam
penelitian ini peneliti tidak melakukan kontrol terhadap jarak usia antar saudara di dalam keluarga, sehingga sekalipun seorang anak adalah anak sulung di rumahnya bisa
saja dia mempersepsikan dirinya sebagai anak tunggal karena jarak usia dengan adiknya terpaut jauh. Hal ini tentunya akan menciptakan karakter yang berbeda dengan
anak-anak sulung di keluarga yang jarak usianya relatif sama. Variabel ketiga adalah keadaan sosio-ekonomi, kebiasaan, pendidikan
keluarga. Hal ini memunculkan bentuk pengasuhan yang berbeda antara keluarga yang satu dengan yang lain. Pengasuhan yang berbeda tersebut akan berdampak terhadap
pemunculan karakter yang berbeda untuk sebuah urutan kelahiran antara keluarga yang satu dengan yang lain Guastello, 2002.
Variabel keempat adalah jenis kelamin. Menurut Santrock 1995 agresi dan dominansi terjadi lebih besar dalam relasi-relasi saudara kandung yang jenis
kelaminnya sama. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja putra yang mungkin sekali memiliki saudara kandung perempuan. Hal ini tentunya juga berpengaruh
terhadap sikap agresi yang dimiliki oleh setiap subjek. Perbedaan jenis kelamin antara saudara kandung memungkinkan minimnya perilaku agresi ataupun bullying.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kecenderungan bullying pada remaja putra berdasarkan
urutan kelahirannya.
B. Saran
Hasil penelitian ini masih banyak menunjukkan kekurangan. Untuk itu peneliti mengajukan beberapa saran dengan harapan informasi ini dapat menjadi pertimbangan
dan mendorong peneliti selanjutnya untuk meneliti lebih jauh topik yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Saran tersebut antara lain:
1. Saran berkaitan dengan kelanjutan penelitian
Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik terhadap topik yang sama yaitu urutan kelahiran, diharapkan mempertimbangkan dan mengontrol variabel-variabel
lain yang terkait dengan urutan kelahiran terutama jarak kelahiran antar anak dalam keluarga dan kombinasi jenis kelamin anak dalam keluarga.
Selain itu, bagi peneliti yang berminat terhadap topik bullying, disarankan untuk meneliti masalah bullying dengan mengambil subjek perempuan, mengingat
subjek pada penelitian ini hanyalah remaja laki-laki. Dengan demikian bisa diketahui apakah ada perbedaan hasil penelitian atau tidak.
Remaja atau siswa dalam penelitian ini bersekolah di sekolah yang heterogen. Penelitian selanjutnya diharapkan bisa mengambil subjek penelitian
pada sekolah yang homogen sehingga bisa diketahui apakakah ada perbedaan antara sekolah heterogen dengan sekolah homogen.
Dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh hanya berasal dari data skala. Untuk dapat mengenal lebih dalam lagi mengenai kecenderungan bullying
seseorang, penelitian selanjutnya dapat menambahkan metode wawancara. Dengan demikian hasilnya menjadi lebih mendalam dan optimal.
2. Saran berkaitan dengan manfaat penelitian
a. Saran kepada remaja
Setiap remaja dari semua urutan kelahiran baik sebagai anak sulung, tengah dan bungsu berpeluang untuk menjadi pelaku bullying. Di Indonesia
bullying masih jarang dikenal, baik pengertian, jenis-jenis perilaku ataupun dampaknya. Dengan demikian remaja diharapkan untuk berhati-hati dalam
berperilaku terkait dengan pergaulan mereka, sekalipun mereka mungkin belum melakukan bullying saat ini. Mengingat masa remaja adalah masa yang
penuh gejolak dan memungkinkan seseorang berperilaku bullying, maka remaja diharapkan untuk mampu mengelola emosinya yang masih labil dan
senantiasa menjaga hubungan sosial yang sehat, sehingga kedepannya mereka tidak terjebak dalam perilaku bullying.