Sistem Ekonomi Kebudayaan Asmat

Antropologi SMA Kelas XII 124 Dalam suatu perkawinan yang direncanakan, peminangan dilakukan oleh orang tua pihak wanita. Melalui perkawinan, seorang suami memperoleh hak atas daerah sagu dan daerah ikan milik mertua laki-lakinya. Sifat perkawinan dalam masyarakat Asmat adalah berdasarkan prinsip eksogami. Jadi, perkawinan antara anggota-anggota dari clan yang berbeda diperbolehkan. Perkawinan endogami dapat terjadi hanya bila pihak-pihak yang berkepentingan tidak berasal dari satu garis keturunan lurus. Sebelum seorang gadis kawin, ia termasuk clan ayahnya. Tapi begitu kawin ia mengikuti clan suaminya, dan menetap bersama keluarga suaminya. Bila suaminya meninggal, istri dan anak-anak tetap tinggal bersama keluarga suami. Mereka menjadi tanggung jawab keluarga suami. Karena orang-orang Asmat menjalankan levirat, maka saudara laki- laki dari yang meninggal dapat mengawini jandanya. Dalam hal ini dapat terjadi poligami karena sering lelaki yang mengawini janda itu sudah mempunyai istri terlebih dahulu. Istri pertama dan anak-anaknya tinggal bersama clan suami, sedangkan istri-istri berikutnya beserta anak-anak kembali ke clan asalnya. Namun demikian, pada prinsipnya orang-orang Asmat menganut sistem patrilineal sehingga dalam pewarisan misalnya hak milik ditetapkan menurut garis keturunan ayah.

c. Sistem Ekonomi

Suku Asmat mendiami daerah dataran rendah yang berawa-rawa dan berlumpur, serta ditutupi hutan tropis. Sungai-sungai yang mengalir di daerah ini tidak terhitung banyaknya dan berwarna gelap karena lumpur. Keadaan alam yang demikian disebabkan antara lain oleh hujan yang turun sebanyak 200 hari setiap tahunnya. Disamping itu perembesan air laut ke pedalaman menyebabkan tanah tidak dapat ditanami jenis-jenis tanaman seperti pohon kelapa, bambu, pohon buah-buahan, dan jenis tanaman kebun seperti sayur-mayur, tomat, timun, dan sebagainya. Kalaupun ada pohon kelapa atau bambu, jumlahnya sangat terbatas. Dahulu orang-orang Asmat hidup di hutan-hutan, menetap di suatu tempat untuk beberapa bulan, kemudian berpindah mencari tempat baru apabila bahan makanan di sekitarnya sudah berkurang. Hidup di hutan bagi mereka berarti hidup bebas, tidak ada peraturan- peraturan yang mengikat. Bahan makanan pun melimpah dan banyak macamnya. Hal inilah yang menarik mereka untuk kembali ke hutan meninggalkan kampung yang telah disediakan. Di hutan mereka mendirikan semacam rumah yang besar yang disebut dengan bivak, yang berfungsi sebagai tempat tinggal sementara. Sagu sebagai makanan pokok banyak ditemukan di hutan. Untuk mendapatkan makanan dari pohon sagu, pohon itu ditebang, kulitnya dibuka, sebagian isinya ditumbuk hingga hancur. Kemudian isi tersebut dipindahkan ke dalam suatu saluran air sederhana yang terbuat dari daun sagu untuk dibersihkan. Di unduh dari : Bukupaket.com Bab 4 – Etnografi Indonesia 125 Sebagai makanan tambahan, suku Asmat mengumpulkan ulat sagu yang didapat di dalam pohon sagu yang sudah membusuk. Ulat yang merupakan sumber protein dan lemak adalah makanan yang lezat dan bernilai tinggi bagi mereka. Wanita dan anak-anak memburu iguana sejenis kadal untuk diambil kulitnya dan digunakan dalam pembuatan tifa. Dagingnya dipanggang dan dimakan. Tikus hutan pun ditangkap dan dimakan. Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makan dalam keluarga ada pada ibu dibantu oleh anak-anak perempuannya. DISKUSI SISWA Apresiasi Keanekaragaman Budaya 1. Diskusikan dengan teman-teman kalian alat perkawinan berikut. a. Parsem b. Mbeter 2. Bagaimana jika budaya ini berkembang ke daerah kalian? Apa yang akan terjadi? Tuliskan hasilnya di buku tugas dan kumpulkan kepada guru

9. Kebudayaan Dani