Sistem Religi dan Kepercayaan Sistem Kekerabatan

Bab 4 – Etnografi Indonesia 93

a. Sistem Religi dan Kepercayaan

Kehidupan religi masyarakat Batak dipengaruhi beberapa agama. Agama Islam telah masuk ke daerah Batak sekitar awal abad ke-19 yang dibawa oleh orang Minangkabau, dianut oleh sebagian besar suku bangsa Batak bagian selatan, seperti Batak Mandailing dan Angkola. Agama Kristen disiarkan ke daerah Toba dan Simalungun oleh organisasi penyiar agama dari Jerman dan Belanda sekitar tahun 1863, terutama pada Batak Karo. Selain kedua agama tersebut orang Batak juga mempunyai kepercayaan pada animisme. Orang Batak percaya bahwa alam beserta isinya diciptakan oleh Debata Mula Jadi, Na Bolon Toba atau Dibata Kaci-Kaci Karo yang bertempat tinggal di langit. Masyarakat Batak juga mengenal tiga konsep jiwa dan roh, yaitu tondi, sahala, dan begu. Tondi merupakan jiwa atau roh yang juga merupakan kekuatan. Tondi diterima sewaktu seseorang berada dalam rahim ibu. Jika Tondi keluar sementara, seseorang akan sakit, dan jika keluar seterusnya maka akan mati. Sahala adalah kekuatan yang menentukan hidup seseorang yang diterima bersama tondi sewaktu masih dalam rahim ibu. Sahala atau roh setiap orang kekuatannya tidak sama. Begu adalah tondi yang meninggal. Begu dapat bertingkah laku sebagaimana manusia, ada yang baik ada juga yang jahat. Supaya tidak mengganggu, begu diberi sesajen. TUGAS SISWA Berpikir Kritis Sebutkan wilayah-wilayah persebaran suku bangsa Batak beserta batas- batas wilayahnya Kumpulkan hasilnya kepada guru kalian

b. Sistem Kekerabatan

Orang Batak menghitung hubungan keturunan berdasarkan prinsip keturunan patrilineal, yaitu suatu kelompok kekerabatan berdasakan satu ayah, satu kakek, dan satu nenek moyang. Kelompok kekerabatan yang terkecil ialah keluarga batih atau rips Toba, jabu Karo. Suatu kelompok kekerabatan yang besar pada orang Toba disebut marga, orang Karo menyebutnya merga. Marga atau merga dapat berarti klen. Di unduh dari : Bukupaket.com Antropologi SMA Kelas XII 94 Dalam masyarakat Batak ada suatu hubungan antara kelompok- kelompok kekerabatan yang mantap. Kelompok kerabat tempat istri berasal disebut hula-hula pada Batak Toba, kalimbubu pada Batak Karo. Keluarga penyunting gadis disebut beru atau boru. Keluarga pihak laki-laki atau perempuan yang sedarah disebut senina atau sabutuha. Suatu upacara adat, misalnya pesta perkawinan dan kematian, tidaklah sempurna kalau ketiga kelompok itu tidak hadir. Perkawinan pada masyarakat Batak merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat laki-laki dan perempuan. Perkawinan mengakibatkan terbentuknya hubungan antara pihak keluarga laki-laki peranak = Toba, sinereh = Karo dan kaum kerabat si wanita parbaru = Toba, sinereh = Karo. Itulah sebabnya, menurut adat lama, seorang laki-laki tidak bebas memilih jodohnya. Perkawinan dianggap ideal apabila seorang laki-laki mengambil salah seorang putri saudara laki-laki ibunya sebagai istri. Seorang pria atau wanita tidak boleh kawin dengan orang semarga satu marga, karena orang semarga dianggap bersaudara. Sistem perkawinan semacam ini disebut asimetrik konubium.

c. Sistem Kesenian