Kontrol Kekuatan Dan Kemampuan Layan Rafter Honeycomb/Castella Yang Memikul Beban Dari Lantai Bawah Melalui Tumpuan Kolom

(1)

KONTROL KEKUATAN DAN KEMAMPUAN LAYAN RAFTER

HONEYCOMB/CASTELLA YANG MEMIKUL BEBAN DARI

LANTAI BAWAH MELALUI TUMPUAN KOLOM

PROPOSAL Oleh : Erwin Susanto

100404050

Disetujui : Pembimbing

Ir. Besman Surbakti, MT.

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya yang selalu

menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Sarjana ini dengan baik.

Tugas Sarjana merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh

setiap mahasiswa dalam menyelesaikan studinya di Departemen Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara. Tugas Sarjana ini berjudul

“Kontrol Kekuatan dan Kemampuan Layan Rafter Honeycomb / Castella yang memikul

Beban dari Lantai Bawah melalui Tumpuan Kolom “.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Sarjana ini belum sepenuhnya

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca untuk kesempurnaan Tugas Sarjana ini. Akhir kata, penulis berharap agar Tugas

Sarjana ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Februari2015


(3)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan

kesempatan untuk megikuti pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah

menyertai penulis selama proses perkuliahan dan penulisan Tugas Sarjana ini.

Dalam proses penulisan Tugas Sarjana ini, penulis telah mendapatkan bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual dan informasi. Oleh

karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis dan saudara penulis yang selalu mendukung penulis dalam

doadan semangat.

2. Bapak Ir.Besman Surbakti, MT, selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan

waktu, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

3. Prof.Ing. Johannes Tarigan. M.Sc, selaku Ketua Departemen Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan izin pelaksanaan Tugas Sarjana

ini dan dukungan serta perhatian yang diberikan kepada penulis.

4. Ibu Ir. Sanci Barus, MT, selaku Koordinator Tugas Akhir bidang struktur yang telah

memberikan waktu, pengarahan dan masukan dalam menyelesaikan Tugas Sarjana

ini.

5. Senior, Erwin.S.T., M.Sc.Eng, atas bimbingandan masukan yang diberikan kepada


(4)

6. Teman-teman Teknik Sipilyang terkasih yang selalu membantu dan memberikan

dukungan kepada penulis untuk tetap semangat.

7. Bang Zul, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Amin, Bang Edi dak Kak Lince atas bantuan

dan tenaga yang telah diberikan dalam memperlancar penyelesaian Tugas Sarjana

Ini.

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan ini dan

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga

laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari2015


(5)

ABSTRAK

Struktur bangunan yang kita kenal saat ini telah banyak menggunakan berbagai jenis balok yang berlubang pada bagian badan profil. Beberapa buku telah membahas balok dengan bukaan yang ada. Namun, dalam buku-buku tersebut masih jarang disajikan balok baja dengan bukaan berbentuk Honeycomb / Castella. Dalam tugas akhir ini, disajikan analisis untuk mencari lendutan pada balok Castella dengan menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak ABAQUS dan SAP2000.

Secara garis besar, balok Castella memiliki beberapa parameter yang

mempengaruhi lendutan maksimum jika dibandingkan dengan balok solid, yaitu �/�

adalah panjang bentang balok terhadap tinggi balok castella, �/� adalah besar bukaan pada badan (web) terhadap tinggi balok castella, � adalah kekakuan rotasi pada kedua ujung balok castella. Dan setiap parameter akan dianalisis dengan dua jenis tumpuan, yakni tumpuan jepit dan sendi.

Akan digunakan 4 jenis penampang dengan perbedaan panjang dengan bentang sebesar L = 10, 15, 20, dan 25 m. Kemudian juga 3 jenis tinggi bukaan, yakni � = 300, 400, dan 500 mm. Parameter – parameter elemen bidang akan dianalisis menggunakan ABAQUS untuk mencari nilai lendutan maksimum. Analisis linear elastik akan

digunakan untuk kondisi tersebut.

Untuk memperhitungkan peningkatan lendutan akibat adanya bukaan pada pelat badan ini, parameter kekakuan penampang balok akan dimodifikasikan dengan

mereduksi momen inersia pada balok solid yang dimodelkan dalam SAP2000. Bgesarnya reduksi momen inersia yang akan digunakan akan didasarkan pada hasil studi parameter diatas.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... ... ... iii

DAFTAR ISI ... ... iv

DAFTAR TABEL ... ... v

DAFTAR GAMBAR ... ... vi

ABSTRAK ... ... vii

BAB 1PENDAHULUAN ... 9

1.1.Umum ... 9

1.2. Latar Belakang Masalah... 12

1.3. Maksud dan Tujuan... 14

1.4. Perumusan Masalah... 15

1.5. Pembatasan Masalah...16

1.6. Metodologi Penulisan... 17

BABIITEORI DASAR... 18


(7)

2.1.1. Desain Konstruksi ... 18

2.1.2. Prosedur Desain ... 18

2.1.3. Keuntungan Baja Sebagai Material Konstruksi ... 19

2.1.4. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi ... 20

2.1.5. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural ... 20

2.1.6. Jenis – Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan ... 21

2.1.7. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja ... 22

2.2. Struktur Statis Tertentu dan Statis Tak-Tentu ... 24

2.3. Kinematisme Struktur ... 30

2.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja ... 31

2.4.1. Metode ASD (Allowable Stress Design) ... 31

2.4.2. Metode LRFD (Load Resistance Factor Design)... 32

2.5. Teori Metode Elemen Hingga (FEM)………... 33

2.5.1 Deskripsi Model Matematis……… 34

2.6. Pembebanan ... 36

2.6.1.Beban Mati...37

2.6.2. Beban Hidup ... 38

2.6.3. Beban Angin ... 38

2.7. Castellated Beam ... 40

2.7.1 Analisa dan Perencanaan Balok Castellated ... 41


(8)

3.1. Pendahuluan ... 47

3.2. Elemen Segitiga Linear ... 59

3.2.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segitiga ... 50

3.2.2 Matriks Regangan ... 52

3.2.3 Elemen Matriks ... 54

3.3. Elemen Segiempat Linear ... 56

3.3.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segiempat ... 57

3.3.2 Matriks Regangan Elemen Segiempat ... 59

3.3.3 Elemen Matriks ... 59

3.4. Elemen Cangkang (Shell Element) ... 61

3.4.1 Elemen pada Sistem Koordinat Lokal ... 61

3.4.2 Elemen pada Sistem Koordinat Global ... 65

BAB IV ANALISIS STUDI PARAMETER BALOK CASTELLA……... 66

4.1. Analisis Studi Parameter yang Mempengaruhi Lendutan Maksimum pada Balok Castella ... 66

4.1.1. Model Analisis ... 66


(9)

4.1.3. Pengaruh Rasio Bentang Balok dengan Tinggi Balok Castella terhadap

Lendutan ... 72

4.1.4. Pengaruh Besar Bukaan pada Balok Castella terhadap Lendutan .. 74

4.1.5. Pengaruh kekakuan Rotasi pada Ujung Balok terhadap Lendutan 76 4.2. Nilai Parameter L/Dc, Ds/Dc, dan kr yang Umum pada Sistem Struktur 80

4.3 Pemodelan Pengaruh Bukaan Balok Castella terhadap Lendutan pada Analisa Struktur dengan Menggunakan Elemen Garis ... 82

BAB V APLIKASI HASIL STUDI PARAMETER PADA STRUKTUR PORTAL GABLE ... 87

5.1. Model Analisis ... 87

5.2. Beban Layan ... 89

5.2.1. Beban Mati ... 89

5.2.2. Beban Hidup ... 90

5.3. Beban Ultimit ... 90

BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN ... 103

6.1. Kesimpulan ... 103

6.2. Saran 104


(10)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Umum

Perkembangan teknologi pada zaman kini secara berkala telah mempengaruhi

perkembangan dunia konstruksi pula yang ditandai dengan semakin dikenalnya berbagai

jenis material yang digunakan pada bangunan seperti kayu, beton, dan baja.

Masing-masing material bangunan yang digunakan memiliki keunggulan dan kekurangan

tersendiri yang tidak dimiliki oleh material lain. Sebagai contohnya, material kayu yang

ringan namun kekuatan yang yang dapat dipikul sangat terbatas. Contoh lain yaitu beton

yang memiliki keunggulan dalam memikul beban tekan, namun sangat buruk saat beban

tarik bekerja. Sedangkan material baja yang memiliki kekuatan yang tinggi namun

terdapat masalah stabilitas karena penampang baja yang pada umumnya cukup langsing.

(a) Bukaan berbentuk lingkaran

(b) Bukaan berbentuk hexagonal

(c) Bukaan berbentuk oktagonal


(11)

Untuk memaksimalkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh masing-masing

material, berbagai penelitian mulai dilakukan dan berbagai jenis metode desain yang

lebih baik telah ditemukan hingga saat ini. Pada perkembangan teknologi dalam desain

baja, salah satu metode desain yang cukup populer saat ini yaitu balok dengan bukaan

pada pelat badannya. Bentuk bukaan pada pelat badan ini dapat beragam seperti

ditunjukkan pada Gambar 1.1yang dapat berupa lingkaran (cellular beam), hexagonal (castellated beam), ataupun oktagonal. Balok dengan bukaan pada pelat badan ini

didapatkan dengan memotong balok I solid secara zig-zag seperti ditunjukkan pada

Gambar 1.2(a)kemudian bagian yang terpisah oleh potongan tersebut disambung sedemikian rupa seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2(b) dengan pengelasan untuk mendapatkan tinggi balok yang lebih besar. Balok dengan bukaan pada badan ini dapat

digunakan untuk berbagai jenis kebutuhan. Yang akan menjadi pembahasan pada tugas

akhir ini adalah balok baja dengan bukaan berbentuk hexagonal yang sering dikenal

dengan nama balok castella (castellated beam).

(a) Pola pemotongan

(b) Balok castella yang terbentuk

d H

HS

s e

Las


(12)

Beberapa keunggulan dapat diperoleh dengan adanya bukaan pada pelat badan

balok castella antara lain yaitu peningkatan tinggi penampang balok yang mengakibatkan

terjadinya peningkatan pada momen inersia, modulus penampang, kekakuan, serta

kekuatan lentur. Di samping itu, peningkatan properti penampang ini tidak diikuti oleh

peningkatan pada berat penampang sehingga lebih ekonomis karena dapat lebih

mengoptimalkan profil induk yang ada. Bukaan pada badan ini juga memberikan

keuntungan lain di bagian pelayanan seperti menyediakan lubang untuk keperluan

pemipaan.

Penggunaan balok castella mulai tersebar luas di dunia konstruksi baja seperti

diaplikasikan pada bangunan bertingkat banyak, bangunan industri dan komersial,

gudang dan rangka portal. Oleh karena itu, banyak penetilitan baik yang dilakukan

melalui eksperimen maupun secara teoritis mulai dilakukan sejak beberapa dekade yang

lalu. Sebagai hasil dari beberapa penelitian yang telah ada, beberapa bentuk kerusakan

baru mulai ditemukan, antara lain mekanisme kerusakan Vierendeel, tekuk pada pelat

badan yang disambung (web post), kerusakan las pada pelat badan yang disambung.

Selain bentuk kerusakan baru seperti yang telah disebutkan, bentuk kerusakan umum

seperti mekanisme lentur dan tekuk torsi lateral tetap dapat terjadi pada balok dengan

bukaan pada badan. Penelitian yang dilakukan oleh Netherchot, dkk (1982) menunjukkan

bahwa perilaku mekanisme lentur dan tekuk torsi lateral pada balok dengan bukaan pada

pelat badan adalah serupa dengan pada balok berbadan solid. Keberadaan pelat beton

bertulang di atas balok baja baik castella maupun balok berbadan solid yang ditumpu

sederhana pada kedua ujungnya dapat menghindarkan balok baja dari jenis kerusakan


(13)

oleh keberadaan pelat yang kaku. Namun jika balok memiliki pelat badan yang cukup

langsing, tekuk distorsi lateral mungkin dapat terjadi. Oleh karena itu, perilaku dari jenis

struktur baja dengan bukaan pada pelat badan menjadi salah satu topik pembahasan yang

masih memiliki potensi untuk ditelusuri melalui berbagai macam penelitian.

I.2 Latar Belakang Permasalahan

Balok castella merupakan jenis desain komponen struktur baja yang sering

dijumpai dewasa ini. Namun standar perencanaan untuk jenis balok dengan bukaan pada

web seperti balok castella masih sangat jarang dijumpai. Metode analisis yang diperlukan

juga masih merupakan suatu topik yang masih belum jelas karena keberadaan bukaan

pada pelat badan yang mengakibatkan distribusi tegangan yang agak berbeda dengan

balok berbadan solid pada umumnya. Di bidang analisa struktur pada struktur yang terdiri

dari kolom dan balok biasa, pemodelan struktur umumnya dilakukan dengan

memodelkan balok dan kolom sebagai model garis. Namun, untuk balok dengan bukaan

pada badan, keandalan dari model garis yang biasanya digunakan untuk balok tanpa

bukaan mulai menjadi suatu pertanyaan karena bukaan pada pelat badan tidak dapat

dimodelkan dalam bentuk elemen garis. Namun untuk penyederhanaan, model struktur

yang terdiri dari elemen garis tetap masih paling diminati.

Perbedaan yang paling utama antara balok biasa dengan balok dengan bukaan pada

pelat badan yaitu terletak pada adanya bukaan pada bagian pelat. Namun, bagian pada

bukaan ini merupakan daerah yang mengalami tekanan akibat lentur yang lebih kecil.

Dalam perihal perilaku lentur, kedua jenis balok ini memiliki sifat yang cukup mirip.

Sedangkan untuk perilaku geser, umumnya pada analisa struktur, pengaruh dari


(14)

model garis seperti yang digunakan pada balok tanpa bukaan juga dapat digunakan pada

balok dengan bukaan pada pelat badan namun beberapa modifikasi mungkin perlu

dilakukan mengingat akan terjadi pengurangan kekakuan lentur karena adanya lubang

pada pelat badan. Sebagai salah satu cara adalah dengan menggunakan suatu kekakuan

ekivalen yang dapat mencerminkan sifat kekakuan lentur pada balok dengan bukaan pada

pelat badan. Pengaruh dari bukaan pada pelat badan ini terhadap kekakuan lentur dari

balok castella akan menjadi permasalahan yang akan diteliti di dalam tugas akhir ini.

Pelat Lantai

5875 5875 5875 5875

23500

4530

5620

4480

Pelat Lantai Rafter dengan beban tambahan dari lantai bawah

Gambar 1.3Struktur portal baja dengan rafter castella

Hasil dari studi parameter yang dilakukan pada tugas akhir ini akan digunakan


(15)

portal yang telah dibangun menggunakan balok castella sebagai rafter dan balok untuk

memikul beban dari lantai. Ilustrasi dari struktur portal baja yang akan dianalisis

ditunjukkan pada Gambar 1.3. Untuk mendapatkan ruang pakai yang lebih luas, pada bagian tengah balok lantai tidak terdapat tumpuan sampai ke lantai dasar, sehingga

beban-beban dari lantai dua dan tiga akan menjadi beban tambahan bagi rafter yang

disalurkan melalui kolom tengah yang menghubungakan antara balok lantai dengan

rafter. Analisa struktur dilakukan untuk mengetahui besarnya lendutan yang terjadi pada

rafter castella akibat beban layan yang terjadi serta kekuatan rafter untuk dapat memikul

semua beban yang dipikul pada keadaan ultimit.

I.3 Maksud dan Tujuan

Adapun beberapa maksud dan tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Studi parameter untuk mengetahui pengaruh bukaan pada pelat badan balok baja

terhadap kekakuan lentur balok baja.

2. Dengan memanfaatkan hasil dari studi parameter yang telah dilakukan, analisa

struktur terhadap portal baja yang telah dibangun akan dianalisis untuk mengetahui

besarnya lendutan maksimal yang akan terjadi pada rafter castella yang memikul

beban tambahan dari balok lantai bawah.

3. Memeriksa kekuatan dari balok castella dalam memikul beban-beban yang


(16)

I.4 Perumusan Masalah

Untuk melakukan observasi terhadap pengaruh bukaan pada lubang pelat badan

terhadap kekakuan lentur dari balok castella, balok castella seperti ditunjukkan pada

Gambar 1.4 akan dianalisis dengan menggunakan bantuan perangkat lunak bernama ABAQUS. Elemen shell akan digunakan untuk memodelkan pelat badan dan sayap pada

balok castella. Balok akan memikul beban terbagi merata. Karena pada umumnya taraf

kekakuan lentur pada ujung balok yang dihubungkan ke kolom berada di antara nol dan

tak terhingga, pengaruh kekakuan lentur pada ujung balok ini terhadap peningkatan

lendutan pada balok dengan bukaan pada pelat badan akan diamati. Balok castella dengan

ukuran 700×200×10×16 seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4(b) akan dianalisis. Sebagai

pembanding, balok solid tanpa bukaan pada badan dengan ukuran yang sama, Gambar

1.4(a),juga akan dianalisis. Perbedaan lendutan maksimum yang diperoleh akan digunakan untuk menentukan pengaruh beberapa parameter seperti besarnya bukaan,

panjang balok, dan kekakuan lentur pada ujung balok terhadap kekakuan lentur balok

castella yang digunakan dalam bangunan portal baja yang akan dianalisis.

Dengan menggunakan parameter yang diperoleh dari analisis dengan metode

elemen hingga (ABAQUS), sistem portal akan dianalisa dengan menggunakan program

SAP2000. Model elemen garis akan digunakan dengan menggunakan penampang solid

namun kekakuan balok akan dimodifikasi dengan menggunakan faktor pengali pada

momen inersia balok solid berdasarkan kepada hasil yang diperoleh dari hasil analisa

dengan metode elemen hingga. Lendutan yang diperoleh dari hasil analisis akan diperiksa

terhadap lendutan maksimum yang diizinkan dan gaya-gaya dalam seperti momen dan


(17)

5875 5875 5875 5875

23500

(a) Balok tanpa bukaan pada badan

700 (b) Balok dengan bukaan pada badan

A C D E B

700

Gambar 1.4 Model balok castella yang dianalisis

I.5 Pembatasan Masalah

Untuk membatasi lingkup penelitian yang akan dibahas di dalam tugas akhir ini

agar tidak terlalu luas, maka beberapa pembatasan masalah akan digunakan sebagai

berikut:

1. Analisis metode elemen hingga yang dilakukan adalah analisis linier elastis.

2. Lendutan izin maksimum mengikuti nilai standar seperti yang tertera pada RSNI

03-1729-2002.

3. Material yang digunakan adalah material baja dengan modulus elastisitas Es = 200

GPa dengan nilai rasio poisson υ = 0.3.

4. Mutu baja yang digunakan untuk pemeriksaan kekuatan komponen struktur adalah

baja dengan tegangan leleh fy = 360 MPa dan tegangan tarik fu = 500 MPa.

5. Beban-beban rencana yang digunakan untuk analisis seperti beban mati, beban

hidup, dan beban angin berdasarkan kepada nilai-nilai beban yang direkomendasikan

di dalam SKBI 1.3.53.1987.

6. Pemeriksaan kekuatan balok castella akan dilakukan berdasarkan kepada metode


(18)

7. Efek komposit tidak diperhitungkan pada saat menghitung kekuatan balok castella

pada lantai dua dan tiga.

8. Efek pengekangan lateral yang dapat diberikan karena keberadaan pelat diatas balok

castella akan diperhitungkan.

I.6 Metodologi Peneltian

Metodologi yang digunakan untuk menyelesaikan tugas akhir ini adalah studi

literatur yaitu dengan mengumpulkan data-data dan keterangan dari buku yang

berhubungan dengan pembahasan tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen

pembimbing. Penganalisaan struktur balok ini dilakukan dengan program komputer yaitu

program Abaqus versi 6.13.1 dan SAP2000 untuk membantu perhitungan analisa struktur


(19)

BAB II TEORI DASAR

II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja II.1.1. Desain Konstruksi

Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik /

keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur yang

aman dan

ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika. Untuk mencapai

tujuan ini, seorang perencana/desainer harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang :

1. Sifat – sifat fisis material.

2. Sifat – sifat mekanis material.

3. Analisa Struktur.

4. Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur.

II.1.2. Prosedur Desain

Prosedur perencanaan / desain terdiri dari 6 langkah utama, yaitu :

1. Pemilihan tipe dan rancangan struktur.

2. Penentuan besarnya beban – beban yang bekerja pada struktur

3. Menentukan gaya – gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.

4..Pemilihan komponen – komponen struktur beserta sambungannya yang

memenuhi kriteria kekuatan, kekakuan dan ekonomis.

5. Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja.


(20)

II.1.3. Keunggulan Baja Sebagai Material Konstruksi

II.1.3.1. Kekuatan Tinggi ( High Strength )

Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d

900 Mpa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada struktur – struktur yang memiliki

bentang panjang dan struktur pada tanah lunak.

II.1.3.2. Keseragaman ( Uniformity )

Sifat – sifat baja tidak berubah karena waktu. Hampir seluruh bagian baja memiliki

sifat – sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya.

II.1.3.3. Elastisitas ( Elasticity )

Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena

mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi.

Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan.

II.1.3.4. Daktalitas ( Ductility )

Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan

deformasi inelastik bolak – balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil

mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas

ini bagi kinerja struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi

kekuatannya, baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas.

Demikian juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat

menyerap energi yang besar.

Baja dalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang berulang

– ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi besar, II.1.3.5. Kuat Patah / Rekah ( Fracture Toughness )


(21)

masih mampu menahan gaya – gaya yang cukup besar tanpa mengalami fraktur. Keuletan

ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun tegangan yang masih dibawah

batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki keuletan yang tinggi, keruntuhan

dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan bersifat getas ( keruntuhan secara

langsung ).

II.1.4. Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi

II.1.4.1. Biaya Perawatan ( Maintenance Cost )

Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja

harus dicat secara berkala

II.1.4.2. Biaya Penahan Api ( Fire Proofing Cost )

Kekuatan baja dapat berkurang drastis pada temperatur tinggi.

II.1.4.3. Kelelahan ( Fatigue )

Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding ( leleh ) atau deformasi

yang sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan

berulang – ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi dengan

adanya konsentrasi tegangan karena adanya lubang.

II.1.4.4. Rekah Kerapuhan

Struktur baja ada kalanya tiba – tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda – tanda

deformasi yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda

dengan kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik.

II.1.5. Sifat – Sifat Mekanis Baja Struktural


(22)

perencanaan suatu struktur bangunan harus memenuhi persyaratan minimum yang

diberikan.

II.1.5.1. Tegangan Putus ( Ultimate Stress )

Tegangan Putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang

ditetapkan oleh tabel 1.1

II.1.5.2. Tegangan Leleh ( Yielding Stress )

Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang

ditetapkan oleh tabel 1.1

II.1.5.3. Sifat – Sifat Mekanis Lainnya

Sifat – sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan

sebagai berikut :

• Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa

• Modulus Geser : G = 80.000 Mpa

• Poisson Ratio : µ = 0.3

Koefisien Pemuaian : α = 12 x 10 ^ -6 / ºC

II.1.6. Jenis – Jenis Baja Struktural yang Umum Digunakan

Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur.

Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen

dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan

baik. Adapun jenis – jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling

( rolled steel shape ) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin ( cold formed


(23)

II.1.7. Hubungan Antara Tegangan dan Regangan pada Konstruksi Baja

Dalam peraturan AISC 2005, perhitungan rumus kekuatan nominal (Rn)

menggunakan tegangan leleh (Fy) maupun tegangan ultimate (Fu), pemilihan tegangan

baik itu Fy maupun Fu didasarkan atas kemampuan struktur mempertahankan

stabilitasnya setelah beban maksimum diberikan.

Grafik diatas menunjukkan hasil pengukuran hubungan tegangan - regangan dalam

percobaan tarik baja. Tipikal grafik tersebut hanya dapat diperoleh pada percobaan tarik

baja lunak (mild).

Benda uji baja diberikan beban tarik sehingga tegangan baja meningkat dari titik O

sampai ke titik A. Ordinat titik A disebut tegangan proporsional (Fp). Hubungan


(24)

dengan titik A disebut juga daerah elastis yang artinya jika suatu bahan baja mengalami

tegangan tidak melewati titik A dan apabila dilepaskan, maka baja masih dapat kembali

ke bentuk atau panjang semula.

Ketika beban diperbesar sehingga tegangan baja sampai ke titik B, maka hubungan

tegangan regangan tidak linear lagi. Titik B merupakan titik leleh (Fy) dari baja yang

ditandai dengan tegangan yang relatif tidak naik dan regangan yang meningkat. Daerah

antara titik A dan titik C merupakan daerah plastis, dimana jika suatu batang baja

mengalami tegangan sampai melewati titik A ( masuk kedalam daerah A s/d C ) dan

beban dilepaskan, maka baja tidak akan kembali ke panjang semula. Dengan demikian

terdapat regangan residu yang disebabkan karena inelastis dari bahan tersebut.

Apabila beban diperbesar lagi, maka yang terjadi adalah regangan akan terus

meningkat tanpa disertai tegangan. Titik C disebut dengan pengerasan regangan, pada

titik C terdapat kenaikan tegangan yang disebabkan karena regangan bahan sudah hampir

mencapai maksimum. Bahan masih mampu menahan tegangan tambahan sampai pada

titik D, yang disebut dengan tegangan ultimate (Fu). Daerah anatara titik C dan titik D

merupakan daerah strain hardening yang ditandai dengan peningkatan tegangan dan

regangan setelah melewati batas plastis.

Jika beban ditambah samapi melewati batas tegangan ultimate, maka baja akan

mengalami kegagalan struktural yang ditandai dengan penurunan tegangan dan regangan


(25)

II.2. Struktur Statis Tertentu dan Statis Tak-tentu

Dalam analisa struktur kita mengenal tiga jenis permodelan struktur yaitu balok (beams),

portal (rigid frames), atau rangka batang (trusses). Balok adalah jenis struktur yang

ditujukan hanya untuk memikul beban transversal. Penyelesaian analisa terhadap suatu

balok berupa diagram lintang dan diagram momen.

Portal adalah jenis struktur yang tersusun dari elemen-elemen yang terhubung oleh

penghubung kaku (misalnya: hubungan las). Penyelesaian analisa terhadap suatu portal

berupa variasi gaya aksial, gaya lintang dan momen pada sepanjang elemen-elemennya.

Sedangkan rangka batang adalah jenis struktur dimana semua anggota/elemennya

dianggap terhubung pada perletakan sendi; dalam hal ini momen dan gaya geser pada

setiap elemen diabaikan. Penyelesaian analisa terhadap rangka /batang berupa gaya aksial

pada setiap anggota/elemennya.

Diagram lintang dan momen balok dapat digambar apabila semua reaksi luarnya

telah diperoleh. Dalam telaah tentang keseimbangan sistem gaya-gaya sejajar yang

sebidang, telah dibuktikan bahwa jumlah gaya yang tak diketahui pada sembarang benda

bebas (free body) yang dapat dihitung dengan prinsip statika tidak bisa lebih dari dua

buah.

Dalam kasus-kasus balok sederhana, overhang, atau kantilever seperti pada Gambar

II.2.1a hingga c, kedua gaya yang tidak diketahui tersebut adalah reaksi R1 dan R2. Pada

balok yang bersendi-dalam dua seperti pada Gambar II.2.1d, ada tiga bagian balok yang


(26)

Alhasil, balok sederhana, overhang dan kantilever serta balok dengan jumlah sendi

dalamnya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya (jumlah reaksi total dikurangi dua)


(27)

Gambar II.2.2 Balok Statis Tak Tentu

Namun, jika suatu balok tanpa sendi-dalam, seperti kasus pada umumnya, terletak

diatas lebih dari dua tumpuan atau jika ada tambahan jepitan pada satu atau kedua

ujungnya, maka akan terdapat lebih dari dua reaksi luar yang harus ditentukan.

Persamaan statika hanya memberikan dua jenis kondisi keseimbangan untuk sistem gaya

sejajar yang sebidang. Dengan demikian hanya dua reaksi yang dapat diperoleh: semua

reaksi lainnya merupakan reaksi kelebihan (redundant reaction). Balok dengan reaksi


(28)

oleh jumlah reaksi kelebihannya tersebut. Balok pada Gambar II.2.2a bersifat statis

tak-tentu berderajat dua karena jumlah Gambar II.2.2 Balok statis tak-tak-tentu. reaksi yang tak

diketahui ada empat dan statika hanya bisa memenuhi dua kondisi atau dua persamaan

keseimbangan; balok pada Gambar II.2.2b bersifat statis tak-tentu berderajat empat;

balok pada Gambar II.2.2c bersifat statis tak-tentu berderajat satu karena balok memiliki

lima reaksi dan dua sendi-dalam. Pada kenyataannya, jarang sekali suatu balok dibangun

dengan sendi-dalam. Namun, keadaan semacam itu dapat terjadi pada perilaku balok

dengan beban yang melebihi daya pikulnya.

Suatu kerangka kaku/portal bertingkat satu akan bersifat statis tertentu jika reaksi

luarnya hanya tiga, karena persamaan statika hanya menyediakan tiga kondisi

keseimbangan untuk sistem gaya sebidang umumnya. Jadi, kedua kerangka kaku pada

Gambar II.2.3 bersifat statis tertentu. Akan tetapi jika suatu portal bertingkat satu


(29)

ke-taktentu-annya sama dengan jumlah reaksi kelebihannya. Portal bertingkat satu pada

Gambar II.2.4a bersifat statis tak-tentu berderajat satu; pada Gambar II.2.4b adalah

berderajat tiga. Sebagian besar portal kaku umumnya bersifat statis tak-tentu, sesuai

dengan tuntutan efisiensi dan kekokohannya. Semakin banyak tingkat kerangka kaku,

semakin bertambah derajat ke-taktentu-annya.

Syarat agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu adalah bahwa jumlah gaya

yang tidak diketahui sekurang-kurangnya tiga dan jumlah batang di dalam rangka batang

tersebut adalah 2j – r, dimana j sama dengan jumlah titik hubungnya (joints) dan r sama

dengan jumlah reaksinya. Jika m adalah jumlah batangnya, kondisi perlu untuk keadaan

statis tertentu dapat dituliskan:

m = 2j – r (II.2.1)


(30)

Keabsahan persamaan diatas dapat diamati dengan mengubah persamaan tersebut

menjadi m + r = 2j, dimana m + r adalah jumlah gaya yang tidak diketahui dan 2j adalah

jumlah persamaan yang bisa diperoleh dengan prinsip statika apabila setiap titik

hubungnya kita pandang sebagai suatu benda bebas (free body).

Gambar II.2.5 Rangka batang yang memenuhi kondisi perlu untuk bangunan statis tertentu.

Selama titik hubung suatu rangka batang berada dalam keadaan seimbang, peninjauan

sekumpulan titik hubung (yang manapun) atau seluruh rangka batang sebagai suatu benda


(31)

demikian, agar suatu rangka batang bersifat statis tertentu dan stabil. m buah anggota

yang dimaksudkan di dalam persamaan m = 2j – r haruslah diatur secara bijaksana,

artinya semua reaksi dan gaya aksial di dalam setiap batang harus dapat ditentukan. Maka

pada Gambar II.2.5a dan b bersifat statis tertentu dan stabil, sedangkan pada Gambar

II.2.5c rangka batang meskipun memenuhi persamaan, tetapi bersifat statis tak stabil.

Apabila suatu rangka batang memiliki sekurang-kurangnya tiga reaksi yang tak

diketahui dan jumlah batangnya, m dan lebih besar dari 2j – r maka rangka batang

bersifat statis tak tentu dan derajat ke-taktentu-annya, yakni i, menjadi

i = m – (2j – r) (II.2.2)

Jadi, rangka batang pada Gambar II.2.6a merupakan rangka batang statis tak-tentu

berderajat dua, pada Gambar II.2.6b dan c merupakan rangka batang statis tak-tentu

berderajat tiga.

II.3. Kinematisme struktur

Selain pengklasifikasian struktur statis tertentu atau statis tak-tentu, kita juga dapat

mengklasifikasikan permodelan struktur berdasarkan kinematismenya.

Kinematisme adalah pergerakan atau perubahan yang mungkin terjadi akibat

pembebanan statis ataupun dinamis. Beberapa jenis kinematisme yang kita kenal dalam

analisa struktur yaitu perpindahan vertikal, horisontal dan angular. Jenis-jenis

kinematisme ini bekerja hanya pada titik diskrit. Sebagai contoh, permodelan struktur

portal sederhana bertingkat satu seperti pada Gambar II.3.1 termasuk ke dalam struktur

kinematis tak-tentu berderajat empat. Derajat ke-taktentu-an kinematis ini ditentukan


(32)

titik B, akibat gaya W1akan menyebabkan titik B berpindah sebesar u1 dan akibat W2

dan W3 akan mengakibatkan putaran sudut pada titik B sebesar θ1. Demikian juga pada

titik C, terjadi dua jenis perpindahan yaitu u2 dan θ2. Dengan demikian, jumlah

perpindahan yang mungkin terjadi adalah empat sehingga permodelan struktur ini

memiliki 4 derajat ke-taktentu-an secara kinematis. Derajat ke-taktentu-an kinematis

sering juga disebut juga sebagai Degree Of Freedom (DOF).

II.4. Metode Perencanaan Konstruksi Baja

II.4.1. Metode ASD ( Allowable Stress Design )

Metode ASD (Allowable Stress Design) merupakan metode yang paling

konvensional dalam perencanaan konstruksi. Metode ini menggunakan beban servis

sebagai beban yang harus dapat ditahan oleh material konstruksi. Agar konstruksi aman

maka harus direncanakan bentuk dan kekuatan bahan yang mampu menahan beban

tersebut. Tegangan maksimum yang diizinkan terjadi pada suatu konstruksi saat beban

servis bekerja harus lebih kecil atau sama dengan tegangan leleh (σy). Untuk memastikan

bahwa tegangan yang terjadi tidak melebihi tegangan leleh (σy) maka diberikan faktor keamanan terhadap tegangan izin yang boleh terjadi.

�′

��

(II.4.1)

Dimana :

= Tegangan Terjadi (MPa)

�′

= Tegangan Izin (MPa)

...

=


(33)

��

=

Tegangan Leleh Baja (Mpa)

Besaran faktor keamanan yang diberikan lebih kurang sama dengan 1,5 ; sehingga

boleh dipastikan bahwa tegangan maksimum yang diizinkan terjadi adalah 2/3 Fy yang

berarti juga akan terletak pada daerah elastis. Perencanaan memakai ASD akan

memberikan penampang yang lebih konvensional.

II.4.2. Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design )

Metode LRFD ( Load Resistance Factor Design ) lebih mementingkan perilaku

bahan atau penampang pada saat terjadinya keruntuhan. Seperti kita ketahui bahwa suatu

bahan (khususnya baja) tidak akan segera runtuh ketika tegangan yang terjadi melebihi

tegangan leleh (Fy), namun akan terjadi regangan plastis pada bahan tersebut. Apabila

tegangan yang tejadi sudah sangat besar maka akan terjadi strain hardening yang

mengakibatkan terjadinya peningkatan tegangan sampai ke tegangan runtuh / tegangan

ultimate (FU). Pada saat tegangan ultimate dilampaui maka akan terjadi keruntuhan

bahan. Metode LRFD umumnya menggunakan perhitungan dengan menggunakan

tegangan ultimate (FU) menjadi tegangan izin, namun tidak semua perhitungan metode

LRFD menggunakan tegangan ultimate (FU) ada juga perhitungan yang menggunakan

tegangan leleh (Fy), terutama pada saat menghitung deformasi struktur yang

mengakibatkan ketidakstabilan struktur tersebut.

Metode LRFD menggunakan beban terfaktor sebagai beban maksimum pada saat

terjadi keruntuhan. Beban servis akan dikalikan dengan faktor amplikasi yang tentunya

lebih besar dari 1 dan selanjutnya akan menjadi beban terfaktor. Selain itu kekuatan


(34)

sebagai faktor reduksi akibat dari ketidak sempurnanya pelaksanaan dilapangan maupun

di pabrik.

��

=

��

(II.4.2) Dimana : �= ����������

P = Beban Servis (kN)

� = Faktor Resistansi

�� = Kekuatan Nominal Bahan (kN)

Besaran faktor resistansi berbeda – beda untuk setiap perhitungan kekuatan yang

ditinjau, misalnya : untuk kekuatan tarik digunakan faktor reduksi 0,9 dan untuk kekuatan

tekan digunakan faktor reduksi 0,75. Dapat dilihat bahwa untuk penampang yang sama

hasil kekuatan nominal yang akan didapat dari metode LRFD akan lebih tinggi dari

metode ASD.

II.5. Teori Metode Elemen Hingga (FEM)

Balok cellular yang merupakan material baja yang nonlinear dapat di

analisismelalui rumus pendekatan yang berdasarkan metode elemen hingga. FEM

merupakansalah satu metode yang digunakan untuk menghitung gaya-gaya dalam yang

terjadidalam suatu komponen struktur. Finite element methode juga dapat dipakai

untukperhitungan struktur, fluida, elektrik, static, dinamik, dan lain-lain. FEM juga

dikenalsebagai metode kekakuan atau displacement methode karena yang didapat terlebih

dahulu dari perhitungan adalah perpindahan baru kemudian mencari gaya batang.

Dikarenakan perhitungan matematis yang kompleks, FEM secara utama dikembangkan

untuk deformasi linear yang kecil dimana matriks kekakuan konstan.Pada kasus


(35)

perpindahan. Nonlinear FEM digunakan untuk memperbaiki parameter materialdari

pandangan pelat elastis yang tinggi. Dalam bab ini, dikembangkan model FEM nonlinear

untuk deformasi geometri yang besar. dalam hal ini akan digunakan suatu model untuk

memperbaiki deformasi yang ada pada struktur balok.

Suatu balok merupakan suatu batang, yang berarti satu dimensi lebih besardari dua

elemen struktur yang dapat menahan gaya transversal pada perletakan yangada. Balok

yang umum dapat digunakan sebagai struktur tersendiri ataudikombinasikan untuk

membentuk struktur portal bangunan yang umum digunakan pada bangunan dan dapat

digunakan pada varisai beban secara luas dengan berbagaiarah. Karena kita bekerja pada

gambaran struktur 2D , maka digunakan suatu balok sederhana yang membentuk suatu

balok 3D di bawah pengaruh gaya yang dipakai pada balok.

II.5.1. Deskripsi Model Matematis.

Euler-Bernoulli beam (EB) teori secara luas digunakan untuk

memodelkandeformasi yang kecil. Timoshenko beam (TB) teori memperluas persamaan

EB untukmemperjelas untuk efek nonlinear seperti geser. Untuk lebih teliti, elemen

kinematikpada balok dijelaskan dengan 3 dof per node yaitu perpindahan aksial pada

sumbu X(Ux), perpindahan transversal pada sumbu Y (Uy) dan rotasi pada

penampangmelintang (θ). Teori EB mengasumsikan bahwa penampang melintang

meninggalkan gaya normal untuk membentuk sumbu longitudinal, di mana TB

menghapus kendala normal dengan memperkenalkan deformasi geser. Sebagai tambahan,

kedua teori mengacuhkan perubahan dimensi dari bentuk penampang balok yang


(36)

akibat perpindahan dan perputaran yang besar. walaupun lebih kompleks teori TB yang

muncul agar lebih efisien dalam hal perhitungan FEM.

Balok tersebut dibagi menjadi beberapa bagian ( elemen hingga ).

elemenelemenbalok lurus dan memiliki 2 node. Maka dikumpulkan semua nodal dof

kedalam sistem vektor dof yang dinamakan vektor tetap :

�= [��1 ��1 �1 …��������]� (II.5.1.1)

Dalam hal ini, diasumsikan untuk mengetahui material properti dari modelyang ada

seperti E modulus elastisitas, G yaitu modulus geser. Materialnya masihtetap linear

elastis . gaya-gaya yang ada bekerja pada node balok yang dikumpulkan untuk

membentuk vektor gaya yaitu :

� = [��1 ��1 �1 …���������]� (II.5.1.2) dengan n adalah total jumlah node yang ada pada model balok

Regangan merupakan suatu ukuran untuk mengubah bentuk objek, dalam halini

yaitu panjang, sebelum dan sesudah terjadi deformasi yang diakibatkan beberapabeban

yang ada. Tegangan adalah distribusi gaya-gaya dalam per satuan luas yangseimbang dan

bereaksi terhadap gaya luar yang terjadi pada balok. Dalam kasus teoriTB , ada tiga

perbedaan komponen tegangan per elemen balok : regangan aksial yangdiukur

berdasarkan besar ukuran balok ( e ), regangan geser yang diukur berdasarkanperubahan

sudut antara dua garis pada balok sebelum dan sesudah deformasi ( γ ) ,dan ukuran

perubahan kurva ( k ). Dari hal di atas , dapat dikumpulkan menjadi suatuvektor regangan

balok secara umum :


(37)

Resultan tegangan pada teori TB ditentukan gaya aksial N , gaya lintang Vdan

momen lentur M per satuan luas dari penampang melintang. Resultan tegangansecara

umum :

�= [ �111 … ��−1�−1�−1] (II.5.1.4) Di mana n-1 adalah jumlah dari elemen balok.

Energi regangan dalam model sepanjang balok dapat ditulis sebagai integralpanjang:

� = ∫��ℎ�� (II.5.1.5)

Di mana L adalah panjang balok. Vektor gaya dalam bisa didapat dengan

mengambilvariasi pertama dari energi regangan sehubungan dengan perpindahan nodal :

�= ���� = ∫��(�)��� (II.5.1.6)

Persamaan ini dievaluasi dengan penggabungan satu titik Gauss. B adalahmatrik

regangan-perpindahan . akhirnya, variasi pertama pada gaya dalammendefinisikan

matriks kekakuan tangensial :

�� = ���� =∫��� ���� + ���� �� ��= (�� + ��) (II.5.1.7)

Di mana KT adalah kekakuan material dan KG adalah kekakuan geometri.

Kekakuanmaterial adalah konstan dan identik dengan matriks kekakuan linear pada

balokEuler-Bernoulli C1 . kekakuan geometri mendatangkan variasi dari B

dimanaresultan tegangan tetap dan membawa balok nonlinear pada deformasi geometri

yangbesar.

II.6. Pembebanan

Beban adalah gaya luar yang bekerja pada suatu struktur. Pada umumnya penentuan


(38)

lokasi dari struktur dapat diketahui secara pasti, namun distribusi beban dari elemen ke

elemen lainnya umumnya memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa

diperhitungkan pada perencanaan struktur bangunan antara lain sebagai berikut:

II.6.1Beban Mati

Menurut (peraturan pembebanan Indonesia,1983), beban mati merupakan berat dari

semua bagian dari suatu struktur yang bersifat tetap selama masa layannya, termasuk

segal unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari struktur tersebut. Yang termasuk beban

mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang tetap pada posisinya selama

struktur berdiri. Beban mati tetap berada pada struktur dan tidak berubah sesuai dengan

sistem struktur dan material yang digunakan.

Tabel II.6.1.1 berat bangunan berdasarkan SNI 03-1727-1989-F

No Konstruksi Berat Satuan

1 Baja 7850 Kg/m3

2 Beton Bertulang 2400 Kg/m3

3 Beton 2200 Kg/m3

4 Dinding pas. Bata ½ bt 250 Kg/m3

5 Dinding pas. Bata 1 bt 450 Kg/m3

6 Curtain wall + rangka 60 Kg/m3

7 Cladding + rangka 20 Kg/m3

8 Pasangan Batu kali 2200 Kg/m3

9 Finishing lantai (tegel) 2200 Kg/m3

10 Plafon + penggantung 20 Kg/m3

11 Mortar 2200 Kg/m3

12 Tanah, Pasir 1700 Kg/m3

13 Air 1000 Kg/m3

14 Kayu 900 Kg/m3

15 Aspal 1400 Kg/m3


(39)

II.6.2Beban Hidup

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban hidup adalah semua

beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu struktur termasuk

beban-beban pada lantai yang berasal dari berat manusia, barang-barang yang dapat berpindah,

mesin-msin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

struktur dan dapat diganti selama masa layan dari struktur tersebut sehingga

menyebabkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus untuk atap,

beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik akibat genangan

maupun akibat tekanan jatuh butiran air.

Tabel II.6.1.2 beban hidup menurut kegunaan Berdasarkan SNI 03-1727-1989F

Beban Hidup Lantai Bangunan Besar Beban

Perkantoran, Ruang kuliah, Hotel, Asrama, Dll 250 Kg/m2

Tangga dan Bordes 300 Kg/m2

Beban Pekerja 100 Kg/m2

Lantai Atap 100 Kg/m2

II.6.3Beban Angin

Menurut (Peraturan Pembebanan Indonesia, 1983), beban angin dadalah semua

beban yang bekerja pada struktur atau bagian struktur yang disebabkan oleh selisih dalam

tekanan udara. Tekanan angin di Indonesia adalah 80 kg/m2 pada bidang tegak sampai

setinggi 20 m. Beban angin yang bekerja terhadap struktur adalah menekan dan

menghisap struktur dan sulit diprediksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tekan

dan hisap angin terhadap struktur adalah kecepatan angin, kepadatan udara, permukaan

bidang dan bentuk dari struktur. Beban angin sangat bergantung dari lokasi dan

ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup harus diambil minimum sebesar 25 kg/m2,


(40)

• Pinggir laut hingga 5 km dari pantai minimum tekanan tiup 40 kg/m2

• Bangunan di daerah yang tekanan tiupnya lebih dari 40 kg/m2, harus

diambil sebesar P= -v2/16 Kg/m2. V adalah kecepatan angin dalam m/s

• Untuk cerobong, tekanan tiup dalam kg/m harus ditentukan dengan rumus

(42,4+0,6h) dengan h adalah tinggi cerobong seluruhnya.

• Koefisien angin yang diambil untuk struktur tertutup dengan sudut pangkal

atap dinyatakan dengan β adalah sebagai berikut:

o β < 22` untuk bidang lengkung dipihak angin

- Pada seperempat busur pertama -0,6

- Pada seperempat busur kedua -0.7

o β < 22` untuk bidang dibelakang angin

- Pada seperempat busur pertama -0,5

- Pada seperempat busur kedua -0.2

o β < 22` untuk bidang lengkung dipihak angin

- Pada seperempat busur pertama -0,5

- Pada seperempat busur kedua -0.6

o β < 22` untuk bidang lengkung dibelakang angin

- Pada seperempat busur pertama -0,4


(41)

II.7. Castellated Beam

Castellated beam merupakan suatu profil baja yang mempunyai bukaan berbentuk

segi enam. Castellated mengalami proses pemotongan pada bagian badan profil dengan

pola zigzag salah satu bagian yang telah dipotong lalu diangkat dan disatukan bagian

badannya dan terakhir dilakukan pengelasan pada bagian badan yang menempel; hal ini

dilakukan untuk meningkatkan tinggi dari profil awal (h) dengan tinggi potongan yang

ada (d). Bentuk castellated beam ditampilkan dalam gambar II.7.1

Gambar II.7.1. proses pembentukan castellated beam

Adapun keuntungan dari penggunaan castellated beam. Keuntungan yang utama

yaitu meningkatkan kekakuan lentur secara vertikal; castellated beam telah dib uktikan

lebih efisien untuk beban medium pada bentang panjang dimana perencanaannya

dikontrol dengan kapasitas momen dan lendutan. Balok castellated, karena rasio kuat

tariknya yang tinggi dengan berat dan pemeliharaan yang kecil, kadang-kadang secara

menguntungkan dapat menggantikan penggunaan girder. Mereka digunakan dalam


(42)

portal. Keuntungan balok castellated juga mencakup penampilan mereka yang

mengesankan dan memungkinkan penggunaan daerah bukaan untuk pelayanan instalasi.

Adapun juga kerugian dari penggunaan balok castellated. Akibat adanya bukaan

pada bagian badan profil, perilaku struktur dari balok casatellated akan berbeda dari

balok baja yang biasa. Karena perbedaan kemungkinan moda kegagalan atau moda

kegagalan yang baru, mereka merupakan struktur nonlinear, dimana tidak bisa dianalisi

dengan metode sederhana. Kapasitas geser pada bagian badan profil adalah suatu faktor

yang terbatas, dan balok acstellated tidak cocok untuk bentang pendek yang dibebani

dengan berat. Deformasi geser pada bagian T nya sangat signifikan dan abalisa lendutan

lebih kompleks daripada balok yang bagian badan profil padat

II.7.1 Analisa dan perencanaan balok castellated

Geometri dari balok castellated terdapat tiga parameter yaitu sudut potongan pada

bukaan badan profil (Ø). Rasio ekspansi (α), dan panjang pengelasan (c) yang

ditungukkan pada gambar II.6.2


(43)

GambarII.7.2.2. Castellated Beam di lapangan

• Sudut potongan (Ø)

Sudut potongan mempengaruhi jumlah proses pemotongan balok castellated

(N) per unit panjang dari balok N akan kecil ketika suduit itu rata dan akan

besar ketika bertahap. Percobaan telah menunjukkan bahwa peningkatan

jumlah N mempunyai pengaruh yang kecil untuk kekakuan elastis pada

balok castellated, itu akan meningkatkan daktilitas dan kapasitas rotasim

percobaan yang ada menunjukkan bahwa penyesuaian pada sudut 60 adalah

suatu sudut standart yang efisien terhadap bangunan industri.

• Rasio ekspansi (α)

Rasio ekspansi merupakan suatu ukuran dari peningkatan tinggi balok yang


(44)

dapat hampir dua kali lipat, tetapi tinggi seluruhnya dari profil T adalah

suatu faktor batas dalam pelasanaan, tinggi dari potongan ‘d’ adalah

setengah bagian dari tinggi hs , maka:

=ℎ�

4 ,ℎ� =

ℎ�

2 + ℎ ,∝ =

ℎ�

ℎ ≈1,5 (II.6.1.1)

• Panjang pengelasan (c)

Jika panjang pengelasan terlalu pendek, kemudian las pada bagian badan

yang disambung akan mengalami kegagalan geser horizontal, dan apabila

terlalu panjang akan mengalami kegagalan dalam lentur vierendeel, jadi

keseimbangan yang beralasan antara dua moda kegagalan ini yaitu c = hs / 4.

Balok harus memiliki kekuatan yang cukup untuk memikul momen lentur dan gaya

geser yang ditimbulkan oleh beban-beban yang bekerja. Kinerja dari balok bergantung

kepada geometri, dimensi fisik, dan bentuk dari penampangnya. Hingga saat ini, masih

belum tersedia metode desain yang dapat diterima secara luas karena kerumitan dari

perilaku balok castella serta bentuk kerusakan yang menyertainya. Kekuatan dari balok

dengan berbagai jenis bukaan pada pelat badan ditentukan berdasarkan interaksi antara

lentur dan geser pada bukaannya. Terdapat beberapa jenis bentuk kerusakan yang perlu

diperhitungkan di dalam desain balok dengan bukaan yang meliputi mekanisme

Vierendeel, mekanisme lentur, tekuk torsi lateral, patah pada sambungan las dan tekuk

pada badan yang disambung (web post). Did alam perencanaan balok castella, beberapa

kriteria berikut perlu diperhitungkan:

1. Kapasitas lentur balok

Momen maksimum akibat beban luar MU tidak boleh melebihi kapasitas plastis Mp


(45)

U Y LT P

U M A F H

M ≤ = (1)

dimana ALT adalah luas dari penampang T bawah, FY adalah tegangan leleh baja dan

HU adalah jarak antara pusat berat penampang T atas dan bawah.

2. Kapasitas geser balok

Di dalam perencanaan balok castella, terdapat dua bentuk kerusakan geser yang perlu

diperiksa. Yang pertama adalah kapasitas geser vertikal yang akan dipikul oleh

penampang T atas dan bawah. Jumlah dari kapasitas geser dari penampang T atas

dan bawah perlu diperiksa dengan persamaan (2).

WUL Y

VY F A

P

3 3

= (2)

Yang kedua adalah kapasitas geser horisontal yang timbul pada web post karena

adanya perubahan gaya aksial di dalam penampang T seperti ditunjukkan pada

Gambar 5. Web post dengan panjang las yang terlalu pendek dapat mempercepat terjadinya kerusakan pada saat gaya geser horisontal melebihi kekuatan leleh.

Kapasitas geser horisontal perlu diperiksa dengan persamaan(3).

WP Y

VH F A

P

3 3

= (3)

dimana AWUL adalah total luas badan dari penampang T dan AWP adalah luas


(46)

Vhi

Ti

Vi Vi-1

Ti-1

A A

d

s yt

Gambar 5Gaya geser horisontal di dalam webpost pada balok castella

Dengan mengasumsikan gaya geser vertikal Vi dan Vi+1 adalah sama dan garis kerja

gaya aksial Ti dan Ti+1 berada pada titik pusat penampang T, gaya geser horisontal

dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan keseimbangan berdasarkan pada

diagram free-body yang ditunjukkan pada Gambar 5.

(

S t

)

i hi

y H

P V

V

2

= (4)

dimana HS adalah tinggi total balok castella seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2(b).

3. Kekuatan lentur dan tekuk dari web post

Dengan mengasumsikan pelat sayap tertekan dari balok castella terkekang secara

lateral oleh pelat lantai, kekuatan tekuk torsi lateral balok castella dapat diabaikan

dalam perencanaan. Kapastis lentur dan tekuk dari webpost pada balok castella dapat

dihitung dengan menggunakan persamaan (5).

3 2 2

1 C C

C M

M

E

MAX = α − α −

(5)

dimana MMAX adalah momen maksimum izin dari web post dan ME adalah kapasitas

web post pada potongan A-A seperti terlihat pada Gambar 5. C1, C2, dan C3 adalah


(47)

2 1 =5.097+0.1464β −0.00174β

C (6)

2 2 =1.441+0.0625β −0.00683β

C (7)

2 3 =3.645+0.0853β −0.00108β

C (8)

dimana α = S/d dan β = 2d/tw, S adalah jarak antar lubang, d adalah kedalaman

potongan dari bukaan, tw adalah tebal pelat badan.

4. Mekanisme Vierendeel

Bentuk kerusakan ini diakibatkan oleh gaya internal lokal di sekitar satu bukaan.

Kekuatan balok terhadap kerusakan melalui mekanisme Vierendeel ini dapat dihitung

dengan menggunakan metode desain untuk penampang T. Kapasitas momen plastis

dari penampang T di atas dan di bawah bukaan akan dihitung secara terpisah.

Interaksi antara momen tahanan dan gaya geser lokal serta gaya aksial pada

penampang T perlu diperhitungkan. Total kapasitas tahanan terhadap lentur

VierendeelMvrd, adalah jumlah dari kapasitas tahanan Vierendeel dari penampang T

atas dan bawah harus memenuhi ketentuan pada persamaan(9).

eff sd vrd V l

M > (9)

dimana Vsd adalah gaya geser yang yang perlu disalurkan melalui bukaan, dan leff


(48)

BAB III

METODE ELEMEN HINGGA

3.1 Pendahuluan

Perkembangan dunia komputer telah begitu cepatnyamempengaruhi

bidang-bidang penelitian dan industri, sehingga impianpara ahli dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan industri telahmenjadi kenyataan. Pada trend sekarang ini, metoda dan

analisa desaintelah banyak menggunakan perhitungan metematis yang rumit

dalampenggunaan sehari-hari. Metode elemen hingga (finite element method)banyak

memberikan andil dalam melahirkan penemuan-penemuanbidang riset dan industri, hal

ini dikarenakan dapat berperan sebagairesearch tool pada eksperimen numerik. Aplikasi

banyak dilakukan padaproblem kompleks diselesaikan dengan metode elemen hingga

sepertirekayasa struktur, steady state dan time dependent heat transfer, fluidflow, dan

electrical potential problem, aplikasi bidang medikal.

Konsep Dasar Metode Elemen Hingga:

1. Menjadikan elemen-elemen diskrit untuk memperoleh simpangan-simpangandan

gaya-gaya anggota dari suatu struktur.

2. Menggunakan elemen-elemen kontinu untuk memperoleh solusipendekatan

terhadap permasalahan-permasalahanperpindahan panas, mekanika fluida dan

mekanika solid.

Dua karakteristik yang membedakan metoda elemen hingga denganmetoda numeric yang


(49)

1. Metoda ini menggunakan formulasi integral untuk menghasilkansistem

persamaan aljabar.

2. Metoda ini menggunakan fungs-fungsi kontinyu untuk

pendekatanparameter-parameter yang belum diketahui.

Gambaran prosedur Metode Elemen Hingga dijelaskan pada Gambar 3.1

Physical Problem

Mathematic model Governed by differential equations Assumption on:

GeometryKinematicsMaterial LawLoading

Boundary Condition Finite element solution Choice of

Finite elementsMesh density

Solution parameters Representation ofLoading

Boundary Condition

Assesment of accuracy of finite element solution of mathematical model

Interpretation result

Design improvement Structural optimization Refine analysis

Refine mesh, solution parameter, etc

Improve mathematical

model Change of pysical

problem


(50)

3.2 Elemen Segitiga Linear

Elemen segitiga linear merupakan elemen pertama yang dikembangkan pada metode

elemen hingga 2 dimensi dan merupakan elemen paling sederhana, namun terdapat

kelemahan pada akurasi hasil perhitungan yang paling tidak tepat dibandingkan dengan

elemen lainnya. Elemen segitiga linear digunakan ketika meshdilakukan pada domain

dengan bentuk model yang terdapat ujung runcing sehingga dibutuhkan elemen segitiga

pada saat membagi-bagi objek dan tidak jarang, mesh yang dilakukan pada domain objek

menggunakan elemen campuran seperti elemen segitiga dan elemen segiempat. Gambar

3.2 menunjukkan contoh objek dengan domain segiempat dibagi menjadi elemen segitiga

dan Gambar 3.3 menunjukkan elemen segitiga hasil mesh dengan jumlah noda dan

derajat kebebasan (degree of freedom).

Gambar 3.2 Objek segiempat dibagi menjadi elemen segitiga


(51)

Pada metode elemen hingga, terdapat persamaan dasar untuk menentukan

perpindahan perkiraan (approximate displacement) dengan formula pada persamaan

(3.2.1)

( )

x y N

( )

x y de

Uh , = , (3.2.1)

Dimana N adalah persamaan bentuk elemen dengan persamaan berupa matriks:

      = 3 2 1 3 2 1 0 0 0 0 0 0 N N N N N N N

node1 node2 node3

(3.2.2)

Sedangkan nilai de adalah vector perpindahan noda dengan susunan matriks sebagai berikut:                     = 3 3 2 2 1 1 v u v u v u de node1 node2 node3 (3.2.3)

Sehingga persamaan 3.2.1 dapat dituliskan sebagai berikut:

( )

( )

( )

( )

( )

1

( )

1 2

( )

2 3

( )

3

3 3 2 2 1 1 , , , , , , , , v y x N v y x N v y x N y x v u y x N u y x N u y x N y x u h h + + = + + = (3.2.4)

3.2.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segitiga

Cara pembentukan matriks persamaan bentuk untuk elemen segitiga dimulai

dengan menentukan koordinat luas untuk elemen segitiga dan membaginya menjadi tiga

luasan (A1, A2, A3) seperti pada Gambar 3.4 dan dari ketiga luasan tersebut dibuat

perbandingan dari bagian-bagian segitiga tersebut dengan luas total segitiga, sehingga


(52)

Gambar 3.4 Koordinat area

(

) (

) (

)

[

x y x y y y x x x y

]

y x y x y x

A 2 3 3 2 2 3 3 2

3 3 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1 − + − + − = = (3.2.1.1)

Sehingga nilai perbandingan A1 dengan Luas total dinyatakan sebagai berikut:

e A A L 1 1 = (3.2.1.2)

Begitu juga dengan nilai A2 dan nilai A3 dengan nilai sebagai berikut:

(

) (

) (

)

[

x y x y y y x x x y

]

y x y x y x

A 3 1 1 3 3 1 1 3

1 1 3 3 2 2 1 1 1 1 2 1 − + − + − = = (3.2.1.3)

(

) (

) (

)

[

x y x y y y x x x y

]

y x y x y x

A 1 2 2 1 1 2 2 1

2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2

1 = + +

=

(3.2.1.4)


(53)

e

A A

L 2

2 =

(3.2.1.5)

e

A A

L 3

3 =

(3.2.1.6)

Dan ketiga nilai tersebut harus memenuhi:

1

3 2 1 3 2

1+ + = + + =

e e

e A

A A A A A L L L

(3.2.1.7)

Dan ketiga nilai L1, L2, L3, merupakan nilai untuk persamaan bentuk yaitu:

N1 = L1, N2 = L2, N3 = L3

(3.2.1.8)

3.2.2 Matriks Regangan

Langkah kedua setelah kita mendapatkan persamaan matriks bentuk dari elemen

segitiga maka selanjunya kita menentukan matriks regangan yang nantinya akan

digunakan untuk menentukan persamaan matriks kekakuan. Pada elemen segitiga 2

dimensi, komponen tegangan utama berupa σT =

{

σxx σyy σxy

}

untuk benda 2D dan regangan utama pada benda 2 dimensi solid berupa εT =

{

εxx εyy εxy

}

, sehingga dengan tengangan dan regangan sumbu tersebut, dituliskan persamaan:

y v x u y v x u

xx yy xx

δ δ δ δ ε

δ δ ε

δ δ ε

+ = = =


(54)

Dan jika dibentuk dalam bentuk matriks, didapat persamaan:

LU =

ε

(3.2.2.2)

Dimana L didapat dari persamaan (3.2.2.1) dan dituliskan dalam persamaan matriks

yaitu:               = x y y x L δ δ δ δ δ δ δ δ 0 0 (3.2.2.3)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2.1) dengan persamaan (3.2.2.2) didapat:

Bde LNde

LU = =

=

ε

(3.2.2.4)

Nilai B pada persamaan (3.2.2.4) merupakan matriks regangan yang akan dicari dimana:

N x y y x LN B               = = δ δ δ δ δ δ δ δ 0 0 (3.2.2.5)

Dengan mensubstitusikan persamaan bentuk elemen segitiga pada persamaan (3.2.2) ,

(3.2.1.8) dengan persamaan (3.2.2.5) maka akan didapat:

          = 3 3 2 2 1 1 3 2 1 3 2 1 0 0 0 0 0 0 a b a b a b b b b a a a B (3.2.2.6)


(55)

Dengan nilai: e A y x y x a 2 2 3 3 2 1 − = , e A y x y x a 2 3 1 1 3 2 − = , e A y x y x a 2 1 1 2 1 3 − = (3.2.2.7) e A y y b 2 3 2 1 − = , e A y y b 2 1 3 1 − = , e A y y b 2 2 1 1 − = (3.2.2.8)

3.2.3 Elemen Matriks

Langkah selanjutnya adalah menentukan matriks kekakuan, matriks massa, dan

matriks gaya. Matriks kekakuan didapatkan dengan menggunakan persamaan berikut:

∫ ∫

 =      = = Ae T T Ae h Ve T

e B cBdV dz B cBdA hB cBdA

k

0

(3.2.3.1)

Nilai c pada persamaan (3.3.1) adalah sebagai berikut:

(

1

)

2 ( )

0 0 0 1 0 1

1 2 PlaneStress

v v v v E c           − − = (3.2.3.2)

(

)

(

)(

)

(

)

(

)

(

1 2

) (

(

21

)

)

( )

0 0 0 1 1 0 1 1 2 1 1 1 n PlaneStrai v v v v v v v v v E c           − − − − − + − = (3.2.3.3)


(56)

=

∫∫

= = Ae T Ae Ae h T T NdA N h NdA N dx NdV N

me ρ ρ ρ

0

(3.2.3.4)

Maka matriks me selanjutnya disubstituasikan dengan matriks bentuk elemen sehingga

dapat dituliskan sebagai berikut:

dA N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N h me Ae

                    = 3 3 2 3 1 3 3 3 2 3 1 3 3 2 2 2 1 2 3 2 2 2 1 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 ρ (3.2.3.5)

Nilai integrasi pada persamaan matriks di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan

formula matematika yang dikembangkan Eisenberg dan Malvern (1973)

(

)

A

p n m p n m dA L L L n p

A m 2 ! 2 ! ! ! 3 2 1 + + + =

(3.2.3.6)

Maka nilai matriks massa dapat dituliskan ulang sebagai berikut:

                    = 2 0 1 0 1 0 0 2 0 1 0 1 1 0 2 0 1 0 0 1 0 2 0 1 1 0 1 0 2 0 0 1 0 1 0 2 2 hA me ρ (3.2.3.7)


(57)

Kemudian matriks gaya didapat dengan mengasumsi adanay gaya merata pada

bagian sisi segitiga misalkan sisi antara titik 2 dan titik 3 dari segitiga sehingga

persamaan gaya dapat dituliskan sebagai berikut:

[ ]

dl

fsy fsx N

fe

l T

      =

3 2

(3.2.3.8)

Dikarenakan beban dianggap merata, maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai

berikut:

         

         

=

fy fx fy fx l xfe

0 0

2 1

3 2

(3.2.3.9)

Dimana l23 merupakan panjang sisi dari titik 2 ke titik 3 sebuah segitiga. Setelah matriks

gaya, kekakuan dan massa diperoleh maka matriks global dapat diperoleh dengan

menggabungkan per elemen dari suatu objek.

3.3 Elemen Segiempat Linear

Elemen segitiga jarang digunakan dalam mesh objek metode elemen hingga.

Alasan utama mengapa elemen segitiga lebih jarang digunakan dibanding dengan elemen

segiempat dan elemen lainnya adalah pada matriks regangan elemen segitiga, nilainya


(58)

3.3.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segiempat

Diasumsikan sebuah objek dengan domain segiempat seperti pada Gambar 3.5

kemudian, objek tersebut dibagi menjadi elemen segiempat kecil (mesh), dimana tiap

elemen segiempat terdapat empat noda dengan 2 DOF (Degree of Freedom)

Gambar 3.5 Domain segiempat dipotong menjadi elemen segiempat

Sama dengan persamaan elemen segitiga sebelumnya, persamaan vector perpindahan

pada elemen segitiga juga berlaku untuk elemen segiempat dimana:

( )

x y N

( )

x y de

Uh , = , (3.2.1)

Dengan perpindahan tiap noda berupa:

    

     

 

    

     

 

=

4 4 3 3 2 2 1 1

v u v u v u v u

de

node1

node2

node3

node4

(3.3.1.1)

Namun pada elemen segiempat, terdapat dua jenis koordinat yg akan digunakan dalam


(59)

koordinat lokal elemen (x,y) seperti pada Gambar 3.6dengan hubungan antara koordinat

lokal dan koordinat natural adalah sebagai berikut:

a x =

ζ ,

b y =

η

(3.3.1.2)

Gambar 3.6 Koordinat elemen segiempat (a) Koordinat lokal elemen,

(b) koordinat natural elemen

Maka persamaan matriks untuk fungsi bentuk elemen segiempat dapat dituliskan sebagai

berikut:

   

  =

4 3

2 1

4 3

2 1

0 0

0 0

0 0

0 0

N N

N N

N N

N N

N

Node1 Node2 Node3 Node4

(3.3.1.3)

Dengan nilai Ni( i= 1, 2, 3, 4) dapat diperoleh dengan cara yang sama untuk elemen


(60)

(

)(

)

(

)(

)

(

)(

)

(

ζ

)(

η

)

η ζ η ζ η ζ + − = + + = − + = − − = 1 1 4 1 1 1 4 1 1 1 4 1 1 1 4 1 4 3 2 1 N N N N (3.3.1.4)

3.3.2 Matriks Regangan Elemen Segiempat

Dengan cara yang sama untuk Elemen segitiga, matriks regangan didapat dengan

persamaan sebelumnya B=LN sehingga didapat:

                − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − − a b a b a b a b b b b b a a a a η ζ η ζ η ζ η ζ ζ ζ ζ ζ η η η η 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 (3.3.2.1)

Terlihat bahwa matriks regangan untuk elemen segiempat memiliki nilai yang tidak

konstan seperti elemen segitiga.

3.3.3 Elemen Matriks

Setelah mendapatkan nilai matriks regangan, sama seperti prosedur sebelumnya,

nilai matriks kekakuan didapat dengan persamaan berikut:

∫ ∫

+ − + − = = 1 1 1 1 η ζd cBd abhB cBdA hB ke T A T (3.3.2.2)


(61)

      +       +

= i j j

ij

hab

m ρ ζ ζ η1η

3 1 1 3 1 1 4 (3.3.2.3) Sebagai contoh,

( )( )

( )( )

9 4 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 4 33 hab hab

m ρ = ρ

     +       + = (3.3.2.4)

Sehingga didapat matriks massa sebagai berikut:

                          = 4 0 2 0 1 0 2 0 0 4 0 2 0 1 0 2 2 0 4 0 2 0 1 0 0 2 0 4 0 2 0 1 1 0 2 0 4 0 2 0 0 1 0 2 0 4 0 2 2 0 1 0 2 0 4 0 0 2 0 1 0 2 0 4 9 hab me ρ (3.3.2.5)

Dan persamaan matriks gaya yang bekerja pada objek didapat dengan menggunakan


(62)

                          = 0 0 0 0 fy fy fx fx b fe (3.3.2.6)

3.4 Elemen Cangkang (Shell Element)

Elemen Cangkang atau Shell Element merupakan elemen yang menerima beban

dari segala arah dan memiliki bentuk lengkung ataupun bentuk khusus lainnya seperti

tangki air atau bentuk cangkang. Pada bagian ini akan dijelaskan penurunan persamaan

Shell element dengan pembagian objek menjadi elemen segiempat

3.4.1 Elemen pada Sistem Koordinat Lokal

Elemen Cangkang biasanya memiliki bentuk lengkung namun pada penurunan

persamaan ini, kita mengasumsi elemen cangkang memiliki permukaan yang datar. Pada

elemen cangkang, terdapat enam derajat kebebasan untuk setiap noda

              = 4 3 2 1 de de de de de (3.4.1.1)


(63)

Dengan dei (i = 1, 2, 3, 4) merupakan perpindahan tiap noda dan tiap noda memiliki

derajat kebebasan seperti pada Gambar 3.7

         

          =

zi yi xi i i i

ei

w v u

d

θ θ θ

(3.4.1.2)

Dimana nilai u, v, dan w adalah perpindahan secara translasi dan θx, θy, θzmerupakan perpindahan secara rotasi.

Gambar 3.7 Elemen segiempat dari elemen cangkang

Metode Elemen Hingga yang digunakan untuk struktur cangkang menggunakan

penggabungan matriks dari elemen segiempat dengan elemen pelat sehingga setiap

matriks menggunakan penjumlahan dari matriks hasil elemen segiempat dengan matriks

hasil elemen pelat. Untuk mencari matriks kekakuan, digunakan penggabungan antara


(64)

(3.4.1.4) sehingga didapat matriks gabungan yang merupakan matriks kekakuan elemen cangkang (3.4.1.5)               = m m m m m m m m m m m m m m m m m e k k k k k k k k k k k k k k k k k 44 43 42 41 34 33 32 31 24 23 22 21 14 13 12 11 (3.4.1.3)               = b b b b b b b b b b b b b b b b b e k k k k k k k k k k k k k k k k k 44 43 42 41 34 33 32 31 24 23 22 21 14 13 12 11 (3.4.1.4)                                       = 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 44 43 42 41 44 43 42 41 34 33 32 31 34 33 32 31 24 23 22 21 24 23 22 21 14 13 12 11 14 13 12 11 m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k ke (3.4.1.5)


(1)

Tabel 5-5 Gaya dalam maksimum pada kolom lantai 3

Gaya Simbol Nilai

Aksial Pu 311 kN

Geser Vu 426 kN

Momen Mu 906 kN-m

Kolom menggunakan penampang 400×400×13×21. Kekuatan dari kolom dapat dihitung sebagai berikut:

1. Periksa kekompakan penampang

9 . 10 170 52

. 9 21 2

400

2t = × = ≤ = Fy =

b

p f

f λ

(Penampang kompak)

5 . 88 1680 7

. 30 13

400 = = =

=

Fy t

h

p w

λ (Penampang kompak)

2. Kapasitas lentur kolom Modulus plastis:

(

400×21

) (

× 400−21

) (

+ 200−21

)

2×13=3600

=

x

Z cm3

Kapasitas plastis penampang H:

1296 3600000

360× =

= =

= p y x

n M F Z

M kN-m

3. Kapasitas tekan kolom

Untuk tekuk pada arah sumbu lemah, diasumsikan kedua ujung kolom adalah sendi sehingga kc diambil sebesar 1.0 dan panjang efektif kolom dapat dihitung sebagai berikut:

4150 4150

0 .

1 × =

= =k L


(2)

Faktor kelangsingan kolom untuk tekuk pada sumbu lemah kolom: 549 . 0 200000 360 102 4150 = × = = π π λ E F r l y y k cy

Untuk tekuk pada arah sumbu kuat, diasumsikan kedua ujung kolom adalah sendi dan kolom dapat bergoyang sehingga kcdiambil sebesar 2.0 dan panjang efektif kolom dapat dihitung sebagai berikut:

8300 4150

0 .

2 × =

= =k L

lk c mm

Faktor kelangsingan kolom untuk tekuk pada sumbu lemah kolom:

640 . 0 200000 360 175 8300 = × = = π π λ E F r l y x k cx

Nilai faktor kelangsingan yang lebih besar akan digunakan untuk menghitung kekuatan aksial tekan kolom. Faktor reduksi tegangan kritis dapat dihitung sebagai berikut: 22 . 1 640 . 0 67 . 0 6 . 1 43 . 1 67 . 0 6 . 1 43 . 1 = × − = − = c λ ω

Tegangan kritis yang dizinkan:

295 22 . 1 360 = = = ω y cr F f MPa

Kekuatan tekan aksial kolom:

6329 21454

295× =

=

= cr g

n f A

P kN


(3)

Pemeriksaan kekuatan kolom adalah sebagai berikut:

0 . 1 806 . 0 777 . 0 029 . 0 1426 9 . 0

906 6329

85 . 0 2

311

2 + b n = × × + × = + = ≤

u n

u

M M P P

φ

φ …

(Memenuhi)

Rasio kekuatan kolom adalah lebih kecil dari 1 sehingga kolom aman untuk digunakan pada struktur gable ini.

5.7.3.Pemeriksaan Kekuatan Komponen Kolom Praktis

Kolom praktis digunakan untuk menyatukan balok lantai dua, balok lantai tiga, dan rafter. Sebagian beban dari balok lantai dapat disalurkan kepada rafter dengan adanya kolom praktis tersebut. Kolom praktis ini berfungsi hanya memikul beban aksial tarik. Aksial tarik maksimum yang bekerja pada kolom praktis yaitu sebesar 262 kN.

Kekuatan tarik kolom praktis dapat dihitung sebagai berikut:

3383 9398

360× =

=

= y g

n F A

P kN

Pemeriksaan kekuatan kolom praktis adalah sebagai berikut:

0 . 1 086 . 0 3383 9

. 0

262

≤ =

× = n u P P

φ … (Memenuhi)

Rasio kekuatan kolom praktis adalah lebih kecil dari 1 sehingga kolom praktis tersebut aman untuk digunakan pada struktur gable ini.


(4)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis studi parameter dan aplikasinya pada analisis struktur portal gable, beberapa kesimpulan dapat dibuat sebagai berikut:

1. Rasio panjang bentang balok terhadap tinggi balok castella L/Dc, rasio besar bukaan pada badan terhadap tinggi balok castella Ds/Dc, dan kekakuan rotasi pada kedua ujung balok kr merupakan tiga parameter yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan lendutan yang ditimbulkan akibat adanya bukaan pada pelat badan.

2. Pengaruh rasio L/Dc cukup besar jika nilai rasio ini relatif kecil, namun pada umumnya struktur yang menggunakan balok castella memiliki panjang bentang yang cukup besar sehingga nilai L/Dc pada umumnya cukup besar. Oleh karena itu, pengaruh rasio L/Dc terhadap peningkatan lendutan ini adalah relatif kecil.

3. Pengaruh rasio Ds/Dc bersifat relatif linier. Pengaruh parameter ini semakin besar seiring dengan semakin besarnya nilai Ds/Dc.

4. Pengaruh kekangan rotasi pada ujung balok yang kaku sangat besar jika dibandingkan dengan balok tanpa kekangan rotasi pada ujungnya. Pada umumnya nilai kekakuan yang bersumber dari kekakuan lentur kolom berada pada rentang nilai 1×1011 hingga 1×1012 N-mm/radians, dimana nilai pengaruh parameter ini sudah mendekati nilai pada saat kekakuan ujung ini adalah tak terhingga. Sehingga kondisi tumpuan jepit memberikan hasil yang aman serta cukup mendekati keadaan sebenarnya.


(5)

relatif sama sehingga metode penyederhanaan untuk balok castella yang dimodelkan sebagai elemen garis dapat diaplikasikan pada analisa struktur untuk mengetahui lendutan pada struktur.

6. Aplikasi hasil studi parameter pada analisis lendutan dibawah pengaruh beban layan pada struktur gable menunjukkan adanya perbedaan antara lendutan pada balok solid dengan balok castella sebesar sekitar 9%.

7. Lendutan maksimum balok pada struktur gable yang dianalisis memenuhi syarat lendutan izin maksimum yang ditetapkan di dalam standar perencanaan struktur baja RSNI 03-1729-2002 untuk beban hidup rencana sebesar 2.5 kN/m2.

8. Kekuatan balok, rafter, kolom, dan kolom praktis adalah cukup untuk memikul beban-beban rencana yang diinginkan.

6.2. Saran

Beberapa saran dapat disampaikan untuk memicu penelitian yang lebih bak pada masa yang akan datang yaitu sebagai berikut:

1. Analisis nonlinier inelastik dapat dilakukan untuk mengetahui lebih jauh perilaku balok castella pada kondisi ultimate.

2. Pengaruh adanya gaya aksial yang bekerja pada balok castella terhadap peningkatan lendutan ini juga dapat diteliti lebih jauh lagi di masa yang akan datang.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

American Institute of Steel Construction. (2010). Specification for structural steel buildings. Chicago: AISC.

Badan Standardisasi Nasional. (2010). RSNI 03-1727-2010: Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Jakarta.

Boyer, J.P. (1964). “Castellated Beams – New Developments”. AISC National Engineering Conference. Omoha. May.

Chen,W.F. dan Lui, E.M. (1986). Structural Stability: Theory and Implementation. New York : Elsevier.

Departemen Pekerjaan Umum. (2002). SNI 03-1729-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung. Jakarta.

Kaveh, A. Shokohi, F. (2014). “Cost Optimization of Castellated Beams Using Charged System Search Algorithm”. Transaction of Civil Engineering. 38, (C1), 235-249. Kerdal, D. Nethercot, D.A. (1984). “Failure Mode for Castellated Beams”. Journal of

Construction Steel Research. 4, 295-315.

Segui, W.T. (2003). LRFD Steel Design (Fourth Edition). United States: Thomson Canada Limited.

Setiawan, A. (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD(Berdasarkan SNI 03-1729-2002). Semarang: Penerbit Erlangga.

Soltani, M.R. Bouchair, A. Mimoune, M. (2012). “Nonlinear FE Analysis of the Ultimate Behavior os Fteel Castellated Beams”. Journal of Construction Steel Research. 70,