fungsi dari histon yang memodifikasi enzim. Deregulasi ERα melalui sinyal epigenik memiliki implikasi pada perkembangan kanker payudara Mann, dkk.,
2011.
C. Sel Kanker T47D
Gambar 5. Sel T47D Koleksi pribadi.
T47D merupakan sel kanker payudara yang aktivitasnya bergantung dari jumlah hormon dalam tubuh manusia, sel ini secara luas digunakan sebagai model
eksperimental studi kanker payudara. T47D dapat dipakai pada uji in vitro dalam sel kultur maupun in vivo tumor xenograf pada tikus, fungsi protein dan tingkat
efikasi daya hambat sel. Sel ini awalnya berasal dari sisi metastasis efikasi pleura dan memberikan ekspresi pada reseptor estrogen Adjo dan Lin, 2012.
Sel kanker payudara T47D mengekpresikan reseptor estrogen nukleus, yang diperlukan bagi sel untuk mengaktifkan gen penting tertentu dalam
pertumbuhan dan replikasi. Estrogen termasuk dalam hormon seks yang terdiri dari estradiol, estriol, dan estrone. Hormon-hormon ini mampu menembus
membran sel sehingga dapat berdifusi langsung ke nukleus. Sekali estrogen dapat masuk ke dalam nukleus, maka dapat terjadi ikatan antara substrat dan reseptor
estrogen membentuk reseptor dimer. Sisi aktif reseptor kemudian berikatan
dengan sisi spesifik pada DNA yang dapat menaikkan atau menurunkan ekspresi gen tergantung pada peran faktor transkripsi sisi aktif Neumann dan Rossi,
2012.
D. Apoptosis
Gambar 6. Anatomi A sel nekrosis B dan C sel apoptosis Johnson dkk.
, 2002.
Apoptosis merupakan kematian sel yang terprogram dan sekaligus suatu komponen yang normal pada perkembangan dan pemeliharaan kesehatan
pada organisme. Pada apoptosis, sel yang mati merupakan respon terhadap berbagai stimulus, sel ini dikontrol dan diregulasi, sel yang mati difagosit oleh
makrofag Lumongga, 2008. Kejadian apoptosis ditandai dengan adanya perubahan morfologi, termasuk penyusutan sel, membran bleebing, kondensasi
kromatin, fragmentasi DNA, dan pembentukan badan apoptosis Handayani, 2012.
Apoptosis berbeda dengan nekrosis, pada nekrosis terjadi kematian sel tidak terkontrol, sel yang mati pada nekrosis dapat membesar dan kemudian
hancur serta lisis pada satu daerah yang merupakan respon terhadap inflamasi. Kelainan pada kontrol kematian sel dapat memberikan kontribusi pada berbagai
penyakit, termasuk kanker, autoimun dan penyakit degeneratif. Sinyal apoptosis terjadi melalui berbagai jalur independen yang dimulai dengan memicu peristiwa
dalam sel maupun dari luar sel, misalnya dengan ligasi kematian reseptor. Seluruh jalur signaling apoptosis bertemu pada suatu mesin kerusakan sel yang diaktifkan
oleh famili protease sistein caspase yang membelah pada residu aspartat. Pembongkaran sel dicapai dengan cara proteolisis dari konstituen vital sel,
degradasi DNA, dan fagositosis oleh sel tetangga Strasser, dkk., 2000.
E. Uji Sitotoksik dengan Metode
3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 diphenyl tetrazolium bromide MTT
Uji 3-[4,5-dimethylthiazol-2-yl]-2,5 diphenyl tetrazolium bromide MTT merupakan uji viabilitas sel yang dikembangkan untuk format 96 sumuran.
Metode ini diawali dengan mempersiapkan substrat MTT dalam larutan fisiologis kemudian ditambahkan pada sel yang telah dikulturkan dan diinkubasi selama 1-
4 jam. Jumlah formazan berbanding lurus dengan jumlah sel yang hidup diukur pada panjang gelombang 570 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Sel
yang hidup dan memetabolisme aktif mengkonversi MTT menjadi formazan yang berwarna ungu pada absorbansi maksimum 570 nm. Ketika sel tersebut mati,
maka sel itu kehilangan kemampuan dalam mengkonversi MTT menjadi sebuah formasan, sehingga adanya perubahan warna berfungsi hanya sebagai penanda
jumlah sel yang masih hidup. Jumlah sinyal yang dihasilkan bergantung dari konsentrasi MTT, masa inkubasi, jumlah sel yang hidup dan aktivitas
metabolisme Terry, dkk., 2013.
Gambar 7. Struktur MTT dan formasan yang terbentuk Terry, dkk.
, 2013.
F. Uji Apoptosis menggunakan Annexin V Fluos
Annexin V Fluos merupakan suatu metode uji yang digunakan untuk menghitung jumlah sel yang telah mengalami apoptosis. Hal ini didasarkan pada
sel-sel normal di alam bersifat hidrofobik dan memiliki membran fosfolipid yang terdistribusi di dalam dan di bagian luar lapisan membran. Pada bagian luar lipid
bilayer mengandung fosfatidilkolin dan sfingomielin sedangkan pada bagian dalam terdapat fosfatidilserin, ketika terjadi apoptosis pada sel tersebut, bagian
membran menjadi terganggu atau rusak, sehingga mengakibatkan fosfatidilserin keluar menuju bagian luar. Annexin V Fluos yang memiliki afinitas kuat terhadap
fosfatidilserin sehingga dapat terdeteksi jumlah sel yang mengalami apoptosis. Sedangkan untuk sel- sel yang mengalami kerusakan DNA berikatan dengan
reagen propidium iodin dan dapat memberikan data jumlah sel yang mengalami nekrosis Istvan, dkk., 1995.
Alat yang digunakan untuk mendeteksi hasil Annexin V Fluos adalah flow cytometer. Flow cytometer merupakan alat yang canggih untuk mendeteksi
suatu fenotip dan karakteristik dari sel berdasarkan fluoresensi cahaya yang
diapancarkan oleh sel itu sendiri. Adanya fluroresensi ini kemungkinan berkaitan dengan pewarnaan atau adanya konjugasi pada antibodi spesifik pada permukaan
sel atau pada komponen intraseluler. Flow cytometer dapat mengidentifikasi berbagai macam jenis sel pada populasi sel yang heterogen, hal ini dapat dicapai
dengan adanya Fluorescence Activated Cell Sorting FACS didalam flow cytometer, perangkat ini mampu mengidentifikasi lebih dari dua warna floresensi
Macey, 2007.
G. Uji Ekspresi Sel dengan Imunositokimia
Metode imunositokimia memanfaatkan suatu antibodi spesifik yang dapat berikatan dengan protein atau antigen didalam sel dan membran di bawah
mikroskop Richard, 2010. Ada dua jenis metode imunositokimia, yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Pada metode langsung, antibodi yang
mengikat fluoresen atau zat warna langsung berikatan dengan antigen pada sel. Sedangkan pada metode tidak langsung, antigen diikatkan pada antibodi primer
secara langsung, kemudian ditambahkan antibodi sekunder yang mengikat enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase, atau glukosa oksidase. Antibodi sekunder
akan berikatan dengan antibodi primer. Selanjutnya ditambahkan substrat kromogen yang diubah oleh enzim sehingga terjadi pembentukan warna pigmen
yang mampu memberikan warna pada sel Richard, 2011. Pada metode imunositokimia dibutuhkan suatu kontrol yang terdiri dari
antibodi primer, antibodi sekunder, dan kontrol label. Antibodi primer digunakan untuk mengetahui spesifisitas ikatan antibodi primer tehadap antigen, antibodi
sekunder digunakan untuk menunjukkan ikatan label yang spesifik pada antibodi