23 a. 100 ppm
b. 200 ppm
10 20
30 40
50 60
70 80
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
k ons
um s
i O 2
m l
kg ja
m
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C
0 ppm, suhu ruang
c. 0 ppm Gambar 9. Laju konsumsi O
2
buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan konsentrasi etilen a. 100 ppm, b. 200 ppm, c. 0 ppm pada suhu
20 C, 25
C dan suhu ruang
C. Pengaruh Suhu Peram Terhadap Laju Respirasi Setelah Pemeraman
Proses kimiawi dan biologi dari buah selama pemeraman dipengaruhi oleh suhu yang berdampak terhadap keseimbangan antara zat pati dan gula, dimana
kandungan gula yang lebih banyak mengakibatkan pelepasan CO
2
yang lebih cepat. Laju respirasi pada tiap perlakuan suhu pemeraman dan adanya etilen
menunjukkan pola yang sama, yaitu terjadinya peningkatan laju respirasi yang berfluktuatif, dimana kematangan penuh tercapai setelah puncak respirasi. Pola ini
merupakan pola respirasi buah golongan klimakterik. Laju respirasi buah pepaya
IPB 1 setelah pemeraman dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Laju respirasi buah pepaya IPB 1 dengan perlakuan suhu pemeraman memiliki pola laju respirasi yang tidak jauh berbeda. Penambahan konsentrasi
etilen 100 dan 200 ppm pada suhu peram 25 C dan pada suhu ruang tidak
memberikan perbedaan yang besar untuk mempercepat terjadinya puncak
10 20
30 40
50 60
70 80
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju k
ons ums
i O 2
m l kg
jam
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C
200 ppm, suhu ruang 10
20 30
40 50
60 70
80
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju k
ons um
s i
O 2
m lk
g ja
m
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C
100 ppm, suhu ruang
24 klimakterik Gambar 10b, 10c, 11b, dan 11c. Laju respirasi pada suhu ruang
selama pemeraman tidak jauh berbeda untuk perlakuan yang diberi etilen 100, 200, dan 0 ppm.
Perbedaan laju respirasi yang paling terlihat pada buah pepaya setelah pemeraman terjadi pada perlakuan yang diperam pada suhu 20
C. Perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 20
C memiliki puncak klimakterik yang paling rendah yaitu sebesar 39.57 ml CO
2
kg jam dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan suhu yang lebih rendah dapat
memperlambat fase puncak klimakterik. Sedangkan nilai tertinggi dicapai pada perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 25
C yaitu sebesar 55.55 ml CO
2
kg jam, hal ini disebabkan karena suhu tinggi akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan.
Pengukuran laju respirasi buah pepaya IPB 1 setelah diperam menghasilkan nilai yang berfluktuasi Gambar 8, 9, 10 dan 11. Fluktuasi tersebut
bisa disebabkan oleh kondisi ruang pemeraman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti pergantian siang dan malam hari, dimana pada siang hari suhu
ruang pemeraman lebih tinggi dibandingkan pada malam hari. Kenaikan suhu ruang pemeraman semakin meningkatkan konsentrasi CO
2
. Hasil analisis sidik ragam Lampiran 15 dan 16 terlihat bahwa pada
perlakuan konsentrasi etilen dan suhu peram berpengaruh nyata p 0.05 terhadap laju respirasi buah pepaya setelah pemeraman. Hasil uji lanjut
menggunakan Duncan pada taraf 5 menunjukkan bahwa laju respirasi yang paling berbeda nyata pada konsentrasi etilen 200 ppm dan suhu peram 20
C dengan perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu peram 20
C
D. Pengaruh Konsentrasi Etilen dan Suhu Peram Terhadap laju Respirasi Pepaya IPB 1 Setelah Pemeraman
Hasil pengamatan suhu penyimpanan dingin terhadap mutu buah pepaya dapat meningkatkan mutu buah pepaya selama pematangan dengan menggunakan
konsentrasi etilen sebagai bahan pemicu pematangan sehingga dapat menghasilkan mutu dan warna yang seragam Syska, 2006. Peningkatan mutu ini
25 dapat ditunjukkan dari beberapa parameter, diantaranya: laju respirasi, kekerasan,
total padatan terlarut, susut bobot, warna, dan uji organoleptik. Selama proses respirasi, CO
2
dalam ruang pemeraman akan semakin meningkat dan O
2
akan semakin berkurang. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa laju produksi CO
2
dan laju konsumsi O
2
menunjukkan pola yang sama, yaitu terjadi peningkatan setelah pemeraman. Setelah tercapai pematangan penuh
puncak respirasi maka laju respirasi akan cenderung menurun. Pola respirasi seperti ini terjadi pada buah-buahan klimakterik.
Pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan menggeser atau mempercepat terjadinya puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi
tingginya laju respirasi Tucker, 1993, sedangkan suhu tinggi akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan. Selama pemeraman
adanya interaksi perlakuan konsentrasi etilen dan suhu peram berpengaruh nyata terhadap laju respirasi.
10 20
30 40
50 60
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju p
rodu k
s i C
O 2
m l
k g
ja m
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C
0 ppm, 20 C 10
20 30
40 50
60
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju pr
od uk
s i C
O 2
m lk
g ja
m
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C
0 ppm, 25 C
a. 20 C
b. 25 C
10 20
30 40
50 60
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju pr
o d
u k
s i
C O
2 m
l kg
ja m
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang
0 ppm, suhu ruang
c. Suhu ruang Gambar 10. Laju produksi CO
2
buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu a. 20
C, b. 25 C, dan c. suhu ruang dengan konsentrasi etilen
100, 200, dan 0 ppm.
26
10 20
30 40
50 60
70 80
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju k
o ns
um s
i O
2
m l
kg ja
m
100 ppm, 20 C 200 ppm, 20 C
0 ppm, 20 C 10
20 30
40 50
60 70
80
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju k
o ns
um s
i O
2
m l
k g
ja m
100 ppm, 25 C 200 ppm, 25 C
0 ppm, 25 C
a. 20
C b.
25 C
10 20
30 40
50 60
70 80
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
k o
ns um
s i O
2 m
lkg j
a m
100 ppm, suhu ruang 200 ppm, suhu ruang
0 ppm, suhu ruang
c. suhu ruang Gambar 11. Laju konsumsi O
2
buah pepaya IPB 1 selama pemeraman pada suhu a. 20
C, b. 25 C, dan c. suhu ruang dengan konsentrasi etilen
100, 200, dan 0 ppm.
E. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Pepaya