21
B. Pengaruh Konsentrasi Etilen Terhadap Laju Respirasi Setelah
Pemeraman
Produksi etilen erat hubungannya dengan aktifitas respirasi, yaitu banyaknya penggunaan oksigen pada prosesnya. Oleh karena itu apabila produksi
etilen banyak maka biasanya aktifitas respirasi itu meningkat dengan ditandai oleh meningkatnya penyerapan oksigen. Dengan adanya etilen, proses respirasi akan
berlangsung segera dan ikut dalam proses reaksi pemasakan. Hal ini disebabkan etilen bersifat autokatalitik, yang mempercepat proses respirasi dan sekaligus
pembentukan etilen. Namun perbandingan respirasi dengan produksi etilen tidak tetap, dimana semakin matang buah, produksi etilen semakin menurun
Pantastico, 1986. Winarno dan Wirakartakusumah 1981 menyatakan bahwa peningkatan
laju respirasi dan produksi etilen pada masa klimakterik menunjukkan permulaan pemasakan. Selama proses respirasi terjadi beberapa perubahan fisik, kimia, dan
biologi misalnya: proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat degradasi pektin pada kulit
buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Bila proses respirasi terus berlanjut, buah akan mengalami pelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
ditandai oleh hilangnya nilai gizi dan parameter mutu buah tersebut. Pada Gambar 8 dan 9 ditunjukkan bahwa puncak klimakterik pada
perlakuan konsentrasi etilen 100 ppm dan suhu pemeraman 25 C lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini disebabkan karena suhu tinggi akan mempercepat laju respirasi sehingga buah cepat mengalami pemasakan,
sedangkan perbedaan jumlah konsentrasi etilen pada masing-masing perlakuan tidak mencerminkan puncak respirasi yang lebih tinggi. Dijelaskan oleh Tucker
1993 bahwa pemberian etilen pada buah-buahan klimakterik akan menggeser atau memepercepat terjadinya puncak klimakterik, namun tidak mempengaruhi
tingginya laju respirasi. Suparno 2005 menjelaskan bahwa kandungan etilen yang rendah pada
buah dapat mengakibatkan aktivitas enzim katalase, peroksidase, polyphenol, oxidase, dan amilase menjadi terhambat.
22 Pada Lampiran 2 ditunjukkan bahwa puncak respirasi tidak dicapai pada
waktu yang sama untuk semua perlakuan. Perbedaan waktu untuk mencapai puncak klimakterik pada tiap perlakuan dipengaruhi oleh produksi CO
2
buah pepaya selama penyimpanan. Pada perlakuan konsentrasi etilen 100 dan 0 ppm
pada suhu peram 20 C mencapai puncak klimakterik saat menjelang hari ke-11
sedangkan untuk perlakuan yang lain mencapai puncak klimaketrik saat menjelang hari ke-12.
10 20
30 40
50 60
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju pr
o d
u k
s i C
O 2
m l
k g
jam
100 ppm, 20 C 100 ppm, 25 C
100 ppm, suhu ruang 10
20 30
40 50
60
9 10
11 12
13
Waktu hari La
ju p
rod uk
s i C
O 2
m lk
g ja
m
200 ppm, 20 C 200 ppm, 25 C
200 ppm, suhu ruang
a. 100 ppm b. 200 ppm
10 20
30 40
50 60
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
pr oduk
s i C
O 2
m lkg
j a
m
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C
0 ppm, suhu ruang
c. 0 ppm Gambar 8. Laju produksi CO
2
buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan konsentrasi etilen a. 100 ppm, b. 200 ppm, c. 0 ppm pada suhu
20 C, 25
C dan suhu ruang
23 a. 100 ppm
b. 200 ppm
10 20
30 40
50 60
70 80
9 10
11 12
13
Waktu hari L
a ju
k ons
um s
i O 2
m l
kg ja
m
0 ppm, 20 C 0 ppm, 25 C
0 ppm, suhu ruang
c. 0 ppm Gambar 9. Laju konsumsi O
2
buah pepaya IPB 1 selama pemeraman dengan konsentrasi etilen a. 100 ppm, b. 200 ppm, c. 0 ppm pada suhu
20 C, 25
C dan suhu ruang
C. Pengaruh Suhu Peram Terhadap Laju Respirasi Setelah Pemeraman