IDENTIFIKASI CAMPYLOBACTER JEJUNI HASIL DAN PEMBAHASAN

suhu ini, digunakan inkubator suhu 37 C dan 42 C. Pengkondisian suhu 42 C pada inkubator tampak seperti Gambar 8. Gambar 8. Jar anaerob didalam inkubator 42 C

E. IDENTIFIKASI CAMPYLOBACTER JEJUNI

1. Uji Katalase Koloni pada media CBPA dan mCCDA yang diduga Campylobacter kemudian diuji katalase dengan menggunakan H 2 O 2 . Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H 2 O 2 pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Jika koloni tersebut adalah C. jejuni, maka akan terbentuk gelembung gas gas oksigen saat ditetesi H 2 O 2 . Hal ini karena C. jejuni merupakan bakteri katalase positif, artinya bakteri ini mampu memproduksi enzim katalase yang dapat mengkatalisis reaksi pemecahan H 2 O 2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida H 2 O 2 dan superoksida biasanya dihasilkan oleh beberapa bakteri dari reaksi reduksi senyawaan oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi C. jejuni. Pada beberapa jenis bakteri, seperti C. jejuni dihasilkan enzim katalase yang mampu mengkatalisis reaksi penguraian hidrogen peroksida dan superoksida menjadi gas oksigen dan air. Walaupun begitu, ada beberapa spesies bakteri Campylobacter yang bersifat katalase negatif, yang tidak menghasilkan enzim katalase, seperti Campylobacter upsaliensis Stern et al., 1992. 2. Pewarnaan sederhana Pewarnaan sederhana dilakukan untuk memperjelas dalam pengamatan morfologi C. jejuni. Hal ini karena pewarnaan sederhana dapat membuat warna sel C. jejuni lebih kontras sehingga dapat dengan mudah dilihat dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000 x. Banyak pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan sederhana, seperti pewarna biru metilen, fuchsin Ziehl, atau violet kristal. Menurut Hadioetomo 1993, kebanyakan pewarna yang digunakan pada pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang bersifat alkalin. Hal ini karena pewarna sederhana mengandung gugusan fungsional yang dapat membentuk warna kromofor dan bermuatan positif. Kebanyakan bakteri, seperti C. jejuni mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna sederhana yang dapat membentuk kromofor bermuatan positif, karena sitoplasmanya bersifat basofil suka terhadap basa, atau bermuatan negatif. Pada penelitian ini, digunakan pewarna fuchsin Ziehl dalam pewarnaan sederhana sel C. jejuni. Prinsip kerja pewarnaan sederhana dengan pewarna fuchsin Ziehl yaitu dengan aseptis memindahkan satu loop koloni yang diduga C. jejuni kedalam gelas preparat, dilakukan fiksasi, dan ditetesi 1-2 tetes fuchsin Ziehl, kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000 x untuk melihat morfologi bakteri. Untuk melihat motilitas bakteri C. jejuni, dapat dilakukan dengan penyiapan preparat basah, dengan menghilangkan tahap fiksasi, dan dilakukan penutupan terhadap gelas preparat setelah ditetesi pewarna fuchsin Ziehl menggunakan kaca penutup. Pewarna fuchsin Ziehl akan memberikan warna merah muda pada sel bakteri hasil pewarnaan. Menurut Stern et al. 1992, pengamatan dengan preparat basah di bawah mikroskop akan diamati sel C. jejuni yang bersifat sangat motil, berbentuk batang bergelombang, bentuk S atau seperti spiral, ukurannya sangat kecil dan tipis. Bentuk morfologi bakteri yang diduga spesies Campylobacter jejuni, hasil pewarnaan menggunakan fuchsin Ziehl dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Morfologi yang diduga C jejuni perbesaran 1000x Namun, jika pengamatan tidak dilakukan sesaat setelah inkubasi media agar cawan selesai, maka akan terjadi perubahan morfologi dari C. jejuni. Menurut Doyle 1989, kultur C. jejuni akan berubah menjadi bentuk kokus yang tidak motil dan non culturable jika sudah cukup berumur lama hidup. C. jejuni dapat berubah dari bentuk terkultur menjadi tidak terkultur dengan sangat cepat setelah fase log pertumbuhannya berakhir. Selain akibat pengaruh umur, C. jejuni mudah mengalami perubahan bentuk morfologi akibat pengaruh perubahan kondisi lingkungan yang membuat bakteri menjadi stress. Stress pada bakteri ini diindikasikan dengan perubahan morfologi dari bentuk batang bergelombang menjadi bentuk kokus. Salah satu perubahan kondisi lingkungan yang dapat membuat C. jejuni stress adalah meningkatnya kadar oksigen. Selain itu, adanya Polymyxin B dalam media yang diinkubasi pada suhu 42 C ternyata dapat menyebabkan sel C. jejuni mengalami stress dan dapat berpengaruh terhadap morfologi C. jejuni Ray dan Johson dalam Doyle 1989. Polymyxyn B merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat didalam suplemen preston. Suplemen preston biasanya ditambahkan didalam media pengkaya seperti Bolton Broth maupun pada media agar seperti CBPA dengan tujuan sebagai suplemen pertumbuhan Campylobacter dan sebagai komponen antibiotik. Bentuk morfologi C. jejuni pada saat stress akibat perubahan kondisi lingkungan, atau karena terlalu lama hidup dapat dilihat pada Gambar 10. C. jejuni Gambar 10. Morfologi C. jejuni saat 2 jam setelah inkubasi 42 C selama 48 jam 3. Uji API-Campy Koloni yang bersifat non hemolitik, positif uji katalase, dan memiliki bentuk curve rod saat diamati dibawah mikroskop cahaya perbesaran 1000x kemudian diuji API-Campy untuk mengidentifikasi jenis Campylobacter. Untuk melakukan uji API-Campy, koloni tersebut kemudian digoreskan kembali dengan gores kuadran pada media CBPA atau mCCDA sesuai dengan media tempat koloni tersebut tumbuh. Penggoresan kembali ini bertujuan untuk mendapatkan koloni yang terpisah dan sel-nya sejenis. Media kemudian diinkubasi pada suhu 42 o C selama 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Setelah diperoleh koloni yang terpisah, maka koloni tersebut digoreskan pada media CBPA atau mCCDA dengan teknik gores langsung, inkubasi dilakukan pada 36 o C + 2 o C selama 24 - 48 jam dalam kondisi mikroaerofilik. Suhu inkubasi tersebut sesuai dengan instruksi penggunaan API-Campy test kit. API-Campy adalah sebuah sistem standar untuk identifikasi Campylobacter, dengan menggunakan uji-uji biokimia, yang secara khusus diadaptasikan dengan database. API-Campy strip terdiri atas 20 mikrotube yang mengandung substrat terdehidrasi, dan terbagi kedalam dua bagian. Bagian pertama strip terdiri atas 10 mikrotube, dari URE yang mengandung komponen aktif urea sampai dengan PAL yang mengandung komponen aktif 2-naphthyl phosphate. Bagian pertama strip digunakan untuk uji-uji reaksi enzimatis pada bakteri. Bagian kedua strip juga terdiri dari 10 mikrotube, dari H 2 S yang mengandung komponen aktif sodium thiosulfate sampai dengan ERO yang mengandung komponen aktif erythromycin. Bagian kedua strip ini digunakan untuk uji-uji asimilasi dan penghambatan pada bakteri. Bagian strip pertama diinkubasi pada kondisi aerobik suhu 37 C selama 24 - 48 jam. Selama inkubasi, akan terjadi perubahan warna secara spontan, setelah ditambahkan reagen setelah inkubasi. Sedangkan bagian strip kedua, diinkubasi pada kondisi mikroaerofilik juga pada suhu 37 C selama 24 - 48 jam. Bakteri yang dapat tumbuh pada bagian kedua strip ini, hanya bakteri yang mampu memecah substat atau yang dapat bertahan dengan antibiotik yang ada pada mikrotube. Jika pada bagian pertama strip, terjadinya reaksi ditandai dengan adanya perubahan warna, maka pada bagian kedua strip terjadinya reaksi ditandai dengan adanya kekeruhan pada mikrotube. Salah satu hasil uji API-Campy dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11. Hasil uji API-Campy Hasil uji kemudian dipindahkan kedalam sheet hasil yang dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Pada sheet hasil, hasil uji dibagi kedalam group, yang masing-masing group terdiri atas tiga kelompok dan memiliki nilai 1, 2, dan 4. Hasil numerikal dari sheet hasil kemudian dibandingkan dengan tabel profil numerikal yang ada pada kemasan API-Campy yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Menurut Hu dan Kopecko 2003, yang membedakan C. jejuni dengan Campylobacter spp. adalah uji hidrolisis hipurat. Berdasarkan hasil pengamatan pada API-Campy, ada koloni hasil goresan langsung isolat bakteri yang positif menghidrolisis hipurat artinya isolat tersebut masuk ke dalam spesies Campylobacter jejuni. Hasil identifikasi Campylobacter API- Campy dari beberapa isolat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil identifikasi Campylobacter dengan API-Campy Keterangan: Ref 1 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 1 Ref 2 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 2 Ref 3 = Campylobacter jejuni ssp jejuni 3 Mart 11 = isolat dari sampel Foodmart Matahari Jakarta Selatan RW 32 = isolat dari sampel pasar Rawamangun Jakarta Timur + = reaksi positif terjadi lebih dari 25 V = reaksi positif terjadi kurang atau sama dengan 25 reaksi dianggap positif - = reaksi negatif Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa hasil uji isolat RW 32 mendekati hasil uji Ref 2. Ada dua uji, yaitu uji NAL nalidixic acid dan PROP propionic acid yang berbeda dengan Ref 2. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa isolat RW 32 merupakan isolat Campylobacter jejuni ssp jejuni 2. Sedangkan isolat Mart 11, tidak mendekati Ref 1, 2, maupun 3. Uji Ref 1 Ref 2 Ref 3 Mart 11 RW 32 URE - - - - - NIT + + + + + EST + + + - + HIP + + - - + GGT - + - + + TTC + + - + + PyrA V V - + + ArgA V V - - + AspA V V - + V PAL + + + - V H2S - - - - - GLU - - - - - SUT + + - + + NAL V V - - - CFZ + + - + V ACE + + - V V PROP V V - - - MLT + + - + + CIT + V - + + ERO V V - + + CAT + + + + + Menurut tabel numerikal pada Lampiran 7, isolat Mart 11 merupakan Campylobacter lari. Pada umumnya C. jejuni dapat mereduksi nitrat, tidak memfermentasikan karbohidrat, tidak menghidrolisis gelatin urea, tidak memproduksi H 2 S, menghidrolisis hippurat, sensitif terhadap asam nalidixic tetapi beberapa jenis Campylobacter dilaporkan resisten terhadap asam nalidixic, sensitif terhadap 2, 3, 5 triphenyltetrazolium chloride TTC, dan resisten terhadap cephalothin Doyle, 1989. Sedangkan untuk reaksi lain, seperti, PROP propionic acid walaupun tabel identifikasi pada Lampiran 8 dikatakan bahwa reaksi yang terjadi adalah sekitar 4. Hal ini menurut McClure dan Blackburn 2003, API-Campy disediakan untuk membedakan Campylobacter spp., walaupun identifikasi spesies Campylobacter menggunakan uji biokimia standar, akan tetapi hal ini tidak dapat dijadikan suatu patokan karena reaksi yang terjadi beraneka ragam dan tidak tipikal pada beberapa strain.

F. PREVALENSI CEMARAN CAMPYLOBACTER JEJUNI