Fasilitas Penyediaan Air Bersih Unit Produksi

demikian, berdasarkan perhitungan, debit air sebesar 10 liter per detik ini sudah mencukupi semua kebutuhan aktual air bersih di pelabuhan perikanan. Menurut Rajasa 2002, air permukaan mempunyai jumlah yang besar kedua setelah air hujan namun memiliki kesinambungan yang lebih baik. Biasanya keberadaannya dapat mencapai setahun penuh hanya saja diikuti fluktuasi yang sangat bergantung pada alam. Rajasa melanjutkan, ketersediaan dan kapasitas aliran air permukaan disuatu tempat dipengaruhi oleh kondisi topografis tempat tersebut. Daerah yang memiliki banyak gunung dan dataran tinggi cenderung memiliki ketersediaan air permukaan yang tinggi. Seperti tertulis pada subbab 4.1.1, Kecamatan Bungus dan Sumatera Barat umumnya merupakan daerah yang dilalui oleh pegunungan Bukit Barisan dengan tingkat curah hujan yang tinggi. Kondisi ini berdampak positif bagi ketersediaan dan kontinuitas aliran air permukaan yang menjadi sumber air baku di PPS Bungus. Faktor topografi dan iklim serta curah hujan yang tinggi menyebabkan ketersediaan, kapasitas dan kontinuitas sumber air baku ini cukup baik dan menurut pihak pengelola PPS Bungus ketersediaan jumlah air baku di pelabuhan ini mencukupi untuk masa yang akan datang.

5.1.2 Fasilitas Penyediaan Air Bersih Unit Produksi

Fasilitas penyediaan air bersih atau umumnya disebut unit produksi merupakan suatu bagian dari sistem penyediaan air bersih yang berfungsi memproduksi air bersih untuk memenuhi kriteria yang ditetapkan kuantitas dan kualitasnya. Fasilitas penyediaan air bersih terdiri atas bangunan pengambilan air baku, saluran air baku, bangunan pengolahan, bangunan elektrikal mekanikal, saluran air bersih, reservoir Dirjen Cipta Karya, 2008. 1 Bangunan Pengambilan Air Baku Intake Bangunan pengambilan air baku intake merupakan bangunan atau konstruksi penangkap air yang dibangun pada suatu lokasi sumber air sungai, mata air dan air tanah dengan segala perlengkapannya dan dipergunakan sebagai tempat untuk mengambil air tersebut guna penyediaan air bersih Dirjen Cipta Karya, 2008. Sutrisno 2006 menyebutkan fungsi dari bangunan penangkap air intake adalah untuk menjaga kontinyuitas pengaliran air permukaan dan mempermudah kontrol kualitas dan kapasitas aliran sumber air. Intake yang digunakan PPS Bungus adalah jenis intake kanal, dimana air diambil dari kanal saluran dan diteruskan ke tahapan selanjutnya. Untuk kasus penyediaan air bersih skala besar daerah, unit intake biasa terdiri atas beberapa sub unit yang terdiri atas bangunan sadap, saluran pembawa air baku dan saringan bar screen. Instalasi seperti ini diterapkan oleh PDAM Kota Sukabumi Watironna, 2005. Pada PPS Bungus, intake hanya dilengkapi saringan kasar bar screen, yang berfungsi untuk menyaring semua kotoran-kotoran kasar seperti daun, ranting kayu, plastik dan sampah-sampah lainnya yang terbawa masuk melalui aliran air baku ke unit intake. Namun, bar screen PPS Bungus tidak berfungsi lagi akibat kerusakan parah yang terjadi. Gambar 7 Intake penyediaan air bersih di PPS Bungus. Bangunan intake PPS Bungus berada di bukit Gambar 7, sehingga jauh dari berbagai aktivitas baik industri maupun aktivitas lain yang dapat menimbulkan dampak pencemaran. Hal ini telah memenuhi ketentuan PERMEN PU NOMOR 18PRTM2007 tentang Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir 1, yang mana syarat utama penempatan bangunan penyadap intake haruslah aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar pencemaran oleh manusia dan mahluk hidup lain Selain itu, posisi intake yang relatif lebih tinggi memudahkan transmisi air ketahap pengolahan selanjutnya. Transmisi air dilakukan dengan mekanisme gravitasi, tidak memerlukan fasilitas bantuan seperti pompa dan sebagainya. Hal ini juga telah sesuai dengan PERMEN PU NOMOR 18PRTM2007 tentang Sistem Penyediaan Air Bersih pada butir ke 4, yang mana penempatan bangunan pengambilan diusahakan menggunakan sistem gravitasi dalam pengoperasiannya. Intake dibangun dengan konstruksi beton. Berdasarkan dimensi bangunan, kapasitas intake saat ini berukuran sekitar 6 m 3 , dengan luas permukaan 6 m 2 dan kedalaman 1 m. Untuk kondisi PPS Bungus saat ini, kapasitas intake cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih maksimum harian di pelabuhan. Posisi intake yang relatif jauh dari daerah pelayanan dan “medan tempuh” menuju lokasi yang cukup sulit, menimbulkan kesulitan dalam pengelolaannya. Petugas dan teknisi yang bertanggung jawab mengontrol instalasi ini ternyata hanya melakukan tugasnya satu kali dalam seminggu. Fungsi intake yang awalnya untuk mempermudah dalam k ontrol “tingkah laku” sumber air dan penghitungan debit serta pengontrolan pencemaran dan sebagainya menjadi kurang efektif. Padahal, menurut PERMEN PU NOMOR 18PRTM2007 pada butir 2, intake haruslah ditempatkan pada posisi yang memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan, sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu kelancaran penyediaan air bersih. Selain itu, faktor posisi intake yang berada di bukit yang memiliki curah hujan yang tinggi sehingga menyebabkan bangunan intake PPS Bungus berpotensi terkena bahaya longsor. Pada saat hujan, debit aliran air menjadi besar. Lumpur dan sampah akan terbawa bersama aliran air masuk ke intake. Kondisi ini akan berpengaruh pada kualitas dan debit air yang ditampung. 2 Bak Sedimentasi Bak sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat pada aliran air permukaan. Pengendapan umumnya dilakukan dengan mekanisme gravitasi Sutrisno, 2006. Pada instalasi penyediaan air bersih PPS Bungus, bak sedimentasi berjarak 2 m dari intake, dengan dimensi bangunan sekitar 5 m 3 Gambar 8. Gambar 8 Bak sedimentasi sistem pengolahan air bersih di PPS Bungus. Pihak pengelola PPS Bungus menggunakan bak sedimentasi untuk mengendapkan partikel-partikel pada aliran air yang berasal dari intake. Pada kondisi biasa dengan aliran air normal, bak sedimentasi ini terlihat tidak begitu berfungsi. Namun, ketika saat musim penghujan dengan tingkat curah hujan tinggi yang menyebabkan aliran air banyak mengandung lumpur, bak sedimentasi ini menjadi sangat dibutuhkan untuk melakukan fungsi pengendapan lumpur. Menurut Sutrisno 2006, untuk air baku yang hanya bermasalah pada tingkat kesadahan seperti pada PPS Bungus, bak pengendapan tidak diperlukan. Pada PDAM Sukabumi Watironna, 2005, hasil pengujian kualitas air yang menunjukkan hasil yang baik, menyebabkan pengelola memutuskan untuk tidak menggunakan bak sedimentasi. 3 Pipa Transmisi Air Baku Pipa transmisi air baku merupakan jalur pipa atau saluran pembawa air baku dari titik awal transmisi air baku ke titik akhir transmisi air baku unit pengolahan air Dirjen Cipta Karya, 2008. Pipa transmisi yang digunakan PPS Bungus adalah pipa dengan jenis GL Galvanis berdiameter 200 mm. Disamping transmisi menuju bak pengolahan air, juga terdapat saluran by pass yang mentransmisikan air dari bak sedimentasi langsung ke bak reservoir. Gambar 9 Instalasi pipa transmisi; banyak terjadi kebocoran. Kondisi pipa transmisi saat ini sudah cukup “berumur”, seperti terlihat pada Gambar 9. Sejak pembangunan instalasi pada tahun 1998 hingga 2007 belum pernah dilakukan penggantian up grade serius, hanya perbaikan kecil di berbagai bagian pada jaringan instalasi. Hal ini berdampak pada seringnya terjadi kebocoran kehilangan air akibat proses korosi yang dialami oleh pipa transmisi. Meskipun jika terjadi kebocoran atau kehilangan air akan segera diatasi oleh teknisi petugas, namun kondisi ini tetap saja menimbulkan kehilangan air yang berdampak pada pemborosan. 4 Instalasi Pengolahan Air; Saringan Pasir Lambat Slow Sand Filter Fasilitas pengolahan air baku yang digunakan PPS Bungus adalah instalasi saringan pasir lambat slow sand filter. Saringan pasir lambat slow sand filter merupakan unit pengolah air yang menggunakan suatu proses penyaringan, pengendapan dan pemisahan partikel yang cukup besar dengan pengaliran air yang lambat menggunakan pasir sebagai media penyaringnya Dirjen Cipta Karya, 2008. Sistem pengolahan air slow sand filter yang diterapkan oleh PPS Bungus masih menggunakan mekanisme sederhana, dimana pencucian pasir dan gravel setelah proses penyaringan dilakukan secara manual karena sistem pengolahan ini tidak dilengkapi dengan mekanisme back wash, yakni sistem pencucian material saringan dengan menggunakan aliran air yang dibalikkan. Menurut pihak pengolola, waktu yang diperlukan untuk mengolah air baku menjadi air bersih ini relatif lama dengan sistem ini. Berdasarkan rencana, akhir tahun 2009 akan dikembangkan sistem pengolahan air saringan pasir cepat. Gambar 10 Bak pengolahan saringan pasir lambat. Terdapat 2 unit bak filtrasi pada IPA PPS Bungus Gambar 10 yang terletak sekitar 200 m dari intake dengan luas permukaan seluruhnya 119 m 2 , dengan ukuran panjang 17 m dan lebar 7 m serta kedalaman bak 3 m. Kecepatan penyaringan pada saringan pasir lambat ini sekitar 0,3 mjam. Pasir yang menjadi media penyaring memiliki kandungan SiO 2 sekitar 91, kisaran diameter butiran media 0,2 – 0,4 mm dengan keseragaman butiran 2 – 3. Berat jenis butiran berkisar antara 2,55 – 2,65 grcm 3 dengan kelarutan butiran pasir dalam air selama 24 jam rata-rata 2.7 beratnya. Dasar bak filtrasi dilengkapi nozzels atau lubang- lubang yang meloloskan air hasil penyaringan ke saluran pipa pengumpul air bersih berdiameter 0,5 mm dengan tinggi 10 cm sehingga pasir kuarsa tidak dapat melewatinya. Penampang melintang bak filtrasi PPS Bungus disajikan pada Gambar 11 Anonimus, 2006. Gambar 11 Penampang melintang saringan pasir lambat. Menurut Rahayu 2002, instalasi dan mekanisme saringan pasir lambat memberikan banyak perbaikan terhadap kualitas air seperti membunuh bakteri patogen, mereduksi padatan tersuspensi, menghilangkan kesadahan, penurunan kekeruhan dan sebagainya. Rahayu melanjutkan, untuk pengolahan air bersih, saringan pasir lambat merupakan metode pengolahan yang sangat populer. Pengolahan jenis ini dapat mengolah air antara 3 – 5 m 3 air bersih per m 2 per hari. Pengolahan ini dapat menyelesaikan masalah biologis, fisik dan kimia pada tahapan tertentu. Komponen yang biasanya tidak dapat diselesaikan dengan pengolahan ini diantaranya warna disebabkan oleh tanin dan logam dengan kadar yang tinggi serta larutan seperti halnya air asin. Untuk penyediaan air bersih skala kecil dan menengah, sistem slow sand filter dirasa cukup efektif untuk mengolah air baku menjadi air bersih. Namun, untuk kebutuhan air skala besar lingkup daerah sistem slow sand filter tidak efektif, karena waktu yang dibutuhkan untuk proses pengolahan cukup lama. Kasus PDAM Sukabumi Watironna, 2005, unit-unit pendukung proses pengolahan air bersih meliputi BPT Bak Pelepas Tekan, unit flow splitter, unit flokulasi, unit sedimentasi, unit filtrasi dan CWT Clear Water Tank.

5.2 Pendistribusian Air Bersih