66 kerja produktif, sedang pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti akan
meningkatkan ukuran pasar domestiknya Todaro dan Smith, 2003. Pada beberapa kasus di negara-negara berkembang, hubungan ini dapat berdampak
sebaliknya. Hubungan positif atau negatif pertumbuhan penduduk dengan pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem
perekonomian yang bersangkutan untuk menyerap dan secara produktif memanfaatkan tambahan tenaga kerja tersebut. Adapun kemampuan daya serap
ini dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor-faktor penunjang, seperti kecakapan manajerial dan kualitas SDMnya.
3.5. Distribusi Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomi
Kondisi yang ada menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu
diikuti oleh pemerataan hasil-hasil pembangunan. Diduga bahwa hasil pembangunan hanya dinikmati oleh sebagian masyarakat. Pembangunan yang
berorientasi pada pertumbuhan “growth oriented development” diindikasikan mempunyai permasalahan yang justru dapat merugikan proses pembangunan.
Permasalahan distribusi pendapatan yang tidak merata, pengangguran serta kemiskinan yang tinggi merupakan indikator bahwa masyarakat dalam kondisi
tidak sejahtera. Pada sekitar tahun 1970 merupakan era baru bagi negara berkembang untuk mulai mengatur kebijakan pembangunan dalam mengurangi
kemiskinan, dengan cara memadukan pertumbuhan dan pemerataan hasil pembangunan secara bersamaan Redistribution with Growth.
Sasaran pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup standard of living
yang layak bagi setiap individu, khususnya golongan ekonomi lemah atau kelompok miskin. Masalah pemerataan memerlukan perincian tentang distribusi
67 apa yang telah dihasilkan dari pembangunan tersebut, serta kelompok masyarakat
mana yang menikmatinya atau who gets what siapa mendapat apa. Hubungan antara pendapatan dan pemerataan masih menjadi kontroversi.
Menurut Wie 1981, banyak ekonom masih beranggapan bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dan distribusi pendapatan adalah saling
bertentangan trade-off. Pemerataan pendapatan hanya dapat dicapai, jika laju pertumbuhan ekonomi diturunkan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi
selalu akan disertai kemerosotan dalam pembagian pendapatan atau kenaikan dalam ketimpangan relatif.
Teori neo-Keynesian lebih menitikberatkan pada masalah distribusi fungsional yang dikenal tiga konsep distribusi pendapatan, yaitu distribusi
fungsional, distribusi fungsional yang diperluas, dan distribusi personal. Distribusi fungsional berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh pemilik
faktor produksi tradisional dalam suatu proses produksi tanah, modal, dan tenaga kerja. Distribusi fungsional yang diperluas merupakan bentuk lain dari distribusi
fungsional dan umumnya penggolongannya disesuaikan dengan masalah yang sedang dibahas, misalnya pembagian pendapatan menurut wilayah desa dan
kota, menurut sektor ekonomi sektor pertanian dan non pertanian, atau menurut teknik produksi dalam sektor tertentu industri modern dan industri tradisional.
Sedangkan distribusi personal berkaitan dengan pembagian pendapatan yang diterima oleh individu atau rumahtangga. Ukuran kesejahteraan sering dikaitkan
dengan distribusi personal. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah mengenai pembagian pendapatan sering ditujukan untuk memperbaiki pembagian
pendapatan personal.
68 Ada beberapa alat ukur ketimpangan, yaitu: 1 kurva Lorenz, yang
mengukur ketimpangan berdasarkan bentuk kurva distribusi pendapatan, dan 2 Gini ratio,
mengukur ketimpangan berdasarkan luas kurva Lorenz. Kurva Lorenz dapat menjelaskan distribusi pendapatan secara grafis dan dipakai untuk
menganalisis statistik pendapatan perorangan. Kurva Lorenz menjelaskan tentang hubungan kuantitatif aktual antara
persentase penerima pendapatan dengan persentase pendapatan total yang benar- benar diterima selama periode tertentu misalnya satu tahun. Secara lengkap
gambar tentang Kurva Lorenz adalah sebagai berikut:
Sumber: Kasliwal 1995 dan Fields 2001 Gambar 6. Kurva Lorenz
Jumlah penerima pendapatan dinyatakan dalam sumbu horisontal, tidak dalam arti absolut melainkan dalam persentase kumulatif. Sedangkan sumbu
vertikal menyatakan bagian dari pendapatan total yang diterima oleh masing- masing persentase kelompok penduduk tersebut. Kedua sumbu tersebut berakhir
17
40 100
A
B 100
Persentase Penduduk P
erse ntase
P end
apa tan
x
y
69 pada titik 100 persen, hal ini berarti kedua sumbu sama panjangnya. Garis
diagonal melambangkan pemerataan sempurna perfect equality dalam distribusi pendapatan. Semakin jauh jarak dari kurva Lorenz dari garis diagonal, maka
semakin timpang atau tidak merata distribusi pendapatannya. Perangkat lain yang digunakan untuk mengukur derajat ketimpangan
pendapatan relatif suatu negaradaerah adalah dengan menggunakan koefisien Gini Gini coefficient. Koefisien Gini dihitung dengan cara menghitung rasio
bidang yang terletak antara garis diagonal daerah A dibagi dengan daerah A dan B, menunjukkan hubungan antara jumlah penduduk dengan distribusi pendapatan
dalam bentuk persentase kumulatif. Koefisien Gini merupakan ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol pemerataan sempurna
hingga satu ketimpangan sempurna. Dalam prakteknya, koefisien Gini untuk negara-negara yang derajat ketimpangannya tinggi berkisar antara 0.50 hingga
0.70. Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya relatif merata angkanya berkisar antara 0.20 hingga 0.35. Di bawah ini adalah rumus yang digunakan
dalam mengukur koefisien Gini: G =
n n
1
+
n i
i x
ix n
1 2
2 ..
................................................................13 dimana: x
i
adalah pendapatan penerima i, μ
x
adalah rata-rata pendapatan, dan n adalah jumlah total penerima pendapatan Fields, 2001.
Kesejahteraan masyarakat berhubungan positif dengan pendapatan per kapita namun berhubungan negatif dengan tingkat ketimpangan. Ketimpangan
perlu untuk diperhatikan karena: 1. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim menyebabkan inefisiensi ekonomi.
Ketimpangan yang tinggi menyebabkan semakin kecilnya penduduk yang
70 memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit yang lain.
Ketika individu yang berpenghasilan rendah tidak dapat meminjam uang, pada umumnya mereka tidak dapat menyediakan pendidikan yang memadai bagi
anak mereka atau memulai dan mengembangkan bisnis mereka. Pada kondisi ketimpangan yang tinggi, tingkat tabungan secara keseluruhan dalam
perekonomian cenderung rendah, karena tingkat tabungan marginal tertinggi biasanya ditemukan pada kelas menengah. Meskipun orang kaya dapat
menabung dalam jumlah yang lebih besar, namun mereka menabung dengan bagian yang lebih kecil lagi dari pendapatan marginal mereka. Orang kaya
lebih suka membelanjakan sebagian besar dari pendapatan mereka pada barang-barang impormewah, bepergian ke luar negeri atau justru menyimpan
kekayaannya di luar negeri dalam bentuk pelarian modal capital flight. Tabungan dan investasi mereka tidak menambah sumberdaya produktif
nasional, bahkan tabungan mereka mencerminkan kebocoran substansial sumberdaya, dalam arti bahwa pendapatan mereka berasal dari jerih payah
tenaga kerja dalam negeri yang umumnya tidak terdidik dan tidak terampil. Oleh karena itu, strategi pertumbuhan yang dibarengi dengan bertambah
lebarnya kesenjangan pendapatan dalam realitanya dirancang untuk melestarikan kepentingan para elit ekonomi dan politik di negara berkembang,
yang seringkali mengorbankan kepentingan masyarakat yang lebih besar. 2. Ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien.
Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar
dan pada gilirannya akan menyebabkan kesenjangan pendapatan yang
71 semakin melebar. Hasilnya adalah pendapatan rata-rata yang rendah, tingkat
pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dan tingkat ketimpangan yang tinggi.
3. Ketimpangan pendapatan yang ekstrim melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas. Ketimpangan yang tinggi akan memperkuat kekuatan politis dan
daya tawar golongan kaya. Biasanya, kekuatan ini akan digunakan untuk mengarahkan hasil pembangunan demi kepentingan mereka sendiri.
Ketimpangan tinggi membuat kaum miskin mendukung kebijakan yang populis yang sebenarnya dapat merugikan mereka sendiri, dan akhirnya
ketimpangan yang tinggi akan menumbuhkan rasa ketidakadilan Todaro dan Smith, 2003.
Pandangan tradisional mengatakan bahwa sejumlah ketimpangan dapat mempercepat pertumbuhan, karena tabungan dari orang kaya lebih besar dari pada
tabungan orang miskin. Jika tabungan untuk investasi berasal dari dalam negeri, maka derajat pemerataan yang tinggi akan membahayakan pertumbuhan.
Berdasarkan penelitian terbaru dinyatakan bahwa tingkat tabungan marginal yang paling tinggi ternyata berasal dari kelas menengah, bahkan berbagai
penelitian juga menunjukkan bahwa orang miskin menabung dengan tingkat yang lebih tinggi dari pada yang diyakini sebelumnya Todaro dan Smith, 2003.
Ketimpangan pendapatan yang tinggi membuat orang miskin tidak dapat memperoleh pinjaman karena tidak mempunyai kolateral atau jaminan. Orang
miskin yang tidak dapat memperoleh pinjaman untuk memulai sebuah usaha dapat terjebak dalam subsistensi atau ketergantungan.
72 Menurut Jazairy et al. 1992 yang mengkaji keterkaitan antara
pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan di beberapa negara menunjukkan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh
adanya ketimpangan pendapatan trade off antara pertumbuhan dengan pemerataan. Perubahan pola pembagian pendapatan dengan meningkatnya
pendapatan per kapita penduduk yang biasa disebut dengan hipotesis U terbalik dari Kuznets. Proses pembangunan ekonomi pada tahap awal pada umumnya
disertai oleh kemerosotan yang cukup besar dalam pembagian pendapatan, yang baru berbalik menuju suatu pemerataan yang lebih besar dalam pembagian
pendapatan pada tahap pembangunan lebih lanjut Kuznets, 1955; 1966. Analisis ekonomi pada umumnya tidak menyinggung soal kaitan antara
pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan. Menurut Galenson dan Leibenstein 1955, sebagian besar teori yang ada nampaknya
memang mengisyaratkan bahwa pemerataan distribusi pendapatan yang tidak merata merupakan sesuatu yang terpaksa dikorbankan demi memacu laju
pertumbuhan ekonomi secara cepat. Paradigma pertumbuhan ekonomi di masa lalu sudah menjurus kepada pemujaan terhadap keberhasilan percepatannya dan
korban dari percepatan itu dianggap sebagai biaya sosial yang tak perlu dirisaukan. Todaro 1994 menyatakan bahwa ketidak-adilan pendapatan sebagai
syarat yang pantas dikorbankan dalam rangka menggapai proses pertumbuhan ekonomi secara maksimum dan dianggap syarat yang diperlukan untuk
meningkatkan taraf hidup penduduk melalui mekanisme trickle down effect dianggap sebagai pendekatan yang gegabah.
73 Menurut Arif 1978, ada delapan proses yang menimbulkan ketimpangan
pada suatu wilayah pada level provinsi ataupun negara, yaitu: 1 pertambahan penduduk yang tinggi mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita, 2
inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang, 3 ketidak-merataan pembangunan
antar subwilayah, 4 investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang intensif modal, sehingga persentase pendapatan dari harta bertambah besar
dibandingkan dengan persentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah, 5 rendahnya mobilitas sosial, 6 pelaksanaan
kebijaksanaan substitusi-impor industri yang menyebabkan kenaikan harga barang-barang hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis, 7
memburuknya term of trade bagi wilayah yang sedang berkembang dalam perdagangan dengan wilayah maju sebagai akibat ketidak-elastisan permintaan
wilayah maju, 8 hancurnya industri-industri rakyat, seperti: pertukangan, industri rumahtangga, dan lain-lainnya.
Menurut Wie 1981, upaya dalam menanggulangi ketimpangan ini adalah dengan strategi campur tangan pemerintah. Dalam hal ini diupayakan pembagian
yang merata dari sumberdaya-sumberdaya yang ada kepada golongan masyarakat termiskin, sehingga kesejahteraan mereka dapat meningkat. Menurut Todaro dan
Smith 2003, terdapat lima alasan mengapa kebijakan yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan tidak harus memperlambat laju pertumbuhan, yaitu:
1. Kemiskinan menciptakan kondisi yang membuat kaum miskin tidak mempunyai akses terhadap pinjaman kredit, tidak mampu membiayai
pendidikan anaknya dan tiadanya peluang untuk berinvestasi.
74 2. Kaum kaya di negara miskin tidak dikenal karena investasi mereka hanya di
dalam negara mereka sendiri. 3. Pendapatan rendah dan standar hidup buruk tercermin dari kesehatan, gizi dan
pendidikan yang rendah dapat menurunkan produktivitas ekonomi mereka dan akibatnya perekonomian tumbuh lambat.
4. Peningkatan pendapatan golongan miskin mendorong permintaan produk lokal dalam negeri.
5. Penurunan kemiskinan secara massal dapat menstimulasi ekspansi ekonomi yang lebih sehat karena akan mendorong partisipasi publik dalam proses
pembangunan. Pemerintah dapat merubah distribusi pendapatan secara langsung dengan
pajak yang progresif, yaitu beban pajak yang lebih besar bagi orang kaya dan pajak yang lebih ringan bagi bagi orang miskin, disertai subsidi bagi golongan
miskin. Pemerintah juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi distribusi pendapatan dengan kebijakan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan,
kesehatan, infrastruktur, dan sebagainya.
3.6. Kemiskinan dan Kesejahteraan Masyarakat