commit to user
13
a. Umur mesin yang telah melebihi masa pakainya life time
b. Kelelehan logam fatigue, seperti mesin atau alat yang mendapat tekanan yang
berubah-ubah sehingga melampuai titik kritisnya. c.
Korosierosi seperti adanya reaksi dan gesekan pada zat atau cairan yang berada dalam pipa-pipa minyak sehingga mengakibatkan menipisnya pipa.
d. Aus karena gesekan dengan bahan-bahan lain seperti as pompa, karena gesekan
akan menjadikan as pompa tersebut aus dan patah. 4.
Selain faktor di atas, menurut Subyantoro 1989, penyebab terjadinya kebakaran juga diakibatkan oleh listrik yaitu :
a. Pemakaian kualitas bahan dan peralatan instalasi listrik yang kurang baik.
b. Perencanaanpemasangan instalasi yang kurang sempurna
c. Kesalahan pemasangan instalasi
d. Kecerobohan pemakai listrik konsumen
e. Kurangnya pemeliharaan instalasi.
Tingginya suhu akibat kebakaran berpengaruh juga pada struktur bangunan, meskipun beton bertulang tahan terhadap kebakaran, namun dapat menyebabkan
menurunnya kekuatan tulangan baja, bila suhu lebih dari400 C pada struktur beton
bertulang, sehingga struktur bangunan akan menggeliat yang berakibat retaknya selimut beton, bahkan dapat menimbulkan keruntuhan bangunan. Tundono, 2008.
2.2.3. Pencegahan Kebakaran pada Bangunan
Persyaratan keselamatan bangunan gedung sebagai aspek utama dalam perlindungan bangunan sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No. 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung yang mengatur tentang persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung di Indonesia. Dalam pasal 19 disebutkan bahwa “ Seluruh
bangunan gedung selain rumah tinggal harus dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan aktif.”
Peraturan kebakaran juga terdapat pada Kepmen PU Nomor : 10KPTS2000 tentang Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan serta Kepmen PU Nomor : 11KPTS2000 tentang Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Direktur
commit to user
14
Jenderal Perumahan dan Permukiman Nomor : 58KPTS2002 tentang Petunjuk Teknis Rencana Tindakan Darurat Kebakaran pada Bangunan Gedung.
Pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah segala upaya yang menyangkut ketentuan dan persyaratan teknis yang diperlukan dalam
mengatur dan mengendalikan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung, termasuk dalam rangka proses perizinan, pelaksanaan dan pemanfaatanpemeliharaan
bangunan gedung, serta pemeriksaan kelayakan dan keandalan bangunan gedung terhadap bahaya kebakaran. Berdasarkan Kepmen PU Nomor : 10KPTS2000 standar
pencegahan kebakaran pada bangunan dan lingkungan terdiri dari : 1.
Sistem Kelengkapan Tapak Bangunan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sekitarnya, bangunan dibuat
untuk menampung dan mendukung berbagai kegiatan yang dilakukan manusia, untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari dalam merespon kebutuhan sosial,
ekonomi dan budaya. Sistem kelengkapan tapak antara lain : a.
Kepadatan bangunan, jarak bangunan satu dengan bangunan yang lain, menjadi salah satu tingkat kerawanan terhadap kebakaran. Tata letak bangunan seperti
penataan blok-blok bangunan b.
Jalan lingkungan yang digunakan untuk akses dari luar, seperti jalur pemadam kebakaran, lebar jalan dan jenis perkerasan jalan.
c. Sistem penyediaan air hidran yang merupakan ketersediaan air dalam
memadamkan api. d.
Sumber air yang dapat dijadikan pemadaman seperti air kolam, water tank, sungai maupun sumber yang lain.
Gambar 2.3. Sistem Pencegahan Kebakaran pada Kelengkapan Tapak Sumber : Dokumentasi Pribadi
2. Sistem sarana Penyelamatan
commit to user
15
Sarana jalan keluar bangunan merupakan bagian dari bangunan yang digunakan untuk penyelamatan manusia maupun kegiatan lain, agar terhindar dari ancaman
kebakaran. Fungsi sarana penyelamatan agar penghuni bangunan memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman, dalam keadaan darurat.
“Sarana penyelamatan adalah akses yang diberikan pada bangunan untuk mempermudah penyelamatan manusia keluar dari bangunan apabila terjadi
kebakaran ”, Frick dkk. 2008. 163-164 Beberapa aspek yang harus diperhatikan
dalam sarana evakuasi ini adalah : a.
Jalan keluar berupa tangga kebakaran dan jenisnya yang berhubungan dengan kemudahan pencapaian, tandapenunjuk arah ke tangga darurat, lebar tangga
darurat dan pintu kebakaran. b.
Konstruksi jalur keluar harus tahan api dan memberi kemudahan dalam evakuasi untuk memberikan rasa aman kepada penghuni
c. Landasan helikopter untuk penyelamatan, khusunya pada bangunan tinggi
diatas 60 m, karena jangkauan penyelamatan sangat tinggi.
Gambar 2.4. Sarana penyelamatan pada bangunan Sumber : Dokumentasi Pribadi
3. Sistem Proteksi pasif
Sistem proteksi pasif kebakaran adalah sistem perlindungan bangunan terhadap kebakaran melalui sifat termal bahan bangunan, penerapan sistem kompartemenisasi
dalam bangunan, serta persyaratan ketahanan api dalam struktur bangunan. Sistem proteksi pasif dalam bangunan mempunyai tujuan untuk : melindungi bangunan dari
keruntuhan serentak, memberi waktu untuk menyelamatkan diri, menjamin keberlangsungan fungsi gedung dan melindungi keselamatan petugas pemadam
kebakaran. Sistem proteksi pasif ditekankan pada aspek bahan bangunan, konstruksi
commit to user
16
bangunan dan bentuk penataan ruang serta bukaan. Ada tiga hal yang berkaitan dengan ketahanan bahan bangunan terhadap api yang harus dipenuhi sebagai bahan
konstruksi yaitu : ·
ketahanan memikul beban kelayakan struktur yaitu kemampuan untuk memelihara stabilitas dan kelayakan kapasitas beban sesuai dengan standar
yang dibutuhkan. ·
Ketahanan terhadap penjalaran api integritas yaitu kemampuan untuk menahan penjalaran api dan udara panas sebagaimana ditentukan oleh standar.
· Ketahanan terhadap penjalaran panas yaitu kemampuan untuk memelihara
temperatur pada permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku kebakaran pada temperatur dibawah 140
c sesuai dengan standar uji ketahanan api.
Dikaitkan dengan ketahanan terhadap api, struktur bangunan mempunyai 3 tiga tipe konstruksi, yaitu:
a. Tipe A: Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu
menahan secara struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke
dan dari ruangan bersebelahan dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang bersebelahan.
b. Tipe B: Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar
bangunan. c. Tipe C: Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan
yang dapat terbakar serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.
Jumlah lantai dan tipe konstruksi yang dipersyaratkan pada bangunan dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Tipe Konstruksi yang dipersyaratkan