Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014

(1)

Skripsi

Oleh :

PERMANA EKA SATRIA 1110101000085

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

ii 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juni 2014


(3)

iii Skripsi, Juli 2014

Permana Eka Satria, NIM : 1110101000085

Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014

xxi + 163 halaman + 40 tabel + 4 Gambar + 2 bagan + 14 lampiran ABSTRAK

Kebakaran merupakan salah satu bencana yang dampaknya dapat memberi kerugian yang cukup besar, apalagi jika terjadi di rumah sakit, tidak terkecuali di RSUD Kota Tangerang. Untuk memastikan seluruh sistem proteksi yang tersedia selalu siap digunakan maka perlu dilakukan evaluasi, salah satunya dengan menggunakan pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif . Sumber data pada penelitian ini terdiri dari sumber data primer dan data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2014 dengan melakukan observasi, wawancara dan telaah dokumen mengenai kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif kebakaran di RSUD Kota Tangerang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa 1) Tingkat keandalan kelengkapan tapak bangunan baik, semua sub komponen dalam kategori baik. 2) Tingkat keandalan sarana penyelamatan baik namun sub komponen jalan keluar nilainya kurang baik. 3) Tingkat keandalan sistem proteksi aktif kategori cukup. Sub komponen APAR dan sistem pemadam luapan masih kurang. 4) Tingkat keandalan sistem proteksi pasif dalam kategori baik. Secara keseluruhan tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan terhadap kebakaran dalam kondisi baik dengan nilai keandalan 81,23%.

Peneliti menyarankan agar pihak RSUD Kota Tangerang harus tetap selalu melakukan pemeriksaan, melakukan perawatan, pemeliharaan dan perbaikan terhadap sistem tersebut berkala untuk menjaga agar kondisinya tetap baik. Pihak RSUD Kota Tangerang juga harus memperbaiki kondisi sistem proteksi aktif yang dalam kategori cukup.

Kata Kunci: Evaluasi Kebakaran, Kebakaran, Rumah Sakit, Keandalan Bangunan


(4)

iv Undergraduate Thesis, July 2014

Permana Eka Satria, NIM : 1110101000085

Reliability of Fire Protection System Evaluation Using Fire Safety Inspection Guidelines for Building (Pd-T-11-2005-C) in Local Government Hospital of Tangerang City 2014

xxi + 163 pages + 40 tables + 4 pictures + 2 figures + 14 appendixes ABSTRACT

Fire is one of disaster which given major lost to the victims such as hospital, unexceptionally in Local Government Hospital of Tangerang City. To ensure all of the fire protection utilities are ready to use, therefore evaluation is needed, one of the evaluation can be used is Fire Safety Inspection Guidelines for Building (Pd-T-11-2005-C).

This research used descriptive qualitative method. Sources of data in this research were using primary and secondary data. On July 2014, this research used observation, interview and literature review to collecting data about completeness site, rescue facilities, active protection and passive protection in Local Government Hospital of Tangerang City.

This research claimed that in Local Government Hospital of Tangerang City 1) Level of reliability of completeness site were in a good category 2) Level of reliability of rescue facilities were in a good category, but the exit facilities were not good enough 3) Level of reliability of active protection system were in a acceptable category. The fire extinguishers and fire overflow system are in low category 4) Level of reliability of passive protection are in a good category. Level of reliability in Local Government Hospital of Tangerang City are in a good category with level of completing 81,23%.

Researcher recommended that Local Government Hospital of Tangerang City still have to checking, maintain and fixing all of the system periodically to keep this condition. And still, Local Government Hospital of Tangerang City should fixing active protection because it was in acceptable category.

Keywords: Fire Evaluation, Fire, Hospital, Building Reliability Reading List: 56 (1970 - 2014)


(5)

(6)

(7)

vii

Nama

:

Permana Eka Satria

Tempat, Tanggal Lahir

:

Tangerang, 26 Agustus 1992

Alamat

:

Komp. Taman Pinang Indah Blok i No. 27 Kelurahan Neroktog, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, Provinsi Banten 15145

Agama

:

Islam

Status

:

Belum Menikah

Telepon/Handphone

:

08561586164

Email

:

permanaekasatria@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2010 – Sekarang : S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2007 – 2010 : SMA Negeri 2 Tangerang 2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Tangerang 1998 – 2004 : SD Budi Mulia Ciledug


(8)

viii Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah-Nya jualah maka penulis mampu merampungkan skripsi yang berjudul “Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014”.

Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha luas.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Keluarga tercinta, H. Andi Somantri Pribadi, Hj. Tati Kurniati dan Dini Kurniawati, SE. yang dengan doa, restu serta dukungan yang diberikan tanpa mengenal batas waktu hingga akhirnya penulis mampu mencapai pendidikan di jenjang universitas.

2. Pak Yudi selaku Kepala Seksi Bangunan Dinas Tata Kota Tangerang. 3. Seluruh staff Dinas Tata Kota Tangerang, yang telah membantu dalam

penyelesaian skripsi.

4. Ibu Susi selaku Kepala Bagian Umum RSUD Kota Tangerang.

5. Seluruh staff RSUD Kota Tangerang yang dengan sukarela membantu penulis ketika membutuhkan informasi yang diperlukan dalam rangka penyusunan laporan.

6. Ibu Iting Shofwati, selaku pembimbing I dan penanggung jawab peminatan K3 yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis agar senantiasa berupaya melakukan yang terbaik dalam penyelesaian skripsi penulis.

7. Ibu Fajar Ariyanti, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan kepada penulis agar selalu melakukan yang terbaik dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Para Dosen Program Studi Kesehatan Masayarakat, atas semua ilmu yang telah diberikan.

9. Retno Palupiningtyas yang telah memberi warna dalam semua kegiatan. 10.Agung Raharjo, M. Amri Yusuf dan Yusuf Al Aziz yang telah menjadi


(9)

ix 13.Seluruh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2010 yang insya Allah selalu solid.

14.Pengikut futsal kesmas yang telah memberi opsi hiburan disela-sela waktu penulisan skripsi ini.

Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap, semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.

Semoga laporan ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis khususnya, dan kepada seluruh pembaca pada umumnya.

Tangerang Selatan, Juli 2014


(10)

x

ABSTRACT ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR BAGAN ... xx

DAFTAR ISTILAH ... xxi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 10

1.4 Tujuan ... 11

1.4.1 Tujuan Umum ... 11

1.4.2 Tujuan Khusus ... 11

1.5 Manfaat ... 12

1.5.1 Manfaat Bagi Mahasiswa ... 12

1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ... 12

1.5.3 Manfaat Bagi RSUD Kota Tangerang ... 13


(11)

xi

2.3 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran ... 16

2.4 Penyebab Terjadinya Kebakaran... 18

2.5 Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung ... 22

2.5.1 Perencanaan Tapak Bangunan ... 22

2.5.2 Sistem Proteksi Pasif Kebakaran... 24

2.5.3 Sistem Proteksi Aktif Kebakaran ... 26

2.5.4 Sarana Penyelamatan Kebakaran ... 32

2.6 Evaluasi Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung ... 35

2.7 Petunjuk Pelaksanaan Audit K3 ... 38

2.8 Kerangka Teori ... 42

III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN DEFINISI ISTILAH ... 43

3.1 Kerangka Pemikiran ... 43

3.2 Definisi Istilah ... 46

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 50

4.1 Desain Penelitian ... 50

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

4.3 Informan Penelitian ... 51

4.4 Instrumen Penelitian ... 51


(12)

xii

4.7 Pengolahan Data ... 54

4.8 Teknik Analisis Data ... 69

V. HASIL PENELITIAN ... 71

5.1 Gambaran Umum RSUD Kota Tangerang ... 71

5.1.1 Profil RSUD Kota Tangerang ... 71

5.1.2 Visi dan Misi RSUD Kota Tangerang... 72

5.2 Kelengkapan Tapak Bangunan RSUD Kota Tangerang ... 73

5.2.1 Sumber Air ... 73

5.2.2 Jalan Lingkungan ... 76

5.2.3 Jarak Antar Bangunan ... 77

5.2.4 Hidran Halaman ... 78

5.2.5 Penilaian Kelengkapan Tapak ... 80

5.3 Sarana Penyelamatan RSUD Kota Tangerang ... 81

5.3.1 Sarana Jalan Keluar ... 81

5.3.2 Konstruksi Jalan Keluar ... 83

5.3.3 Landasan Helikopter ... 85

5.3.4 Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan ... 86

5.4 Sistem Proteksi Aktif RSUD Kota Tangerang ... 88

5.4.1 Deteksi dan Alarm ... 88

5.4.2 Siamese Connection ... 90


(13)

xiii

5.4.7 Pengendali Asap ... 98

5.4.8 Deteksi Asap ... 101

5.4.9 Pembuangan Asap ... 102

5.4.10 Lift Kebakaran... 105

5.4.11 Cahaya Darurat ... 106

5.4.12 Listrik Darurat ... 108

5.4.13 Ruang Pengendali Operasi ... 109

5.4.14 Penilaian Sistem Proteksi Aktif... 110

5.5 Sistem Proteksi Pasif RSUD Kota Tangerang ... 112

5.5.1 Ketahanan Api Struktur Bangunan ... 112

5.5.2 Kompartemenisasi Ruang ... 114

5.5.3 Perlindungan Bukaan ... 116

5.5.4 Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif... 118

5.6 Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan dari Bahaya Kebakaran RSUD Kota Tangerang ... 119

VI. PEMBAHASAN ... 122

6.1 Keterbatasan Penelitian ... 122

6.2 Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan dari Bahaya Kebakaran RSUD Kota Tangerang ... 122

6.3 Kelengkapan Tapak Bangunan RSUD Kota Tangerang ... 125


(14)

xiv

6.4 Sarana Penyelamatan RSUD Kota Tangerang ... 133

6.4.1 Sarana Jalan Keluar ... 134

6.4.2 Konstruksi Jalan Keluar ... 136

6.4.3 Landasan Helikopter ... 138

6.5 Sistem Proteksi Aktif RSUD Kota Tangerang ... 138

6.5.1 Deteksi dan Alarm ... 139

6.5.2 Siamese Connection ... 140

6.5.3 Alat Pemadam Api Ringan ... 141

6.5.4 Hidran Gedung ... 144

6.5.5 Sprinkler ... 145

6.5.6 Sistem Pemadam Luapan ... 146

6.5.7 Pengendali Asap ... 147

6.5.8 Deteksi Asap ... 148

6.5.9 Pembuangan Asap ... 150

6.5.10 Lift Kebakaran... 151

6.5.11 Cahaya Darurat ... 152

6.5.12 Listrik Darurat ... 153

6.5.13 Ruang Pengendali Operasi ... 154

6.6 Sistem Proteksi Pasif RSUD Kota Tangerang ... 155

6.6.1 Ketahanan Api Struktur Bangunan ... 155

6.6.2 Kompartemenisasi Ruang ... 156


(15)

xv 7.2.1 Saran Untuk RSUD Kota Tangerang ... 161 7.2.2 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya ... 163


(16)

xvi

Tabel 3.1 Hasil Ukur Kelengkapan Tapak ... 46

Tabel 3.2 Hasil Ukur Sarana Penyelamatan ... 47

Tabel 3.3 Hasil Ukur Sistem Proteksi Aktif Kebakaran ... 48

Tabel 3.4 Hasil Ukur Sistem Proteksi Pasif Kebakaran ... 49

Tabel 4.1 Informan Penelitian ... 51

Tabel 4.2 Triangulasi Data ... 53

Tabel 4.3 Kriteria Penilaian Kelengkapan Tapak ... 55

Tabel 4.4 Kriteria Penilaian Sarana Penyelamatan ... 56

Tabel 4.5 Kriteria Penilaian Sistem Proteksi Aktif Kebakaran... 58

Tabel 4.6 Kriteria Penilaian Sistem Proteksi Pasif Kebakaran ... 67

Tabel 4.7 Kondisi Fisik Komponen Keselamatan Kebakaran Bangunan dan Rekomendasi ... 72

Tabel 5.1 Pemenuhan Kriteria Penilaian Sumber Air di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 74

Tabel 5.2 Pemenuhan Kriteria Penilaian Jalan Lingkungan di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 76

Tabel 5.3 Pemenuhan Kriteria Penilaian Jarak Antar Bangunan di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 77

Tabel 5.4 Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Halaman di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 78

Tabel 5.5 Hasil Penilaian Kelengkapan Tapak di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 80


(17)

xvii Kota Tangerang Tahun 2014 ... 83 Tabel 5.8 Pemenuhan Kriteria Penilaian Landasan Helikopter di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 86 Tabel 5.9 Hasil Penilaian Sarana Penyelamatan di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 87 Tabel 5.10 Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi dan Alarm di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 89 Tabel 5.11 Pemenuhan Kriteria Penilaian Siamese Connection di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 90 Tabel 5.12 Pemenuhan Kriteria Penilaian APAR di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 92 Tabel 5.13 Pemenuhan Kriteria Penilaian Hidran Gedung di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 95 Tabel 5.14 Pemenuhan Kriteria Penilaian Sprinkler di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 96 Tabel 5.15 Pemenuhan Kriteria Penilaian Sistem Pemadam Luapan di

RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 98 Tabel 5.16 Pemenuhan Kriteria Penilaian Pengendali Asap di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 99 Tabel 5.17 Pemenuhan Kriteria Penilaian Deteksi Asap di RSUD


(18)

xviii Kota Tangerang Tahun 2014 ... 105 Tabel 5.20 Pemenuhan Kriteria Penilaian Cahaya Darurat di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 106 Tabel 5.21 Pemenuhan Kriteria Penilaian Listrik Darurat di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 108 Tabel 5.22 Pemenuhan Kriteria Penilaian Ruang Pengendali Operasi

di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 110 Tabel 5.23 Hasil Penilaian Sistem Proteksi Aktif di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 111 Tabel 5.24 Pemenuhan Kriteria Penilaian Ketahanan Api Struktur

Bangunan di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 113 Tabel 5.25 Pemenuhan Kriteria Penilaian Kompartemenisasi Ruang

di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 114 Tabel 5.26 Pemenuhan Kriteria Penilaian Perlindungan Bukaan

di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014 ... 116 Tabel 5.27 Hasil Penilaian Sistem Proteksi Pasif di RSUD

Kota Tangerang Tahun 2014 ... 118 Tabel 5.28 Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan Dari Bahaya


(19)

xix Gambar 2.2 Fire Tetrahedron ... 15 Gambar 5.1 Siamese Connection ... 90 Gambar 5.2 Alat Pemadam Api Ringan ... 94


(20)

xx Bagan 3.1 Kerangka Pemikiran... 45


(21)

xxi Keandalan : Tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin keselamatan, fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung dan lingkungannya selama masa pakai dari gedung tersebut dari segi bahayanya terhadap kebakaran. Keselamatan Gedung : Kondisi yang menjamin keselamatan dan

tercegahnya bencana dalam suatu gedung beserta isinya (manusia, peralatan, barang) yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak berfungsinya utilitas gedung

NKSKB : Singkatan dari Nilai Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan, yaitu hasil pengukuran kinerja sistem berdasarkan standar keselamatan bangunan yang berlaku dan/atau pengetahuan/pengalaman pemeriksa

Proteksi Aktif Kebakaran : Kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran

Proteksi Pasif Kebakaran : Kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran.


(22)

1 1.1. Latar Belakang

Kebakaran merupakan bencana yang merugikan bagi semua pihak (Lasino dan Suhedi, 2005). Sedangkan Ramli (2010) dalam bukunya menyebutkan bahwa kebakaran tidak lepas dari teori timbulnya api, dimana kebakaran adalah api yang tidak terkendali artinya di luar kemampuan dan keinginan manusia.

Data kejadian kebakaran di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2011 terjadi 48 kejadian kebakaran dan semakin meningkat pada tahun 2012 mencapai 58 kejadian kebakaran (Tangseloke.com, 2013). Sedangkan jumlah yang lebih hebat terdapat di Kota Tangerang, pada tahun 2013 mencapai angka 74 kasus dengan perkiraan kerugian hingga Rp. 3,21 miliar. Kejadian kebakaran tersebut mayoritas akibat hubungan arus pendek listrik (Bantenposnews.com, 2013). Bahkan pada bulan Januari-Maret 2014, Dinas Penganggulangan Bencana dan Kebakaran telah mencatat 21 kasus kebakaran yang mayoritas juga diakibatkan oleh hubungan arus pendek listrik (Anonim, 2014). Berdasarkan reportase yang dikutip dari antaranews.com (2011), Kepala Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Pemkab Tangerang, Arsyad Husein mengatakan bahwa lebih dari 60 persen kasus kebakaran di Tangerang terjadi karena api yang berasal dari hubungan arus pendek listrik dan selebihnya akibat kelalaian pemilik perusahaan.


(23)

Tidak hanya di pabrik, sistem proteksi kebakaran juga harus dimiliki di setiap bangunan termasuk rumah sakit. Hal ini dikarenakan selain ancaman bahaya dari berbagai penyakit infeksi, di rumah sakit juga terdapat beberapa potensi bahaya lain yang dapat mengancam keselamatan jiwa para petugas di rumah sakit, pasien maupun para penunjang lain yang ada di rumah sakit salah satu bahaya tersebut adalah kebakaran.

Berdasarkan laporan dari Detiknews.com (2009), pada tanggal 16 Desember 2009 salah satu rumah sakit di Tangerang terbakar. RSUD Kabupaten Tangerang terbakar diduga akibat percikan las yang mengenai triplek pada bangunan lantai 3 rumah sakit yang sedang di renovasi. Kemudian api membesar saat pekerja mengambil tabung pemadam yang ada di lantai bawah.

Kebakaran di RSUD Kabupaten Tangerang seharusnya dapat dicegah. Bila di lantai tempat pekerja disediakan tabung pemadam dengan jumlah yang sesuai dan siap digunakan, sebelum api membesar, api tersebut dapat dipadamkan oleh pekerja menggunakan alat pemadam dan kebakaran dapat dihindari. Seperti dikatakan oleh Kepala Penanggulangan Bencana dan Kebakaran Pemkab Tangerang dikutip dari (Antaranews.com, 2011), sebenarnya bila pengelola gedung memiliki dan menyediakan sistem proteksi kebakaran dengan baik, kebakaran dapat dicegah dan bila terjadi kebakaran, hal tersebut tidak akan menyebabkan kerugian yang besar.


(24)

Selain itu, kejadian kebakaran juga pernah terjadi di Rumah Sakit Sari Asih Serang, Banten kejadian kebakaran ini terjadi akibat hubungan arus pendek listrik (Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan, 2009). Sementara itu di RSUD Jambi juga terjadi kebakaran yang disebabkan oleh hubungan arus pendek listrik di gudang farmasi rumah sakit tersebut (Republika.co.id, 2014).

Kejadian kebakaran yang terjadi di beberapa rumah sakit tadi menunjukkan indikasi tentang lemahnya sistem proteksi kebakaran yang ada di rumah sakit. Padahal, penghuni gedung rumah sakit merupakan pasien yang sedang dalam kondisi tidak sehat. Kondisi ini menyebabkan keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan rumah sakit perlu selalu ditinjau dan diperbaiki untuk menjaga kesiapan sistem keselamatan kebakaran bangunan di rumah sakit.

Sebagai institusi pelayanan kesehatan, rumah sakit dalam kegiatannya harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi dan supportif bagi pasien, keluarga, staf dan pengunjung (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satu fasilitas yang perlu dilakukan perencanaan, pendidikan dan pemantauan di Rumah Sakit adalah fasilitas pengamanan kebakaran dan manajemen emergensi. Oleh karena itu, pihak Rumah Sakit wajib untuk melakukan perencanaan, pendidikan dan pemantauan mengenai fasilitas pengamanan kebakaran dan manajemen emergensi sebagai standar akreditasi Rumah Sakit itu sendiri (Kemenkes RI, 2011).


(25)

Dalam penelitian mengenai sistem manajemen keselamatan kebakaran di rumah sakit sebelumnya yang dilakukan oleh Bierster (2010) di beberapa rumah sakit di New York, didapatkan bahwa tidak semua rumah sakit menerapkan sistem keselamatan kebakaran dengan baik. Terdapat beberapa rumah sakit yang masih perlu perbaikan mengenai sistem keselamatan kebakaran bangunannya.

Sementara itu di Indonesia, dari penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2006) di rumah sakit umum Kardinah Kota Tegal diketahui bahwa dari 32 tabung APAR hanya 23 tabung yang dalam kondisi baik dan sesuai dengan standar Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 04/MEN/1980 sedangkan untuk pemeriksaan terhadap APAR tersebut juga masih belum dilakukan. Penelitian lain mengenai sistem proteksi kebakaran di rumah sakit dilakukan oleh Hepiman dkk. (2009) di RS DR. Ernaldi Bahar Palembang mengatakan bahwa perhatian mengenai sistem keselamatan kebakaran di rumah sakit masih kurang dibuktikan dengan belum dibentuknya regu khusus penanggulangan kebakaran, sarana penanggulangan kebakaran yang tersedia hanya APAR, dan jumlah serta pemasangan APAR yang ada juga tidak sesuai standar yang berlaku, frekuensi pelatihan dan simulasi penanggulangan kebakaran jarang dilakukan, belum adanya peta dan petunjuk jalur evakuasi. Tentunya hal tersebut menjadi perhatian khusus.

Penelitian yang dilakukan oleh Yunus (2010) di RSUD Pasar Rebo Gedung B juga memperlihatkan bahwa perhatian rumah sakit terhadap


(26)

sistem keselamatan kebakaran bangunan rumah sakit masih kurang. Hal ini ditunjukkan dengan masih terdapat APAR yang tidak sesuai dengan ketentuan Permenakertrans No: Per.04/MEN/1980 dan masih belum terlaksananya pemeriksaan berkala terhadap sprinkler yang terdapat di RSUD Pasar Rebo.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Arrazy (2013) di Rumah Sakit dr. Sobirin Kabupaten Musi Rawas, didapatkan bahwa sistem manajemen keselamatan kebakaran di Rumah Sakit telah terlaksana. Namun masih perlu beberapa peningkatkan pada sosialisasi kebijakan kepada pasien, pelatihan rutin, penambahan alat proteksi, pencatatan dan pendokumentasian setiap kegiatan atau kejadian serta evaluasi manajemen. Selain itu, kajian mengenai penerapan manajemen keselamatan kebakaran yang dilakukan oleh Lasino (2005) menjelaskan bahwa bangunan komersil memiliki perhatian yang lebih baik dalam penerapan manajemen keselamatan kebakaran dibandingkan bangunan perkantoran dan rumah sakit.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas,, maka dapat terlihat bahwa sistem keselamatan kebakaran di rumah sakit, terutama di Indonesia masih dalam kondisi yang tidak baik. Beberapa rumah sakit masih belum melakukan pemeriksaan terhadap beberapa alat proteksi kebakaran. Selain itu, rumah sakit masih kurang memberikan perhatian dalam penerapan manajemen keselamatan kebakaran dibandingkan dengan bangunan komersil. Hal ini dapat membahayakan


(27)

penghuni dan pengunjung di dalam rumah sakit, selain itu aset-aset peralatan medis rumah sakit juga dapat dikatakan dalam kondisi berbahaya, karena masih kurangnya perhatian rumah sakit dalam menerapkan sistem keselamatan kebakaran.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008, sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Tentunya penyediaan sistem proteksi kebakaran tersebut membutuhkan pemeliharaan yang baik agar didapatkan sistem proteksi yang baik dan dapat mencegah timbulnya kerugian yang besar akibat kebakaran, salah satunya dengan cara evaluasi.

Menurut (Isaac dan Michael, 1981), evaluasi adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja suatu sistem, dengan cara menemukan gap antara penerapan suatu sistem di lapangan dengan bagaimana sebuah sistem tersebut seharusnya berjalan. Evaluasi bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana suatu sistem itu efektif atau tidak efektif, memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat, dan bagus atau tidak.

Dalam mengukur kinerja manajemen kebakaran yang baik, dapat dilakukan diantaranya dengan cara inspeksi. Inspeksi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa checklist yang digunakan sebagai


(28)

panduan dalam melakukan inspeksi. Checklist tersebut dibuat dengan mengacu kepada suatu standar (Furness dan Muckett, 2007).

Pengukuran kinerja manajemen kebakaran penting untuk dilakukan sebagai wujud peningkatan berkelanjutan dalam sebuah sistem. Data hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan pihak manajemen untuk menggambarkan bagaimana kesesuaian sistem yang sudah ada dengan standar. Kemudian hal ini juga penting untuk dilakukan sebagai acuan dalam menentukan prioritas dalam mengambil tindakan untuk melakukan peningkatan yang berkelanjutan dalam sistem tersebut (Furness dan Muckett, 2007).

Untuk memastikan bahwa alat proteksi kebakaran selalu siap digunakan salah satu caranya ialah dengan melakukan evaluasi mengenai keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan. Evaluasi mengenai keandalan sistem keselamatan bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C). (Mahmudah, 2012). Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti menggunakan pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C) yang telah teruji dan merupakan pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum. Penggunaan pedoman ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan terhadap bahaya kebakaran. Pedoman ini digunakan dengan asumsi bahwa pedoman ini dapat memeriksa secara lengkap upaya pencegahan


(29)

kebakaran yang bersifat aktif maupun pasif, sehingga dapat diperoleh informasi tingkat keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan. Dalam pedoman ini secara lengkap tertulis bagaimana cara menilai, pengkategorian, dan kriteria penilaian yang akan dilakukan.

Selain itu, pedoman ini cocok untuk digunakan pada bangunan di Indonesia karena merupakan pedoman yang dibuat oleh Badan Litbang Kementerian Pekerjaan Umum (Saptaria, 2005). Hal ini yang menjadi keunggulan pedoman pemeriksaan ini. Peneliti melihat keandalan sistem keselamatan bangunan karena peneliti ingin mengetahui tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin keselamatan, serta fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung dan lingkungannya dalam hal ini di RSUD Kota Tangerang selama masa pakai dari gedung tersebut dari segi bahayanya terhadap kebakaran. Seperti disebutkan dalam (Mahmudah, 2012) bahwa keandalan merupakan tingkat kesempurnaan kondisi perlengkapan proteksi yang menjamin keselamatan, serta fungsi dan kenyamanan suatu bangunan gedung dan lingkungannya selama masa pakai dari gedung tersebut dari segi bahayanya terhadap kebakaran.

Berdasarkan kasus kebakaran sebelumnya yang pernah terjadi di beberapa rumah sakit, ditemukan bahwa kejadian kebakaran di Rumah Sakit Sari Asih Serang dapat terjadi meskipun Rumah Sakit Sari Asih Serang baru berdiri selama satu tahun (Anonim, 2010). Meskipun rumah sakit tersebut baru berdiri, hal itu tidak menjamin seluruh sistem keselamatan kebakaran selalu dalam kondisi baik. Hal ini tentu juga


(30)

berlaku bagi RSUD Kota Tangerang. Terlebih RSUD Kota Tangerang merupakan rumah sakit rujukan bagi seluruh rumah sakit di Kota Tangerang, hal ini dapat menjadikan RSUD Kota Tangerang memiliki banyak pasien yang perlu dilindungi dari bahaya kebakaran.

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Tangerang yang memiliki potensi kebakaran dan merupakan bangunan umum yang setiap hari selalu dipenuhi pengunjung yang memiliki keperluan dalam mendapatkan pengobatan. RSUD Kota Tangerang juga termasuk rentan dalam penyelamatan penghuni gedung mengingat penghuni gedung RSUD Kota Tangerang merupakan pasien yang sedang dalam kondisi tidak sehat, sehingga evaluasi mengenai keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan gedung perlu dilakukan. Selain itu, evaluasi keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan gedung di rumah sakit diperlukan mengingat kejadian kebakaran yang pernah terjadi sebelumnya di beberapa rumah sakit di Indonesia yang sebenarnya dapat dicegah dengan cara menyiapkan sistem keselamatan kebakaran yang baik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan, RSUD Kota Tangerang merupakan rumah sakit yang memiliki tujuan melayani seluruh warga Kota Tangerang. Rumah sakit ini diharapkan dapat menjadi rumah sakit rujukan seluruh rumah sakit yang ada di Kota Tangerang.


(31)

Rumah sakit tanpa kelas yang pertama kali ada di Indonesia ini juga dilengkapi dengan sistem keselamatan kebakaran bangunan yang telah terencana. Namun, berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan, terdapat beberapa alat pemadam api ringan (APAR) yang dipasang tanpa menggunakan label pemeriksaan.

Melihat dari kasus kebakaran yang pernah terjadi di RSUD Kabupaten Tangerang, hal ini dapat menjadi penyebab utama gagalnya antisipasi kebakaran yang dapat merugikan pihak RSUD Kota Tangerang. Kebakaran yang sebelumnya pernah terjadi di RSUD Kabupaten Tangerang gagal diantisipasi akibat kurang siapnya alat pemadam api ringan yang ada di rumah sakit tersebut, dengan kata lain, sistem keselamatan kebakaran di bangunan rumah sakit tersebut masih kurang optimal. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan evaluasi tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana tingkat keandalan kelengkapan tapak bangunan yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014?

2. Bagaimana tingkat keandalan sarana penyelamatan yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014?

3. Bagaimana tingkat keandalan sistem proteksi aktif yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014?


(32)

4. Bagaimana tingkat keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014?

5. Bagaimana tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran di RSUD Kota Tangerang tahun 2014?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat keandalan kelengkapan tapak bangunan yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).

2.Mengetahui tingkat keandalan sarana penyelamatan yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).

3.Mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi aktif yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan


(33)

Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).

4.Mengetahui tingkat keandalan sistem proteksi pasif yang terdapat di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).

5.Mengetahui tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran di RSUD Kota Tangerang tahun 2014 menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang evaluasi sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran di rumah sakit dan memberikan pengalaman kepada mahasiswa dalam melakukan evaluasi terhadap sistem keselamatan bangunan dari bahaya kebakaran.

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat

Terbinanya suatu jaringan kerjasama dengan RSUD Kota Tangerang dalam upaya meningkatkan pembangunan K3 di lingkungan kerja dan sebagai referensi untuk melaksanakan kegiatan


(34)

magang bagi mahasiswa program studi kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.5.3 Bagi RSUD Kota Tangerang

RSUD Kota Tangerang dapat mengetahui dan menerapkan sistem keselamatan bangunan yang andal dan menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat dengan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berjudul “Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan dengan Menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) di RSUD Kota Tangerang Tahun 2014” Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keandalan sistem keselamatan bangunan RSUD Kota Tangerang dari bahaya kebakaran. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni – Juli 2014 dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengevaluasi keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan RSUD Kota Tangerang dengan menggunakan Pedoman Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C).


(35)

14 2.1. Kebakaran

Kebakaran merupakan peristiwa oksidasi dimana bertemunya 3 buah unsur, yaitu bahan yang dapat terbakar, oksigen yang terdapat di udara dan panas yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cedera bahkan kematian manusia (Suma’mur, 1997). Kebakaran tidak lepas dari teori timbulnya api, dimana kebakaran adalah api yang tidak terkendali artinya di luar kemampuan dan keinginan manusia. Api adalah persenyawaan antara suatu bahan bakar dengan oksigen pada temperatur tertentu yang pada prosesnya timbul nyala, suara dan cahaya. Dengan demikian kebakaran merupakan kondisi natural akibat persentuhan bahan bakar, oksigen dan panas atau kalor, yang tidak terkendali (Ramli, 2010).

2.2. Teori Terjadinya Api

Kebakaran dapat terjadi karena adanya tiga unsur yang saling berhubungan, yaitu adanya bahan yang bisa terbakar, adanya kecukupan oksigen, dan adanya sumber panas atau nyala (Suma’mur, 1997). Tiga unsur tersebut dinamakan segitiga api. Bila salah satu dari elemen-elemen tersebut dihilangkan maka api pun akan padam.


(36)

Gambar 2.1 Segitiga Api

Kemudian model segitiga api dikembangkan oleh W.M. Haessler (1974) menjadi teori “fire tetrahedron” dengan menambahkan elemen reaksi kimia. Jadi sebuah reaksi berantai dapat terjadi bila ketiga elemen api tersebut ada pada kondisi dan jumlah atau proporsi yang cukup.


(37)

2.3. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran

Pencegahan kebakaran adalah segala daya upaya atau tindakan secara terencana untuk mencegah dan meniadakan sejauh mungkin timbulnya kebakaran. Karena itu pencegahan kebakaran dan pemadaman dalam tahap awal penyalaan sangat penting untuk dilakukan, baik dengan jalan meningkatkan ilmu pengetahuan maupun ketrampilan khususnya tentang kebakaran. (Sulaksmono, 1997).

Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan peralatan pemadam kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar di tempat yang bersangkutan (Hargiyarto, 2003).

Menurut Hargiyarto (2003) terdapat alat yang dapat digunakan untuk penanggulangan kebakaran, yaitu:

1. Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana

a. Air, bahan alam yang melimpah, murah dan tidak ada akibat ikutan (side effect),sehingga air paling banyak dipakai untuk memadamkan kebakaran. Persedian airdilakukan dengan cadangan bak-bak air dekat daerah bahaya, alat yang diperlukan berupa ember atau slang/pipa karet/plastik.

b. Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara tidak masuk sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan pada benda yang terbakar menggunakan sekop atau ember.


(38)

c. Karung goni, kain katun, atau selimut basah sangat efektif untuk menutup kebakaran dini pada api kompor atau kebakaran di rumah tangga, luasnya minimal 2 kali luas potensi api.

d. Tangga, gantol dan lain-lain sejenis, dipergunakan untuk alat bantu penyelamatan dan pemadaman kebakaran.

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus diisi ulang sesuai dengan jenis dan konstruksinya. Jenis APAR meliputi : jenis air (water), busa (foam), serbuk kering (dry chemical) gas halon dan gas CO2, yang berfungsi untuk menyelimuti benda terbakar dari oksigen di sekitar bahan terbakar sehingga suplai oksigen terhenti. Zat keluar dari tabung karena dorongan gas bertekanan.

APAR memiliki beberapa karakteristik, yaitu :

a. APAR jenis tertentu bukan merupakan pemadam untuk segala jenis kebakaran, oleh karena itu sebelum menggunakan APAR perlu diidentifikasi jenis bahan terbakar.


(39)

b. APAR hanya ideal dioperasikan pada situasi tanpa angin kuat, APAR kimiawi ideal dioperasikan pada suhu kamar

c. Waktu ideal : 3 detik operasi, 10 detik berhenti, waktu maksimum terus menerus 8 detik.

d. Bila telah dipakai harus diisi ulang

e. Harus diperiksa secara periodik, minimal 2 tahun sekali.

2.4. Penyebab Terjadinya Kebakaran

Suma’mur (1997) menyebutkan beberapa peristiwa yang mengakibatkan terjadinya kebakaran adalah sebagai berikut:

a. Nyala api dan bahan-bahan yang berpijar

Jika suatu benda padat ditempatkan dalam nyala api, suhunya akan naik, mulai terbakar dan menyala terus sampai habis. Kemungkinan terbakar atau tidak tergantung dari sifat benda padat tersebut yang mungkin sangat mudah, agak mudah dan sukar terbakar, besarnya zat padat tersebut, jika sedikit, tak cukup timbul panas untuk terjadinya kebakaran, keadaan zat padat seperti mudah terbakar kertas atau kayu lempengan tipis oleh karena relatif luasnya permukaan yang bersinggungan dengan oksigen dan cara menyalakan zat padat, misalnya di atas atau sejajar dengan nyala api.


(40)

Benda pijar mudah atau tidak mudah dibakar akan menyebabkan terbakarnya benda lain jika bersentuhan dengannya. Suatu benda tak mudah terbakar akan menyebabkan terjadinya bahan mudah terbakar yang bersinggungan dengannya. b. Penyinaran

Terbakarnya suatu bahan yang mudah terbakar oleh benda pijar atau nyala api tidak perlu atas dasar persentuhan. Semua sumber panas memancarkan gelombang-gelombang elektromagnetis yaitu sinar inframerah. Jika gelombang ini mengenai benda, maka pada benda tersebut dilepaskan energi yang berubah menjadi panas. Benda tersebut menjadi panas dan jika suhunya terus naik maka pada akhirnya benda tersebut akan menyala.

c. Peledakan uap atau gas

Setiap campuran gas atau uap yang mudah terbakar dengan udara akan menyala, jika terkena benda pijar atau nyala api dan pembakaran yang terjadi akan meluas dengan cepat, manakala kadar gas atau uap berada dalam batas untuk menyala atau meledak.


(41)

d. Peledakan debu atau noktah-noktah zat cair

Debu-debu dari zat-zat yang mudah terbakar atau noktah-noktah cair yang berupa suspensi di udara berperilaku seperti campuran gas dan udara atau uap dalam udara dan dapat meledak. e. Percikan api

Percikan api yang bertemperatur cukup tinggi menjadi sebab terbakarnya campuran gas, uap atau debu dan udara yang dapat menyala. Biasanya percikan api tak dapat menyebabkan terbakarnya benda padat.

Oleh karena itu, tidak cukupnya energi dan panas yang ditimbulkan akan menghilang di alam benda padat. Percikan api mungkin terbentuk sebagai akibat arus listrik dan juga karena kelistrikan statis sebagai gesekan dua benda yang bergerak. f. Terbakar sendiri

Kebakaran sendiri dapat terjadi pada onggokan bahan bakar mineral yang padat atau zat-zat organis, apabila peredaran udara cukup besar untuk terjadinya proses oksidasi, tetapi tidak cukup untuk mengeluarkan panas yang terjadi. Peristiwa-peristiwa ini dipercepat oleh tingkat kelembaban. Dalam hal mineral zat tertentu seperti besi mungkin bertindak sebagai katalisator bagi


(42)

proses, sedangkan untuk bahan-bahan organis, peranan bakteri dibutuhkan.

g. Reaksi kimiawi

Reaksi-reaksi kimiawi tertentu menghasilkan cukup panas dengan akibat terjadinya kebakaran. Zat-zat yang bersifat mengoksidasi seperti hydrogen peroksida, klorat, borat dan lain-lain yang membebaskan oksigen pada pemanasan dengan aktif meningkatkan proses oksidasi dan menyebabkan terbakarnya bahan-bahan yang dapat dioksidasi. Sekalipun tidak ada panas yang datang dari luar, bahan yang mengoksidasi dapat mengakibaktan terbakarnya zat-zat organik, terutama jika bahan organik terdapat dalam bentuk pertikel atau jika kontak terus menerus dengan zat yang mengoksidasi tersebut.

h. Peristiwa-peristiwa lain

Gesekan antara 2 benda menimbulkan panas, yang semakain banyak menurunkan besaran koefisien gesekan. Manakala panas yang timbul lebih besar dari kecepatan hilangnya panas ke lingkungan, kebakaran mungkin terjadi seperti pada mesin yang kurang minyak atau gemuk.


(43)

2.5. Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung

Menurut Mahmudah (2012), salah satu standar penting yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional dalam Standar Nasional Indonesia mengenai perlindungan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan bertingkat. Sistem kebakaran harus direncanakan dari awal pembangunan konstruksi gedung, khususnya untuk sistem proteksi kebakaran pasif yang meliputi jenis bahan bangunan yang digunakan, kompartemenisasi ruangan dan unsur lainnya seperti tata letak penempatan gedung, jalan lingkungan, konstruksi jalan keluar, penempatan hidran.

Dalam Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C), yang termasuk sistem keselamatan kebakaran bangunan adalah sebagai berikut :

2.5.1. Perencanaan Tapak Bangunan

Perencanaan tapak adalah perencanaan yang mengatur tapak (site) bangunan, meliputi tata letak dan orientasi bangunan, jarak antar bangunan, penempatan hidran halaman, penyediaan ruang-ruang terbuka dan sebagainya dalam rangka mencegah dan meminimalisir bahaya kebakaran (Saptaria, 2005). Adapun ketentuan dari tata letak tapak bangunan sebagai berikut (Hesna, 2009) :

1. Tinggi rendah pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.


(44)

2. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata ruang kota, harus memenuhi persyaratan teknis yang berlaku dan keserasian lingkungan.

3. Penambahan lantai/ tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.

Dalam perencanaan tapak bangunan teradapat beberapa komponen penyusun yang harus dalam keadaan baik untuk dapat menjalankan fungsinya untuk melindungi gedung dari bahaya kebakaran (Saptaria, 2005), yaitu

a. Sumber Air

Sumber air yang tersedia di sebuah bangunan harus dapat mencukupi kebutuhan bangunan tersebut sesuai dengan fungsinya.

b. Jalan Lingkungan

Jalan lingkungan di sebuah gedung harus tersedia dan diberi pengerasan agar dapat memberikan kemudahan akses bagi mobil pemadam kebakaran.


(45)

c. Jarak Antar Bangunan

Jarak antar bangunan sebuah bangunan harus dibuat untuk menghindari penyebaran api kebakaran dengan cepat menuju bangunan lain yang dapat menyulitkan proses pemadaman.

d. Hidran Halaman

Hidran halaman diperlukan dengan tujuan dapat membantu proses pemadaman bila terjadi kebakaran sehingga alat pemadam kebakaran menjadi lebih banyak dan dapat membantu pemadaman.

2.5.2. Sistem Proteksi Pasif Kebakaran

Proteksi kebakaran pasif adalah suatu teknik desain tempat kerja untuk membatasi atau menghambat penyebaran api, panas dan gas baik secara vertikal maupun horizontal dengan mengatur jarak antara bangunan, memasang dinding pembatas yang tahan api, menutup setiap bukaan dengan media yang tahan api atau dengan mekanisme tertentu. Adapun yang termasuk proteksi kebakaran pasif yang dimaksud dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, antara lain :

1) Kompartemenisasi

Pencegahan kebakaran dimulai sejak perencanaan perusahaan dan pengaturan proses produksi. Suatu prinsip penting pada semua perencanaan adalah tidak melusanya kebakaran yang terjadi dan dimungkinkan


(46)

penanggulangan kebakaran yang efektif (Suma’mur,1997). Dalam Undang -Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, kompartemenisasi adalah penyekatan ruang dalam luasan maksimum dan/atau volume maksimum ruang sesuai dengan klasifikasi bangunan dan tipe konstruksi tahan api yang diperhitungkan. Dinding penyekat pembentuk kompartemen dimaksudkan untuk melokalisir api dan asap kebakaran, atau mencegah penjalaran panas ke ruang bersebelahan.

2) Sarana Evakuasi

Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa sarana evakuasi adalah penyediaan tanda peringatan bahaya, jalur evakuasi, pintu darurat, dan tempat berkumpul sementara (assembly point) yang dapat menjamin kemudahan pengguna bangunan gedung untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan gedung secara aman apabila terjadi bencana atau keadaan darurat.

Dalam NFPA 101 life safety code, juga disebutkan bagaimana persyaratan dalam menyiapkan sarana evakuasi yang baik, diantaranya:

 Terdapat sarana jalan keluar

 Lebar minimum dari setiap sarana jalan keluar minimum 2 meter  Jumlah jalan keluar terdapat lebih dari satu dengan letak berjauhan  Terdapat tanda petunjuk jalan keluar

 Tanda petunjuk keluar berupa papan bertuliskan tanda menuju jalan keluar “EXIT” atau panah petunjuk arah jalan


(47)

 Petunjuk jalan keluar diberi penerangan dari sumber daya listrik darurat

 Terdapat pintu darurat keluar

 Pintu dapat dibuka tanpa anak kunci

 Pintu darurat berhubungan langsung dengan jalan keluar  Terdapat penerangan darurat dari sumber aliran listrik darurat

 Lampu penerangan darurat berwarna kuning dengan kekuatan minimal 10 lux

 Penempatan lampu darurat baik, sehingga bila salah satu lampu mati tidak gelap

 Tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi  Tersedia petunjuk tempat berhimpun

 Kondisi tempat berhimpun aman dan cukup luas

2.5.3. Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

Sistem proteksi kebakaran aktif adalah penerapan suatu desain sistem atau instalasi deteksi, alarm dan pemadan kebakaran pada suatu bangunan tempat kerja yang sesuai dan handal sehingga pada bangunan tempat kerja tersebut mandiri dalam hal sarana untuk menghadapi bahaya kebakaran. Dalam penjelasan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, sistem proteksi aktif meliputi:


(48)

1) Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran

Sistem proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran ini adalah sistem deteksi dan alarm kebakaran. Menurut Suma’mur (1997), terdapat dua jenis sistem tanda kebakaran, antara lain :

a) Sistem tak otomatis yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda-tanda bahaya dengan segera secara memijit atau menekan tombol dengan tangan.

b) Sistem otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda sendiri tanpa dikendalikan oleh orang.

Kedua sistem tersebut sangat berguna sebagai bagian-bagian dari cara pencegahan terhadap kebakaran dalam perusahaan.

NFPA 72 standard on automatic fire detector memberikan syarat dalam menerapkan proteksi aktif dalam mendeteksi kebakaran, yaitu :

 Terdapat sistem pendeteksi dini terhadap bahaya kebakaran

 Pada atap datar, detektor tidak boleh dipasang pada jarak kurang dari 10 cm dari dinding

 Jarak antara detektor maksimal 9,1 meter atau sesuai dengan rekomendasi dari industri pembuatannya

 Detektor tidak boleh dipasang dalam jarak kurang dari 1,5 meter dari lubang udara masuk AC


(49)

 Dalam satu zona kebakaran jumlah detektor maksimum 20 buah disesuaikan dengan denah ruangan

 Terdapat tenaga cadangan yang dapat menyalakan alarm selama 30 detik

 Alarm terpasang berdekatan dengan titik panggil manual

 Titik panggil manual ditempatkan pada lintasan jalur keluar dengan ketinggian 1,4 meter dari permukaan lantai

 Jarak titik panggil manual tidak boleh lebih dari 30 meter dari semua bagian bangunan

2) Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran

Sistem proteksi aktif dalam memadamkan kebakaran adalah sistem hidran, hose-reel, sistem sprinkler, dan pemadam api ringan (UU Nomor 28 Tahun 2002).

a) APAR

Peralatan yang mudah dipindahkan, salah satu contohnya APAR (Alat Pemadam Api Ringan). Pengertian APAR dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 4/MEN/1980 tentang Syarat-Syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang untuk memadamkan api pada mula terjadi kebakaran. Alat tersebut hanya digunakan untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran dan pada saat api belum membesar.


(50)

Adapun jenis-jenis APAR, antara lain : (1) APAR jenis cairan (air)

(2) APAR jenis busa

(3) APAR jenis tepung kering

(4) APAR jenis gas (Hydrocarbon berhalogen, dan lain sebagainya) NFPA 10 standard for portable fire extinguisher mengatur standar dalam pemasangan/instalasi APAR yang baik, yaitu :

 Terdapat APAR berdasarkan jenis dan klasifikasinya sesuai dengan jenis kebakaran

 Sebelum dipakai, segel harus dalam keadaan baik dan tutup tabung harus terpasang dengan kuat

 Jarak antar APAR berjarak maksimal 15,25 meter  Isi APAR dijaga tetap penuh dan dapat dioperasikan

 APAR ditempatkan dilokasi yang mudah dilihat dan mudah dijangkau dan penempatannya tidak terhalangi oleh benda apapun  APAR yang ditempatkan diluar ruangan memiliki ruang kabinet

tetapi tidak boleh terkunci

 Diberi tanda pemasangan jika terhalang benda lain  Agent tabung belum lewat masa berlaku


(51)

 Bobot APAR tidak lebih dari 18,14 Kg dan ujung APAR berjarak 1,53 meter dari lantai, jika bobot lebih dipasang dengan ujung atas APAR bejarak < 1,07 meter dari lantai

 Ada petunjuk pengoperasian dibagian depan

 Lubang penyemprot tidak tersumbat, selang tidak bocor

 Setiap APAR harus diperiksa secara berkala dengan waktu tidak lebih dari satu tahun

b) Hidran

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, menjelaskan bahwa hidran adalah suatu sistem pemadam kebakaran yang dilengkapi dengan selang dan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Berdasarkan lokasi penempatannya, hidran diklasifikasikan menjadi 3, antara lain :

(1) Hidran kota (2) Hidran halaman (3) Hidran gedung

NFPA 14 standard for installation of stand and hose system mensyaratkan hidran yang terpasang sebagai berikut:


(52)

 Kotak hidran berwarna merah dengan tulisan “HYDRANT” berwarna putih

 Kelengkapan hidran: Hidran mempunyai selang, sambungan selang, nozzle dan kran pembuka serta kopling yang sesuai dengan Dinas Pemadam Kebakaran

 Hidran mudah dilihat dan mudah dijangkau

 Pemasangan hidran maksimal 12 meter dari unit yang terlindungi

 Dilakukan uji operasional dan kelengkapan komponen hidran setiap satu tahun sekali

c) Hose-reel

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan hose-reel adalah selang gulung yang dilengkapi dengan mulut pancar (nozzle) untuk mengalirkan air bertekanan dalam selang umumnya dari bahan karet berdiamater 1 inch.

NFPA 14 standard for installation of stand and hose system mensyaratkan selang yang dipergunakan sebagai berikut:

 Selang harus disimpan dan siap digunakan serta terlindungi dari cuaca


(53)

 Selang dalam keadaan baik dan katup pembuka tidak bocor  Nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran (hidran

gedung) d) Sprinkler

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar kesemua arah secara merata.

NFPA 13 installation of sprinkler system mengatur sprinkler yang digunakan sebagai berikut:

Semua instalasi pipa sprinkler di cat berwarna merah Terdapat sistem dan jaringan air bersih yang bebas lumpur

maupun pasir

Jarak antara sprinkler tidak lebih dari 4,6 meter

2.5.4. Sarana Penyelamatan Kebakaran

Selain dari sistem proteksi yang ada tersebut, sistem proteksi juga harus dilengkapi dengan sarana penyelamatan kebakaran. Peraturan


(54)

Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang dimaksud dengan sarana penyelamatan kebakaran adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Yang termasuk kedalam sarana penyelamatan diantaranya:

a. Manajemen Pengamanan Kebakaran (Fire Safety Management)

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 Tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, yang termasuk dalam unsur manajemen pengamanan kebakaran (Fire Safety Management) adalah terutama yang menyangkut kegiatan pemeriksaan berkala, perawatan dan pemeliharaan, audit keselamatan kebakaran dan latihan penanggulangan kebakaran harus dilaksanakan secara periodik sebagai bagian dari kegiatan pemeliharaan sarana proteksi aktif yang terpasang pada bangunan.

Sedangkan yang termasuk dalam Fire Safety Management adalah sebagai berikut (Tardianto dalam Syahri, 2011) :

1) Kebijakan (fire safety policy)


(55)

3) Pengorganisasian (fire team) 4) Pembinaan dan latihan 5) Tanggap darurat

6) Gladi terpadu (fire drill)

7) Riksa-uji (inspection and testing) 8) Pemeliharaan (preventive maintenance) 9) Audit (fire safety audit)

10) Sistem informasi dan komunikasi 11) Posko pengendalian darurat b. Persiapan Keadaan Darurat

Keadaan aman sepenuhnya tidak mungkin tercapai, karena selalu terdapat kemungkinan ada faktor yang tidak diperhitungkan. Oleh karena itu, di semua industri tidak cukup apabila manajemen hanya melakukan perencanaan untuk keadaan operasi normal. Melainkan harus membuat perencanaan dan persiapan keadaan darurat. Tujuannya untuk membatasi kerugian baik berupa materil maupun korban manusia jika terjadi suatu keadaan darurat di tempat kerja (Sahab dalam Syahri, 2011).

Suatu perencanaan keadaan darurat harus praktis, sederhana, dan mudah dimengerti. Rencana harus sudah mengantisipasi berbagai skenario


(56)

keadaan darurat. Bila hal ini tidak diantisipasi dan tidak diambil langkah penanggulangannya yang memadai, maka akan dapat menimbulkan kerugian total, karena musnahnya seluruh asset perusahaan. Perencanaan keadaan darurat memuat antara lain (Sahab dalam Syahri, 2011) :

a. Pembagian tanggung jawab yang jelas pada tiap satuan kerja baik tangggung jawab kelompok maupun perorangan.

b. Tersedia tenaga terampil setiap saat, untuk melaksanakan tugas yang telah ditentukan dengan cepat dan baik.

c. Gerakan segera setiap satuan atau unit atau perorangan yang sesuai pembagian tugas dan tanggung jawab dalam rencana keadaan darurat bila tanda bahaya berbunyi.

2.6. Evaluasi Sistem Proteksi Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, perlu adanya pengawasan dan pengendalian mengenai sistem proteksi kebakaran di bangunan gedung dan lingkungan.

Instansi tersebut harus melakukan pengawasan dan pengendalian ini agar spesifikasi teknis dan gambar-gambar perencanaan seluruh instalasi sistem proteksi kebakaran baik pasif maupun aktif serta seluruh sarana menuju jalan ke luar sesuai dengan hasil perencanaan dan secara efektif dapat memberikan proteksi terhadap bangunan atau lingkungan.


(57)

Evaluasi sistem proteksi keselamatan kebakaran bangunan dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Saptaria, 2005). Pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keandalan dengan melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap kelengkapan upaya pencegahan kebakaran yang bersifat aktif, pasif, sehingga diperoleh informasi tingkat keandalan dari bangunan tersebut.

Menurut Saptaria (2005), langkah-langkah pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung dilakukan dengan cara:

a. Memberikan penilaian terhadap semua sub parameter KSKB (Keandalan Sistem Keselamatan Bangunan) berdasarkan data hasil pengamatan lapangan.

b. Menghitung nilai kondisi setiap sub KSKB

c. Menghitung nilai kondisi KSKB dengan cara menjumlahkan nilai kondisi semua sub KSKB yang bersangkutan.

d. Menghitung nilai keandalan sistem proteksi kebakaran dengan menggunakan menjumlahkan nilai kondisi keempat komponen proteksi.


(58)

Tabel 2.1 Pembobotan Penilaian KSKB

No Parameter Bobot (%)

1 Kelengkapan Tapak 25

2 Sarana Penyelamatan 25

3 Sistem Proteksi Aktif 24

4 Sistem Proteksi Pasif 26

Cara yang digunakan untuk menganalisa kumpulan data tersebut yaitu dengan menghitung nilai kondisi dari setiap sub-bagian yang diteliti dengan mengisi lembar pengamatan yang telah dibuat. Nilai kondisi keandalan sistem kebakaran bangunan merupakan nilai dari bangunan atau utilitas bangunan yang menunjukkan kinerja yang prima, berfungsi maksimal atau tidak sesuai persyaratan yang telah ditentukan.

Nilai kondisi sistem proteksi kebakaran dihitung menggunakan rumus:

Nilai Kondisi = ekivalensi nilai x bobot sub-KSKB x bobot KSKB

Nilai keandalan sistem proteksi kebakaran dihitung menggunakan rumus:


(59)

Kondisi setiap komponen atau bagian bangunan harus dinilai. Kriteria penilaian untuk sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dikategorikan dalam tiga kelompok yaitu:

1) Baik : ‘B’ (ekuivalensi nilai B adalah 81-100) 2) Cukup : ‘C’ (ekuivalensi nilai C adalah 60-80) 3) Kurang : ‘K’ (ekuivalensi nilai K adalah < 60) 2.7. Petunjuk Pelaksanaan Audit K3

Proses pelaksanaan evaluasi yang dilakukan hampir menyerupai sebuah audit. Dalam melakukan audit memerlukan beberapa langkah yang digunakan agar audit dapat berjalan dengan baik. Menurut Santoso dalam (Hamdi, 2010) Langkah-langkah penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan audit adalah:

A. Persiapan

Persiapan mencakup pengumpulan informasi dan perjanjian kerja, antara lain korespondensi berkaitan dengan kesepakatan kerja audit, penentuan jadwal pelaksanaan, menetapkan elemen dan fasilitas terkait, informasi tentang organisasi perusahaan dan kegiatan operasi, daftar dokumen yang akan diperiksa selama audit, hasil audit sebelumnya bila ada.


(60)

B. Pertemuan

Pertemuan diadakan untuk menjelaskan metoda dan perlunya dukungan selama pelaksanaan. Selain itu, pertemuan juga merupakan forum saling berkenalan antara auditor dan staf perusahaan, sarana pertukaran informasi yang terkait dengan operasi perusahaan dan sudit. Pertemuan tersbut juga menetapkan pendamping auditor umumnya dari tingkat senior staf dari divisi K3 atau divisi lain yang terkait.

C. Melakukan Audit

1. Pengenalan Fasilitas

Pengenalan fasilitas operasi perusahaan bertujuan untuk memberikan gambaran kepada auditor tentang kegiatan dasar operasi, pemaparan bahaya terhadap kesehatan, keselamatan, dan lingkungan hidup.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terutama kepada personil dalam organisasi perusahaan yang banyak mengetahui tentang pelaksanaan program K3 dengan menggunakan daftar pertanyaan dari elemen-elemen ISRS. Dalam melakukan wawancara ini perlu ditunjang dengan dokumen-dokumen yang terkait, sebagai bukti pelaksanaan program tersebut untuk verifikasi lebih mendalam pada saat pemeriksaan


(61)

dokumen terkait dan wawancara kepada karyawan secara acak.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik merupakan cara untuk lebih meyakinkan bahwa sistem manajemen keselamatan ada dan terlaksana dengan baik di lapangan. Dalam pemeriksaan fisik di lapangan, auditor harus didampingi oleh seorang wakil dari perusahaan. Hasil dari pemeriksaan fisik merupakan salah satu alat ukur pringkat pelaksanaan dari elemen-elemen ISRS di lapangan.

D. Pertemuan Penutup

Pertemuan penutupan biasanya dihadiri oleh mereka yang hadir dalam pertemuan pembukaan. Dalam hal ini auditor tidak memberikan nilai berupa angka, tetapi hanya memberikan pandangan umum yang merupakan temuan selama pelaksanaan audit. Materi yang terkandung dalam pandangan umum yaitu penjelasan singkat elemen-elemen yang mendapat nilai tinggi dan juga paling rendah, juga aktivitas-aktivitas yang perlu mendapat pengujian dan beberapa saran yang bersifat membangun untuk elemen yang nilainya rendah.


(62)

E. Laporan

Laporan akhir audit yang menyeluruh dan sistematis dibuat oleh auditor disertai dengan sertifikat yang menyebutkan peringkat pencapaian sesuai dengan hasil audit tersebut. Dalam laporan ini mencakup beberapa diantaranya:

1. Laporan audit yang komprehenshif untuk masing-masing elemen.

2. Ringkasan daftar nilai untuk masing-masing elemen, nilai total, dan rata-rata elemen serta persentase pencapaianya. 3. Nilai hasil pemeriksaan fisik lapangan.

4. Buku kerja tim audit, merupakan photocopy dari protokol audit yang sudah dilengkapi dengan nilai hasil untuk masing-masing elemen yang diaudit.

5. Grafik profil yang merupakan ringkasan audit.

6. Saran-saran yang bersifat kritis dan memerlukan prioritas untuk dilaksanakan.


(63)

2.8. Kerangka Teori

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

Pengamanan terhadap bahaya kebakaran bangunan dan gedung

Perencanaan tapak untuk pengamanan

kebakaran  Sumber air  Jalan

lingkungan  Jarak antar bangunan  Hidran

halaman

Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

 Detektor (alarm)

 Siames conection

 APAR

 Hidran gedung

 Sprinkler

 Sistem Pemadam Luapan

 Pengendali asap

 Deteksi asap

 Pembuangan asap

 Lift kebakaran

 Cahaya darurat dan penunjuk arah

 Listrik darurat

 Ruang pengendali operasi

Sistem Proteksi Pasif Kebakaran  Ketahanan

Api Struktur Bangunan  Komparteme nisasi ruang  Perlindungan bukaan Sarana Penyelamatan  Sarana jalan

keluar  Konstruksi

jalan keluar  Landasan


(64)

43 3.1 Kerangka Pemikiran

Evaluasi keselamatan kebakaran gedung dapat dilakukan dengan melakukan audit, inspeksi maupun dengan menggunakan pedoman pemeriksaan yang telah dibuat. Salah satu pedoman yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi keselamatan kebakaran bangunan adalah pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C).

Tujuan penggunaan pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C) adalah menentukan tingkat kelayakan atau keandalan suatu bangunan (kondisi baik, cukup, atau kurang).

Sistem keselamatan kebakaran bangunan yang dinilai dalam pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C) terdapat 4 komponen utama yaitu kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Masing-masing dari keempat unsur tersebut memiliki subkomponen.

Dalam komponen kelengkapan tapak terdapat empat subkomponen antara lain : sumber air, jalan lingkunan, jarak antar bangunan dan hidran halaman. Pada komponen sarana penyelamatan terdapat tiga subkomponen yaitu sarana jalan keluar, konstruksi jalan keluar dan landasan helikopter.

Pada komponen sistem proteksi aktif terdapat 13 subkomponen antara lain: detektor (alarm), siames conection, apar, hidran gedung, sprinkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap, pembuangan asap, lift


(65)

kebakaran, cahaya darurat, listrik darurat dan ruang pengendali operasi. Dan yang terakhir komponen sistem proteksi pasif yang memiliki 3 subkomponen yang terdiri dari ketahanan api struktur bangunan, kompartemenisasi ruang dan perlindungan bukaan.

Peneliti menggunakan kerangka pemikiran seperti pada bagan 3.1 karena berdasarkan Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) dalam pengamanan terhadap bahaya kebakaran bangunan dan gedung memerlukan 4 komponen utama yang masing-masing memiliki sub komponen seperti disebutkan diatas. Kemudian dengan melakukan evaluasi terhadap sistem keselamatan kebakaran bangunan gedung diharapkan hasil evaluasi tersebut dapat menggambarkan tingkat keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan tersebut.


(66)

Bagan 3.1 Kerangka Pemikiran

INPUT

1. Kelengkapan Tapak

 Sumber air

 Jalan lingkungan

 Jarak antar bangunan

 Hidran halaman

2. Sarana Penyelamatan

 Sarana jalan keluar

 Konstruksi jalan

keluar

 Landasan helikopter

3. Sistem Proteksi Aktif

 Detektor (alarm)

 Siames connection

 APAR

 Hidran gedung

 Sprinkler

 Sistem Pemadam

Luapan

 Pengendali asap

 Deteksi asap

 Pembuangan asap

 Lift kebakaran

 Cahaya darurat

 Listrik darurat

 Ruang pengendali

operasi

4. Sistem Proteksi Pasif

 Ketahanan Api

Struktur Bangunan

 Kompartemenisasi

ruang

 Perlindungan bukaan

OUTPUT

Nilai Keandalan

Sistem Keselamatan

Bangunan (Baik,

Cukup, Kurang). PROSES Evaluasi menggunakan pedoman pemeriksaan keselamatan kebakaran bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C).


(67)

3.2 Definisi Istilah

A.Kelengkapan Tapak

Kelengkapan tapak dapat didefinisikan sebagai kelengkapan komponen dan tata letak bangunan terhadap lingkungan sekitar dikaitkan dengan bahaya kebakaran dan upaya pemadaman. Komponen kelengkapan tapak meliputi sumber air, jalan lingkungan, jarak antar bangunan dan hidran halaman (Permen PU No.26/KTPS/2008).

 Cara Ukur : Observasi dan wawancara

 Alat Ukur : Lembar observasi, pedoman wawancara dan meteran  Hasil Ukur :

Tabel 3.1 Hasil Ukur Kelengkapan Tapak

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80 - 100

Sesuai persyaratan Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

Baik (B)

60 - 80

Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyaratan

Cukup (C)

< 60 Tidak sesuai sama

sekali Kurang (K

B. Sarana Penyelamatan

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapakan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam


(68)

upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungannya. Terdiri dari sarana jalan keluar, Konstruksi jalan keluar, landasan helikopter (Pd-T-11-2005-C).

 Cara Ukur : Observasi dan wawancara

 Alat Ukur : Lembar observasi, pedoman wawancara dan meteran

 Hasil Ukur :

Tabel 3.2 Hasil Ukur Sarana Penyelamatan

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80 – 100 Sesuai persyaratan Pedoman Teknis Pemeriksaaan

Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

Baik (B)

60 - 80 Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyaratan

Cukup (C)

< 60 Tidak sesuai sama sekali Kurang (K

C.Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

Sistem proteksi aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan


(69)

operasi pemadaman, selain itu sistem ini digunakan dalam melaksanakan penanggulangan awal kebakaran.

Proteksi aktif meliputi detektor (alarm), siamese conection, APAR, hidran gedung, sprinkler, sistem pemadam luapan, pengendali asap, deteksi asap, pembuangan asap, lift kebakaran, cahaya darurat, listrik darurat dan ruang pengendali operasi.

 Cara Ukur : Observasi dan wawancara

 Alat Ukur : Lembar observasi, pedoman wawancara dan meteran

 Hasil Ukur :

Tabel 3.3 Hasil Ukur Sistem Proteksi Aktif Kebakaran

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80 – 100 Sesuai persyaratan Pedoman Teknis Pemeriksaaan

Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

Baik (B)

60 - 80 Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyaratan

Cukup (C)

< 60 Tidak sesuai sama sekali

Kurang (K

D.Sistem Proteksi Pasif Kebakaran

Sistem proteksi pasif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan melakukan pengaturan terhadap


(70)

komponen bangunan gedung, dari aspek arsitektur dan struktur sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Proteksi pasif meliputi ketahanan api struktur bangunan, kompartemenisasi ruang dan perlindungan bukaan.

 Cara Ukur : Observasi dan wawancara

 Alat Ukur : Lembar observasi, pedoman wawancara dan meteran

 Hasil Ukur :

Tabel 3.4 Hasil Ukur Sistem Proteksi Pasif Kebakaran

Nilai Kesesuaian Keandalan

> 80 – 100 Sesuai persyaratan Pedoman Teknis Pemeriksaaan Keselamatan Kebakaran

Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C)

Baik (B)

60 - 80 Terpasang tetapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai persyaratan

Cukup (C)

< 60 Tidak sesuai sama sekali


(71)

50 4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Pengamatan diawali dengan mendefinisikan ruang lingkup untuk membatasi sejauh mana penelitian dilakukan, dilanjutkan dengan observasi lapangan serta melakukan telaah dokumen dan wawancara di RSUD Kota Tangerang untuk kemudian dilakukan evaluasi menggunakan pedoman pemeriksaan keselamatan bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C), sehingga didapatkan tingkat keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan di RSUD Kota Tangerang tahun 2014.

Pendekatan kualitatif dipilih dengan maksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keandalan sistem keselamatan kebakaran bangunan yang terdapat di RSUD Kota Tangerang. Dengan pendekatan kualitatif diharapkan peneliti dapat menganalisis secara mendalam mengenai keadaan sistem keselamatan kebakaran bangunan di RSUD Kota Tangerang.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Tangerang pada bulan Juni-Juli 2014.


(72)

4.3 Informan Penelitian

Pemilihan informan untuk penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu peneliti mempunyai pertimbangan dan kriteria tertentu dalam pengambilan informan sesuai dengan tujuan penelitian.

Kriteria informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah pekerja di RSUD Kota Tangerang yang bertanggung jawab dan/atau berhubungan langsung terhadap sarana dan prasarana keselamatan bangunan RSUD Kota Tangerang.

Tabel 4.1 Informan Penelitian

Informan Status Metode Keterangan

Petugas Teknisi

RSUD Kota

Tangerang

Informan Kunci

Wawancara Pertanyaan mengenai kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan pasif kebakaran. Staff ISPRS

RSUD Kota

Tangerang

Informan Pendukung

Wawancara Pertanyaan mengenai kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan pasif kebakaran.

4.4 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Lembar observasi

b. Panduan wawancara

c. Alat ukur : meteran dan penggaris d. Kamera


(73)

4.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder.

4.5.1 Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan 2 cara yaitu observasi dan wawancara. Data yang diambil mengenai kelengkapan tapak, sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif kebakaran bangunan RSUD Kota Tangerang.

4.5.2Data Sekunder

a. Profil RSUD Kota Tangerang

b. Informasi umum bangunan RSUD Kota Tangerang

c. Data mengenai sarana dan prasarana keselamatan kebakaran bangunan RSUD Kota Tangerang

4.6 Triangulasi Data

Berdasarkan pengambilan informan yang dilakukan dengan metode kualitatif yang jumlahnya sedikit maka diperlukan triangulasi untuk menjaga validitas data, yaitu dengan cara :

1. Triangulasi Sumber, yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dari sumber atau informan yang berbeda.


(74)

2. Triangulasi Metode, yaitu dengan melalui metode wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi.

Tujuan triangulasi data dengan menggunakan sumber dan metode yang berbeda diharapkan mendapatkan analisis yang tepat, akurat dan terpercaya. Tabel triangulasi dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Triangulasi Data

Objek Penelitian Alat

Observasi

Triangulasi Sumber

Triangulasi Metode

Wawancara Observasi Telaah

Dokumen

Kelengkapan Tapak

Sumber air - - - √ √

Jalan lingkungan Meteran - - √ -

Jarak antar

bangunan Meteran - - √ -

Hidran halaman Meteran

Informan kunci dan informan pendukung Sarana Penyelamatan

Sarana jalan keluar Meteran - - √ √

Konstruksi jalan

keluar -

Informan kunci dan informan pendukung √ √ √ Landasan

helikopter - - - √ √

Sistem Proteksi Aktif

Detektor (alarm) Meteran - - √ √

Siames connection

- - - √ -

APAR Meteran

Informan kunci dan informan pendukung

√ √ √

Hidran gedung Meteran - - √ √


(75)

Objek Penelitian Alat Observasi

Triangulasi Sumber

Triangulasi Metode

Wawancara Observasi Telaah

Dokumen Sistem Pemadam

Luapan - - - √ √

Pengendali asap Meteran - - √ √

Sistem Proteksi Aktif

Deteksi asap Meteran

Informan kunci dan informan pendukung

√ √ √

Pembuangan asap - - - √ √

Lift kebakaran - - - √ √

Cahaya darurat - - - √ √

Listrik darurat - - - √ √

Ruang pengendali

operasi - - - √ √

Ketahanan Api

Struktur Bangunan Meteran - - - √

Kompartemenisasi

ruang Meteran

Informan kunci dan informan pendukung √ √ √ Perlindungan

bukaan Meteran - - √ √

4.7 Pengolahan Data

Pengolahan data penelitian ini diawali dengan mengumpulkan data mengenai sistem keselamatan bangunan di RSUD Kota Tangerang, kemudian hasil dari pengumpulan data tersebut dipilih yang sesuai dengan ruang lingkup penelitian ini. Setiap komponen dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut.


(76)

1. Kriteria Penilaian Kelengkapan Tapak

Kelengkapan tapak dinilai dengan menggunakan kriteria sesuai dengan pedoman pemeriksaan keselamatan bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C) seperti pada tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3

Kriteria Penilaian Kelengkapan Tapak No. Sub KNKB

Bobot Nilai Kriteria Penilaian

1 2 3 4

1 Sumber Air 27

B

Tersedia dengan kapasitas yang memenuhi persyaratan minimal terhadap fungsi bangunan

C

Tersedia dengan kapasitas dibawah persyaratan minimal terhadap fungsi bangunan

K Tidak tersedia

2 Jalan Lingkungan 25

B

o Tersedia dengan lebar minimal 6m o Diberi pengerasan

o Lebar jalan masuk minimal 4 m. C Tersedia dengan lebar kurang dari

persyaratan minimal. K Tidak tersedia

3 Jarak Antar

Bangunan 23

B Sesuai Persyaratan (Tinggi s/d 8 – 3 m; 8 s/d 14 – 6 m; tinggi > 40m - >8m)

C Tidak sesuai Persyaratan (Tinggi s/d 8 – 3 m; 8 s/d 14 – 6 m; tinggi > 40m ->8 m)

K Tidak ada jarak dengan bangunan sekitarnya.

4 Hidran Halaman 25

B

 Tersedia di halaman pada tempat yang mudah dijangkau

 Berfungsi secara sempurna dan lengkap  Supply air 38 l/detik dan bertekanan 35

Bar C

Tersedia,tetapi tidak berfungsi secara sempurna atau supply air dan tekanannya kurang dari pada persyaratan minimal. K Tidak tersedia sama sekali


(77)

Penilaian dilakukan dengan cara menilai kelengkapan masing-masing sub komponen sesuai dengan kriteria yang terdapat pada tabel 4.3. Pemberian nilai pada masing-masing subkomponen didasarkan pada pengetahuan peneliti tentang sistem keselamatan kebakaran didukung dengan standar-standar sistem keselamatan kebakaran yang berlaku.

2. Kriteria Penilaian Sarana Penyelamatan

Sarana penyelamatan dinilai dengan menggunakan kriteria sesuai dengan pedoman pemeriksaan keselamatan bangunan gedung (Pd-T-11-2005-C) seperti pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4

Kriteria Penilaian Sarana Penyelamatan No. Sub KNKB

Bobot Nilai Kriteria Penilaian

1 2 3 4

1 Jalan Keluar 38

B

 Minimal perlantai 2 exit dengan tinggi efektif 2,5 m

 Setiap exit harus terlindung dari bahaya kebakaran.

 Jarak tempuh maksimal 20 meter dari pintu keluar.

 Ukuran minimal 200 Cm

 Jarak dari suatu exit tidak > 6 m  Pintu dari dalam tidak buka langsung

ke tangga,

 Penggunaan pintu ayun tidak menggangu proses jalan keluar.  Disediakan lobby bebas asap dengan

TKA 60/60/60

 Exit tidak boleh terhalang  Exit menuju ke R. Terbuka C Setengah dari kriteria dalam punt “B”

yang terpenuhi.


(78)

No. Sub KNKB

Bobot Nilai Kriteria Penilaian

1 2 3 4

2 Konstruksi Jalan Keluar

35 B

 Konstruksi tahan minimal 2 jam  Harus bebas halangan

 Lebar minimal 200 cm.  Jalan terusan yang dilindungi

terhadap

kebakaran, Bahan tidak mudah terbakar, Langit-langit punya ketahanan Penjalaran api tidak < 60 menit

 Pada tingkat tertentu elemen bangunan bisa mempertahankan stabilitas struktur bila terjadi kebakaran

 Dapat mencegah penjalaran asap kebakaran.

 Cukup waktu untuk evakuasi penghuni

 Akses ke bangunan harus disediakan bagi tindakan petugas kebakaran C Setengah dari kriteria dalam punt “B”

yang terpenuhi.

K Tidak memenuhi kriteria dalam punt ”B”

3 Landasan

Helikopter 27

B

 Hanya pada bangunan tinggi minimal 60 meter.

 Konstruksi atap cukup kuat menahan beban helikopter.

 Dilengkapi dengan tanda-tanda untuk pendaratan baik warna, bentuk

maupun ukurannya.

 Dilengkapi dengan alat pemadam api dengan bahan busa dan peralatan bantu evakuasi lainnya.

 Ketentuan lain bagi pendaratan disesuaikan dengan peraturan yang terkait dalam bidang penerbangan. C

 Tanda dan perlengkapan pendaratan tidak terpelihara dengan baik.  Warna tanda telah kusam dan kotor K Tidak memenuhi standar atau


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)