Pengobatan Sendiri yang Sesuai Aturan Pengobatan Sendiri yang Tidak Sesuai Aturan
kesalahan terjadi terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko pada kesehatan Supardi dan Notosiswoyo, 2005.
Kesalahan pengobatan medication error menurut National Coordinating Council Medication Error Reporting and Prevention NCC MERP adalah setiap
kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat sehingga membahayakan pasien sementara obat berada
dalam pengawasan tenaga kesehatan, pasien atau konsumen. Kejadian medication error terdiri dari 4 fase, yaitu:
a. Prescribing phase fase penulisan resep Kesalahan yang terjadi pada fase ini meliputi: obat yang diresepkan tidak tepat
indikasi, tidak tepat pasien atau kontraindikasi, tidak tepat obat atau ada obat yang tidak ada indikasinya, tidak tepat dosis dan aturan pakai.
b. Trancribing phase fase pembacaan resep Kesalahan yang terjadi fase ini meliputi: kekeliruan saat membaca resep
sehingga berdampak pada kesalahan pada obat yang diberikan, kesalahan pada pembacaan perintah pada resep yang disengaja atau tidak disengaja dan adanya
perintah pada resep yang terlewatkan sehingga tidak dikerjakan. c. Dispensing phase fase peracikan atau penyiapan resep
Fase ini meliputi peracikan, penyiapan sampai penyerahan resep kepada pasien oleh petugas apotek. Kesalahan yang dapat terjadi pada fase ini meliputi:
kesalahan pengambilan obat karena adanya kemiripan nama atau kemiripan kemasan, kesalahan pemberian obat kepada pasien karena tidak teliti
membaca identitas pasien, kesalahan pemberian label obat sehingga aturan dan
cara pakai obat tidak sesuai lagi, kesalahan pada penyampaian informasi obat kepada pasien.
d. Administration phase fase penggunaan Kesalahan pada fase ini meliputi: kurangnya kepatuhan pasien terhadap cara
dan aturan pakai obat yang digunakan. Menurut National Coordinating Council for Medication Error Reporting
and Prevention NCC MERP kategorisasi medication error adalah sebagai berikut:
Kategori A: Keadaan atau kejadian yang memiliki kapasitas untuk menyebabkan menyebabkan kesalahan, tetapi tidak ada kesalahan yang sebenarnya terjadi.
Kategori B: Terjadi kesalahan tetapi kesalahan tidak mencapai pasien Kategori C: Terjadi kesalahan yang mencapai pasien tetapi tidak membahayakan
pasien Kategori D: Terjadi kesalahan yang mencapai pasien dan pemantauan yang
diperlukan untuk mengkonfirmasikan bahwa kesalahan tersebut tidak mengakibatkan kerugian bagi pasien danatau intervensi yang diperlukan untuk
mencegah bahaya. Kategori E: Ter
jadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kerusakan sementara untuk pasien dan ada intervensi yang diperlukan.
Kategori F: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kerusakan sementara terhadap pasien dan diperlukan rawat inap berkepanjangan di rumah
sakit. Kategori G: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan
kerusakan pasien secara permanen.
Kategori H: Terjadi kesalahan dan membutuhkan intervensi untuk mempertahankan hidup.
Kategori I: Terjadi kesalahan yang mungkin telah berkontribusi atau menyebabkan kematian pasien.
Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien, mulai dari industri, dalam peresepan, pembacaan resep, peracikan,
penyerahan dan monitoring pasien. Setiap tenaga kesehatan dalam rantai ini dapat memberikan kontribusi terhadap kesalahan Cohen, 1991.
Faktor penyebab terjadinya medication error antara lain: a komunikasi yang buruk baik secara tertulis dalam bentuk kertas resep maupun secara lisan
antara pasien, dokter dan apoteker, b sistem distribusi obat yang kurang mendukung sistem komputerisasi, sistem penyimpanan obat, c sumber daya
manusia kurangnya pengetahuan, pekerjaan yang berlebihan, d kurangnya edukasi kepada pasien, e kurangnya peran pasien dan keluarga Cohen, 1991.
Pencegahan terjadinya medication error dapat didekati dengan konsep- konsep human error Anonim, 2011.
1. Error awareness. Setiap individu harus menyadari bahwa medication error dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja. Jika terjadi
medication error maka akibat yang dapat timbul sangat beragam dari yang ringantanpa gejala hingga menyebabkan kematian. Pemahaman yang baik
mengenai medication error perlu diterapkan di unit-unit pelayanan yang langsung berkaitan dengan obat dan pengobatan, mulai dari dokter, perawat,
apoteker, asisten apoteker dan petugas administrasi obat. 2. Pengamatan Sistematik. Penyebab medication error dapat berasal dari individu
ataupun dari sistem. Petugas yang lelah, ceroboh, atau dalam situasi psikologis
yang buruk dapat mengawali terjadinya medication error. Selain itu, sistem yang buruk yang tidak mendukung mekanisme kerja yang baik, atau tidak
dijalankan atas dasar prosedur yang standar juga dapat menjadi sumber medication error. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan secara
sistematik apakah system tersebut ikut berperan terhadap penyebab terjadinya medication error. Sebagai contoh, buruknya sistem kerjasama antara dokter,
perawat, dan apoteker akan selalu menjadi penyebab timbulnya medication error.
3. Evaluasi Kinerja Petugas. Perlu dikembangkan suatu mekanisme evaluasi yang sistematik dan komprehensif untuk mengetahui kinerja petugas. Kinerja ini
kemudian dievaluasi secara terus menerus sehingga masing-masing petugas mengetahui hal-hal yang berpotensi menimbulkan medication error.
4. Antisipasi Kesalahan Melalui Sistem Koding dan SOP. Standard Operational Procedure
SOP untuk prescribing, transcribing, dispensing
dan administration perlu dibuat untuk meminimalkan risiko medication error.
Sebagai contoh, jika ada bagian resep yang tidak terbaca, maka konsultasi langsung ke penulis resep haruslah menjadi langkah pertama yang harus
dilakukan. Pencatatan nama dan alamat pasien sebenarnya merupakan satu SOP yang baik, tetapi selama ini tidak pernah ada evaluasi harian bagi apotek
untuk selanjutnya segera menghubungi pasien pada hari yang sama jika terbukti terjadi kekeliruan.
5. Computerised Prescribing. Metode ini telah dilakukan di berbagai rumah sakit di Amerika, khususnya untuk pasien rawat inap. Penulisan resep oleh dokter
tidak dilakukan di secarik kertas resep tetapi melalui komputer. Suatu
perangkat lunak software kemudian menerjemahkan dan menginformasikan mengenai ketepatan dosis, frekuensi, dan cara pemberian obat serta
kemungkinan interaksi obat yang terjadi dalam peresepan yang dituliskan oleh dokter. Melalui cara ini resiko medication error dapat dikurangi hingga 75.