upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah
nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan
pembangunan yang berkelanjutan dalam wadah NKRI. Berpijak pada pengertian di atas maka pembangunan seyogyanya tidak hanya
diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral yang bersifat parsial, namun lebih dari itu, pembangunan diselenggarakan untuk memenuhi tujuan-tujuan
pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistik dengan mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai unsur utama
pembentuk ruang sumber daya alam, buatan, manusia dan sistem aktivitas, yang didukung oleh sistem hokum dan sistem kelembagaan yang melingkupinya.
2.4. Pengertian dan Peranan Ilmu Pembangunan Wilayah
Ilmu pembangunan wilayah merupakan ilmu yang relatif masih baru. Budiharsono 2001 menyebutkan bahwa ilmu pembangunan wilayah merupakan
wahana lintas disiplin yang mencakup berbagai teori dan ilmu terapan yaitu: geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika, ilmu politik, perencanaan daerah, ilmu
lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu ilmu pengetahuan wilayah setidaknya perlu ditopang oleh 6 pilar analisis, yaitu: 1 analisis biogeofisik; 2 analisis
ekonomi; 3 analisis sosiobudaya; 4 analisis kelembagaan; 5 analisis lokasi; 6 analisis lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Rustiadi et al. 2002 menyebutkan bahwa lingkup kajian perencanaan pengembangan wilayah sangat luas, sebagai bidang kajian yang membentang dari
lingkup ilmu yang bersifat multidisiplin, mencakup bidang-bidang ilmu mengenai fisik, sosial ekonomi hingga manajemen. Dari sisi proses kajian pembangunan
mencakup hal-hal mengenai: 1 aspek pemahaman, yakni aspek yang menekankan pada upaya memahami fenomena fisik alamiah hingga sosial ekonomi di dalam dan
antar wilayah, dalam konteks ini pengetahuan mengenai teknik-teknik analisis dan model-model sistem merupakan alat tools penting yang perlu dipahami, untuk
mengenal dan mendalami permasalahan-permasalahan maupun potensi-potensi pembangunan wilayah, 2 aspek perencanaan, mencakup proses formulasi masalah,
teknik-teknik desain dan pemetaan hingga perencanaan, dan 3 aspek kebijakan, mencakup pendekatan-pendekatan evaluasi, perumusan tujuan-tujuan pembangunan
serta proses melaksanakannnya, mencakup proses-proses politik, administrasi, dan manajerial pembangunan.
Secara harfiah, Rustiadi et al 2002 menyebutkan bahwa regional science dapat dipandang sebagai ilmu yang mempelajari aspek-aspek dan kaidah-kaidah
kewilayahan, dan mencari cara-cara yang efektif dalam mempertimbangkan aspek- aspek dan kaidah-kaidah tersebut ke dalam proses perencanaan pengembangan
kualitas hidup dan kehidupan manusia. Dalam hal ini regional science tidak didefinisikan sebagai ‘ilmu yang mempelajari bagaimana merencanakan
pembangunan di suatu wilayah’, karena pengertian demikian tidak memberikan spesifikasi yang jelas terhadap bidang keilmuan regional science. Secara ilustrasi,
Universitas Sumatera Utara
walaupun kata ‘di suatu wilayah’ itu dihilangkan, kita tetap bisa menangkap suatu pemahaman bahwa setiap pembangunan pasti dilakukan pada suatu wilayah atau
areal tertentu. Padahal penambahan kata ‘wilayah’ ini dimaksudkan untuk memberikan kekhasan bahwa regional science adalah bidang ilmu yang berbeda
dengan bidang-bidang ilmu perencanaan pembangunan lainnya, yakni dengan adanya penekanan terhadap pentingnya pertimbangan dimensi kewilayahan.
Selanjutnya Budiharsono 2001 menyebutkan pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia dan wilayah pesisir pada
khususnya, dikarenakan: 1. Indonesia merupakan negara kepulauan, di mana kegiatan-kegiatan pembangunan
saat ini dipusatkan di bagian barat. Konsentrasi demikian menimbulkan isu pengembangan wilayah ‘outer island’ yang dapat menyebabkan timbulnya
berbagai masalah yang berdimensi wilayah. 2. Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada pembangunan daratan dari
lautan, sehingga pembangunan pesisir relatif tertinggal. Masyarakat pesisir relatif lebih miskin dari wilayah daratan lainnya. Kondisi ini diperburuk dengan posisi
politik nelayan yang relatif lemah dibanding dengan posisi lainnya. 3. Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan
ekologis yang menyebabkan keragaman lingkungan. 4.
Keragaman kultural menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap pembangunan.
Universitas Sumatera Utara
5. Sifat pembangunan politik di Indonesia yang diwarnai oleh kekuatan politik wilayah.
6. Adanya kebijakan otonomi daerah, yang merupakan antisipasi terhadap maraknya tuntutan lepasnya beberapa daerah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
NKRI. Diharapkan pemerintah dapat membangun sesuai kebutuhan dan kemampuannya sendiri.
7. Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral, sehingga hasil yang dicapai tidak optimal.
Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan
kontribusi kepada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan
penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah Anwar,
1999.
2.5. Konsep Ruang dan Wilayah