51
BAB IV PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO OLEH OTORITAS JASA
KEUANGAN A.
Mekanisme Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro Oleh Otoritas Jasa Keuangan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro Pasal 28 yaitu:
1 Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan oleh Otoritas
Jasa Keuangan. 2
Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementerian yang
menyelenggarakan urusan Koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. 3
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didelegasikan kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota.
4 Dalam hal Pemerintah Daerah KabupatenKota belum siap, Otoritas Jasa
Keuangan dapat
mendelegasikan pembinaan
dan pengawasan
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 kepada pihak lain yang ditunjuk.
5 Ketentuan mengenai hal yang berkaitan dengan pembinaan dan
pengawasan yang
didelegasikan kepada
Pemerintah Daerah
KabupatenKota sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dan pihak lain yang
ditunjuk sebagaimana yang dimaksud pada ayat 4 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 31: “Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat 1, Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap LKM.”
Dari pasal tersebut diatas maka mekanisme pengawasan Lembaga Keuangan Mikro menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 dilakukan oleh Otoritas Jasa
Keuangan yang melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri. Tetapi dalam hal pembinaan dan
pengawasan tersebut Otoritas Jasa Keuangan tidak bekerja sendiri melainkan mendelegasikan wewenangnya kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota agar
menjalankan wewenangnya tersebut dan tetap dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan. Apabila Pemerintah Daerah KabupatenKota yang ditunjuk belum siap,
maka OJK akan mendelegasikan pembinaan dan pengawasannya kepada pihak lain yang ditunjuk.
Mengutip dari pernyataan Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo dalam rapat kerja RUU LKM di DPR pada hari Senin tanggal 5 Maret 2012, beliau
mengungkapkan bahwa “Praktik LKM berkembang dengan sangat besar, untuk
melindungi kepentingan nasabah perlu pengawasan yang bisa didelegasikan oleh BI atau OJK ke Pemerintah Daerah”.
1
Banyaknya LKM yang sudah beroperasi di masyarakat dengan perkiraan pemerintah sekitar 600.000 unit dengan 12 jenis yang berbeda, maka OJK sebagai
pengawas mikroprudensial memerlukan bantuan dari Pemerintah Daerah KabupatenKota. Menurut anggota Dewan Komisioner OJK Ilya Avianti selepas
acara peresmian Kantor OJK Regional 2 Wilayah Jabar di Bandung, Senin lalu pada tanggal 6 Januari 2014, beliau mengungkapkan bahwa “Pemda paling dekat dengan
micro finance ini, industri kecil dan UKM. Jadi betul-betul oleh pemda itu diawasi langsung, oleh OJK disupervisi
”
2
.Pendelegasian wewenang atas pembinaan dan pengawasan LKM oleh OJK kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota akan tetap
dibawah kendali OJK dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap LKM. Opsi pendelegasian sebagian kewenangan OJK kepada pemda ini merupakan jalan
kompromistis yang ditempuh pemerintah. Di ranah global, LKM disebut juga sebagai praktik shadow banking,
pasalnya LKM bisa menghimpun dana masyarakat tetapi tidak berbentuk sebagai perbankan, melainkan lembaga seperti asuransi dan dana pensiun. Pada intinya,
shadow banking adalah lembaga nonbank yang beroperasi layaknya perbankan, yakni menghimpun dana, memberi kredit dengan bunga yang tinggi namun dengan syarat
1
koran-indonesia.com diakses pada tanggal 26 Oktober 2013
2
www.bisnis-jabar.com
diakses pada tanggal 26 Oktober 2013
yang lebih mudah untuk dipenuhi dibandingkan dengan syarat yang diwajibkan oleh perbankan. Praktik shadow banking ini dapat mengganggu stabilitas perekonomian di
Indonesia, karena shadow banking memberikan kredit dengan bunga tinggi namun persyaratan yang diajukan cenderung lebih mudah, hal ini tentu saja menyebabkan
potensi Non Performing Loan NPL dengan kata lain kredit macetnya tinggi. Oleh karena itu dengan adanya pendelegasian sebagian wewenang OJK kepada Pemerintah
Daerah KabupatenKota dalam pembinaan dan pengawasan terhadap LKM dapat membantu untuk mencegah praktik shadow banking tersebut. Upaya lainnya yang
bersifat preventif adalah dengan adanya sanksi administratif maupun pidana. Pembinaan dan pengawasan ini diperlukan agar bantuan yang telah diberikan kepada
masyarakat dapat menyempurnakan dan menyejahterakan juga memperbaiki ekonomi masyarakat.
B. Sinergi Antara Ketentuan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro menurut
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan
Ketentuan pengawasan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro memiliki sinergi dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Untuk mengetahui adanya sinergi antara pengawasan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan maka dapat dilihat dari uraian sebagai berikut.
1 Pembinaan, pengaturan dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan
3
. Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan seperti kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, kegiatan jasa keuangan di
sektor Pasar Modal, kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
4
2 Pembinaan yang dilakukan sebagaimana menurut ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro bahwa Otoritas Jasa Keuangan
melakukan koordinasi
dengan kementerian
yang menyelenggarakan urusan Koperasi dan Kementerin Dalam Negeri
5
. Otoritas Jasa Keuangan menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
6
. Dari dua pernyataan tersebut maka LKM dan OJK memiliki sinergi dalam menjalankan
tugas mereka dalam hal pengawasan. 3
Pembinaan dan pengawasan yang dimiliki oleh Otoritas Jasa Keuangan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota agar membantu
Otoritas Jasa
Keuangan dalam
mengawasi Lembaga
Keuangan
3
Pasal 28 ayat 1, Undang-Undang nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
4
Pasal 5, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
5
Pasal 28 ayat 2, Undang-Undang nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
6
Pasal 8 huruf e, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Mikro.
7
Sedangkan dalam Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwaOtoritas Jasa Keuangan menetapkan kebijakan operasional pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan, melakukan penunjukkan pengelola statuter, dan menetapkan penggunaan pengelola statuter.
8
4 Dalam hal Pemerintah Daerah KabupatenKota belum siap, Otoritas Jasa
Keuangan dapat mendelegasikan pembinaan dan pengawasan kepada pihak lain yang ditunjuk sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro kepada pihak lain yang ditunjuk.
9
Sedangkan menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan bahwa OJK menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan
jasa keuangan, melakukan penunjukkan pengelola statuter, menetapkan penggunaan pengelola statuter.
10
5 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro disebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan kepada Pemerintah Daerah KabupatenKota yang ditunjuk oleh OJK diatur
dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
11
. Sedangkan dalam Undang-Undang
7
Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
8
Pasal 9 huruf a, e, dan f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
9
Pasal 28 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
10
Pasal 9 huruf a, e, f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
11
Pasal 28 ayat 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa OJK menetapkan pertauran pelaksanaan Undang-Undang ini.
12
6 Dalam Undang-Undang LKM disebutkan bahwa dalam rangka pembinaan
dan pengawasan Lembaga Keuangan Mikro tersebut, Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap Lembaga Keuangan Mikro
13
. Sedangkan menurut Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangandisebutkan bahwa dalam
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, danatau
penunjung kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
14
Dari uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa adanya sinergi antara pengawasan Lembaga Keuangan Mikro menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2013 dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011. Uraian diatas menunjukkan bahwa pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang LKM berkaitan atau saling
dukung dengan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang OJK. Dengan adanya sinergi antara pengawasan Lembaga Keuangan Mikro menurut Undang-
Undang Lembaga Keuangan Mikro dengan Undang-Undang Ototritas Jasa Keuangan maka mekanisme pengawasan tersebut diharapkan dapat berjalan sesuai rencana yang
sudah ditetapkan agar tercapainya tujuan dari Lembaga Keuangan Mikro tersebut.
12
Pasal 8 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
13
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
14
Pasal 9 huruf c Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan