Pengaruh City Branding “ Enjoy Jakarta” terhadap Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta

(1)

PENGARUH

CITY BRANDING “ENJOY JAKARTA”

TERHADAP CITRA KOTA DAN KEPUTUSAN

BERKUNJUNG YOUTH TRAVELER KE JAKARTA

Disusun Oleh :

SITI ZUMROH NUR IVANI NIM : 1111081000130

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Siti Zumroh Nur Ivani Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 4 Maret 1993

Alamat : Salabenda RT 03/05 no 1 Parakan Jaya, Kemang. Bogor

Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam

Status : Belum Menikah No. Handphone : 089523736271

Email : nurivani43@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

Pendidikan Formal :

1999 - 2005 : SD Angkasa 1 Bogor 2005 - 2008 : SMPN 6 Bogor 2008 - 2011 : SMAN 2 Bogor


(7)

v

PENGALAMAN ORGANISASI

Marketing and Communication UIN Community ( April 2015 – Saat ini)

Campus Marketeers ClubAmbassador Chapter UIN Jakarta (2014- 2015) Bendahara KKN Horizon UIN Jakarta 2014

Kabid 1 Osis SMAN 2 Bogor (2008-2009)

Sekretaris Umum DKM SMAN 2 Bogor (2009-2010) Bendahara KIR Sosial SMAN 2 Bogor (2009-2010) Divisi Sekretariat Pasukan Khusus SMP Negeri 6


(8)

vi

ABSTRACT

This research’s goals are to know direct effect of city branding on city image, direct effect of city branding on visit decision youth traveler, city image on visit decision youth traveler and indirect effect city branding on visit decision youth traveler through city image as an intervening variable. This research use purposive sampling and answered by 128 local tourist who visit Jakarta. The Method of collect data on this research is using quistionare and the result analyze by descriptive and path analysys. Based on result of the result of the research, city branding have a direct effect on city image, city branding have a direct effect on visit decision youth traveler, city image have a direct effect on visit decision youth traveler and city branding have an indirect effect on visit decision through city image as intervening variable.


(9)

vii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh langsung city brandingEnjoy Jakarta” terhadap citra kota, pengaruh langsung city branding

terhadap keputusan berkunjung youth traveler, pengaruh citra kota terhadap keputusan berkunjung youth traveler dan pengaruh tidak langsung city branding

terhadap keputusan berkunjung youth traveler melalui intervening citra kota. Penelitian ini menggunakan teknik convenience sampling yang ditujukan kepada 128 wisatawan muda yang mengunjungi Jakarta. Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner , dianalisis dengan cara deskriptif dan analisis jalur. Berdasarkan hasil penelitian ini, city branding berpengaruh langsung terhadap citra kota, city branding berpengaruh langsung terhadap keputusan berkunjung

youth traveler, citra kota berpengaruh langsung terhadap keputusan berkunjung

youth traveler ke Jakarta dan city branding berpengaruh tidak langsung terhadap keputusan berkunjung youth traveler melalui intervening citra kota.


(10)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh City Branding ‘Enjoy Jakarta’ terhadap Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta”. Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita keluar dari zaman jahiliyah dan memberikan cahaya kehidupan bagi umat, keluarga, dan para sahabatNya.

Dengan selesainya penulisan skripsi ini menuju gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, Ilyas dan Siti Mariam yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan baik berupa materiil maupun non materiil, untuk segenap kasih sayang dan perhatian yang telah kalian berikan hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan skripsi saya.

2. Seluruh keluarga dan saudara yang selalu menghibur serta memberikan nasihat dan mengingatkan penulis untuk menjadi seseorang yang tidak mudah menyerah.

3. Bapak Arief Mufraini, Lc.,M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

4. Ibu Titi Dewi Warninda, SE.,M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

5. Ibu Ela Patriana, MM., AAAIJ selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN SyarifHidayatulah Jakarta.


(11)

ix

6. Ibu Dr. Muniaty Aisyah selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu pikiran, perhatian, dan kesabarannya kepada penulis dalam membimbing penulisan skripsi.

7. Bapak Ade Suherlan, MM.,MBA selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu, pikiran, perhatian, dan kesabarannya kepada penulis dalam membimbing penulisan skripsi.

8. Staf Dinas Pariwisata Kota Jakarta yang telah memberikan informasi dan keterangan akan data-data yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Para Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat, hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta.

10.Seluruh staf akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulah Jakarta yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan pelayanan yang maksimal.

11.Semua pihak yang terlibat yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang terlibat dalam membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun semua ini semata-mata karena keterbatasan penulis, dan penulis mohon maaf apabila dalam penyajian skripsi ini terdapat kesalahan dan kekhilafan.

Jakarta,Oktober 2015


(12)

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ………. i

LEMBAR PENGESAHAN KOMPREHENSIF ………. ii

LEMBAR UJIAN SKRIPSI ………. iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………. iv

ABSTRACT ………. v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Tinjauan Teori ... 13

1 Merek ... 13

1.1Definisi Merek... 13

1.2Manfaat Penanaman Merek ... 15

2. Place Marketing ... 15

3. City Branding ... 19

3.1Kriteria City Branding ... 21

3.2Tujuan City Branding ... 24

3.3Teknik Branding Kota ... 25

3.4Pentingnya City Branding ... 26

3.5 City Branding Hexagon ... 28


(13)

xi

4.1 Pengertian Citra Kota ... 31

4.2Kota Membutuhkan Citra ... 35

5. Keputusan Berkunjung Wisatawan ... 36

5.1 Definisi Wisatawan ... 36

5.1 Keputusan Berkunjung ... 40

B. Hubungan Antar Variabel ………. 45 C. Penelitian Terdahulu ……….. 47

D. Hipotesis Penelitian ………... 52

E. Kerangka Berpikir ……….. 54

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 56

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 56

B. Teknik Penentuan Sampel ... 56

1. Populasi ... 56

2. Sampel ... 57

C. Metode Pengumpulan Data ... 57

1. Data Primer ... 58

2. Data Sekunder ... 60

D. Metode Analisis ... 60

1. Uji Validitas dan Reabilitas ... 60

a. Uji Validitas ... 60

b. Uji Reliabilitas ... 61

2. Uji Hipotesis ... 62

E. Operasional Variabel Penelitian ... 69

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN………..72 A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian……….73 1. Sejarah Singkat DKI Jakarta ………...73 2. Sejarah Singkat Enjoy Jakarta………...73


(14)

xii

3. Visi dan Misi Jakarta dan Dinas Pariwisata Jakarta …………...75

4. Perkembangan Jakarta dan Program Enjoy Jakarta ……… 75

B. Karakteristik Responden ……….. 78

C. Hasil dan Pembahasan ……… 85

1. Validitas dan Reliabilitas………. 85

2. Pengujian Hipotesis………. 116 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……… 134

B. Saran ……… 135 DAFTAR PUSATAKA ……… 137 LAMPIRAN ………. 141


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Jakarta 7 dan Indonesia 2004-2008

Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik 7

Dan Mancanegara ke Jakarta dan Indonesia 2009-2013

Tabel 1.3 Jumlah Kedatangan Wisawatan ke Objek Wisata 8 Jakarta 2009-2013

Tabel 2.1 Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat 20

Tabel 2.2 Hasil Survei Kriteria Kota 23

Tabel 3.1 Skala Likert 59

Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian 69

Tabel 4.1 Apakah Anda penduduk Jakarta, sedang bekerja 78 atau menempuh pendidikan di Jakarta

Tabel. 4.2 Mengetahui Enjoy Jakarta 78

Tabel 4.3 Usia 79

Tabel 4.4 Jenis Kelamin 80

Tabel 4.5 Asal Daerah 81

Tabel 4.6 Pekerjaan Utama 82


(16)

xiv

Tabel 4.8 Sumber Informasi “Enjoy Jakarta” 84

Tabel 4.9 Wisata yang Pernah Dikunjungi 84

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel City Branding 87 Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel City Branding 88 Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas Tryout Variabel 88

City Branding

Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Tryout Variabel Citra Kota 89 Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas Tryout Variabel Citra Kota 90 Tabel 4.15 Hasil Uji Validitas Tryou Variabel 90

Keputusan Berkunjung


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perancangan Identitas Sebuah Brand 18

Gambar 2.2 The City Brand Hexagon 28

Gambar 2.3 Five-Model of the Consumer Buying Process Stage 38 Gambar 2.4 Steps Between Evaluation ofAltenatives 41

and a Purchase Decision

Gambar 2.5 Model Kerangka Pemikiran Penelitian 53

Gambar 3.1 Model SubStruktural I 65

Gambar 3.2 Model SubStruktural II 65

Gambar 4.1 Peta DKI Jakarta 73


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Untuk Wisatawan ke Kota Jakarta 141

Lampiran 2 Data Responden 145

Lampiran 3 Tabulasi Hasil Jawaban Responden 148

Lampiran 4 Distribusi Hasil Frekuensi 161

Lampiran 5 Uji Reliabilitas dan Validitas 164


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi dan kemajuan zaman menjadikan wilayah bukan lagi sebagai hambatan dalam pergerakan. Keadaan tersebut memberikan peluang bagi kota-kota di dunia untuk berkompetisi mendapatkan pelanggan daerah. Pelanggan suatu daerah adalah penduduk dan masyarakat daerah tersebut yang membutuhkan layanan publik, TTI (Trader, Tourist, Investor) baik dari dalam maupun luar daerah, Talent (Sumber Daya Manusia yang berkualitas),

Developer, Organizer dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam pembangunan keunggulan bersaing (Kartajaya dan Yuswohady, 2005) sebagai penggerak perkembangan sebuah kota. Kompetisi global ini tidak lagi terbatas pada kota-kota besar yang berkompetisi untuk dijadikan lokasi kantor pusat (headquarters) dari perusahaan multinasional dan badan PBB, atau untuk event

olahraga besar. Sebagai contoh, Kota Alicante di Spanyol berjuang untuk berkompetisi sebagai tujuan wisata pantai dunia dengan banyak kota lain di dunia. Mulai dari Antalya di Turki hingga Pattaya di Thailand.Bordeaux dan wilayahnya menghadapi kompetisi ketat dengan banyak daerah. Mulai dari Australia Bagian Selatan hingga Afrika Bagian Selatan dalam hal pembuatan anggur (wine) tradisional yang terbaik. Selain itu, pusat pembuatan mobil tradisional seperti West Midlands, Detroit, Stuttgart, dan Nagoya bersaing


(20)

2 dengan Bratislava dan Shanghai (Van Gelder, 2008 dalam Karim dan Nia, 2012).

Kota merespon keadaan tersebut, selain mengubah regulasi dalam sistem ekonomi dan keuangan, usaha juga diinvestasikan pada citra yang dimiliki pada suatu tempat. Menurut Ashworth dan Voogd (1990, dalam Kavaratzis, 2008), persepsi pada kota dan citra yang dimiliki suatu tempat, menjadi komponen sukses atau gagalnya ekonomi. Kota-kota yang ada di dunia butuh untuk mengekpresikan karakteristik unik yang dimilikinya, menetapkan tujuan ekonomi, kultur, dan politik dalam kaitannya untuk membedakan dirinya dari wilayah lain dan dapat berkompetisi dengan baik untuk menarik sumberdaya, wisatawan, dan penduduk.

Fenomena bersaing kota melalui teknik pemasaran tersebut dikenal dengan City Branding. Menurut Simon Anholt dalam Moilanen dan Rainisto (2009:7) mendefinisikan sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan pemerintah mendefinisikan City Branding sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan pemerintah. Menurut Dinnie (2011), City Branding adalah mengidentifikasi suatu set brand attributes sebagai yang dimiliki sebagai sebuah kota sesuai urutan untuk membentuk sebuah dasar yang digunakan untuk menghasilkan persepsi positif dari banyak audiences.


(21)

3 Kegiatan city branding bukan sebatas membuat slogan atau logo, tetapi merupakan ruh dari kota tersebut. Ruh yang menjiwai segala aktivitas kota ,baik itu jiwa warganya, watak birokrasinya, maupun ketersediaan infrastruktur penunjangnya. Sementara slogan, logo, desain interior, arsitektur bangunan, ruang publik, serta unsur penataan visual kota lainnya merupakan penyempurnaan dari keseluruhan ruh kota. City branding juga menuntut sinergi dari keseluruhan unsur pembentuk kota, baik dari aspek sumber daya manusia, fasilitas umum, fasilitas sosial maupun sistem transportasi. Tanpa sinergi yang baik, upaya city brandingakan sia-sia. Fungsinya tidak hanya mencakup komunikasi pemasaran kota secara umum tetapi dapat juga mendukung strategi pengembangan seni-budaya dan pariwisata, sentra industri dan perdagangan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat dan lain sebagainya. Dampak akumulasi dari semuanya akan turut memutar roda perekonomian dari masyarakat di kota tersebut (Karim dan Nia, 2012).

Dalam upaya mem-branding-kan suatu kota, terdapat tiga faktor kunci yang perlu dipertimbangkan, yaitu positioning kota, aspek tangible di dalam kota dan komunikasi yang konsisten. City Branding bukan hanya masalah meningkatkan awareness terhadap kota, namun juga bagaimana menimbulkan komitmen untuk tinggal, berkunjung ataupun berinvesatasi di kota tersebut. Untuk bisa mencapai itu, suatu kota harus terlebih dahulu memahami tujuan-tujuan khusus dari setiap pihak dan berusaha memenuhi tujuan-tujuan tersebut.

Branding sebuah kota tentunya bisa berdiri sendiri. Branding yang dibentuk harus tercermin dari pengelolaan dan pemahaman konsumen, dalam hal ini


(22)

4 penduduk, wisatawan dan investor serta kualitas produk yang bagus, terutama terkait ekonomi, sosial dan budaya (Marketeers, 2015 : 143).

Kota-kota di dunia selalu berada dalam kompetisi antara satu dengan lainnya. Tetapi, tidak semua kota melakukan upaya branding yang efektif. Di era digital yang ditandai oleh semakin ditinggalkannya bentuk-bentuk promosi fisik, iklan perlahan akan menjadi hal yang justru membuang-buang waktu dan sumber daya. Menurut (Singh, 2015) terkait dengan City Branding terdapat dua hal yang harus dilakukan. Pertama, mempromosikan kota tidak dengan cara-cara atau gaya beriklan. Kedua, tekankan pada penguatan identitas sebuah kota.

Salah satu tujuan branding tempat adalah mendatangkan wisatawan, karena penerimaan devisa negara berasal dari sektor pariwisata. Dunia Pariwisata di Indonesia mengalami peningkatan dari jumlah kunjungan. Pada tahun 2014, Indonesia dikunjungi oleh sekitar 9,4 juta wisatawan asing. Bila dibandingkan dengan tahun 2013, kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 8,8 juta wisatawan. Sektor pariwisata menduduki uratan ke empat sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto Indonesia. Pariwisata bisa memberikan kontribusi untuk penyerapan tenaga kerja di Indonesia. UNWTO menyebutkan bahwa satu dari 11 pekerjaan yang ada disebuah negara berasal dari dunia pariwisata jika negara tersebut memberikan perhatian khusus pada dunia ini (Nirwandar, 2014: 7). Seluruh stakeholder terkait dapat merumuskan pemikiran dan terobosan baru untuk pengembangan pariwisata Indonesia dan semakin menyadari kekuatan dan potensi besar di sektor ini, khususnya dalam mewujudkan visi tahun 2020 yaitu menarik Dua puluh juta wisatawan asing ke


(23)

5 Indonesia (Yahya, 2015), maka dari itu program city branding pada setiap kota sangat menunjang visi tersebut.

Tidak hanya sebuah produk, kota juga harus memiliki Branding yang jelas. Sebab Brand menjadi arah kemana sebuah kota menentukan tata letak, desain, kebijakan pemerintah dan lainnya (Marketeers, 2014: 25). Dalam perencanaan Branding kota khususnya di Indonesia, telah menjadi tradisi bahwa perencanaan masih menjadi wilayah pemerintah. Pemerintah Daerah diminta melakukan penyesuaiaian perencanaan wilayahnya dengan perencanaan pemerintah pusat. Pemberlakuan UU 32/2004 telah memberi ruang bagi kota-kota di Indonesia melakukan perencanaan secara mandiri dengan sendirinya membuka peluang perencannan melibatkan semua pemangku kepentingan, khususnya warga kota (Rahmat dan Ummi, 2014 :33). Menurut (Kartajaya, 2007). City, lebih penting daripada Country hal penting dalam menggelar aktivitas city branding adalah fokus. Sebelumnya, Kesadaran akan pentingnya city branding sudah di terlihat di setiap kota di Indonesia. Tetapi, aktivitas yang dilakukan masih sangat terbatas, dan tidak sedikit yang salah pemahaman. Seperti berbagai slogan „Berseri‟, „Bersih‟ dan sebagainya yang merupakan kependekan dari berbagai keinginan kota tersebut.

Di Indonesia, sudah ada beberapa kota besar yang telah menerapkan program City Branding dengan baik, diantaranya Yogyakarta dengan slogan

Jogja, Never Ending Asia” yang awal Februari 2015 di re-branding menjadi


(24)

6 slogan “The Spirit Of Java”, Surabaya dengan“Sparkling Surabaya” begitu pun dengan Ibukota Indonesia dengan BrandingEnjoy Jakarta”.

Kota yang juga telah melakukan Branding adalah Jakarta dengan Slogan

Enjoy Jakarta”. Branding Jakarta diluncurkan tahun 2006 oleh Gubernur DKI dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Branding ini fokus pada pencitraan kota Jakarta untuk meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Walaupun dikenal dengan kemacetan dan banjir setiap tahun, Jakarta masih memiliki destinasi pariwisata yang indah, seperti Pulau Bidadari, Pulau Tidung, wisata bermain Dunia Fantasi, Ancol, Kidzania, taman-taman tematik, wisata kuliner, wisata belanja tradisonal dan modern yang berada di berbagai mal yang tersebar di Jakarta. Selain itu Event yang terselenggara hampir setiap minggu di Kota Jakarta menjadi tujuan banyak orang untuk mengunjungi kota Jakarta. Jakarta juga memiliki bus untuk mengelilingi Kota Jakarta, yaitu Jakarta City Tour. Tetapi bus ini terbatas jumlah dan wilayah operasionalnya.

Merek daerah didefinisikan sebagai aktivitas pemasaran untuk mempromosikan citra positif suatu daerah tujuan wisata demi mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjunginya (Blain, et al, 2005 dalam Roostika, 2012). Berikut adalah data jumlah pengunjung domestik dan Mancanegara selama sepuluh tahun yaitu dari Tahun 2004-2013.


(25)

7 Tabel 1.1

Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Jakarta dan Indonesia 2004-2008

Keterangan Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Wisatawan

Domestik 13.577.388 13.282.490 13.697.222 14.160.434 14.891.277 Wisatawan

Mancanegara 1.063.910 1.235.514 1.216.132 1.216.057 1.534.785 Wisatawan

Mancanegara ke Indonesia

4.541.165 4.074.354 4.871.351 5.505.759 6.234.497

Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta

Tabel 1.2

Jumlah Kunjungan Wisatawan Domestik dan Mancanegara ke Jakarta dan Indonesia 2009-2013

Keterangan Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

Wisatawan

Domestik 15.201.551 17.158. 855 17.617.650 19.811.561 17.097.669 Wisatawan

Mancanegara 1.451.914 1.892.866 2.003.944 2.125.513 2.313.742 Wisatawan

Mancanegara ke Indonesia

6.323.730 7.002.944 7.649.731 8.044.462 8.802.129

Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta

Melihat data di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam sepuluh tahun tersebut, jumlah wisatawan mancanegara maupun domestik mengalami fluktuasi, namaun umumnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.


(26)

8 Berikut Data dari BPS DKI Jakarta jumlah pengunjung Objek wisata di Jakarta. Taman Impian Jaya Ancol merupakan objek wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan selama lima tahun dari tahun 2009-2013

Tabel 1.3

Jumlah Kedatangan Wisatawan ke Objek Wisata di Jakarta 2009-2013

No

. Objek Wisata

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

1. Taman Impian

Jaya Ancol 12.920.733 12.834.890 18.450.016 15.848.956 15.948.829

2.

Taman Mini Indonesia

Indah

4.822.945 5.298.719 5.186.445 7.888.787 4.483.847

3.

Kebun Binatang Ragunan

3.545.212 3.580.024 4.090.567 4.283.895 3.681.968

4. Monumen

Nasional 2.112.217 1.253.266 1.516.153 1.418.469 1.380.868

5. Museum

Sejarah Jakarta 245.682 724.082 437.040 396.253 371.467

6. Museum

Nasional 165.907 375.710 193.864 148.118 169.527 7. Museum Satria

Mandala 53.769 63.797 74.742 50.818 46.002

8. Pelabuhan

Sunda Kelapa 12.677 34.112 34.179 32.067 40.210

Jumlah Wisatawan ke Objek Wisata

23.879.142 24.164.600 29.983.006 30.067.363 26.122.718

Sumber: Badan Pusat Statistik DKI Jakarta

Seperti yang kita ketahui, Jakarta merupakan Ibukota dari Indonesia yang modern. Namun bagaimanakah posisi dan prestasi kota Jakarta di dalam maupun diluar negeri menurut berbagai survey? Jakarta, menduduki peringkat ketiga dunia sebagai kota yang menawarkan tarif yang dikelompokkan dan pelayanan hotel termurah bagi wisatawan (www.indonesia.travel). Jakarta


(27)

9 meraih peringkat pertama Kota di Negara berkembang dalam Global Rangking of Emerging Cities versi Konsultan dari AT Kearney. Ini didapatkan sehubungan perencanaan infrastruktur transportasi massal, penangaan banjir dengan pengerukan waduk dan pemenuhan kebutuhan dasar (Widodo, 2014). Menurut survey yang dilakukan Price water house Coopers (PwC) tahun 2014,

dari 30 kota yang masuk dalam “Cities of Oppurtunity”, Jakarta memiliki

sinyal positif mengenai perkembangan kota di masa depan. Kategori pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Jakarta berada di peringkat empat, Jakarta juga masuk peringkat tujuh dalam peringkat dalam tarif pajak badan dan aktivitas pembangunan.Selain itu Jakarta memiliki kinerja terbaik dalam indikator biaya, peringkat kedua dalam hal biaya hidup, peringkat sebelas dalam hal biaya perkantoran, juga teratas dalam biaya transportasi umum. Namun, dari sisi kualitas hidup kota ini menduduki urutan ke 29.

Deretan kota dalam Emerging City, posisi Jakarta belum termasuk kota yang diperhitungkan, yaitu berada diperingkat 16 (Moonen dan Clark, 2013). Menurut Versi Trip Advisor tahun 2014 Jakarta pun menduduki urutan empat di Indonesia sebagai kota tujuan wisata dan tahun 2015 menjadi kota tujuan wisata terfavorit, sedangkan Jakarta berada di peringkat 81 pada tahun 2015 dalam kategori kota tujuan wisata dunia (Euromonitor). Tetapi, Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota termacet di dunia menurut data Indeks Stop-Start pada tahun 2015 dari survey Castrol Magnatec.

Saat ini Program City Branding “Enjoy Jakarta” sedang dibangun kembali yang dapat diharapkan bisa membuat citra kota Jakarta yang masih


(28)

10 bisa dinikmati oleh warganya dan wisatawan ditengah persoalan didalam kota tersebut. Berbagai komunikasi pemasaran telah dilakukan mulai dari brosur, penyelenggaraan event nasional dan internasional, pemilihan Abang-None Jakarta, Aplikasi Enjoy Jakarta, mengikuti berbagai pameran dan promosi hingga luar negeri, Dinas Pariwisata tahun 2014 telah memilih JKT48 sebagai

Brand Ambassador“Enjoy Jakarta” untuk meningkatkan kunjungan wisatawan

dari Jepang dan wisatawan domestik dan berbagai rencana infrastruktur kendaraan pun sedang dijalankan dan bahkan merancang untuk mewujudkan

Smart City seperti di Bandung dan Surabaya. Kota Metropolitan yang modern ini banyak dituju warga diluar kota untuk mendapatkan pekerjaan, tinggal atau hanya berkunjung untuk menikmati objek wisata di Jakarta. Menurut Markplus.inc, tiga segementasi pasar yang perlu diperhatikan di Indonesia adalah kalangan Youth, Women and Netizen. Bukan hanya karena jumlahnya yang besar, tetapi buying powernya juga besar, mereka bukan hanya main influencers tetapi juga main decision makers untuk mayoritas produk dan jasa yang ditawarkan. Berdasarkan segmentasi tersebut, penulis membatasi segementasi Youth sebagai objek penelitian tentang City Branding “Enjoy

Jakarta” ini, karena mereka juga dapat menjadi decision makers seperti

pemilihan vacation spot, cafe/resto dan buying clothing (Marketeers, 2014). Maka, apakah program City Branding berpengaruh terhadap Citra Kota menurut youth traveller luar kota Jakarta? apakah memiliki pengaruh terhadap keputusan berkunjung Youth Traveler yang berasal dari luar kota Jakarta? Hal inilah yang menjadi daya tarik penulis untuk mengetahui Pengaruh City


(29)

11 Branding terhadap Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah City Branding berpengaruh langsung terhadap Citra Kota?

2. Apakah City Branding berpengaruh langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta?

3. Apakah Citra Kota berpengaruh langsung terhadap Keputusan Berkunjung

Youth Traveler ke Jakarta?

4. Apakah City Branding berpengaruh tidak langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta melalui intervening Citra Kota?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah ;

1. Untuk menganalisis pengaruh City Branding berpengaruh langsung terhadap Citra Kota

2. Untuk menganalisis City Branding berpengaruh langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta


(30)

12 3. Untuk menganalisis Citra Kota berpengaruh langsung terhadap Keputusan

Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta

4. Untuk menganlisis City Branding berpengaruh tidak langsung terhadap Keputusan Berkunjung Youth Traveler ke Jakarta melalui intervening Citra Kota

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi ;

1. Peneliti

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan penulis yaitu tentang ilmu pemasaran, serta dapat menambah pengetahuan tentang Branding tempat, Citra Kota dan Keputusan Berkunjung Youth Traveler.

2. Pemerintah Daerah

Dapat menjadi evaluasi City Branding yang telah diterapkan yang diharapkan selanjutnya agar menjadi lebih baik untuk membangun kota terutama dalam industri pariwisata kota agar mendatangkan banyak wisatawan.

3. Akademisi

Menambah referensi bagi universitas maupun mahasiswa sehingga penelitian ini menjadi Study literature untuk penelitian lebih lanjut.Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi para akademisi.


(31)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Merek

Praktik branding telah berlangsung berabad-abad. Kata Brand dalam bahasa inggris dalam “brandr” dalam bahasa old norse, yang berarti “to burn” mengacu pada pengidentifikasian ternak merek citra muncul bersama produk atau jasa yang sulit dibedakan atau untuk menilai kualitasnya, atau yang menyampaikan pesan mengenai penggunaannya. Sejumlah strategi antara lain menciptakan desain yang unik., mengasosiasikannya dengan para pengguna dari kalangan selebriti, atau menciptakan citra iklan yang sangat berpengaruh. Biasanya merek-merek tersebut untuk memberikan kesan positif bagi pengguna merek tersebut (Tjiptono, 2011: 117).

1.1. Definisi Merek

Merek (brand) adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau disain, atau gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan barang dan jasa dari produk–produk milik pesaing (Kotler, 2012). Sedangkan merek menurut Durianto, dkk (2004) merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih sekadar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam pengertian berikut


(32)

14 ini:

a. Atribut

Setiap merek memiliki atribut. Atribut ini perlu dikelola dan diciptakan agar pelanggan mengetahui dengan pasti atribut- atribut apa saja yang terkandung dalam suatu merek.

b. Manfaat

Selain atribut, merek juga memiliki serangkaian manfaat. Konsumen tidak membeli atribut, mereka membeli manfaat. Produsen harus menerjemahkan atribut menjadi manfaat fungsional maupun manfaat emosional.

c. Nilai

Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai bagi produsen. Merek yang memiliki nilai tinggi akan dihargai oleh konsumen sebagai merek yang berkelas, sehingga dapat mencerminkan siapa pengguna merek tersebut.

d. Budaya

Merek juga mewakili budaya tertentu. Misalnya, Mercedes mewakili budaya Jerman yang terorganisasi dengan baik, memiliki cara kerja yang efisien, dan selalu menghasilkan produk yang berkualitas tinggi.

e. Kepribadian

Merek juga memiliki kepribadian, yaitu kepribadian bagi para penggunanya. Jadi diharapkan dengan menggunakan merek,


(33)

15 kepribadian pengguna akan tercermin bersamaan dengan merek yangdi inginkan.

f. Pemakai

Merek juga menunjukkan jenis konsumen pemakai merek tersebut. Itulah sebabnya para pemasar selalu menggunakan analogi orang- orang terkenal untuk penggunaan mereknya.

1.2. Manfaat Penanaman Merek (Branding)

Keputusan penanaman merek sekarang ini merupakan suatu keharusan sehingga produk. Penanaman merek atau Branding

memberikan beberapa keuntungan bagi penjual, yaitu sebagai berikut:

a. Nama merek mempermudah penjual untuk memproses pemesanan dan melacak masalah

b. Nama Merek dan merek dagang perlindungan hukum terhadap fitur produk yang unik

c. Penanaman merek membantu penjual mensegmentasi pasar

d. Merek yang kuat membantu membangun citra perusahaan sehingga mempermudah perusahaan tersebut meluncurkan merek baru dan diterima oleh distributor dan konsumen (Tjiptono, 2011:107)

2. Place Marketing

Pengertian Place Secara umum seperti kota, regional, komunitas, area, bangsa dan negara. Kotler dan Gertner (2002) mengatakan bahwa


(34)

16

place’ adalah negara bangsa, wilayah geopolitik, regional atau negara bagian, kebudayaan, sejarah atau etnik dalam batas wilayah yang sama, ibu kota dan populasi yang mengelilinginya, pasar dengan variasi atribut yang dapat didefinisikan, pusat industri dan pengklusteran seperti industri dan suppliernya, serta atribut psikologis yang dihasilkan dari hubungan manusia. Place Marketing merupakan proses pendesainan daerah untuk memuaskan kebutuhan dari Target Market. Kesuksesan Place Marketing

terwujud ketika warga kota dan perusahaan merasa puas terhadap daerah mereka serta terpenuhinya ekspektasi para pengunjung dan investor di daerah tersebut (Kotler dan Gertner, 2002).

Secara umum memasarkan daerah berarti mendesain suatu daerah agar mampu memenuhi dan memuaskan keinginan dan ekspektasi pelanggannya. Pelanggan suatu daerah adalah penduduk dan masyarakat daerah tersebut yang membutuhkan layanan publik, TTI (Trader, Tourist, Investor) baik dari dalam maupun luar daerah, Talent (SDM berkualitas),

Developer, Organizer dan seluruh pihak yang memiliki kontribusi dalam pembangunan keunggulan bersaing. Membangun keunggulan bersaing daerah menurut Michael Porter adalah upaya meningkatkan produktivitas (nilau output yang dihasilkan per unit input yang digunakan) yang pada gilirannya akan menaikkan kualitas dan standar hidup masyarakat dalam jangka panjang (Kartajaya dan Yuswohady, 2005: 6).

Tiga komponen penting pemasaran daerah adalah penetapan


(35)

17 daerah. Positioning adalah upaya untuk membangun suatu posisi tertentu di benak pelanggan. Diferensiasi adalah upaya untuk membedakan diri melalui pemberian value proposition yang unik dan berbeda dari apa yang diberikan oleh daerah pesaing. Dan membangun merek tidak lain adalah membangun awareness, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Positioning yang tepat yang ditopang oleh diferensiasi yang kokoh dapat meghasilkan merek daerah yang kokoh dan kredibel di mata pelanggan. Daerah juga harus melakukan segmentasi pasar dan secara fokus memilih pelangganya. Selain itu menjalankan Marketing Mix (Product, Price, Place dan Promotion), strategi penjualan dan harus memperlancar proses di dalam organisasi dan memperkuat layanan kepada pelanggan daerah (Kartajaya dan Yuswohady, 2005: 13)

Menurut Aaker (2010:79) dalam Gambar 2.1 proses positioning

dimulai dengan menganalisis terlebih dahulu strategi pada brand tersebut. Analisis ini dilihat dari beberapa aspek seperti dari pihak konsumen, kompetitor, dan dari brand itu sendiri. Aspek konsumen termasuk pada bagaimana kebiasaan, kebutuhan, hingga segmentasi mereka terhadap

brand. Dari aspek kompetitor dilihat dari kelemahan, kelebihan, ancaman dan peluang yang dihasilkan brand terhadap brand saingannya. Sedangkan aspek brand itu sendiri dilihat dari potensi yang dimilikinya. Hal–hal tersebut yang nantinya menguatkan penempatan brand sebelum dieksekusi.


(36)

18 Gambar 2.1

Perancangan Identitas Sebuah Brand

Sumber: Aaker, 2010

Kotler dan Lee memperkenalkan konsep pemasaran dalam praktik bisnis (perusahaan) dapat dibawa masuk ke manajemen sektor publik.D alam perjalannanya, pemasaran telah mengalami perkembangan tidak hanya dilihat dalam organisasi bisnis tapi juga non bisnis. Perkembangan di organisasi non bisnis ini ditandai dengan munculnya konsep pemasaran sosial. Pemasaran sosial merupakan perkembangan paling mutakhir dalam konsep marketing.P emasaran sosial menjadi jembatan bagi pemasaran untuk masuk dalam manajemen sektor publik. Pemasaran sosial tidak berhenti pada produk yang dihasilkan, volume penjualan dan kepuasan pelanggan. Pemasaran sosial adalah tentang nilai yang diperoleh oleh pengguna jasa. Seruan untuk memasukan pertimbangan etis dan sosial ke


(37)

19 dalam aktivitas pemasaran, menyebabkan aktivitas bisnis tidak hanya beroirentasi jangka pendek tapi terkait dengan kesejahteraan bersama dimasa yang akan datang. Pemikiran ini meyebabkan pemasaran bisa diterapkan disektor publik (Kotler dan Lee, 2007)

Pemerintah adalah penyedia jasa pelayanan pendidikan, kesehatan dan infrastruktur, instansi pemerintah tidak hanya berhadapan dengan apa yang diproduksi, tapi juga mendistribusi kepada masyarakat, menentukan biaya produksi dan menginformasikan kepada publik. Isu yang mengemuka dari kerja pemerintah ini terkait dengan nilai yang diperoleh warga dari pelayanan publik. Menurut Kotler dan Lee pemasaran dapat memecahkan masalah yang dihadapi sektor publik dengan menetapkan Lima Prinsip, yaitu : Menganut filosofi yang terpusat pada pelanggan, melakukan segmentasi dan membidik pasar, identifikasi pesaing, menggunakan 4P yang ada dalam setiap pemasaran dan memantau upaya pemasaran dan membuat penyesuaian (Kotler dan Lee, 2007).

3. City Branding

Menurut Dinnie (2011) City Branding adalah mengidentifikasi suatu set brand attributes sebagai yang dimiliki sebagai sebuah kota sesuai urutan untuk membentuk sebuah dasar yang digunakan untuk menghasilkan persepsi positif dari banyak audiences. Menurut Simon Anholt dalam Moilanen dan Rainisto (2009:7) mendefinisikan sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan pemerintah mendefinisikan City


(38)

20 Branding sebagai manajemen suatu citra destinasi melalui inovasi strategis serta koordinasi ekonomi, komersial, sosial, kultural dan peraturan pemerintah. Selanjutnya Kavaratzis dan Ashworth (2008) menganggap bahwa City Branding mirip dengan merek perusahaan. Dalam hal ini, kota dan perusahaan sama-sama ingin menarik perhatian berbagai pemangku kepentingan dan kelompok pelanggan. Mereka berdua memiliki akar multidisiplin, dan kompleksitas yang tinggi. Keduanya harus mempertimbangkan tanggung jawab sosial, sekaligus merencanakan pembangunan jangka panjang.

Selain itu City Branding adalah perangkat pembangunan ekonomi perkotaan. City Branding merupakan perangkat yang dipinjam dari praktik-praktik pemasaran oleh para perencana dan perncang kota beserta seua pemangku kepentingan. Sebagaimana produk, jasa dan organisasi, kota membutuhkan citra dan reputasi yang kuat dan berbeda demi mengatasi persaingan kota memperebutkan sumber daya ekonomi di tingkat loka, regional, nasional dan Global (Yananda dan Salamah, 2014:1). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa City Branding merupakan upaya membangun sebuah kota dengan menggunakan teknik pemasaran untuk menemukan identitas dan positioning yang kuat agar dapat bersaing yang bertujuan menarik investor, penduduk, sumber daya yang baik, wisatawan yang dikomunikasikan melalui berbagai cara kepada pihak internal dan eksternal.


(39)

21 Tabel 2.1

Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat

Perbedaan Brand Korporat dan Brand Tempat

Brand Korporat adalah Brand diaplikasikan kepada produk dan jasa dalam kerangka kerja organisasi korporat.Brand tempat didefinisikan sebagai brand yang diaplikasikan pada produk dan jasa dalam kerangka politik/geografi. Ketika prinsip-prinsip branding korporat diaplikasikan di arean branding tempat, implementasinya bisa jadi berbeda.

Brand Korporat Brand Tempat Memiliki Komponen Tunggal

Produk/Jasa

Hubungan kohesif dengan pemangku kepentingan

Kompleksitas Organisasi Rendah Bersifat fungsional

Orientasi Perorangan Koherensi Subbrand Perusahaan Privat

Peran pemerintah terbatas Atribut produk konsisten

Fleksibel dalam penawaran produk

Memiliki banyak komponen produk/jasa Hubungan terfragmentasi dengan pemangku kepentingan

Kompleksitas organisasi tinggi Berbasis pada pengalaman/hedonis Orientasi Kolektif

Rivalitas/ketidaksejajaran subbrand Kemitraan privat dan publik

Peran pemerintah tinggi

Atribut produk bersifat musiman

Tidak fleksibel dalam penawaran produk

Sumber : Allen, 2007 (dalam Rahmat dan Ummi, 2014 : 20)

3.1. Kriteria City Branding

Terdapat beberapa kriteria dalam membuat city branding yang harus dipenuhi menurut Yuli (2011), diantaranya:


(40)

22 1. Attributes, city branding mampu menggambarkan sebuah karakter,

daya tarik, gaya dan personalitas kota.

2. Message, menggambarkan sebuah cerita secara pintar, menyenangkan dan mudah atau selalu diingat.

3. Differentiation, memberikan kesan unik dan berbeda dari kota-kota yang lain

4. Ambassadorship, menginsipirasi orang untuk datang dan ingin tinggal di kota tersebut.

Sedangkan menurut Gelder (dikutip dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang, 2012) menjelaskan bahwa City Brand memiliki lima syarat, antara lain:

a. City Brand harus menunjukkan kondisi kualitas dari kota atau daerah yang sebenarnya bukan cita-cita atau visi semata-mata yang ingin dicapai, tetapi adalah kenyataan yang sebenarnya yang menggambarkan kondisi kota tersebut. City Brand juga bukan pula merupakan pula semata-mata suatu janji, tetapi adalah janji yang ditepati ketika orang tinggal, hidup dan menetap atau sekedar berkunjung ke dalam suatu kota.

b. City Brand harus mudah diucapkan, dikenal, diingat, dijiwai, dihayati dan dipahami oleh tidak hanya penduduk kota, tetapi juga bagi setiap orang yang melihat, membaca dan mendengarnya.

c. City Brand harus mudah terbedakan, oleh karena itu harus spesifik dan khas


(41)

23 d. City Brand harus mudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, khususnya bahasa Inggris harus menggambarkan pengertian yang sama dan identik, sehingga tidak membingungkan orang yang mengetahuinya

e. City Brand harus bisa memperoleh hak untuk didaftarkan dan mendapat pelindungan hukum

Layaknya suatu produk untuk membentuk brand yang kuat, sebuah kota perlu terlebih dahulu menentukan positioning yang ingin dibentuk. Positioning yang tepat sasaran dan didukung denga diferensiasi yang solid akan kuat pula. Ekonomi dan budaya masyarakat menjadi hal uang penting bagi penduduk suatu kota. Sedangkan bagi calon investor, selain kedua hal tersebut, regulasi pemerintah menjadi kriteria penting dari suatu kota. Berbeda dengan kriteria yang dinilai oleh wisatawan. Mereka hanya melihat dari sisi budaya masyarakat dan lingkungan.

Berikut sejumlah fakta yang terkait apa yang dibutuhkan oleh sejumlah elemen masyarakat.


(42)

24 Tabel 2.2

Hasil Survei Kriteria Kota

Kriteria Kota untuk Tempat Tinggal (%) Kriteria Kota untuk Investasi (%) Kriteria Kota untuk Wisata (%)

Perkembangan Ekonomi 31 % 34% 3%

Budaya dan Hubungan

Masyarakat 22% 16% 47%

Area Hijau dan Pelestarian

Lingkungan 17% 10% 32%

Kriteria Kota untuk Tempat Tinggal (%) Kriteria Kota untuk Investasi (%) Kriteria Kota untuk Wisata (%)

Kondisi Lalu Lintas dan

Transportasi 11% 13% 9%

Sarana Pendidikan 11% 6% 4%

Regulasi Pemerintahan Kota 5% 16% 4%

Infrastruktur Kesehatan dan

Sanitasi 2% 6% 2%

Penanganan dan Kendali

Bencana 0% 1% 1%

Sumber: kataanda.com dalam Marketeers, 2015:143

3.2. Tujuan City Branding

Beberapa Kota melakukan strategi dengan menerapkan City Branding. Hal ini dianggap menguntungkan bagi para pemangku kepentingan. Berikut alasan mengapa City Branding perlu dilakukan menurut Handito (dalam Sugiarsono, 2009) yaitu :

1. Memperkenalkan kota/ daerah lebih dalam

Penerapan city branding, suatu kota akan memperkenalkan dirinya lebih dalam, karena pihak eksternal harus mengetahui keberadaan suatu kota. Yang kemudian peningkatan kunjungan terhadap suatu kota semakin tinggi.


(43)

25 2. Memperbaikicitra

Citra suatu kota yang sudah dinilai buruk oleh pengunjung maupun penduduk kota sendiri, cukup sulit suatu kota memiliki daya tarik bagi pihak yang berkepentingan, namun salah satu strategi mengembalikan citra positif kota yaitu dengan city branding yang diimbangi dengan implementasi komprehensif, maka akan meningkatkan daya tarik kota sebagai tujuan para pemangku kepentingan.

3. Menarik wisatawan asing dan domestik

Penerapan city brand yang tepat dapat menarik pemangku kepentingan eksternal kota termasuk wisatawan domestik maupun asing, hal ini dikarenakan wisatawan memandang merek merupakan pembeda satu dengan yang lainnya sehingga akan memilih suatu tempat dengan keunikan atau ciri khas yang tidak dimiliki kota lain.

4. Menarik minat investor untuk berinvestasi

Tujuan lain dari city brandin guntuk mendapatkan investasi guna meningkatkan pengembangan kota baik itu dari sector ekonomi, social atau yang lainnya.

5. Meningkatkan perdagangan

Melalui penerapan city brand suatu kota akan dikenal luas oleh masyarakat baik itu di dalam negeri ataupun luar negeri. Maka akan tercipta suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak eksternal kota


(44)

26 maupun pihak internal kota yang menyebabkan terjadinya peningkatan perdagangan.

3.3. Teknik Branding Kota

Pada dasarnya terdapat dua pendekatan untuk melakukan

branding kota, yaitu positioning spasial dan penjangkaran spasial (Syssner,2009 dalam Yananda dan Salamah 2014: 82). Kedua pendekatan ini pada dasarnya merupakan teknik yang menggunakan ciri-ciri spasial secara selektif dan digunakan untuk merepresentasikan keseluruhan ruang baik di tingkat local ,urban maupun regional. Penjangkaran Spasial adalah penggunaan teknik dimana brand sebuah kota ditambatkan pada titik atau nodal tertentu dalam kota yang di

branding. Sedangkan Positioning lebih luas digunakan dan merupakan teknik positioning dalam ruang yang relatiF terbtas dalam kaitannya dengan kategori spasial yang lebih luas.Kategori spasial yang lebih luas dan lebih dikenal dengan meta-ruang dan merupakan kategori cair konsep spasial dimana aktor yang berbeda-beda bias memposisikan kategori spasial lainnya atau tidak. Beberapa contoh branding tepat yang ada di Indonesia menunjukkan teknik positioning spasial seperti Solo (The Spirit of Java) yang menempatkan posisi Solo di Lansekap Jawa, Yogyakarta (Never Ending Asia) yang menempatkan kota ini di lansekap yang lebih luas yaitu benua Asia. Teknik ini berbeda dengan pendekatan yang diambil oleh Surabaya (Sparkling Surabaya) dan Jakarta (Enjoy Jakarta).


(45)

27 3.4. Pentingnya City Branding

Pemasaran tempat menjadi penting karena globalisasi ekonomi telah menjadikan kota sebagai modal srategis. Walaupun memakai termonologi global, dampak globalisasi tidaklah sama dan menyeluruh menyasar semua tempat di permukaan bumi. Pendapat beberapa pakar, kota adalah kotributor yang sebenarnya dala pembangunan ekonomi negara karena aktivitas penyumbang pendapatan nasional berlokasi di kota. Sedangkan secara nasional, negara hanya melakukan pencatatan. Kota yang berdaya saing tinggi menjadi tujuan lokasi berpindahnya modal, manufaktur mutakhir, bakat-bakat terbaik, teknologi, turis, event

dan warga kaya. Kota memanfaatkan praktik pemasaran lokasi khususnya city branding, untuk menarik modal, manufaktur, bakat, teknologi, turis, event dan penduduk kaya tersebut. Karena suatu kawasan, lokasi da kota membutuhkan Brand Image (Yananda dan Salamah, 2014: 1-2).

Outcome City Branding adalah membangun citra positif tentang tempat melaui pembangunan spasial maupun non spasial yang membuat perencanaan dan pengelolaan kota menjadi lebih fokus dan terintegrasi pada produksi dan penyampaian pesan yang tepat kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal kota. City Branding adalah Strategi yang membuat suatu tempat (Kota, Kabupaten, Provinsi) mampu berkomunikasi dengan pemangku kepentingan, khususnya warga. Proses ini merupakan proses berkelanjutan yang melibatkan aspek


(46)

28 spasial, non spasial, ekonomi, sosial, politik dan budaya (Yananda dan Salamah, 2014 :Hal 34

3.5. City Branding Hexagon

City branding diyakini memiliki kekuatan untuk merubah persepsi sesorang terhadap suatu kota atau bertujuan untuk melihat perbedaan potensi suatu kota dengan kota lainnya. Dibawah ini merupakan tentang city brand six hexagon dari Anholt (2007:59-62) yang merupakan cara untuk mengukur branding suatu kota dan harus diperhatikan oleh para pemasar sebagai kerangka acuan untuk memahami, menganalisa, dan merancang strategi dalam menciptakan

city branding yang sesuai dengan target pasarnya.

Gambar 2.2 The City Brand Hexagon

Sumber: Anholt (2007: 60)

Gambar 2.1 diatas menunjukkan terdapat enam komponen yang harus dimiliki oleh suatu kota dalam menciptakan tempat yang dapat


(47)

29 memberikan nilai bagi pemangku kepentingan termasuk wisatawan. Keenam komponen tersebut diantaranya:

1. Presence

Menjelaskan tentang status atau kedudukan kota tersebut dimata internasional dan seberapa akrab dengan kota. Anholt melakukan survey terhadap 30 kota dan mengidentifikasi karakteristik khusus dari kota tersebut serta menggali memiliki kontribusi penting di tingkat dunia dalam hal budaya, sains atau jalannya pemerintahan selama kurun waktu 30 tahun terakhir.

2. Place

Mengukur bagaimana persepsi mengenai aspek fisik dari setiap kota apakah publik merasa nyaman apabila melakukan perjalanan keliling kota, seberapa indah penataan kota, serta bagaimana cuaca tersebut. 3. Potential

Mengevaluasi kesempatan ekonomi dan pendidikan yang ditawarkan kepada pengunjung, pengusaha, imigran seperti apakah mudah mencari pekerjan, apakah tempat yang bagus untuk bisnis, apakah merupakan tempat yang baik untuk mendapatkan kualifikasi pendidikan yang tinggi

4. Pulse

Menganalisa apakah kota tersebut memperlihatkan nuansa gaya hidup urban sebagai bagian terpenting dari citra kota, serta apakah


(48)

30 publik dapat dengan mudah menemukan hal-hal yang menarik sebagai pengunjung maupun sebagai penduduk kota tersebu untuk jangka pendek maupu jangka panjang.

5. People

Menilai apakah penduduk kota bersahabat dan memberikan kemudahan dalam bertukar budaya, serta bahasa juga apakah tersebut apakah menimbulkan rasa aman saat berada didalamnya. 6. Prerequiste

Memaparkan potensi publik terhadap dasar suatu kota, apakah suka jika tinggal disana, apakah kota tersebut memberikan dengan akomodasi yang disediakan, serta kemudahan akses pemenuhan kebutuhan seperti sekolah, transportasi publik, fasilitas olahraga, dan lain-lain

7. Porpescu cobos

Memaparkan City Branding Hexagon memberikan instrumen pengukuran inovatif sehingga dapat mempermudah pemerintah untuk mengetahui persepsi mengenai citra kota (Porpercu dan Cobos, 2010 dalam Ayu, 2014). Anholt mengatakan sangat penting untuk memahami City Branding pada suatu kota. Namun yang terpenting adalah kesesuaian antara citra kota dengan keadaan yang sebenarnya dengan kata lain pencitraan kota harus dapat merepresentasikan kota tersebut secara nyata (Anholt, 2007).


(49)

31 4. Citra Kota

4.1. Pengertian Citra Kota

Citra adalah persepsi masyarakat terhadap perusahaan atau produknya. Image dipengaruhi oleh banyak faktor yang diluar kontrol perusahaan. Citra yang efektif melakukan tiga hal:

a. Memanfaatkan karakter produk

b. Menyampaikan karakter itu dengan cara yang berbeda sehingga tidak dikacaukan dengan karakter pesaing

c. Memberikan kekuatan emosional yang lebih dari sekedar citra mental

Supaya bisa berfungsi citra itu harus disampaikan melalui setiap sarana komunikasi yang tersedia dalam sarana kontak merek (Kotler, 2012). Adapun pengertian Brand Image adalah pada mulanya konsumen mengembangkan sekumpulan keyakinan merek tentang dimana posisi setiap merek dalam masing-masing atribut. Kumpulan dari keyakinan atau suatu merek tersebut akan membentuk citra merek (Kotler, 2012: 338).

4.2. Pengukuran Citra

Menurut pendapat Keller (2013: 343) pengukuran citra merek dapat dilakukan berdasarkan pada aspek sebuah merek yaitu


(50)

32 a. Strengthness (Kekuatan)

Kekuatan dalam hal ini adalah keunggulan –keunggulan yang dimiliki oleh merek yang bersifat fisik dan tidak ditemukan pada merek lainnya. Keunggulan merek ini mengacu pada atribut-atribut fisik atau merek tersebut sehingga biasa dianggap sebagai sebuah kelebihan dibandingkan dengan merek lain, yang termasuk pada kelompok strength ini antara lain: fisik produk, keberfungsian semua fasilitas produk, harga produk, maupun penampilan fasilitas pendukung dari produk tersebut.

b. Uniqueness (Keunikan)

Keunikan adalah kemampuan untuk membedakan sebuah merek diantara merek-merek lainnya.Kesan unik ini muncul dari atribut produk menjadi kesan unik berarti terdapat diferensiasi antara produk satu dengan produk lainnya. Termasuk dalam kelompok unik ini antara lain: variasi layanan yang biasa diberikan sebuah produk, variasi harga dari produk yang bersangkutan maupun diferensiasi dari penampilan fisik sebuah produk.

c. Favorable (Kesukaan)

Kesukaan mengarah pada kemampuan merek tersebut agar mudah diingat oleh konsumen, yang termasuk dalam keompok favorable ini antara lain: kemudahan merek tersebt untuk diucapkan, kemampuan merek untuk tetap diingat oleh pelanggan, maupun kesesuaian antara


(51)

33 kesan merek di benak pelanggan dengan citra yang diinginkan perusahan atas merek yang bersangkutan.

Image daerah dapat dikomunikasikan dan dibentuk setidaknya melalui tiga strategi yaitu slogan dan tema, simbol dan visual, Event

dan Sponsorship (Kartajaya dan Yuswohady, 2005). Sebuah citra

lingkungan (kota) menurut (Lynch, 1982) dalam bukunya “Image of the city” dapat dianalisis kedalam komponen yang meliputi:

1. Identitas, suatu objek harus dapat dibedakan dengan objek-objek lain sehingga dikenal sebagai sesuatu yang berbeda atau mandiri.

2. Struktur, citra harus meliputi hubungan spasial atau hubungan pola citra objek dengan pengamat dan dengan objek-objek lainnya.

3. Makna, yaitu suatu objek harus mempunyai arti tertentu bagi pengamat baik secara kegunaan maupun emosi yang ditimbulkan.

Menurut Pike (2008: 207) menjelaskan tentang pengukuran citra destinasi dengan komponen Kognitif, Afektif dan Konatif. Kognitif merupakan pengetahuan atau kepercayaan tentang sebuah destinasi.Afeksi mewakili perasaan individual mengenai suatu objek seperti suka, tidak suka atau netral.Citra konatif adalah analogi untuk yang menimbulkan perilaku atau sikap.Konatif bisa seperti keinginan untuk mengunjungi suatu saat nanti.Janes (2010) juga memaparkan bahwa beberapa penulis seperti Laroche, Prameswaran dan Pisharodi, berpendapat terdapat tiga dimensi untuk mengukur citra suatu destinasi,


(52)

34 yaitu kognitif, afektif dan konatif.Dimensi kognitif meliputi kepercayaan dan pengetahuan, afektif mengukur aspek nilai emosional, sedangkan konatif membahas tentang perilaku yang terkait dengan destinasi.Jadi Tiga Hierarki Kognitif Afektif dan konatif bisa mengukur citra suatu destinasi.

Philip Kotler membagi citra tempat berdasarkan situasi, yaitu citra positif, citra yang lemah, citra negatif, citra campuran, citra kontradiksi dan Citra dengan daya tarik yang berlebihan kota dengan citra positif mampu menyihir pikiran orang. Citra yang lemah terjadi pada tempat–tempat yang kurang dikenal karena kecil, memiliki daya tarik terbatas atau tidak di iklankan.Banyak tempat terjebak dengan citra negatif.Citra campuran adalah citra yang dimiliki kebanyakan tempat.Citra campuran adalah citra positif dan negatif.Citra menjadi kontadiktif karena orang mempersepsikan tempat tersebut secara bertentangan. Citra atraktif yang berlebih terjadi pada beberapa tempat sehingga membatasi mereka untuk berpromosi ( Kotler, dalam Yananda dan Salamah, 2014)

4.3. Kota Membutuhkan Citra

Sebuah kota membutuhkan citra karena dua alasan, yaitu kota sebagai entitas politik dan ekonomi. Sebagai pusat pertumbuan ekonomi.Kota harus mampu membuat pelaku bisnis dan investor masuk dan tertarik untuk berusaha dan menanamkan modalnya.Kota juga


(53)

35 harus menarik hati turis untuk datang berkunjung dan membelanjakan uangnya. Sebagai sebuah entitas politik, kota wajib melakukan diplomasi publik selain juga mendukung promosi poduk yang dihasilkan. Selain itu, sebuah kota jug harus mempu mempertegas identitas dan meningkatkan harkat yang dimiliki oleh warganya (Rainisto, 2009). Dari Alasan tersebut di atas, terlihat bahwa sebuah kota memiliki pemangku kepentingan yang relatif banyak. Pemangku kepentingan kota terdiri dari pihak internal seperti warga, pihak swasta, dan pemerintah kota. Selain itu terdapat pihak eksternal, yaitu calon investor, pekerja, turis, pemeritah pusat, dan lain sebagainya.Kota perlu memenangkan persaingan antarkota yang dilakukan untuk menapatkan sumber daya, baik itu uang, orang, pekerjaan dan juga perhatian.Langkah sebuah kota terkait pemangu kepentingan internal dan eksteralnya ini akan lebih mudah dicapai bila kota memiliki citra yang positif.

Citra tentang sebuah tempat adalah Schemata (Kumpulan Skema) yang digunakan sebagai jalan pintas proses informasi dan pengambilan keputusan oleh konsumen atau pengguna. Bila citra tentang sebuah kota telah terbentuk maka akan sulit untuk mengubahnya. Cara untuk megubah citra bukanlah dengan menghapus citra lama.Perubahan citra hanya dapat dilakukan dengan menambah asosiasi baru yang lebih kuat dan positif dari asosiasi yang ada sebelumnya (Kotler dan Gartner, 2002).


(54)

36 5. Keputusan Berkunjung Youth Traveler

5.1. Definisi Wisatawan

Tidak semua orang yang masuk ke dalam suatu wilayah disebut wisatawan. Panitia Statistik Liga Bangsa – Bangsa dalam sidang dewan yang diselenggarakan pada tanggal 24 Januari 1937 telah menciptakan kriteria bahwa orang-orang tersebut dibawah ini dianggap sebagai wisatawan (Oka A Yoeti, 2008: 190) :

a. Mereka yang mengadakan perjalanan untuk pertemuan (meeting) atau sebagai utusan untuk keperluan tertentu (ilmiah, diplomatik, keagamaan, dan olahraga)

b. Mereka yang melakukan perjalanan untuk usaha (business)

c. Pengunjung yang melakukan perjalanan untuk tujuan bersenang-senang

(Travel for Pleasure), Kunjungan Keluarga (Family Reasons),

Menyembuhkan suatu penyakit (Travel for Health)

d. Penumpang yang datang berkunjung dengan kapal pesiar, walau tinggal kurang dari 24 jam

Pengunjung dalam pariwisata terdiri atas dua jenis, yaitu wisatawan

(tourist dan pengunjung harian same day visitor). Yang termasuk dalam kategori pengunjung harian ialah penumpang kapal pesiar, awak kendaraan seperti pramugari dan anak buah kapal serta ekskursionis. Sementara itu, yang termasuk dalam kategori wisatawan ialah orang asing, para awak kendaraan yang bukan residen dan warga negara penduduk luar


(55)

37 negeri. Wisatawan menurut UNWTO memiliki tiga kelompok tujuan kunjungan, seperti berikut ini:

a) Leisure and recreation (Vakansi dan rekreasi)

Segala kegiatan yang memiliki tujuan vakansi dan rekreasi, mengunjungi event budaya, kesehatan, olahraga aktif (yang bukan profesional), dan tujuan lain termasuk dalam kategori bersenang-senang. Kegiatan utama dalam kategori ini berupa kegiatan berjalan-jalan, keliling kota dan makan. Wisatawan yang memiliki tujuan bersenang-senang dan rekreasi disebut sebagai wisatawan vakansi.Ada yang mengatur perjalanan sendiri, ada pulayang meminta bantuan biro perjalanan untuk mempersiapkan perjalanan.

b) Business and professional (Bisnis dan profesioanal)

Beberapa tujuan kunjungan dalam kategori bisnis dan profesiona adalah rapat, misi, perjalanan insentif dan bisnis.Tujuan-tujuan itu berhubungan erat dengan pekerjaan.Perjalanan yang dilakukan tidak untuk mencari nafkah, tetapi kegiatannya berdampak pada pekerjaannya.

c) Other Tourism Purposes (tujuan wisata lain)

Wisata untuk belajar, pemulihan kesehatan, transit, dan berbagai tujuan lain termasuk dalam kategori tujuan wisata lain. Tujuan lain di antaranya melakukan kunjungan kepada kerabat dan saudara, ziarah,


(56)

38 melakukan perjalanan keagamaan, melakukan widyawisata (Ismayanti, 2010:8)

Objek penelitian ini di dikhususkan bagi pengunjung kota Jakarta yang bertujuan untuk tipe Vakansi dan Rekreasi.

5.2. Keputusan Berkunjung

Teori Keputusan kunjungan wisatawan diasumsikan sebagai keputusan pembelian pada teori pemasaran. Penulis menggunakan Teori Keputusan Pembelian dari Kotler dan Keller (2012: 166). Proses tersebut meliputi lima tahap, yaitu:

Gambar 2.3

Five-Model of the Consumer Buying Process Stage

Berdasarkan gambar 2.3 menjelaskan proses keputusan pembelian terdiri dari 5 tahapan sebagai berikut :

1. Problem Recognition (Pengenalan Masalah)


(57)

39 atau kebutuhan yang dipicu oleh rangsangan internal ataupun eksternal. Pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. Kemudian mereka dapat mengembangan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen.

2. Information Search (Pencarian Informasi)

Setelah mengenal kebutuhan yang dihadapinya, konsumen akan mencari informasi lebih lanjut atau tidak. Ketika konsumen mngumpulkan informasi, hanya beberapa pilihan yang menjadi kuat. Jika kebutuhan itu sangat penting bagi konsumen maka pencarian informasi akan lebih mendalam salah satu cara konsumen yaitu mendapatkan informasi dari berbagai pihak. Informasi-informasi yang didapatkan konsumen dibagi menjadi empat kelompok sumber informasi diantaranya:

a. Pribadi : keluarga, teman, tetangga

b. Komersial : iklan, situs web, wiraniaga, penyalur, kemasan, tampilan.

c. Publik : Media massa, organisasi pemeringkat, konsumen d. Pengalaman : penanganan, pemeriksaan, penggunaan produk

Jumlah dan pengaruh relatif dari sumber-sumber informasi tergantung pada jenis produk dan karakteristik pembeli. Secara umum konsumen menerima informasi tentang suatu produk dari sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi pemasar. Namun


(58)

40 sumber informasi yang paling efektif didominasi dari sumber pribadi.Setiap sumber informasi menjalankan fungsi yang berbeda dalam mempengaruhi keputusan pembelian yang menjadi pusat perhatian pemasaran adalah sumber informasi pokok yang diperhatikan konsumen.

3. Evaluation Alternatif

Setelah melalui tahap pencarian informasi, konsumen akan menghadapi sejumlah merek yang dapat dipilih. Pemilihan alternatif ini melalui suatu proses tertentu, yaitu :

a. Konsumen akan mempertimbangkan berbagai sifat produk

b. Pemasar harus mempertimbangkan kegunaan ciri-ciri suatu produk

c. Konsumenbiasanya membangun seperangkat kepercayaan merek sesuai dengan ciri-cirinya.

d. Konsumen diasumsikan memiliki sejumlah fungsi kegunaan setiap ciri yang menggambarkan bagaimana konsumen mengharapkan kepuasan dari suatu produk yang bervariasi pada tingkat yang berbeda untuk masing-masing ciri.

e. Terbentuknya sikap konsumen terhadap beberapa merek melalui prosedur penilaian. Konsumen ternyata menerapkan prosedur penilaian yang berbeda untuk membuat suatu pilihan diantarasekian banyak ciri-ciri objek.


(59)

41 4. Purchase Decision (Keputusan Pembelian)

Dalam tahap evaluasi, konsumen membentuk preferensi antar merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen membentuk suatu minat terhadap merek yang paling disukai. Dalam melaksanakan pembelian, konsumen dapat membentuk lima sub keputusan: merek, penyalur, kuantitas waktu dan metode pembayaran. Cara sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai akan bergantung pada dua hal yaitu intensitas negative orang lain pada alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Minat beli berada pada posisi setelah konsumen melakukan evaluasi alternatif sebelum melakukan keputusan pembelian. Seperti gambar 2.3.

Gambar 2.4

Steps Between Evaluation of Alternatives and a Purchase Decision

Sumber: Kotler dan Keller (2012: 170) 5. Postpurchase behavior (Perilaku Pasca Pembelian)

Setelah pembelian, konsumen akan mengalami beberapa tingkatan kepuasan atau ketidapuasan. Konsumen juga akan


(60)

42 melakukan beberapa kegiatan membeli produk yang akan menarik bagi pemasar. Tugas pemasar belum selesai setelah konsumen membeli produk, namun akan terus berlangsung sampai periode pasca pembelian. ada beberapa hal yang harus diketahui oleh pemasar setelah produk terjual. Menurut Kotler dan Keller (2012:172), terdapat tiga langkah yang menyangkut perilaku pascap embelian, diantaranya:

a. Post purchase satisfaction (kepuasan pascapembelian)

Kepuasan pembelian merupakan fungsi dari kedekatan antara harapan pembeli produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja tidak memenuhi harapan maka konsumen kecewa, jika memenuhi harapan maka konsumen merasa puas, dan jika melebihi harapan maka konsumen sangat puas. Perasaan ini menentukan apakah pelanggan membeli produk kembali dan membicarakan hal-hal yang positif atau negatif tentang produk itu kepada orang lain. Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja, semakin besar ketidakpuasan yang terjadi. Disini gaya konsumen memainkan peran. Beberapa konsumen memperbesar kesenjangan itu ketika produk tidak sempurna dan sangat mengecewakan, Sedangkan konsumen lain meminimalkan kesenjangan dan tidak terlalu kecewa.


(61)

43 b. Post purchase actions( tindakan pascapembelian)

Jika konsumen puas, kemungkinan akan membeli kembali produk tersebut dan cenderung mengatakan hal-hal baik tentang merek tersebut pada orang lain. Tetapi konsumen yang tidak puas mungkin meninggalkan atau mengembalikan produk. Mereka mungkin mencari informasi yang memastikan nilai produk yang tinggi. Jadi kepuasan dan ketidakpuasan pembeli atas suatu produk akan mempengaruhi tindakan selanjutnya. c. Post purchaseuse and disposal (pemakaian dan pembuangan

pascapembelian)

Tingkat kepuasan konsumen merupakan suatu fungsi dari keadaan produk yang sebenarnya dengan produk yang diharapkan konsumen. Kepuasan atau ketidakpuasan akan mempengaruhi aktifitas konsumen berikutnya, rasa puas akan mepengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian berikutnya. Tetapi jika konsumen merasa tidak puas, konsumen akan beralih ke merek lain.

Selain itu menurut Swastha dan Irawan (2006:118), setiap keputusan pembelian mempunyai struktur sebanyak tujuh komponen, yaitu:

a. Keputusan tentang jenis produk

Konsumen dapat mengambil keputusan untuk membeli sebuah produk atau menggunakan uangnya untuk tujuan yang lain.


(62)

44 Perusahaan memusatkan perhatiannya pada konsumen yang memiliki niat pembelian setelah mengevaluasi berbagai alternatif yang ada.

b. Keputusan tentang bentuk produk

Konsumen mengambil keputusan untuk membeli bentuk produk tertentu. Keputusan tersebut menyangkut pada ukuran, kualitas, maupun corak warna dan sebagainya.

c. Keputusan tentang merek

Konsumen mengambil keputusan tentang merek mana yang akan dibelinya. Penting bagi pemasar untuk mengetahui bagaimana konsumen dalam memilih sebuah merek.

d. Keputusan tentang penjualnya

Konsumen mengambil keputusan dimana produk akan dibeli. Dalam hal ini produsen, pedagang besar, dan pengecer harus mengetahui bagaimana konsumen memilih penjual tertentu. e. Keputusan tentang jumlah produk

Konsumen dapat mengambil keputusan tentang seberapa banyak produk yang akan dibelinya pada suatu saat. Perusahaan harus menyiapkan berbagai macam produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.


(63)

45 f. Keputusan tentang waktu pembelian

Konsumen mengambil keputusan tentang kapan ia harus melakukan pembelian. Tersedianya dana untuk membeli sangat mempengaruhi keputusan pembelian.

g. Keputusan tentang cara pembayaran

Konsumen mengambil keputusan tentang metode atau cara pembayaran produk yang dibeli, baik secara tunai atau cicilan. Keputusan tersebut mempengaruhi keputusan tentang penjual dan jumlah pembelian.

B. Hubungan Antar Variabel

Kota ataupun daerah yang telah memiliki branding memiliki ciri khas yang membedakan satu kota dengan kota lainnya dan citra dimata pengunjung maupun penduduk. Hal ini juga bertujuan untuk mendatangkan wisatawan dari berbagai kalangan untuk mengunjungi objek-objek wisata yang berada di kota tersebut, khusunya objek wisata yang berada di Jakarta.

1. Hubungan City Branding dengan Keputusan Berkunjung

Destination brand sering juga dikatakan sebagai merek suatu tempat. Merek daerah didefinisikan sebagai aktivitas pemasaran untuk mempromosikan citra positif suatu daerah tujuan wisata demi mempengaruhi keputusan konsumen untuk mengunjunginya (Blain, et al.,2005 dalam Roostika,2012).

2. Hubungan City Branding dengan Citra Kota

City branding merupakan strategi dalam memasarkan daerah dengan memberi branding terhadap suatu kota agar kota tersebut dapat dikenal.


(64)

46 Penelitian Jose Antonio et., al (2015) bertujuan mengukur kontribusi Cultural Heritage, Events, Tourist Attraction dan Insfrastucture yang merupakan dimensi dari city branding untuk pengembangan citra kota. Hasilnya empat faktor tersebut berpengaruh signifikan terhadap citra kota.

3. Hubungan Cita Kota dengan Keputusan Berkunjung

Citra tentang sebuah tempat adalah Schemata (Kumpulan Skema) yang digunakan sebagai jalan pintas proses informasi dan pengambilan keputusan oleh konsumen atau pengguna. Bila citra tentang sebuah kota telah terbentuk maka akan sulit untuk mengubahnya. Cara untuk megubah citra bukanlah dengan menghapus citra lama. Perubahan citra hanya dapat dilakukan dengan menambah asosiasi baru yang lebih kuat dan positif dari asosiasi yang ada sebelumnya (Kotler dan Gertner, 2002).


(65)

47 C. Penelitian Terdahulu

2.3 Tabel Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti dan Tahun

Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

1. Ratu Yulya Chaerani, 2011

Pengaruh “City Branding”

Terhadap “City Image”

(Studi Pencitraan Kota Solo: “The Spirit of Java”

Kuantitatif Terdapat hubungan yang positif, kuat dan signifikan antara variabel City

Branding dengan City Image

2. Dewi Ayu, 2013

Pengaruh persepsi pengujung pada

Brand Image dan

Harga Tiket

Masuk Terhadap Keputusan

Berkunjung

Deskriptif Kuantitatif

Persepsi pengunjung pada Brand Image

memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan berkunjung kembali ke TMR, Persepsi pengunjug pada Brand Image

dan harga tiket masuk secara simlutan memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan berkunjung


(66)

48 2.3 Tabel (lanjutan)

Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti dan Tahun

Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

3. Riyadina G Pratikto, 2013

Pola Komunikasi

Humas Pemda

DKI Jakarta

dalam

Menyosialiasikan Program Enjoy Jakarta

Kualitatif Komunikasi yang dilakukan Humas Pemda informatif dan persuasif untuk melakukan

pendekatan dengan masyarakat terkait

dengan program

Enjoy Jakarta seperti

Media Relation, Event, Seminar, dsb. 4. Motlovicova

dan

Kormanticov a, 2014

City Brand Image Association Detection Case Study Of Praque

Kualitatatif dan

Kuantitatif

Praque memiliki citra positif yang kuat dengan kekayaan sejarah namun logo tidak menunjukan karakter kota.


(67)

49 2.3 Tabel (lanjutan)

Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti dan Tahun

Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

5. Abdul Yusuf dan Eman Sulaeman , 2014

Pengaruh Atribut Produk Wisata terhadap Place Branding dan implikasinya Keputusan Mengunjungi Destinasi Wisata Pantai (Survey terhadap

Wisatawan Nusantara di Kabupaten

Karawang)

Kuantitatif Atribut produk wisata di Karawang dinilai para wisnus cukup baik. Pelaksanaan

Place Branding Dinas Perhubungan,

Pariwisata dan

kebudayaan serta pihak terkait lainnya, dinilai para wisnus cukup baik. Keadaan keputusan

mengunjungi

destinasi pariwisata secara umum dinilai tinggi. Diketahui secara simultan pengaruh atribut produk wisata dan

Place Branding

berpengaruh secara simultan terhadap keputusan

mengunjungi

destinasi pariwisata terbukti.


(68)

50 2.3 Tabel (lanjutan)

Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti dan Tahun

Judul Penelitian Metodologi Hasil Penelitian

6. Lita Ayu Wandari, Srikandi Kumadji dan Andriani, 2014

Pengaruh City Branding

“Shining Batu” terhadap City Image dan Keputusan

Berkunjung Wisatawan

Kuantitatif City Branding

memiliki pengaruh signifikan terhadap

City Image, City Branding memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan berkunjung City Image memiliki pengaruh tetapi tidak signifikan terhadap variabel Keputusan Berkunjung.

7. Jose Antonio, dkk, 2015

Assesing The Differentiated Contribution Of City Resources To City Brand Image

Kuantitatif Hasilnya kontribusi

Cultural Heritahe, Events, Tourist Attraction Dan Inftastrukturuntuk citra kota signifikan, namun rendah.

Penelitian Chaerani menghasilkan terdapat hubungan yang positif, kuat dan signifikan antara variabel City Branding dengan City Imagedi Kota Solo. Kesamaan yaitu teori yang digunakan pada Variabel City Brandingdan City Image.Perbedaan nya pada teknik analisis data dan tidak ada variabel Y2. Pada


(1)

Mataram 2 1.6 1.6 81.3

Kisaran 1 .8 .8 82.0

Makassar 2 1.6 1.6 83.6

Pati 2 1.6 1.6 85.2

Batam 2 1.6 1.6 86.7

Tangerang 13 10.2 10.2 96.9

Serang 4 3.1 3.1 100.0

Total 128 100.0 100.0

Pekerjaan Utama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 3 2.3 2.3 2.3

Karyawan 8 6.3 6.3 8.6

Wiraswasta 7 5.5 5.5 14.1

Pelajar dan Mahasiswa 107 83.6 83.6 97.7

Lainnya 3 2.3 2.3 100.0

Total 128 100.0 100.0

Frekuensi Berkunjung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sering 38 29.7 29.7 29.7

1 8 6.3 6.3 35.9

2 6 4.7 4.7 40.6

3 10 7.8 7.8 48.4

4 12 9.4 9.4 57.8

5 16 12.5 12.5 70.3

6 3 2.3 2.3 72.7

7 3 2.3 2.3 75.0

8 5 3.9 3.9 78.9

9 1 .8 .8 79.7

10 17 13.3 13.3 93.0

12 2 1.6 1.6 94.5

14 2 1.6 1.6 96.1

15 4 3.1 3.1 99.2

20 1 .8 .8 100.0

Total 128 100.0 100.0

Sumber Informasi “Enjoy Jakarta”

Frekuensi

Presentase

Pameran

17

7,69

Internet

91

41,1

Media Cetak

43

19,4

Brand Ambassador

18

8,1

Event

17

7,69

Iklan TV

31

14

Lainnya (Bis)

4

1,8


(2)

Wisata yang Pernah Dikunjungi

Frekuensi

Presentase

Wisata Rekreasi

128

33,3

Wisata Kuliner

81

21

Sport

atau Spa

49

12,76

Event

dan Hiburan

62

16,14

Wisata Belanja

64

16,67


(3)

Lampiran 5.

Uji Reliabilitas dan Validitas

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.872 .879 26

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

X_1 96.11 58.413 .467 . .867

X_2 96.04 59.172 .431 . .868

X_3 96.31 59.319 .471 . .867

X_4 96.48 57.480 .535 . .865

X_5 96.38 59.041 .433 . .868

X_6 96.05 59.494 .391 . .869

X_7 97.27 56.956 .458 . .867

X_8 96.74 57.752 .470 . .867

X_9 97.26 56.665 .465 . .867

X_10 96.38 59.370 .355 . .870

X_11 96.34 57.894 .467 . .867

X_12 96.30 58.777 .482 . .867

X_13 96.65 59.080 .305 . .872

X_14 96.90 57.856 .466 . .867

X_15 96.59 58.684 .402 . .869

X_16 96.32 59.527 .448 . .868

X_17 97.62 58.506 .329 . .872

X_18 97.50 57.953 .402 . .869

X_19 97.02 57.386 .501 . .866

X_20 96.75 58.646 .369 . .870

X_21 97.42 56.703 .452 . .868

X_22 96.30 58.982 .455 . .867

X_23 96.31 59.618 .429 . .868

X_24 96.34 59.408 .431 . .868

X_25 96.41 59.487 .393 . .869


(4)

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 128 100.0

Excludeda 0 .0

Total 128 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.861 .861 11

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

Y1_1 3.87 .607 128

Y1_2 3.63 .732 128

Y1_3 3.70 .634 128

Y1_4 3.72 .663 128

Y1_5 3.58 .647 128

Y1_6 3.88 .623 128

Y1_7 3.41 .726 128

Y1_8 3.49 .687 128

Y1_9 3.45 .662 128

Y1_10 3.68 .614 128

Y1_11 3.45 .751 128

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Y1_1 35.97 19.133 .601 .412 .846

Y1_2 36.21 17.995 .670 .639 .840

Y1_3 36.14 19.004 .594 .518 .846

Y1_4 36.12 18.939 .573 .427 .848


(5)

Y1_6 35.95 19.919 .429 .216 .858

Y1_7 36.43 18.294 .623 .445 .844

Y1_8 36.34 18.637 .603 .430 .845

Y1_9 36.39 19.720 .431 .327 .858

Y1_10 36.16 19.345 .549 .427 .850

Y1_11 36.39 18.697 .528 .472 .852

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based on

Standardized Items N of Items

.755 .757 7

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Squared Multiple Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

Y2_1 25.09 5.094 .409 .262 .742

Y2_2 25.04 4.935 .627 .646 .693

Y2_3 25.45 5.573 .398 .181 .740

Y2_4 25.35 5.568 .361 .186 .747

Y2_5 25.48 5.071 .450 .256 .731

Y2_6 25.09 4.857 .563 .598 .704


(6)

Lampiran 6.

Path Analysis

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .447a .200 .194 4.693

a. Predictors: (Constant), City Branding

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 9.486 5.290 1.793 .075

City

Branding .295 .052 .447 5.617 .000

a. Dependent Variable: Citra Kota

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .655a .430 .420 1.980

a. Predictors: (Constant), Citra Kota, City Branding

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.713 2.260 3.412 .001

City

Branding .177 .025 .540 7.150 .000