Pelanggaran HAM Dalam Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

i Ambar Widati

1110051100026

Pelanggaran HAM Dalam Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online

Sekolah Menengah menjadi salah satu lembaga yang mengajarkan untuk bertoleransi dalam beragama, bagaimana hak manusia dalam beragama dijunjung tinggi di dalam masyarakat. Namun kenyataannya penggunaan jilbab ini dilarang pada beberapa sekolah di Bali. Pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali menjadi sorotan media dan komunitas pelajar Islam di Bali. Peristiwa ini mendapat perhatian dari media Republika Online.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengetahui bagaimanakah wacana yang dikonstruksi oleh Republika Online terkait pemberitaan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali? Karena wacana ini juga terkait dengan adanya pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah Bali.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivis. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis ini tidak menganalisis teks semata. Tapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.

Analisis wacana dalam kamus lengkap bahasa Indonesia terdapat tiga makna. Pertama, percakapan, ucapan, tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.

Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan pengumpulan data-data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain

Hasil penelitian menunjukan, ROL memandang hal ini sebagai pelanggaran HAM yang harus dipenuhi secara konstitusi, mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan aksi nyata terhadap kasus ini bukan hanya sekedar simpati. ROL juga sangat tertarik terhadap isu-isu keislaman seperti ini namun ROL juga tidak selalu menyajikan berita ini dengan pihak yang pro saja tapi juga memberikan ruang kepada kepala sekolah untuk angkat bicara dalam kasus ini.


(6)

ii

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Sebagai manusia biasa, peneliti meyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak peneliti mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Arif Subhan, M.Ag, serta Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Suparto, M.Pd, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Jumroni, M.Si. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Sunandar Ibnu Nur, M.Ag.

2. Pembimbing Akademik Ade Rina Farida M.Si. yang sudah membimbing dengan memberikan solusi atau masukan terhadap judul skripsi.

3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si. beserta Sekertaris Konsentrasi Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, M.A. atas dukungan dan bantuannya dalam administrasi maupun segala hal dalam proses penulisan skripsi.

4. Siti Nurbaya, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing saya. Terima kasih atas waktu, tenaga serta ilmunya yang


(7)

iii

memberikan keberkahan dalam setiap aktifitas Ibu.

5. Kedua Orang Tua, Sutanto dan Sri Sudarmini yang selalu menyertakan nama anak-anaknya di setiap doanya, memberikan semangat dan fasilitas yang luar biasa dengan penuh kasih sayang.

6. Adikku Ilham Dwi Putranto dan Nurul Azzahra, yang selalu memberi semangat dan membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

7. Kawan-kawan, Hariswati Rachmadani Putri, Siti Nurhayati, Elsa Rachmawati, Tezar Aditya yang senantiasa membantu dan menyemangati peneliti hingga akhir.

8. Sepupu terdekatku Ani Tri Lestari yang telah memberi semangat kepada peneliti dan menemani mencari data sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Jurnalistik angkatan 2010 yang telah membantu dan menemani saya, khususnya kelas Jurnalistik A (NAJUA) yang memberikan suasana keakraban selama empat tahun ini.

10.Achmad Syalaby Ichsan, selaku Redaktur Republika Online dan Fuji Pratiwi, wartawan Republika Online yang sudah meluangkan waktunya untuk wawancara dan memberikan peneliti data-data yang dibutuhkan.


(8)

iv

Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan perpustakaan Ilmu Dakwah dan Komunikasi.

Akhir kata, penelitian ini dirasa masih jauh dari kata sempurna, namun peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 12 Januari 2015


(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pematasan dan Perumusan Masalah ... 3

1. Pembatasan Masalah ... 4

2. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Tinjauan Kepustakaan ... 5

E. Metodologi Penelitian ... 6

1. Paradigma Penelitian ... 6

2. Pendekatan Penelitian ... 7

3. Metode Penelitian ... 7

4. Subjek dan Objek Penelitian ... 9

5. Teknik Pengumpulan Data ... 9

6. Teknik Analisa Data ... 9

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL A. Teori Konstruksi Sosial ... 13

1. Tahap Pembentukan Konstruksi ... 14

B. Konseptualisasi Hak Asasi Manusia ... 15

1. HAM Dalam Perspektif Agama ... 17

2. HAM Sejagad ... 20

C. Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab ... 22

D. Konseptualisasi Media Massa ... 26

1. Media Internet (Media Online ... 28


(10)

vi

BAB III REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE

A. Sejarah Republika Online ... 35

B. Perkembangan Republika Online ... 35

C. Produk Republika Online ... 37

D. Prinsip Dasar Republika Online... 37

E. Visi dan Misi Republika ... 38

F. Gambaran Umum Kasus ... 38

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Teks Pemberitaan Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ... 40

B. Analisis Teks Pemberitaan DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab ... 54

C. Analisis Kognisi Sosial ... 68

D. Analisis Konteks Sosial ... 75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Elemen Wacana Teun A. Van Dijk ... 8 Tabel 4.1 Analisis Level Teks Berita Isu Larangan Penggunaan Jilbab,

Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu ... 50 Tabel 4.2 Analisis Level Teks Berita DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab . 61


(12)

viii


(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu fungsi media massa adalah untuk menyampaikan pesan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini media sangat berperan aktif dalam hal penyampaian pesan, baik melalui media massa elektronik maupun media massa cetak bahkan di jaman yang sudah maju ini sudah berkembang media massa online sehingga pesan-pesan yang disampaikan bisa secara cepat sampai kepada masyarakat.

Pemberitaan mengenai larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali masih belum menemukan titik terang. Kasus larangan penggunaan jilbab bukan hanya di SMAN 2 Denpasar saja tapi hampir seluruh sekolah yang ada di Kabupaten atau Kota di Bali. Faktanya dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja tertulis jelas bahwa siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Sedangkan agama itu merupakan hak dasar seseorang yang tidak dapat dikurangi.

Kasus ini sangat menarik karena menyangkut Hak Azasi Manusia dalam beragama. Di mana dalam kasus tersebut dijelaskan bahwa seorang siswi dilarang menggunakan jilbab. Hak azasi manusia di setiap negara harus dipenuhi secara konstitusi dan dilindungi. Jika terjadi pelanggaran HAM maka sanksinya cukup berat. Apalagi Indonesia adalah negara hukum. Di mana setiap warga negaranya menjunjung tinggi aturan-aturan yang sudah dibuat oleh hukum.


(14)

Berita ini muncul di situs Republika Online. Banyaknya berita yang ditulis dalam situs tersebut, menandakan bahwa Republika Online atau ROL sangat menginginkan adanya pembelaan dari tokoh masyarakat, kementrian pendidikan, dari komnas HAM dan lain-lain. Tapi disisi lain berita ini banyak sekali diunggah hanya di situs ROL. Penulis melihat di lain situs media online dan hasilnya tidak ada yang seakurat ROL. Adapun berita yang dimuat di lain situs yaitu di Merdeka.com dan Tribunnews.com. sedangkan di kedua media tersebut berita ini tidak akurat.

Dari kasus ini penulis melihat hanya media ROL yang sangat antusias terhadap berita ini, dimana seorang siswa SMA tidak diperbolehkan menggunakan tutup kepala sesuai dengan keyakinannya dan dapat digolongkan pelanggaran HAM. Penulis memilih Republika Online sebagi subjek penelitian karena,

Pertama, media lain nampak tidak tertarik mengangkat berita ini, sekalipun ada

mereka tidak mengikuti jalannya berita ini sampai selesai. Hanya sekedar memberi informasi. Kedua, ROL konsisten terhadap berita-berita Islam. Menurutnya mengenai kasus penggunaan jilbab, muslim yang merupakan kaum minoritas di Bali masih mengalami diskriminasi dan ditindas.

Paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai


(15)

penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hbungan sosialnya.1

Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi).2

Model analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van Dijk karena penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.3

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan penelitian ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul Pelanggaran HAM Dalam

Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Terdapat kurang lebih delapan berita mengenai hal ini dalam media online ROL pada bulan Februari hingga April pada tahun 2014. Namun, peneliti fokus pada dua berita dengan pewarta yang sama. Karena pewarta banyak menulis kasus ini dan mengikuti kasus tersebut sampai tuntas. Maka dari pembatasan masalah tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah,

1

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: Lkis, 2001), h.5

2

Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kuantitatif-Kulitatif, (Malang, Uin Maliki Press, 2010) h. 87

3


(16)

1. Pembatasan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang peneliti telah paparkan sebelumnya, maka peneliti membatasi penelitian ini pada telaah pemberitaan Republika Online yang mengangkat kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online edisi Februari dan April 2014.

2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana teks yang dilakukan oleh Republika Online terkait pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali?

2. Bagaimana kognisi sosial dalam pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online Republika Online?

3. Bagaimana konteks sosial dalam pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali pada Media Online, Republika Online?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Mendeskripsikan bagaimana Republika Online membuat teks, mendeskripsikan kognisi sosial, dan mendeskripsikan konteks sosial dalam pemberittaan permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali yang terkait pada pelanggaran HAM di Bali.

2. Manfaat penelitian a. Akademis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi praktisi media bahwa dalam produksi suatu berita, teks bukan


(17)

semata-mata hanya sebuah tulisan yang netral, namun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi proses produksi sebuah berita. Termasuk kondisi wartawan dan pandangan masyarakat melihat isu yang diberitakan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran kepada para akademisi tentang bagaimana wacana itu dibuat oleh sebuah media tertentu. Seperti wacana yang dilakukan oleh Republika Online dalam kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali.

D. Tinjauan kepustakaan

Peneliti melakukan tinjauan pustaka di Perpustakan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Berdasarkan tinjauan tersebut, peneliti menemukan beberapa penelitian yang memliki kesamaan, seperti penelitian, mahasiswa Universitas Hasanuddin dengan judul Analisis Yuridis Pelanggaran Hak Asasi Manusia (Ham) Di Indonesia (Studi Kasus

Di Mesuji Sumatra Selatan) mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yang bernama Yusuf Gandang Pamuncak dengan judul Analisis Wacana

Pemberitaan Harian Republika Tentang Makanan Calon Haji Berformalin.

Dan Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bernama Tezar Aditya Rahman dengan judul Hegemoni Media Islam dalam Wacana Separatisme Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada Qanun Bendera dan Lambang

Aceh dalam Surat Kabar Republika. Persamaan penelitian adalah sama-sama

menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah isi dari pemberitaan tersebut.


(18)

E. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Paradigma yang digunakan adalah konstrutivisme. Pandangan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme/positivisme yang memisahkan subjek dan objek bahasa. Dalam pandangan kontruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Dalam hal ini, seperti dikatakan A.S Hikam, subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Bahasa dipahami dalam paradigma ini diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan pembentukan diri.4

Paradigma konstruktivisme menganggap kenyataan itu hanya bisa dipahami dalam bentuk jamak, berupa konstruksi mental yang tak dapat diraba, berbasis sosial dan pengalaman yang diteliti terkait erat secara timbal balik, sehingga penemuan dicipta seperti yang dikehendaki peneliti (epistemologi).5

4

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.5

5


(19)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis wacana (discourse analysis), pendekatan ini dilakukan karena lebih memenuhi kebutuhan analisa terhadap struktur pesan dalam komunikasi melalui pendekatan ini penulis dapat mengetahui bagaimana sebuah pesan disampaikan lewat kata atau kalimat. Unsur penting dalam analisis wacana adalah kepaduan, kesatuan, dan penafsiran peneliti.

3. Metode Penelitian

Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model Teun A. Van Dijk menurutnya penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks semata. Ia juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.6

Terdapat tiga struktur atau tingkatan yang menjadi elemen analisis wacana dalam pemaparan struktur teks oleh van dijk. Dengan struktur tersebut kita tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, namun juga bagaimana mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu.

6


(20)

Berikut tabel yang akan menjelaskan satu persatu elemen wacana Teun A. Van Dijk yang diterapkan dalam dimensi teks sosial penelitian ini :

Tabel 1.1

Elemen Wacana Teun A. Van Dijk

STRUKTUR WACANA HAL YANG DIAMATI ELEMEN

Struktur Makro Makna global dari suatu

teks yang dapat diamati dari topik/ tema yang diangkat oleh suatu teks.

Tematik Tema/ topik yang dikedepankan dalam

berita tersebut

Topik

Superstruktur Kerangka suatu teks,

seperti bagian pendahululan, isi,

penutupan, dan kesimpulan.

Skematik Bagaimana bagian dari

urutan berita dikemas dalam teks yang utuh

Skema

Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat

dan daya yang dipakai oleh suatu teks7

1. Semantik

Makna yang ingin ditekankan dalam berita tersebut

2. Sintaksis

Bagaiamana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih

3. Stilistik

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam berita tersebut

Latar, detail, dan maksud

Bentuk kalimat

koherensi, dan kata ganti

Leksikon

7


(21)

4. Retoris

Bagaimana dan dengan cara apa penekanan cerita dilakukan.8

Grafis, metafora, metafora

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah media Republika Online, sedangkan objek dari penelitian ini adalah pemberitaan Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan oleh peneliti adalah dengan melakukan pengumpulan data terkait dengan masalah penelitian dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, majalah, internet, dan lain-lain

6. Teknik analisa data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data. Pada riset kualitatif ini yang peneliti pakai adalah observasi teks, wawancara, dan juga dokumentasi. Penelitian ini dengan sengaja memilih narasumber (yaitu redaktur dan wartawan karena merekalah yang memberikan gambaran secara umum tentang kasus ini dan memberikan fakta-fakta yang kuat atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.9

8

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 228-229

9

John W. Creswell, Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaif, (Jakarta: KIK Press, 2003) h.143


(22)

Berikut prosedur pengolahan data yang dilakukan oleh peneliti:

1) Pengamatan struktur makro (analisis data teks)

a. Untuk analisis data teks dalam mengamati struktur makro, peneliti memecah tulisan berita tersebut menjadi makrosturktur sesuai dengan paragraf.

b. Setelah menemukan makrostuktur tingkat pertama yang merupakan tema per paragraf, peneliti mereduksi untuk mendapatkan makrostruktur dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu makrostruktur tingkat kedua.

c. Pengeleminasian terakhir menjadikan makrostruktur tingkat ketiga yang merupakan tema dari berita tersebut.

2) Pengamatan superstruktur dan struktur mikro (analisis data teks)

a. Untuk analisis data teks dalam mengamati superstruktur dan struktur mikro, peneliti mencetak berita tersebut dari e-paper republika dan memberikan penomoran pada tiap lima barisnya. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pencarian kalimat atau tulisan yang dimaksud. b. Setelah itu peneliti meneliti elemen skema untuk mengamati

superstruktur serta meneliti elemen latar, detail, maksud, bentuk kalimat, koheresi, leksikon, dan grafis untuk mengamati struktur mikro.

3) Analisis kognisi sosial

a. Untuk analisis kognisi sosial peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui latar belakang dan wawasan pembuat berita serta kebijakan Republika terkait berita tersebut.


(23)

b. Setelah itu diolah untuk mengetahui kognisi sang pembuat berita. 4) Analisis konteks sosial

a. Untuk analisis konteks sosial peneliti menelusuri literatur yang berkembang di masyarakat tentang larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali melalui internet.

b. Setelah itu diolah untuk mengetahui wawasan khalayak tentang larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan terarah maka sistematika penulisan terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub bab dengan penyusunan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN. Bab ini berisi Pendahuluan yang membahas Latar Belakang, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kepustakaan, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL. Bab ini akan menguraikan kajian teoritis mengenai teori konstruksi sosial, konseptualisasi hak asasi manusia, konseptualisasi kewajiban wanita menggunakan jilbab, konseptualisasi media massa, analisis wacana Teun A. Van Dijk


(24)

BAB III : REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE. Bab ini memaparkan mengenai Republika sebagai media online dan kasus larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali

BAB IV : HASIL DAN ANALISA DATA. Bab ini berisikan tentang Temuan dan Analisis Wacana Media Online Republika mengenai permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali.

BAB V : PENUTUP. Merupakan bab penentu yang mencakup Kesimpulan dan Saran.


(25)

13

LANDASAN TEORI DAN KONSEPTUAL

A. Teori Konstruksi Sosial

Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi di mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif.1 Dikutip dari buku The Social Construction of

Reality: A Treatise in the Sociological of Knowledge (1966) teori Berger dan

Luckmann menyatakan bahwa konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara simultan melalui tiga proses yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya di dalam masyarakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.2

Tentu saja, teori ini berakar pada paradigma kontruktivis yang melihat realitas sebagai konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya. Realitas sosial itu ada dilihat dari subjektivitas ada itu sendiri dan dunia objektif di sekeliling realitas sosial itu. Individu tidak hanya melihat sebagai kediriannya, namun juga dilihat dari mana kedirian itu berada, bagaimana ia menerima dan mengaktualisasikan dirinya serta bagaimana pula lingkungan menerimanya.3

1

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta:Kencana, 2006), h.194

2

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.292

3


(26)

Peter L. Berger dan Thomas Luckmann menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus menerus suatu realitas yang memiliki dan dialami bersama secara subjektif.4 Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.5

1. Tahap Pembentukan Konstruksi6 a. Tahap pembentukan konstruksi realitas

Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, di mana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung. Pertama, konstruksi realitas pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbentuk di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada di media massa sebagai suatu realitas kebenaran.

Kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari

tahap pertama. Bahwa pilihan orang untuk menjadi pembaca/pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, menjadikan konstruksi media massa sebagai pilihan konsumtif, di mana seseorang secara habit tergantung pada media massa. Media massa adalah bagian kebiasaan hidup yang tak bisa dilepaskan.

4

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 193

5

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 191

6

M. Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h.177


(27)

b. Tahap pembentukan konstruksi citra

Konstruksi citra yang dimaksud bisa berupa bagaimana konstruksi citra pada sebuah pemberitaan ataupun bagaimana konstruksi citra pada sebuah iklan. Konstruksi citra pada sebuah pemberitaan biasanya disiapkan oleh orang-orang yang bertugas di dalam redaksi media massa, mulai dari wartawan, editor, dan pimpinan redaksi. Sedangkan konstruksi citra pada copywriter. Di mana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model, yakni model good news dan model bad news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan baik. Sedangkan model bad news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi kejelekan atau memberi citra buruk pada objek pemberitaan.

Realitas yang dimaksud oleh Berger dan Luckmann ini terdiri dari realitas objektif, realitas, simbolis dan realitas subjektif. Realitas objektif adalah realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan. Realitas simbolis merupakan ekspresi simbolis dari realitas objektif dalam berbagai bentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolis ke dalam individu melalui proses internalisasi.7

B. Konseptualisasi Hak Asasi Manusia

7


(28)

Banyak gagasan besar berkenaan dengan demokrasi dan HAM selaras dengan pemikiran islam. Kaidah hukum, prinsip dasar kepemimpinan demokratik, dalam yurisprudensi islam (fiqh) sangat sentral. Sudah berabad-abad yang lalu, Islam mengakui bahwa “setiap keputusan, aturan, dan prosedur, dari penguasa publik di setiap jenjang tidak sah atau tidak mengikat secara legal jika mereka tidak konsisten dengan hukum (syariat). Ini tentu saja, berkaitan dengan konsep

“perlindungan hak”. Sebagaimana dalam setiap masyarakat yang didasarkan atas

norma dan prosedur demokratik, hukum islam menyatakan bahwa “engkau tidak bisa mencabut kehidupan, kebebasan, atau kepemilikan seseorang kecuali melalui

„proses hukum yang sah’”.8

Sebagaimana deklarasi universal hak asasi manusia, Islam juga mengakui hak untuk membentuk keluarga, hak kehidupan pribadi, hak bebas bergerak dan bertempat tinggal, hak untuk menggunakan bahasa sendiri, hak mempraktikan budaya sendiri, dan hak bebas beragama. Deklarasi universal islam tentang hak asasi manusia, misalnya -suatu dokumen yang dirumuskan oleh sekelompok sarjana (ulama) Islam pada 1981 didasarkan atas nilai dan prinsip Al-Quran dan As-Sunnah (Kehidupan Nabi Muhammad) – menyatakan dengan tegas bahwa

„setiap orang mempunyai hak untuk bebas berpikir dan beribadat sesuai dengan

keyakinan agamanya’. Pasal dalam deklarasi ini pasti telah dipengaruhi oleh imbauan Al-Quran bahwa tidak ada paksaan dalam agama.9

Dengan menggunakan Al-Quran sebagai dasar, para ahli hukum dan filosof Muslim juga telah mengembangkan bermacam-macam hak politik. Mereka mengakui bahwa “setiap individu dan setiap rakyat mempunyai hak yang tidak

8

Muzzaffar Chandra, Hak asasi Manusia Dalam Tatanan Global Baru, (Bandung, Mizan, Cetakan I 1995), h. 58

9


(29)

dapat dicabut untuk bebas dalam setiap bentuknya – fisik, budaya, ekonomi dan politik- dan berhak untuk berperang dengan menggunakan berbagai bentuk sarana yang tersedia berhadapan dengan setiap pelanggaran atau pencabutan hak ini, dan setiap orang atau yang teraniaya (tertindas) memiliki klaim sah untuk mendapatkan dukungan (bantuan) dari individu dan / atau rakyat lain dalam perjuangan itu”. Lebih khusus lagi, islam menyatakan dan menentang (dalam batas-batas yang ditetapkan oleh syariat) penindasan, sekalipun harus berhadapan dengan penguasa tertinggi negara” hak untuk protes terkait erat dengan hak setiap

orang “untuk berperan serta secara individual dan kolektif dalam kehidupan

agama, sosial budaya, dan politik masyarakatnya, dan untuk mendirikan sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat dan lembaga yang diarahkan untuk mengajak kepada yang benar (ma’ruf) dan mencegah apa yang buruk

(munkar)”.10

1. HAM Dalam Perspektif Islam

Menurut Supriyanto Abdi, setidaknya terdapat tiga varian pandangan tentang hubungan islam dan HAM, baik yang dikemukakan oleh para sarjana Barat atau pemikir Muslim sendiri, yakni pertama menegaskan bahwa islam tidak sesuai dengan gagasan dan konsepsi HAM modern. Pandangan pertama berangkat dari asas esensialisme dan relavitisme kultural. Esensialisme menunjukkan kepada paham yang menegaskan bahwa suatu gagasan atau konsep pada dasarnya mengakar atau bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu.

10


(30)

Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentdasarnya mengakar atau bersumber pada satu sistem nilai, tradisi, atau peradaban tertentu. Sedangkan relativisme kultural adalah paham yang berkeyakinan bahwa satu gagasan yang lahir atau terkait dengan sistem nilai tertentu tidak bisa berlaku atau tidak bisa diterpkan dalam amsyarakat dengan sistem nilai yang berbeda.

Kedua, menyatakan bahwa islam menerima semangat kemanusiaan HAM modern, tetapi, pada saat yang sama, menolak landasan sekulernya dan menggantinya dengan landasan Islami. Pandangan ini lebih dikenal dengan gerakan islamisasi HAM. Pandangan ini muncul sebagai reaksi “gagal” nya HAM versi Barat dalam mengakomodasi kepentingan terbesar masyarakat muslim. Tidak kalah pentingnya, gerakan ini merupakan alternatif yang diyakini mampu menjembatani pemikiran HAM dalam perspektif Islam. Dalam perkembangan yang signifikan berhasil dirumuskan piagam deklarasi universal HAM dalam perspektif islam. Ketiga, menegaskan bahwa HAM modern adalah khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan landasan normaltif yang sangat kuat terhadapnya. Pandangan ini menegaskan bahwa HAM modern adalah khazanah kemanusiaan universal dan Islam (bisa dan seharusnya) memberikan landasan normatif yang sangat kuat terhadapnya.

Berbeda dengan dua pandangan sebelumnya, varian ketiga ini menegaskan bahwa universalitas HAM sebagai khazanah kemanusiaan yang landasan normatif dan filosofisnya bisa dilacak dan dijumpai dalam berbagai sistem nilai dan tradisi


(31)

agama, termasuk islam di dalamnya. Yang termasuk berpandangan demikian di antaranya adalah Abdullah Ahmed an-Naim.11

Artinya:

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (16: 90)

Allah Azza wa Jalla juga mewajibkan berbagai hak atas seorang muslim kepada sesama muslim secara umum. Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, ia tidak boleh menghinanya, mengucilkannya, membiarkannya dan tidak boleh melanggar hak-haknya. Melalui pemaparan di atas kita mendapati bahwasanya Islam menjamin hak-hak individu dan masyarakat, dan ini tidak pernah dipelihara oleh negara-negara kafir yang mengaku demokratis dan menjaga hak-hak manusia. Sebaliknya, justru melanggar hak Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dengan melakukan perbuatan kufur dan syirik. Mereka melanggar hak-hak kaum muslimin dengan cara membunuh kaum muslimin secara massal, mengusirnya serta merampas harta benda mereka. Merubah penegakkan syari’at Allah Azza wa Jalla dengan sanksi sebagai pelaku kriminal. Negara-negara itu

11

El Muhtaj Majda, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta, Kencana, Cetakan II, 2007), h. 58-60


(32)

melarang penegakkan sanksi dari Allah Azza wa Jalla dan dianggap pelanggar hak-hak manusia. Seakan dalam pandangan negara-negara kafir itu, manusia yang wajib dilindungi hak-haknya adalah pelaku kejahatan, pembuat kerusakan lagi zhalim. Sedangkan (menurut mereka, red) seorang muslim, orang yang terzhalimi dan yang dilanggar hak-haknya, bukanlah manusia yang harus dibela hak-haknya. Ini merupakan fitrah terbalik dan pemikiran (fikrah) yang menyimpang yang memandang kebenaran sebagai kebathilan dan memandang yang bathil sebagai sebuah kebenaran.12

Artinya:

“Maka apakah orang yang dijadikan (setan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu ia meyakini pekerjaan ini baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu setan)? Maka sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya….”[Fathir/35 : 8]

2. HAM Sejagad

10 Desember 1948 merupakan hari bersejarah bagi perkembangan pemikiran tentang eksistensi manusia. Hal yang dimaksud di sini adalah tercapainya titik kulminasi konseptualisasi HAM sebagai wacana universal.

12

http://almanhaj.or.id/content/2348/slash/0/ada-apa-dengan-hak-asasi-manusia-ham/ diunduh pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 01:14 WIB


(33)

Universal Declaration of Human Rights (UDHR)/ Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) diyakini sebagai referensi artikulasi kehidupan dan kemartabatan manusia sejagad. Tidak mengherankan DUHAM kemudian dipandang sebagai pembawa semangat baru bagi keutuhan dan masa depan umat manusia karena di samping memiliki khasanah historistias yang sejalan dengan kebutuhan sesensial manusia, juga mengandung muatan positivisasi ke arah ajegnya pola interaksi antar manusia itu sendiri. HAM menyatakan bahwa kemanusiaan manusia memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu menyatu dengan jati diri manusia. Adanya hak pada seseorang berarti bahwa ia mempunyai suatu “keistimewaan” yang membuka kemungkinan baginya untuk

diperlakukan sesuai dengan “keistimewaan” yang dimilikinya. Juga, adanya suatu

sikap yang sesuai dengan “keistimewaan” yang ada pada orang lain.13

Hak asasi (fundamental rights) artinya hak yang bersifat mendasar

(grounded). HAM menyatakan bahwa pada dimensi kemanusiaan manusia

memiliki hak yang bersifat mendasar. Hak yang mendasar itu melekat kuat dengan jati diri kemanusiaan manusia. Siapa pun manusianya berhak memiliki hak tersebut. Berarti, di samping keabsahannya terjaga dalam eksistensi kemanusiaan manusia, juga terdapat kewajiban yang sungguh-sungguh untuk bisa mengerti, memahami, dan bertanggung jawab untuk memeliharanya.14

Hak-hak asasi merupakan suatu perangkat asas-asas yang timbul dari nilai-nilai yang kemudian menjadi kaidah-kaidah yang mengatur perilaku manusia dalam hubungan dengan sesama manusia. Inti paham hak-hak asasi manusia, menurut Magnis Suseno, terletak dalam kesadaran bahwa masyarakat atau umat

13

El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h. 14

14


(34)

manusia tidak dapat dijunjung tinggi kecuali setiap manusia individual, tanpa diskriminasi dan tanpa kekecualian, dihormati dalam keutuhannya.15

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.39 Tahun 1999 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 6 berbunyi “Pelanggaran hak azasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asazi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau dikahawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.” Dan pada

ayat 7 “Komisi Nasional Hak Azasi Manusia yang selanjutnya disebut Komnas

HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan,

pemantauan, dan mediasi hak azasi manusia.”16

Kemudian Dalam Bab II Azas-Azas Dasar Pasal 4 yang berbunyi “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak azasi manusia yang tidak dapat dikurangi

dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.”17

C. Konseptualisasi Kewajiban Wanita Menggunakan Jilbab

15

El Muhtaj Majda, Dimensi-dimensi HAM, h.32

16

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

17

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


(35)

Terdapat beberapa pengertian yang diberikan para ulama mengenai kata jilbab. Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai al-rida’ (mantel) yang menutupi dari atas hingga bawah. Al-Qasimi menggambarkan, al-rida (mantel) seperti al-sardab (terowongan). Sedangkan menurut al-Qurtubi, Ibnu al-„Arabi, dan al-Nasafi jilbab adalah pakaian yang menutupi seluruh tubuh. Ada juga yang mengartikannya sebagai milhafah (baju kurug yang longgar dan tidak tipis) dan semua yang menutupi, baik berupa pakaian maupun lainnya. Dan sebagian lainnya memahaminya sebagai mula’ah (baju kurung) yang menutupi wanita atau

al-qamish (baju gamis)18

Aurat seorang perempuan adalah seluruh tubuhnya, kecuali tangan dan

wajah. Rasulullah SAW bersabda, “Perempuan adalah aurat.” Beliau SAW juga

pernah berkata kepada Asma Binti Abu Bakar RA: “Wahai Asma, tatkala seorang

gadis sudah mencapai usia puber, tidak ada yang boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini”, sambil menunjuk wajah dan tangan.19

Ini merupakan dalil-dalil yang jelas dan eksplisit bahwa seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan tangan, dan bahwa perempuan diwajibkan menutupi auratnya, yaitu keseluruhan tubuhnya terkecuali wajah dan tangannya.20

Terkait dengan pakaian perempuan di kehidupan publik, Allah SWT mewajibkan perempuan menggunakan jilbab yang menutupi pakaian (rumahnya) dan menjuntai kebawah hingga menutupi kakinya. Seorang perempuan tidak

18

Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, (Jakarta, Wadi Press, Cetakan I 2010), h. 379

19

Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, (Bogor, Pustaka Thariqul Izzah, Cetakan I 2008), h. 14

20


(36)

boleh keluar rumah tanpa mengenakan jilbab. Jika ia pergi tanpa menutupi pakaian rumahnya, ia dianggap berdosa, karena telah melanggar kewajiban yang ditetapkan Allah SWT.

Untuk bagian atas, ia harus mengenakan khimar (penutup kepala) atau yang serupa dengannya, yang menutupi kepala) atau yang serupa dengannya, yang menutupi seluruh kepala, leher dan belahan pakaian di bagian dada. Jika sudah mengenakan dua jenis pakaian ini, ia baru boleh keluar rumah. Jika tidak mengenakan keduanya, atau salah satunya, ia tidak boleh keluar sama sekali. Allah SWT berfirman dam surat An-Nur ayat 31:

Artinya:

“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka”.


(37)

Dan pada surat Al-Ahzab ayat 59:

Artinya:

“Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak

perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka

mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”21

Seruan diawali kepada para wanita yang paling dekat beliau, yakni isteri-isteri dan anak-anak perempuan beliau (li azwajika wa banatika). Setelah itu baru

kepada seluruh wanita mukminah: nisa’i al-mu’min (isteri-isteri orang mukmin).

Ketentuan yang dibebankan kepada wanita mukminah itu adalah: yudnina „alayhinna min jalabibihinna (hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka).22

Dikemukakan Sa’id bin Manshur, Sa’ad, Abd bin Humaid, Ibnu Mundzir, dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abi Malik: “Dulu isteri-isteri Rasulullah saw keluar rumah untuk keperluan buang hajat. Pada waktu itu orang-orang munafik mengganggu dan menyakiti mereka. Ketika mereka ditegur, mereka menjawab: “Kami hanya mengganggu hamba sahaya saja.” Maka

21

Anonim, Islam dan Wanita Dari Rok Mini Hingga Isu Poligami, h. 14-16

22


(38)

turunlah ayat ini: Ya ayyuha al-Nabbiyy qul li azwajika wa banatika wa nisa’i al

-mu’min yudnina „alayhinna minjalabibihinna... Allah SWT memerintahkan

mereka mengenakan jilbab supaya berbeda dengan hamba sahaya.23

Di dalam kehidupan privatnya, seorang Muslimah dibolehkan menampakkan perhiasannya kepada suaminya. Suami adalah orang yang berhak melihat isterinya dan menikmati kecantikan sang isteri, sedangkan lelaki asing tidak berhak. Seorang muslimah juga boleh memperlihatkan perhiasannya dan mengenakan pakaian rumah dalam batas-batas yang diperbolehkan syariat di hadapan laki-laki yang menjadi mahramnya.24

Penggunaan jilbab dalam kehidupan umum akan mendatangkan kebaikan bagi semua pihak. Dengan tubuh yang tertutup jilbab, kehadiran wanita jelas tidak membangkitkan birahi lawan jenisnya. Sebab, sebagaimana layaknya naluri

(ghazirah), naluri seksual juga tidak akan muncul dan menuntut pemenuhan jika

tidak ada stimulus yang merangsangnya. Tubuh yang dibiarkan terbuka, apalagi disertai gerakan erotis, merupakan fakta yang dapat merangsang birahi.25

D. Konseptualiasi Media Massa

Istilah “media massa” merujuk pada alat atau cara terorganisasi untuk berkomunikasi secara terbuka dan dalam jarak jauh kepada banyak orang (khalayak) dalam jarak waktu yang ringkas. Media massa bukan sekadar alat semata-mata, melainkan juga institusionalisasi dalam masyarakat sehingga terjadi

23

Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 378

24

Labib Rokhmat, Tafsir Al Wa’ie, h. 16

25


(39)

proses pengaturan terhadap alat itu oleh warga masyarakat melalui kekuasaan yang ada maupun mealui kesepakatan-kesepakatan lain.26

Lebih jauh, media merupakan kekuatan sosial dan kultural yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Denis McQuail menguraikan definisi dan fungsi media sebagai berikut:27

1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain;

2. Sumer kekuatan – alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat;

3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat;

Sebagai bentuk komunikasi massa, media massa memiliki karakter yang bisa kita lihat dalam kehiduan sehari-hari, antara lain:

1. Publisitas, yakni bahwa media massa adalah produk pesan dan informasi yang disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak, massa;

2. Universalitas, yaitu bahwa pesannya bersifat umum dan tidak dibatasi pada tema-tema khusus, berisi segala aspek kehiduan, dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum);

26

Nurani Soyomukti, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jogjakarta, Ar-ruzz Media, 2010), h.198

27


(40)

3. Periodisitas, waktu terbit atau tayangnya bersifat tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari;

4. Kontinuitas, berkesinambungan atau terus menerus sesuai dengan periode mengudara atau jadwal terbit; dan

5. Aktualitas, berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peistiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.

1. Media Internet (Media Online)

Media online merupakan media komunikasi yang pemanfaatannya menggunakan perangkat internet. Karena itu, media online tergolong media massa yang populer dan bersifat khas. Kekhasan media ini terletak pada keharusan untuk memiliki jaringan teknologi informasi dengan menggunakan perangkat komputer, di samping pengetahuan tentang program komputer untuk mengakses informasi atau berita.28

Keunggulan media online lainnya, seperti adanya fasilitas hyperlink, yaitu sistemkoneksi antara website ke website lain, fasilitasnya dapat dengan mudah menghubungkan dari satu situs ke situs lainnya, sehingga pengguna dapat mencari atau memperoleh informasi lainnya. Tidak sedikit wartawan sebagai pencari berita yang mencari berita dari internet.29

Media online atau internet kini dianggap sebagai sarana yang paling sebagai sarana yang paling efektif untuk menerbitkan siaran pers (pers release)

28

Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, (Bogor, Ghalia Indonesia, 2011), h. 46

29


(41)

bagi pengirim berita, baik individu maupun institusi. Para pengelola pers kampus misalnya menggunakan teknologi internet dengan gratis, seperti weblog yang disingkat menjadi blog. Bahkan, kehdiran blog sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, namun, blog sepenuhnya tidak bisa dikategorikam sebagai kegiatan kejurnalistikan, perlu proses yang cukup signifikan untuk menyatakan blog sebagai jurnalstik online.

Kelebihan lain dari media online adalah difungsikannya media antarpribadi dengan pengiriman pesan dalam bentuk electronic mail (email). Surat yang hendak dikirim tidak perlu melalui kantor pos atau perusahaan jasa pengiriman yang bisa memakan waktu berhari-hari dan mungkin berminggu-minggu baru bisa sampai, apalagi jika tujuannya ke luar negeri. Melalui fasilitas

email yang ada di internet, pesan yang dikirim dapat diterima pada detik yang

sama tanpa mengenal jarak, ruang dan waktu.30

Dari uraian-uraian dan penjelasan tentang media online, penulis dapat merujuk dan mendefinisikan bahwa media online yaitu media yang terbit di dunia maya dengan bentuk yang sederhana dan tidak terbatas pada ruang dan waktu, sehingga masyarakat dapat mengaksesnya kapan saja dan dimana saja sejauh ada jaringan yang menghubungkan orang tersebut dengan internet. Bersifat real time,

actual dan dapat diakses/baca/dilihat oleh siapa pun.31

E. Analisis Wacana

30

Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar Teori dan Praktik, h. 48

31

http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/media-online-dan-sejarahnya.html diunduh pada tanggal 19 Juni 2014 pukul 00:47 WIB


(42)

Secara etimologi (bahasa) istilah wacana berasal dari bahasa sansekerta

wac/ wak/ vak yang artinya „berkata’ atau „berucap’. Kata ana yang berada di

belakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna „membedakan’ (nominalisasi). Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan32

Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para ahli linguistik di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah Bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari bahasa latin yakni discursus (lari ke sana ke mari). Kata ini diturunkan dari kata dis (dan/ dalam arah yang berbeda) dan kata currere (lari).33

Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia terdapat tiga makna dari istilah wacana. Pertama, percakapan: ucapan; tutur. Kedua, keseluruhan tutur yang merupakan satu kesatuan. Ketiga, satuan bahasa terlengkap yang realisasinya merupakan bentuk karangan yang utuh.34

Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Luasnya makna wacana disebabkan oleh perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana tersebut mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik komunikasi dan sastra.35

32

Mulyana, Kajian Wacana: Teori, Metode Dan Aplikasi, Prinsip-Prinsip Analisis Wacana (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h.3.

33

Dede Oetomo, Kelahiran Dan Perkembangan Analisis Wacana (Yogyakarta: Kanisius 1993), h.3.

34

Hoetomo M. A, Kamus Lengkap Bahsa Indonesia (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h. 588

35

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semantik, Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9


(43)

Dari beberapa definisi mengenai analisis wacana di atas dapat disimpulkan bahwa analisis wacana adalah studi tentang susunan/ struktur pesan dalam komunikasi. Lebih tepatnya lagi adalah telaah mengenai aneka fungsi bahasa.

1. Pengertian Analisis Wacana Teun A. Van Dijk

Model analisis wacana Van Dijk kerap disebut sebagai “kognisi sosial”. Istilah ini sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.36

a. Teks

Untuk memperoleh gambaran struktur teks dalam model Van Dijk, berikut gambaran singkatnya:

1) Tematik, secara harfiah tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.

2) Skematik, bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori atau pembagian umum seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup, dan sebagainya. Skematik mungkin merupakan strategi dari komunikator untuk mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan pendukung.

3) Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal. Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan

36


(44)

antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. Dengan kata lain, semantik tidak hanya mendefinisikan bagian mana yang penting dari struktur wacana, tetatpi juga menggiring ke arah sisi tertentu dari suatu peristiwa.

4) Sintaksis, menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar atau kalimat dalam teks.

5) Stilistik, pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana.

6) Retoris, adalah gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Retoris memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.37 b. Kognisi Sosial

Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Van Dijk menyebut sebagai kognisi sosial. Untuk mengetahui bagaimana makna tersembunyi dari teks, diperlukan analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa, atau lebih tepatnya proses kesadaran mental dari pemakai bahasa. Oleh

37


(45)

karena itu, dibutuhkan suatu penelitian atas represntasi kognisi dan strategi wartawan dalam memproduksi suatu berita.38

c. Konteks sosial

Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah konteks sosial. Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.

Menurut Van Dijk, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting: kekuasaan (power) dan akses (acces)39

1) Praktek kekuasaan

Van Dijk mendefinisikan kekuasaan tersebut sebagai kepemilikan yang dimiliki oleh suatu kelompok (atau anggotanya), satu kelompok untuk mengontrol kelompok (atau anggota) dari kelompok lain. Kekuasaan ini umumnya didasarkan pada kepemilikan atas sumber-sumber yag bernilai uang, status, dan pengetahuan. Selain berupa kontrol yang bersifat langsung dan fisik, kekuasaan itu dipahami oleh Van Dijk, juga berbentuk persuasi, tindakan seseorang untuk secara tidak langsung mengontrol dengan jalan mempengaruhi kondisi mental, seperti kepercayaan, sikap dan pengetahuan.

38

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259

39


(46)

2) Akses mempengaruhi wacana

Analisis wacana Van Dijk memberi perhatian yang sangat besar pada akses, bagaimana akses di antara masing-masing kelompok dalam masyarakat. Kelompok elit mempunyai akses yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang tidak berkuasa. Oleh karena itu, mereka yang berkuasa mempunyai kesempatan lebih besar untuk mempengaruhi kesadaran khalayak. Akses yang lebih besar bukan hanya memberi kesempatan untuk mengontrol kesadaran khalayak lebih besar, tetapi juga menentukan topik apa dan isi wacana apa yang dapat disebarkan dan didiskusikan kepada khalayak.


(47)

35

REPUBLIKA SEBAGAI MEDIA ONLINE

A. Sejarah Republika Online40

Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas muslim bagi publik di Indonesia. Penerbitan tersebut merupakan puncak dari upaya panjang kalangan umat, khususnya para wartawan profesional muda yang telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim se - Indonesia (ICMI) yang dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya - upaya tersebut berbuah. Republika terbit perdana pada 4 Januari 1993. Penerbitan Republika menjadi berkah bagi umat. Sebelum masa itu, aspirasi umat tidak mendapat tempat dalam wacana nasional. Kehadiran media ini bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi tersebut, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Karena itu kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham per orang. PT. Abdi Bangsa Tbk sebagai penerbit Republika pun menjadi perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan publik.

B. Perkembangan Republika Online41

Usaha penerbitan koran bukan perkara sederhana. Selain sarat dengan modal dan sarat SDM, bisnis inipun sarat teknologi. Keberhasilan Republika menapaki usia 10 tahun merupakan buah upaya keras manajemen dan seluruh awak pekerja di PT Abdi Bangsa Tbk yang dilakukan oleh perusahaan yang

40

Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika 41


(48)

menerbitkan koran ini sejak 1993 untuk mengelola segala kerumitan itu. Selain dituntut piawai berhitung, pengelola koran juga harus jeli, cerdik, dan kreatif bersiasat untuk tetap bertahan dan memenangkan persaingan. Sejak awal, Republika memang dekat dengan "sesuatu yang baru". Tatkala lahir, Republika menggebrak dengan tampilan "Desain Blok" yang tak lazim. Republika pun mampu menyabet gelar juara pertama Lomba Perwajahan Media Cetak 1993.

Tahun 1995, Republika menyajikan layanan berita di situs web internet, dengan alamat www.republika.co.id Ini adalah Koran pertama di Indonesia yang tampil di dunia internet, situs itu kemudian kita nam akan Republika Online. Republika Online yang biasa disebut ROL muncul pertama kali di internet pada awal 1995 atau sekitar dua tahun setelah surat kabar Republika terbit. Sebagai situs berita, pada saat itu, muatan ROL hanya menduplikasi materi berita - berita koran Republika secara lengkap. Tujuan utama penerbitan Republika versi internet adalah untuk melayani pembaca yang tidak terjangkau distribusi koran cetak dan untuk pembaca yang berada di luar negeri. Pada fase berikutnya ROL secara bertahap mulai berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi.

Desain dan berbagai layanan web dan materi beritanya pun lebih diperkaya. Sejak pertengahan 2008 Republika Online mengalami perubahan besar, dari sekadar situs berita sederhana menjadi web portal multimedia. Perubahan tersebut terjadi sebagai jawaban atas munculnya tantangan industri media yang mulai memasuki era konvergensi media. Dalam hal ini, Republika sebagai institusi industri media dituntut untuk memiliki dan mendistribusikan content medianya dalam format cetak, online, dan mobile. Sesuai dengan falsafah


(49)

dasar Republika, muatan ROL tetap mengedepankan komunitas Muslim sebagai basis pengunjungnya. Tampilan ROL terbaru inilah yang diluncurkan kembali

(relaunching) pada 6 Februari 2008. Tema launchingnya kami namakan

RELOAD. Segala kreativitas dicurahkan untuk sedapat mungkin membuat

Republika online selalu dekat dan meladeni keinginan publik. Memang, upaya itu jelas tak mudah. Namun, kami menikmatinya selama ini.

C. Produk ROL42

1. Portal internet multimedia yang menampilkan content dalam format teks, voice, visual, dan mendistribusikan content secara online, mobile, print. 2. Media interaktif komunitas Muslim untuk membangun partisipasi dan

kesadaran umat terhadap pluralisme informasi berkualitas. 3. Fokus pada pengembangan content berbasis keislaman

4. Memberi ruang informasi sangat luas dan cepat. “Tersaji begitu terjadi”

5. Melayani segmen audiens level SES Class A B dengan rentang usia 18 -50 tahun

D. Prinsip dasar ROL43

1. Mengutamakan berita dan informasi interaktif dalam format netizen

(citizen journalism)

2. Memberi ruang luas bagi content how to, tips, people, dan services 3. Santun, ramah, dan akrab dengan keluarga

4. Dekat dengan semua komunitas

5. Mengutamakan berita dan informasi keislaman 6. Menyeimbangkan good news dengan bad news

42

Dikutip dari dokumen pribadi company profile Harian Republika 43


(50)

7. Menyajikan berita secara ringkas dan cepat 8. Mudah diakses

E. Visi dan Misi Republika44

1. Visi : Menjadikan HU REPUBLIKA sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai - nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan Bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan Lil Alamin.

2. Misi : Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggung jawabkan secara professional.

F. Gambaran Umum Kasus Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Dalam berita yang berjudul “DPRD Bali Bahas Larangan Jilbab” berbagai sekolah di Bali melarang pemakaian jilbab untuk siswi muslim, baik secara tertulis maupun lisan. Organisasi PII melakukan pertemuan dengan DPRD Provinsi Bali dengan maksud membahas kasus tersebut. Wakil Sekjen Pengurus Besar PII Helmy Al-Djufri mengeluhkan lambannya kasus ini oleh pemerintah pusat. Sedangkan surat audiensi sudah dikirim ke DPRD Bali, Gubernur, dan Dinas Pendidikan. Belum ada solusi mengenai kasus jilbab ini, namun PII akan terus memperjuangkan agar kasus tersebut tidak lagi ada di Bali. Komnas HAM berencana mengundang kemenag serta kemendikbud, Maret mendatang . Tujuannya, untuk membiicarakan banyak hal temasuk jaminan terpenuhnya kebebasan beragama di sekolah.

44


(51)

Kemudian dalam berita yang berjudul “Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu”. Menurut Komnas HAM kasus ini menjadi sorotan karena jilbab jadi bagian kebebasan yang harus dibela. Dalam buku peraturan sekolah di SMPN 1 Singaraja tertulis jelas bahwa siswa perempuan dilarang menggunakan jilbab. Hal ini tertulis jeas dalam buku tata tertib sekolah yang tercantum pada Bab I Pasal 2 yang

menyebutkan “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Muslimah

dan lembaga Islam lainnya diharapkan bisa membantu melakukan pembinaan yang sama. Demikian juga para ustaz agar mengimbau para orang tua

mendukung anaknya yang berjilbab. “Kami belum sanggup menangani semua

sekolah di Bali,” kata Fatimah selaku Sekretaris Umum Pengurus Wilayah PII Bali.


(52)

40

1. Pelanggaran HAM Dalam Wacana Larangan Penggunaan Jilbab Sekolah di Bali Pada Media Republika Online

1. Analisis Level Teks Berita

1.1. Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta

Muslim di Bali Bersatu (26/02/14)

a. Struktur Makro; Tematik

Struktur Makro merupakan level analisis teks dengan level analisis makna global dari suatu teks yang diamati dari topik atau tema yang diangkat surat kabar. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Gagasan penting Van Dijk, wacana umumnya dibentuk dalam tata aturan umum (macrorule). Teks tidak hanya didefinisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu, tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut hal ini sebagai koherensi global (global coherence), yakni bagian-bagian dalam teks yang dirunut menunjuk pada satu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum tersebut.1

Gagasan utama atau makna global yang diambil dalam berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali

Bersatu yang terbit pada 26 Februari 2014 dan ditulis oleh Fuji Pratiwi

1


(53)

adalah mengenai hak dasar yang perlu dibela yaitu kebebasan beragama. Berita ini menggambarkan bahwa banyak sekolah yang melarang siswinya menggunakan jilbab atau penutup kepala dan mengajak kepada semua elemen umat islam untuk bersatu membela kasus ini karena yang terlihat hanya PII saja yang bergerak dalam isu ini. Sesuai dengan wawancara dengan Fuji Pratiwi, wartawan Republika Online:

“Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi

nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata”.2

b.Superstruktur; Skematik

Dalam superstruktur yang diamati adalah bagaimana urutan kejadian diceritakan dalam sebuah berita. Terdapat pendahuluan, isi dan penutup dalam bagian berita. Menurut Van Dijk ada dua kategori skema besar dalam berita, Pertama, Summary yang umumnya ditandai dengan dua elemen yakni judul dan lead. Kedua, Story yakni isi berita secara keseluruhan, story terbagi menjadi sub-kategori yakni proses jalannya peristiwa dan komentar yang ditampilkan dalam teks.3

1)Pendahuluan – berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, pada Lead pembuka wartawan menulis bahwa kasus larangan jilbab di sekolah diberlakukan di puluhan sekolah

2

Wawancara dengan Fuji Pratiwi, Wartawan Republika Online, pada 01 November 2014.

3


(54)

di Bali dan menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela.

Kasus pelarangan jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan

sekolah di Bali, menjadi sorotan Komnas HAM. Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang harus dibela”.4

2)Bagian isi – berita ini menjelaskan bahwa Komisioner Komnas HAM bernama Maneger Nasution menekankan, kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian dari kebebasan beragama yang merupakan hak dasar yang perlu dibela. Maneger mengakui belum ada respon dari kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Maneger pun khawatir jika semua elemen umat Islam tidak bersatu dalam kasus ini maka pengaruhnya akan kecil.

3)Penutup – pada bagian akhir berita ini bahwa PW PII Bali bersama-sama dengan sejumlah elemen organisasi Islam di Bali akan terus mengumpulkan informasi tentang sekolah-sekolah yang melarang siswanya mengenakan jilbab di sekolah dan ada sejumlah sekolah yang menantang tim investigasi PII Bali untuk mengadukan pelarangan berjilbab ke instansi yang lebih tinggi.

c.Struktur Mikro; Semantik

Semantik adalah disiplin ilmu bahasa yang telah menelaah makna satuan lingual, baik makna satuan lingual, baik makna leksikal maupun makna gramatikal.5

4

Berita berjudul Isu Pelanggaran Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu

(Republika Online, Edisi 26/02/14)

5

Alex Sobur. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h.78


(55)

1)Latar – latar merupakan bagian erita yang dapat mempengaruhi semantik (arti) yang ingin ditamilkan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukakan latar belakang atas perstiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa.6

Terjadinya peristiwa ini disebabkan karena adanya larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali. Larangan tersebut masuk dalam buku tata tertib sekolah dan ada beberapa sekolah yang memberikan opsi lain jika menemukan siswi yang menggunakan jilbab. Dan kasus ini dilaporkan oleh PII seperti yang diberitakan dalam berita tersebut:

“...larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di

buku saku siswa. Pada Bab I Pasal 2 di buku itu disebutkan, “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab””.7

2)Detil – elemen wacana detil berhubungan dengan kontrol informasi yang ditapilkan seseorang. Komunikator akan menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik. Sebaliknya, ia akan menampilkan informasi dalam jumlah sedikit (bahkan kalau perlu tidak disampaikan) kalau hal itu merugikan kedudukannya. Informasi yang menguntungkan komunikator, bukan hanya ditampilkan secara berlebih tetapi juga dengan detil yang lengkap kalau perlu dengan data-data. Detil yang lengkap dan panjang lebar merupakan penonjolan yang dilakukan secara sengaja untuk menciptakan citra tertentu kepada khalayak. Detil yang lengkap itu akan dihilangkan kalau berhubungan dengan sesuatu yang menyangkut dengan kelemahan atau kegagalan

6

Eriyanto, Analisis Wacana, h. 235

7

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 10 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014)


(56)

dirinya. Hal yang menguntungkan / pembuat teks akan diuraikan secara detil dan terperinci, sebaliknya fakta yang tidak menguntungkan, detil informasi akan dikurangi.8

Dalam berita tersebut terdapat infografi yang menjelaskan latar belakang permasalahan larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali dan memberikan bukti bahwa larangan tersebut masuk dalam buku tata tertib siswa.

3)Maksud – elemen wacana maksud, hampir sama dengan elemen detil. Dalam detil, informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan dengan detil yang panjang. Elemen maksud melihat informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit, dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. Informasi yang menguntungkan disajikan secara jelas, dengan kata-kata yang tegas, dan menunjuk langsung pada fakta.9

Terdapat elemen maksud pada berita ini yang menjelaskan alasan dasar dan alasan kuat mengapa elemen umat Islam harus bersatu untuk membela kasus ini. Hal tersebut dijelaskan pada paragraf 8,

“Saya khawatir jika tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi

memang harus melibatkan semua komponen...”10

8

Eriyanto, Analisis Wacana, h. 238

9

Eriyanto, Analisis Wacana, h. 240

10

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu


(57)

Kalimat ini menjelaskan ajakan untuk bersatu dalam membela hak dasar manusia dalam beragama dan juga selain umat Islam juga kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.

4)Pra-anggapan elemen wacana praanggapan (presupposition) merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks. Kalau latar berarti upaya mendukung pendapat dengan jalan memberi latar belakang, maka praanggapan adalah upaya mendukung pendapat dengan membeikan premis yang dipercaya kebenarannya. Pranggapan hadir dengan pernyataan yang dipandang terpercaya sehingga tidak perlu dipertanyakan.11

Terdapat elemen pra-anggapan pada Lead berita ini,

Mereka menilai jilbab jadi bagian kebebasan beragama yang

harus dibela”12

Pada paragraf kedua terdapat pula pra-anggapan dalam berita ini,

Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan, kasus

pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan bagian kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”.13

Kalimat-kalimat tersebut menjelaskan adanya bentuk pelanggaran HAM di Bali dalam kebebasan beragama yang merupakan hak dasar setiap manusia yang perlu dijunjung tinggi keberadaannya. Ketika berita ini diturunkan belum ada keputusan yang jelas dari pemerintah soal kasus ini sebab ketika PII mengirimkan laporan tersebut, hal ini tidak langsung

11

Eriyanto, Analisis Wacana,h. 256

12

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 1 (Republika Online, Edisi 26 Februari 2014)

13

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 2


(58)

ditanggapi oleh kemenag, kemendikbud, dan Dinas Pendidikan Provinsi Bali.

d.Struktur Mikro (Sintaksis)

1)Bentuk Kalimat – bentuk kalimat adalah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara bepikir logis, yaitu prinsip kausalitas.14

Pada paragraf pertama, “Mereka menilai jilbab jadi bagian

kebebasan beragama yang harus dibela”.15

Kalimat aktif ini digunakan untuk menjelaskan bahwa Komnas HAM menyoroti kasus tersebut secara sungguh-sungguh.

2)Koherensi koherensi merupakan elemen wacana untuk melihat bagaimana seorang secara strategis menggunakan wacana untuk menjelaskan suatu fakta atau peristiwa. Apakah peristiwa itu dipandang saling terpisah, berhubungan, atau malah sebab akibat. Pilihan-pilihan mana yang diambil ditentukan oleh sejauh mana kepentingan komunikator terhadap peristiwa tersebut.16 Pada paragraf kelima,

Baik PII maupun Anita Whardani, belum pernah melaporkan

kasus pelarangan jilbab ini ke Komnas HAM. Sehingga kedatangan Komnas HAM ke Pemda Denpasar juga sempat dipertanyakan atas

laporan siapa. “Kami sampaikan, kedatangan kami ke suatu wilayah

tidak harus karena ada laporan. Kami ke Bali pun atas hasil pantauan kami saja melihat kasus yang begulir,” kata dia, Rabu (26/2)”.17

Kalimat di atas menjelaskan elemen koherensi sebab akibat alasan Komnas HAM datang ke Pemda Denpasar yaitu dengan memantau kasus

14

Eriyanto, Analisis Wacana, h. 251

15

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 1

16

Eriyanto. Analisis Wacana, h. 242

17

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 5


(59)

yang bergulir. Hal ini dikarenakan adanya isu larangan penggunaan jilbab sekolah di Bali yang masuk ke dalam buku tata tertib sekolah pada Bab I Pasal 2 yang berbunyi “Khusus Perempuan poin (c) Tidak memakai jilbab”. Hal ini sudah melanggar hak asasi manusia dalam kebebasan beragama.

3)Kata Ganti – elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana. Dalam mengungkapkan sikapnya, seseorang dapat menggunakan kata ganti “saya” atau “kami” yang menggambarkan bahwa sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Akan tetapi, ketika memakai kata ganti “kita” menjadikan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu. Batas antara komunikator dengan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukkan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap komunitas secara keseluruhan.18

Pernyataan Komisioner Komnas HAM pada paragraf delapan

Saya khawatir jika mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi

memang harus melibatkan semua komponen”.19

Kata ganti saya merupakan pendapat pribadi atau opini yang tidak melibatkan kelompok. Kata ganti tersebut mewakili Komnas HAM yang menyoroti kasus larangan jilbab di sekolah dan mengajak komponen umat Islam untuk membela kasus ini.

18

Eriyanto, Analisis Wacana, h.253-254

19

Berita berjudul Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu, Paragraf 8


(60)

e.Struktur Mikro (Stilistik)

1)Leksikon – pada dasarnya elemen ini menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk ada fakta. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukkan sikap dan ideologi tertentu. Peristiwa sama dapat digambarkan dengan pilihan kata yang berbeda-beda.20 Pemilihan kata dalam laporan utama “Isu Pelarangan Jilbab, Komnas HAM Minta Muslim di Bali Bersatu” adalah sebagai berikut: - Kata yang ternyata dan sorotan dalam kalimat : kasus pelarangan

jilbab yang ternyata diberlakukan di puluhan sekolah di Bali, menjadi sorotan Komnas HAM. Kata yang ternyata memiliki arti faktanya dan sorotan memiliki arti perhatian.

- Kata memediasi dalam kalimat : Ia pun siap memediasi dan akan membantu karena ada akses informasi yang dihambat di sana. Kata memediasi memiliki arti menjadi penengah.

- Kata bergulir dalam kalimat : kami ke Bali pun atas hasil pantauan kami saja melihat kasus yang bergulir. Kata bergulir memiliki arti terus menerus ada.

- Kata elemen dalam kalimat : ia juga meminta semua elemen umat Islam untuk bersatu. Kata elemen memiliki arti unsur.

- Kata komponen dalam kalimat : jadi memang harus melibatkan semua komponen. Kata komponen memiliki arti bagian dari keseluruhan.

20


(61)

- Kata terang-terangan dalam kalimat : bahkan di SMPN 1 Singaraja, larangan mengenakan jilbab ditulis secara terang-terangan di buku saku siswa. Kata terang-terangan memiliki arti menerangkan secara jelas.

f. Struktur Mikro (Retoris)

1)Grafis – elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dari teks. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain.21

Unsur grafis yang muncul dalam pemberitaan Isu Pelarangan Jilbab pada Media Online Republika terdapat pada paragraf kedua dalam

kalimat “Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution menekankan,

kasus pelarangan jilbab di Bali harus dibantu. Sebab jilbab merupakan

bagian kebebasan beragama merupakan hak dasar yang perlu dibela”.

Dalam kalimat ini menggambarkan bahwa kasus ini harus segera diselesaikan karena ini menyangkut hak dasar manusia yang harus dibela.

Kemudian di paragraf kedelapan dalam kalimat “Saya khawatir jika

mereka tidak bersatu, pengaruhnya akan kecil. Jadi memang harus melibatkan semua komponen”. Kalimat ini mengajak semua komponen islam untuk membela hak dasar beragama setiap warga negara, karena jika hanya segelintir yang membela kasus ini dampaknya tidak begitu besar.

21


(1)

Jadi kaitan saya disana, saya mengerti bahwa nggak enak dilarang mengunakan jilbab awal saya masuk SMP pun tahun 2000 itu masih ada sisa-sisa era dimana jilbab masih dianggap aneh, dan saya tau ini nggak bisa kaya gitu lagi. Itu tahun 2000 itu 18 tahun silam masa mau terulang lagi.

17.Adakah faktor penghambat dalam peliputan peristiwa tersebut? Iya pasti ada, ada beberapa yang kurang kooperatif, ada yang susah dihubungi.

18.Menurut anda kenapa kasus ini perlu diberitakan?

Karena ini menyangkut isu kemerdekaan seseorang, jadi biar gimanapun satu orang yang terpenjara sementara dia makhluk negara yang bebas itu nggak benerlah. Orang mungkin melihat ini sepele, satu orang doanglah tapi kalo yang melakukannya bareng-bareng, banyak, masif terstruktur gitu itu namanya kejahatan terencana jadi yaa nggak bisa walaupun korbannya banyak orang, kali aja ada korban-korban lainnya yang kita nggak tau, yang mungkin diem aja. Jadi nggak ada niatan mengadu domba muslim dengan hindu atau menjelek-jelekkan sekolah itu nggak ada. Murni, ada temen kita yang haknya tidak bebas, ayo dibantu. Toh kalau ada yang nasrani dipaksa sekolah hari minggu dan dilarang ke gereja itu akan saya tulis karena ada kejadian kaya gitu, nggak bisa, nggak boleh zalim gitu.

19.Menariknya dari isu ini dibagian mana?

Dari perjuangan si Nita atau Anita, Nita inikan udah make jilbab lama. Jadi anak-anak di Bali bilang kalau tetep mau make jilbabnya opsinya


(2)

dua, pindah ke sekolah islam atau pindah ke Jawa. Itu bukan opsi yang mudah, pindah ke Jawa jauh dari orang tua itu...gimanaa....gitu. perjuangan mereka ternyata lebih berat untuk tetap bisa bertahan dengan selembar kain mereka harus rela pindah ke Jawa dan banyak yang sekolah di Jawa.

20.Kemudian bagaimana dengan si Anita?

Nah si Anita ini nakal nih, dia kekeh, dia bilang “yasudahlah sekolah mau berbuat apa, mau ngapain aja, saya tetep make jilbab, kalo saya dikeluarin yaudah”. Orang tua Anita ngelarang tapi Anita bilang “ini yang saya perjuangkan, saya mau make jilbab”.

21. Jadi Anita tetep sekolah disana dan teman-temannya pindah ke Jawa?

Ada anak-anak sebelumnya, jadi mereka punya forum gitu, pelajar muslim Bali. Salah satu dari mereka cerita ada yang pindah ke Jawa atau pindah ke sekolah islam padahal mereka secara kemampuan nggak kalah sama temennya yang sekolah umum. Ini putri bangsa yang punya potensi bagus, nggak selayaknya dihalangi cuma karna hal ini, semua orang punya kesempatan yang sama lah.

22.Apakah anda melihat kasus ini diberitakan di media online lainnya? Jika iya, dimana? Jika tidak, mengapa?

Saya nggak tau ini sejalan atau nggak dengan ideologi media mereka, satu. Kedua, satu sisi alhamdulillah juga temen-temen dari PII selalu ngontaknya Republika kalau ada isu ini. Kita nggak bisa gerak kalau nggak ada didorong sama temen-temen beliau, kita minta bantuan, kita


(3)

mengadvokasi sampe kemendikbud sampe ini bener-bener selesai, gitu sih ini sejalan atau nggak dengan media lain.

23.Adakah sebuah perencanaan redaksi dalam memberitakan kasus ini? Rencana redaksi ada lah pastinya, redaktur saya mas Feri kami sempet ngobrol bahwa yaaa tentu kami ingin ini goal, mas Feri sempet bilang bahwa jangan sampai ada Anita lain, di sekolah lain. Dalam wawancara kemendikbud saya selalu diminta tanya “apakah aturan ini hanya berlaku untuk semua sekolah atau hanya untuk SMA 2 doang?” dengan hal itu saya ngerasa berarti kita ngga ingin ini cuma jadi kasus sesaat di SMA 2 kemudian SMA lain menutup rapat-rapat rahasianya karna ada kasus ini. Jadi memang kita ingin ini berlaku dan goal, berhasil dan kita terapkan untuk semua.

24.Apakah ada kode etik dari ROL sendiri dalam membuat berita mengenai kasus ini?

Iya tentu, ada beberapa ketika saya telpon Anita dan Anita cerita soal kejadian2 di sekolahnya dengan seniornya cuma Anita minta itu “tidak dimasukkan ya” kemudian ketika Anita menyebut nama dan dia bilang “saya sebut namanya tapi tolong jangan ditulis namanya ya” itukan namaya off the record dan saya menghormati jadi tetep ada lah kode etiknya.

25.Menurut anda, apa yang seharusnya publik dapatkan dari pemberitaan ini?

Tentu selain empati ada juga kesadaran dan aksi nyata. Aksi nyata sebenarnya yang kita harapkan, kita harap dengan ini ada pelajaran


(4)

bahwa tidak boleh kondisi ini terulang kembali, ada juga ada kelalaian maksudnya kasus itu terjadi karena lalai , tidak diperhatikan dengan baik. Jadi kita sih berharap dengan adanya ini semua pihak jadi makin perhatian bahwa ada pihak sekolah yang bertentangan dengan hak dasar. Jadi nggak cuma empati tapi aksi nyata.

26.Mengenai pemberitaan perempuannya, apa yang seharusnya publik dapatkan?

Bahwa perempuan berhak sekolah dengan menjaga nilai-nilai syariat, bahwa perempuan punya peran dan fungsi yang seimbang kaya orang mikir “yaudahlah Anita pindah aja sekolahnya ke sekolah agama” tapi kalau Anita lebih pinter dibidang sains atau sosial kenapa harus dikecilin di agama? Dia bisa memberikan kontribusi yang besar buat bangsa ini kenapa harus dikecilin dengan belajar agama, agama wajib cuma agama harus nggak usah disuruhlah tapi kemudian kalau kapasitas dia lebih besar dari belajar agama kemudian belajar yang lain kenapa harus dibatasin? Jadi saya pikir perempuan punya kesempatan, punya ruang yang sama buat belajar hal lain yang lebih bisa besar dan berkontribusi untuk masyarakat dan orang-orang di sekitarnya.

Mengetahui,


(5)

(6)