Aliran Sesat Ormas Gafatar Di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar Di Detik.Com Dan Republika Online) Skripsi

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam

(S.Kom.I)

Oleh:

Riadin Munawar

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016 1112051000042


(2)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Saijana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh: Riadin Munawar NIM: 1112051000042

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437H/2016M


(3)

ONLINE (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online) telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta pada tanggal 29 Juli 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI).

Jakarta, 29 Juli 2016 Sidang Munaqosyah

Anggota,


(4)

Dengan ini saya menyatakan:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(5)

Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online)

Fenomena munculnya aliran sesat di Indonesia bukan merupakan sebuah hal yang baru. Beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu diberbagai wilayah di Indonesia. Ormas Gafatar kembali menambah daftar panjang munculnya aliran sesat di Indonesia setelah pada tanggal 3 Februari 2016 MUI mengeluarkan fatwa sesat kepada mereka menyusul banyaknya kasus kehilangan para anggotanya. Keberadaannya menjadi bukti nyata bahwa pemerintah masih kurang cekatan dalam penanganan serta pencegahan terhadap eksistensi aliran sesat di Indonesia.

Media massa, memiliki peran dalam memberitakan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat untuk diketahui oleh khalayak umum. Media massa juga berperan penting dalam membentuk opini publik, termasuk dalam pemberitaan Gafatar ini. Detik.com dan Republika Online merupakan dua media online yang intens memberitakan kasus Gafatar Dalam pemberitaan. Detik.com seringkali bersifat umum, sedangkan Republika Online seringkali bersegmentasi ke-Islaman dalam pemberitaannya. Hal ini menarik karena kasus Gafatar ini sangat erat kaitannya dengan umat Islam.

Peneliti mengambil sample 4 berita dari masing-masing kedua media online tersebut sebagai objek berita tersebut. Berita yang dipilih merupakan berita edisi tanggal 3 dan 4 Februari 2016 di Detik.com dan Republika Online. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana aliran sesat Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di Detik.com dan Republika Online dalam unsur Medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana? Serta bagaimana perbandingan penyajian wacana pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online?

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif, dengan teori semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi teks, wawancara, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni teks berita di Detik.com dan Republika Online. Analisis dilakukan dengan cara menganalisis empat berita dari masing-masing media online tersebut, lalu ditelaah dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta perbandingan penyajian wacana di kedua media online tersebut.

Setelah melakukan proses penelitian, dapat diketahui bahwa Detik.com dan Republika Online pada medan wacana mewacanakan kasus ini sebagai tanggungjawab pemerintah yang harus segera menyelesaikan melalui proses hukum para pimpinan Gafatar yag dianggap sebagai pelaku, serta memberi perlindungan kepada para pengikut Gafatar yang dianggap sebagai korban. Namun perbedaan yang cukup signifikan ada pada Republika Online yang menaruh perhatian khusus kepada para tokoh agama yang juga dianggap bertanggungjawab terhadap kasus ini. Dari segi pelibat wacana, dikedua media tersebut sumber yang dikutip legitimate dan kompeten. Sementara dari sarana wacana, kedua media tersebut menggunakan bahasa yang tegas, informatif dan dapat dikaji dalam penggunaan majas dalam teks beritanya.


(6)

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari zaman kegelapan menuju cahaya kebenaran yang penuh kemuliaan. Sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online.

Adapun skripsi ini merupakan tugas akhir yang disusun guna melengkapi salah satu syarat yang telah ditentukan dalam menempuh program studi Strata Satu (S1) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, beserta Suparto M.Ed, selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.

2. Bapak Drs. Masran, M.A. dan Ibu Fita Fathurokhmah SS, M.Si selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Rachmat Baihaky, MA sebagai pembimbing skripsi yang inovatif, yang telah menyempatkan waktu dan memberikan arahan dan masukan positif dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

4. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu, pengalaman serta dedikasinya kepada peneliti selama menuntut ilmu dalam masa perkuliahan dan selalu memotivasi untuk menjadi insan akademis yang selalu terus belajar.


(7)

alasan utama penulis untuk segera menyelesaikan studi dan selalu menjadi yang terbaik.

6. Kepada Kakak dan Adik penulis, Nur Fitri Amalia dan Ilyas Firdaus yang telah memberikan motivasi kepada penulis. Serta Dzakira Kayla Nur Salsabila, keponakan yang selalu menghadirkan keceriaan dan menghilangkan penat di sela-sela menulis skripsi.

7. Kepada Muhamad Nur, rekan seperjuangan sejak awal perkuliahan di UIN Jakarta yang selalu membantu hingga selesai studi.

8. Kepada Panji Febrian Nugraha, rekan seperjuangan yang juga selalu turut membantu penulis dalam berbagai hal selama masa perkuliahan.

9. Kepada Keluarga Besar KPI 2012, HMJ KPI, dan khususnya kepada rekan-rekan WEAK KPI B 2012 yang telah bersama-sama menempuh jalan panjang selama proses perkuliahan.

10.Kepada Keluarga Besar Longgate, yang turut membantu proses penulisan skripsi hingga menjadi penuh tantangan, serta selalu mewarnai kehidupan penulis dan selalu memotivasi untuk maju bersama menuju kehidupan bangsa yang lebih baik. 11.Bapak Erwin Dariyanto dan Ahmad Subarkah selaku Editor serta Redaktur Pelaksana dari Detik.com dan Republika Online yang telah memberikan waktu luang untuk wawancara di tengah kesibukannya.

12.Kepada Ika Suci Agustin, kaka senior yang telah memberikan berbagai referensi buku serta masukan untuk menyelesaikan skripsi.

13.Rekan-rekan KKN Allegro 2015 Desa Pancawati, terimakasih atas kebersamaan, ilmu dan kenangan dalam proses pengabdian, semoga silaturahmi tetap terjaga.


(8)

14.Kepada segenap staff yang bekerja di UIN Jakarta terimakasih atas keramahannya dan pelayanan yang baik kepada penulis.

15.Kepada orang-orang yang berkontribusi terhadap perjalanan hidup penulis dan dan proses penulisan skrispi, yang mungkin saya lupa cantumkan namanya dalam skripsi ini penulis ucapkan terimakasih banyak. Semoga Allah selalu membalas kebaikan kalian.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis hanya dapat mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang terlibat. Hanya ucapan inilah yang dapat peneliti berikan, semoga Allah membalas semua kebaikan kalian. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis, pembaca dan khususnya kepada civitas akademik Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Jakarta.

Jakarta, 20 Juli 2016


(9)

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 17

F. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Semiotika Sosial ... 20

1. Pengertian Semiotika ... 20

2. Macam-macam Analisis Semiotika... 25

3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday ... 26

B. Konseptualisasi Pemberitaan ... 32

1. Pengertian Berita ... 32

2. Nilai Berita ... 33

3. Teknis Penulisan Berita ... 35

C. Media Online ... 39

D. Aliran Sesat ... 43

1. Profil Ormas Gafatar ... 43

2. Indikator Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan ... 47

3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) ... 48

4. Dampak Aliran Sesat ... 49

BAB III GAMBARAN UMUM A. Sejarah Singkat Pers di Indonesia ... 53


(10)

A. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Detik.com ... 79 1. Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... 80 2. Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar

Sesat dan Menyesatkan” ... 86 3. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan

Menko Luhut” ... 93 4. Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum

Pimpinan Gafatar!” ... 98 B. Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Republika Online ... ...104 1. Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan

... ... 104 2. Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” ... ... 108 3. Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” ... ... 113 4. Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” ... ... 119 C. Analisis Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online ... ...124

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 128 B. Saran-saran ... 129 Daftar Pustaka……… ... 130 Lampiran-Lampiran


(11)

Tabel 4.2 Analisis Pemberitaan “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... ....80 Tabel 4.3 Analisis Pemberitaan “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan

Menyesatkan” ... 86 Tabel 4.4 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut

... 93 Tabel 4.5 Analisis Pemberitaan “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pimpinan

Gafatar!” ... 98 Tabel 4.6 Analisis Pemberitaan “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” ... 104 Tabel 4.7 Analisis Pemberitaan “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya

Dilindungi” ... 108 Tabel 4.8 Analisis Pemberitaan “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” ... 113 Tabel 4.9Analisis Pemberitaan “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan

Gafatar” ... 119 Tabel 4.10 Perbandingan Pemberitaan Detik.com dan Republika Online ... 125


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Elemen Makna Pierce ...22 Gambar 2.2 Piramida Terbalik Pemberitaan ...37


(13)

A. Latar belakang Masalah

Fenomena kemunculan aliran sesat bukan merupakan sebuah hal yang baru. Sejarah mencatat, beberapa aliran sesat muncul dari waktu ke waktu di berbagai wilayah di Indonesia. Kemunculan mereka kerap menyita perhatian publik, menimbulkan permasalahan dan memunculkan perdebatan. Kehadiran aliran sesat menimbulkan keresahan di masyarakat, terutama bagi mereka kelompok umat Islam arus utama (mainstream). Selain itu, kehadiran aliran sesat juga sering kali disikapi secara ekstrem dengan terjadinya berbagai tindakan anarkis kepada para penganut aliran sesat yang tentunya meyebabkan dampak negatif yang menimpa banyak pihak.

Pada masa Orde Lama dan Orde Baru tercatat ada beberapa aliran dan gerakan keagamaan yang dianggap menyimpang seperti Inkar sunah, maupun yang bersifat sufistik atau tarekat, serta gerakan yang bersifat politis seperti Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia maupun Negara Islam Indonesia. 1

Sementara itu, pada masa Orde baru muncul aliran dan gerakan keagamaan seperti Islam Jamaah/Darul Hadits, Darul Arqom, NII KW-IX,

1

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.( Jakarta:2014 ), h.2.


(14)

dan NII Fillah. Kemudian menjamur aliran-aliran sesudah era reformasi tahun 1998, seperti kemunculan Salamullah (Lia Eden), Al-Haq, Komunitas Millah Abraham (KOMAR), Surga Eden, Hidup dibalik Hidup,

NII KW IX yang terkait Ma‟had Al-Zaytun dan lain-lain.2

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mencatat ada 300 lebih aliran kepercayaan yang tergolong sesat di Indonesia sampai saat ini. Namun, ratusan aliran sesat tersebut biasa muncul dan menghilang sewaktu-waktu. Menurut Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, Utang Ranuwijaya, ratusan aliran sesat di Indonesia sudah terpantau sejak 1995 silam. Namun, aliran-aliran sesat tersebut umumnya muncul dan menghilang dengan menggunakan nama-nama organisasi yang berbeda-beda.3

Berkembangnya aliran sesat merupakan persoalan serius karena dampaknya yang beresiko. Dampak negatif yang paling nyata adalah banyaknya terjadi perusakan, pemusnahan dan tindakan yang bersifat destruktif karena eksistensi mereka dianggap mengganggu dan meresahkan warga. Konflik yang timbul antara kelompok mainstream dengan penganut aliran baru yang dipandang kontroversial ini selalu dimenangkan oleh mereka yang dominan. Kasus Ahmadiyah di NTB dan Jawa Barat serta Syiah di Sampang, Jawa Timur membuktikan hal

2

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. h.2-3.

3 “MUI: Ada 300 Lebih Aliran Sesat di Indonesia.”

CNN Indonesia Online, 21 Januari 2002. Diakses tanggal 19 April pukul 19.06 WIB.


(15)

tersebut. Fenomena-fenomena tersebut dapat menstimulasi konflik dan kekerasan laten di tingkat masyarakat hingga kelompok kecil yang turut menjadi korban.4 Hal ini tentunya menjadi persoalan serius yang harus dicarikan solusinya oleh pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk menangani masalah ini. Berbagai permasalahan yang ada dapat menimbulkan sebuah disintegritas dan kekacauan jika tidak diakomodir dengan baik.

Akhir-akhir ini publik kembali dihebohkan dengan pemberitaan mengenai munculnya Organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang dinilai mengajarkan aliran sesat. Organisasi kemasyarakatan yang didirikan pada 14 Agustus 2011 ini mulai menjadi sorotan di media massa setelah munculnya pemberitaan mengenai hilangnya Dr. Rica dan anaknya dari Yogyakarta yang akhirnya ditemukan di Kalimantan dan diduga bergabung dengan Gafatar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, organisasi ini terindikasi sebagai sebuah gerakan radikal dan sesat. Hal ini dipastikan sejak keluarnya Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Rabu, 3 Februari 2016 yang menyatakan Gafatar sebagai aliran sesat dan menyesatkan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan Fatwa sesat kepada Gafatar dengan tiga alasan utama. Pertama, Gafatar merupakan metamorphosis dari Al Qiyadah Al Islamiyah, sebuah aliran kepercayaan

4

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia. H. 3.


(16)

yang melakukan sinkritisme ajaran Islam, Kristen dan Yahudi. Kedua, menjadikan Ahmad Musadeq sebagai pemimpinnya. Ketiga, Gafatar memilih faham Milah Abraham. Faham tersebut dinilai MUI menyimpang dari ajaran Islam yang sesungguhnya.

Peran media massa sangat penting dalam aktivitasnya melaporkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masyarakat. Selain perannya sebagai penyampai informasi, media massa juga sering memberikan dampak yang signifikan dalam membentuk opini publik. Karena memiliki daya jangkau yang luas dalam menyebarluaskan informasi, media massa sering dijadikan saluran utama sebagai pembentuk opini publik dari setiap kasus yang diangkat dan diberitakan ke masyarakat.5 Salah satunya adalah peran media massa dalam menyampaikan informasi mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran sesat ini melalui teks pemberitaannya.

Berita dapat diartikan segala laporan mengenai peristiwa, kejadian, gagasan, fakta yang menarik dan penting untuk dimuat dalam media massa agar diketahui oleh khalayak dan menjadi kesadaran umum.6 Artinya berita dapat dimaknai sebagai sebuah keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang sedang terjadi dan hal tersebut perlu untuk diketahui oleh khalayak.7

5

Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, ldeologi dan Politik Media (Yogyakarta: LKiS, 2002), h. 20.

6

Sedia Willing Barus, Jurnalistik (Petunjuk Teknis Menulis Berita), (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 26-27

7

Suhaemi dan Ruli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet-1, h. 27


(17)

Pemberitaan mengenai Ormas Gafatar yang dinilai sebagai aliran sesat di media online dianggap menarik oleh peneliti karena keberadaan Gafatar memunculkan keresahan di masyarakat, terutama umat Islam di Indonesia. Disinilah peran media, karena isi media merupakan sebuah informasi yang dapat merubah pandangan masyarakat terhadap apa yang disampaikan oleh media tersebut.

Masing-masing media memiliki ideologi dan cara pandang tertentu yang mendasari cara mereka mengemas beritanya serta memengaruhi gaya penulisan jurnalis terhadap berita. Ideologi media tersebutlah yang nanti akan menjadi acuan atau kiblat mengenai nilai apa yang akan lebih ditekankan dalam pemberitaan.8

Pada saat memahami teks media, seringkali kita dihadapkan pada tanda yang perlu diinterpretasikan dan dikaji ada apa dibalik tanda-tanda tersebut.9 Semiotika komunikasi merupakan ilmu yang mengenai mengkaji tanda-tanda tersebut. Semiotika merupakan suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda atau memaknai hal-hal.10

Pada dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah upaya untuk merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan makna

8

Ade Armando, Media dan Integrasi Sosial Jembatan Antar Umat Beragama, (Jakarta: Center for The Study and Culture (CSRC) UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h.27.

9

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi praktis bagi penelitian skripsi komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2011), h.7.

10


(18)

termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka, orang sering mengatakan bahwa semiotika adalah upaya menemukan makna

‟berita di balik berita‟.11 Maka dari itulah seringkali ditemukan banyak simbol yang dapat dikaji melalui analisis semiotika dalam wacana-wacana pemberitaan di media massa.

Jika dahulu kita hanya kenal media cetak dan media elektronik dalam teknologi komunikasi massa, di era globalisasi ini telah muncul media baru (new media). Dimana masyarakat dengan lebih mudah dapat mencari informasi dimanapun dan kapanpun selama memiliki akses internet dan terhubung secara online. Dan media online muncul dan menjadi pesaing nyata diantara dominasi media cetak dan media elektronik.

Adapun perbedaan mendasar antara media online dengan media cetak dan elektronik yaitu pada media online berita-berita yang disampaikan jauh lebih cepat, bahkan setiap beberapa menit dapat di update. Peristiwa-peristiwa besar yang baru saja terjadi sudah dapat diketahui dengan membaca media online, masyarakat tidak harus menunggu esok hari lewat koran atau pekan depan lewat majalah. Faktor kecepatan inilah yang diperoleh lewat media online.12

Karena kecepatan dan kemudahannya dalam mengakses informasi, media online saat ini sangat banyak peminatnya. Media online menjadi

11

Wibowo, Semiotika: Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Penulisan Skripsi Ilmu Komunikasi, h.7.

12


(19)

pilihan favorit masyarakat saat ini karena kelebihannya tersebut. Dan dalam pemberitaan mengenai Gafatar sebagai aliran sesat, Detik.com dan Republika Online merupakan media yang peka terhadap pemberitaan tersebut karena intens memberitakan kabar terbaru setiap harinya.

Detik.com merupakan salah satu media online terbesar di Indonesia dengan jutaan pengunjung yang mengakses media ini setiap harinya. Sama halnya dengan Detik.com, Republika Online juga turut andil dan intens dalam pemberitaan Ormas Gafatar sebagai aliran sesat. Republika Online merupakan media massa online berskala nasional serta bersegmentasi ke-Islaman. Hal tersebut dapat dilihat dari berita-berita yang dibahas Republika Online banyak memasukkan unsur Islam dalam pemberitaannya, termasuk dalam pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai aliran sesat.

Peneliti menggunakan analisis semiotika sosial karena semiotika ini khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia berupa lambang dan kalimat. Ilmu ini menganggap bahwa kejadian sosial di masyarakat adalah tanda atau simbol yang dihasilkan oleh manusia melalui media massa, salah satunya media online. Sehingga kejadian sosial disini yaitu fenomena aliran sesat Ormas Gafatar yang akan menghasilkan tanda atau simbol dalam bentuk tulisan di situs Detik.com dan Republika Online.

Semiotika sosial merupakan sebuah metode yang digunakan untuk mengetahui bagaimana sebuah masalah dan orang diwacanakan dalam sebuah teks. Tekniknya adalah dengan cara mengamati cara pengemasan


(20)

yang digunakan, sumber yang dikutip atau orang-orang yang dilibatkan dengan atribut sosial mereka, dan dengan mengamati simbol-simbol yang digunakan.13 Artinya dalam penelitian menggunakan analisis semiotika sosial, M.A.K Halliday memberi tekanan pada konteks sosial dan memiliki tiga unsur yakni medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana yang memperjelas suatu ideologi umum dari pandangan sosial dan kebudayaan, juga agama.

Penulisan ini penting untuk mengetahui bagaimana Detik.com dan Republika Online mewacanakan teks pada berita mengenai aliran sesat Ormas Gafatar. Antara Detik.com dan Republika Online memiliki karakteristik yang berbeda. Masing-masing diantaranya memiliki cara yang berbeda dalam mewacanakan teks suatu berita dengan tema yang sama. Seperti pada pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di kedua media tersebut.

Berdasarkan pada permasalahan diatas, untuk mengetahui bagaimana cara suatu media online dalam mewacanakan teks berita serta apa pandangan yang disuguhkan kepada khalayak, penulis bermaksud mengadakan penelitian ilmiah yang akan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Aliran Sesat Ormas Gafatar di Media Online (Studi Perbandingan Terhadap Pemberitaan Gafatar di Detik.com dan Republika Online).

13

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 80.


(21)

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya dan untuk membatasi serta mempermudah penyusunan, maka peneliti membatasi penelitian ini hanya pada pemberitaan yang dimuat oleh Detik.com dan Republika Online berkaitan seputar Organisasi Gafatar sebagai aliran sesat. Peneliti menggunakan total 8 berita pilihan (4 berita pilihan dari masing-masing media) tersebut dalam kurun waktu pemberitaan tanggal 3 dan 4 Februari 2016.

Dipilihnya tanggal 3 Februari karena pada hari itu merupakan pengumuman resmi yang disampaikan oleh MUI dalam konferensi pers di media massa. Sedangkan dipilihnya tanggal 4 peneliti ingin melihat pemberitaan yang ditampilkan di Detik.com dan Republika Online pasca dikeluarkannya fatwa sesat MUI kepada Gafatar.

Dari keseluruhan berita yang muncul pada tanggal 3 Februari di kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-masing media untuk di teliti. Sementara itu hal yang sama juga dilakukan pada tanggal 4 Februari, dari seluruh berita yang muncul di kedua media tersebut, peneliti mengambil 2 sample berita di masing-masing media. Keseluruhan berita yang dipilih terfokus pada persoalan kesesatan Gafatar. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(22)

1. Bagaimana aliran sesat ormas Gafatar diwacanakan dalam pemberitaan di Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana?

2. Bagaimana perbedaan penyajian wacana dalam pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks pemberitaannya?

C.Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui cara penyajian wacana aliran sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online pada medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana.

2. Mengetahui perbedaan penyajian wacana aliran sesat dalam pemberitaan Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online dalam teks pemberitaannya.

2. Manfaat penelitian a. Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan khazanah keilmuan komunikasi terutama komunikasi massa yang terkait dengan penggunaan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday atas media massa bagi para akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(23)

b. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai referensi tambahan terkait data analisis kepada penelitian sejenis di masa mendatang terutama untuk mahasiswa KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) dalam melakukan penelitian menggunakan analisis semiotika sosial.

D.Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma konstriktivis. Paradigma ini memiliki posisi dan pandangan terhadap media dan teks berita yang dihasilkan. Paradigma konstruktivis adalah bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi dengan cara apa konstruksi itu dibentuk.14

Kaum konstruktivis menilai, berita adalah hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi dan nilai-nilai dari wartawan atau media.15

Dengan demikian paradigma ini ingin mengungkapkan makna yang tersembunyi dibalik sebuah realitas. Paradigma konstruktivis digunakan untuk melihat bagaimana realitas mengenai wacana aliran sesat Ormas Gafatar dalam teks pemberitaan di Detik.com dan Republika Online.

14

Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, (Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara, 2008), h. 35

15


(24)

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian adalah cara pandang yang digunakan dalam melihat permasalahan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menganalisis isi dan teks media berita di Detik.com dan Republika Online berhubungan dengan berita aliran sesat Ormas Gafatar.

Menurut Sugiyono, metodologi kualitatif merupakan metode penelitian yang naturalistik karena digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (natural setting) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data di lakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi.16 Sehingga pendekatan ini, peneliti dapat menafsirkan makna pada teks berita dengan menguraikan cara bagaimana media mengkonstrusikan berita tersebut.

Oleh karena itu, karena fokusnya pendekatan penelitian ini adalah interpretatif dan naturalistik terhadap pokok kajiannya, maka dalam menggunakan penelitian kualitatif, peneliti berusaha melakukan studi gejala dalam keadaan alamiah. Penelitian kualitatif juga berusaha membentuk pengertian terhadap fenomena sesuai dengan makna yang lazim digunakan oleh subjek penelitian.17

16

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitati Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013). H. 8-9.

17

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), H. 28.


(25)

3. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah analisis semiotika sosial dengan menggunakan model M.A.K Halliday. Semiotika sosial yakni semiotika yang khusus menelaah lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.18

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana media massa ini mengkonstruksi realitas pada suatu peristiwa menjadi sebuah berita. Penelitian ini mengenai pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar di Detik.com dan Republika Online.

4. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek yang diteliti adalah tim redaksi Detik.com dan Republika Online, Objek penelitiannya adalah teks berita yang diteliti dikedua media tersebut seputar pemberitaan aliran sesat Ormas Gafatar. Berikut berita yang diteliti:

1. Detik.com

a. “MUI: Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 12:24 WIB.

18

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), h. 101


(26)

b. “Menag Segera Tindaklanjuti Fatwa MUI Gafatar Sesat dan

Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 17:15 WIB. c. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat, Ini Tanggapan Menko Luhut” pada

edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 12:38 WIB.

d. “Pimpinan DPR Taufik Kurniawan: Proses Hukum Pengurus

Gafatar!” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 13:25 WIB. 2. Republika Online

a. “MUI Nyatakan Gafatar Sesat dan Menyesatkan” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 14:35 WIB.

b. “Gafatar difatwa Sesat, Menag Minta Pengikutnya Dilindungi” pada edisi Rabu, 3 Februari 2016 pukul 21:29 WIB.

c. “Umat Islam Dinilai Krisis Panutan” pada edisi Kamis, 4 Februari 2016 pukul 05:00 WIB.

d. “MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar” pada edisi Kamis, 4 Februari pukul 12:35 WIB.

5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Teks

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode observasi teks atau document research. Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi teks-teks pemberitaan mengenai Ormas Gafatar sebagai aliran sesat di Detik.com dan Republika Online edisi Februari 2016.


(27)

Peneliti mengumpulkan berbagai macam bentuk data yang ada pada wacana pemberitaan dalam teks pemberitaan kedua media tersebut.

b. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan sebuah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.19

Dalam penelitian ini yang diwawancarai merupakan tim redaksi dari Detik.com dan Republika Online. Yaitu Ahmad Subarkah selaku asisten redaktur pelaksana Republika Online dan Erwin Dariyanto selaku News Editor dari Detik.com. Peneliti melakukan wawancara seputar medan wacana, pelibat wacana dan sarana wacana dalam pemberitaan aliran sesat Gafatar di kedua media tersebut. Hasil wawancara ini kemudian dijadikan data tambahan dalam proses analisis data.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data dengan cara mengkaji buku-buku, website, artikel dan lainnya yang berhubungan dengan materi penelitian dan selanjutnya dijadikan bahan argumen.

19


(28)

6. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis yang digunakan oleh peneliti adalah model analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotika.

Pertama, membahas masalah makna (the problem of meaning), yaitu tentang bagaimana orang memahami pesan. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) atau pengetahuan tentang bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of coherence), yang menggambarkan bagaimana membentuk suatu pola pembicaraan masuk akal (logic) dan dapat dimengerti (sensible).20

Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara kontekstual, yaitu:21

a. Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi pada tindakan sosial yang sedang berlangsung dan apa yang dijadikan wacana oleh pelaku (media massa) mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa.

b. Pelibat Wacana (tenor of discourse) menunjuk pada orang-orang yang ambil bagian dan dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang

20

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, Analisis Framing, h. 148

21

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika,Semiotika, Analisis Framing, h. 148


(29)

itu, kedudukan dan peranan mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dan bagaimana sumber itu digambarkan sifatnya.

c. Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa: bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan pelibat (orang-orang yang dikutip). Lalu mengenai organisasi simbolik teks, apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar dan sebagainya.

E.Tinjauan Pustaka

Setelah peneliti melakukan pengamatan di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta peneliti menemukan penelitian yang sama dalam skripsi terdahulu yang juga menggunakan metode analisis semiotika sosial dalam penelitiannya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1.Representasi Dakwah Melalui Sejarah Islam (Analisis Semiotika Sosial Buku Mengenal Islam For Begginers karya Ziauddin Sardar) oleh Inda Nurshadrina, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012. Persamaannya yakni pendekatan dan metode analisis yang digunakan yakni metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada judul serta objek penelitian.


(30)

2.Analisis Semiotika Pemberitaan Pernikahan Beda Agama Pada Amirandah Dengan Jonas Rivano di Situs Tempo.co oleh Ika Suci Agustin Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014. Persamaannya yakni mengkaji teks pemberitaan di media massa dengan menggunakan metode analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Perbedaannya ada pada Subjek dan Objek Pemberitaan yang dikaji dalam penelitian.

3.Analisis Framing Pada Pemberitaan Aliran Al Qiyadah Islamiyah di Harian Media Indonesia oleh Eri Suhasni Wulandari, Mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Konsentrasi Jurnalistik, 2008. Persamaanya yakni mengkaji teks berita seputar aliran sesat di media massa. Perbedaannya terletak pada metode analisis serta subjek dan objek penelitiannya.

F. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan, yaitu berupa latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan teoritis, Yaitu berupa konseptualisasi teori tentang Semiotika Sosial M.A.K Halliday, Perbedaan Media cetak dan Online,


(31)

konseptualisasi berita, dan mengenai pelarangan keberadaan Aliran sesat di Indonesia.

BAB III : Gambaran umum, terdapat Sejarah singkat Pers di Indonesia, Gambaran umum Detik.com dan Republika Online. Yaitu berupa sejarah singkat Detik.com dan Republika Online, Visi dan misi, profil pembaca, dan struktur redaksional.

BAB IV : Analisis data, Yaitu berupa berita dan analisis semiotika sosial pada berita di Detik.com dan Republika Online yang di posting pada tanggal 3 dan 4 Februari 2016.

BAB V : Penutup, yang berisi tentang Kesimpulan dan Saran penulis. Merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam penyusunan skripsi.


(32)

20

A.Semiotika Sosial

1. Pengertian Semiotika

Secara etimologis istilah semiotik berasal dari bahasa Yunani semeion yang berarti tanda, sedangkan secara terminologis, merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.1 Secara singkat semiotika dapat diartikan sebagai sebuah studi mengenai tanda (signs). Sebagai suatu metode dari ilmu pengetahuan sosial, semiotika memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut sebagai „tanda‟.2

Konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika ini adalah „tanda‟ yang diartikan sebagai suatu stimulus yang mengacu pada sesuatu yang bukan dirinya sendiri.3 Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Sedangkan makna atau arti adalah hubungan antara objek atau ide dengan tanda. Jadi secara singkat semiotika dapat disebut sebagai studi yang membahas dan mengkaji

1

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 95.

2

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.87.

3

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 32.


(33)

mengenai tanda dan bagaimana tanda tersebut dihubungkan dengan makna.

Membahas Semiotika tentu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tanda yang dikemukakan oleh seorang ahli filsafat dari abad sembilan belas, yakni Charles Sanders Pierce. Teori dari Pierce sering dianggap sebagai grand theory dalam semiotika karena gagasan Pierce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem penandaan yang ada.4 Ia mendefinisikan semiotika sebagai suatu hubungan antara tanda, objek dan makna. Pierce mengatakan bahwa representasi dari suatu objek merupakan interpretant. Tanda mewakili objek (referent) yang ada di dalam pikiran orang yang menginterpretasikannya (interpreter).

Sign

Interpretant Object Gambar 1: Elemen Makna Pierce

Dalam studi media massa, semiotik tak hanya terbatas sebagai kerangka teori namun sebagai metode analisis. Misalnya, kita dapat menjadikan teori segitiga makna (triangle meaning) Pierce yang terdiri

4

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 17.


(34)

atas sign (tanda), object (objek) dan interpretan (interpretant). Menurut pierce, salah satu bentuk tanda adalah kata. Objek adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Sementara interpretan adalah tanda yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. ketika elemen makna itu berinteraksi dalam benak seseorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. Yang hendak dibahas oleh segitiga makna adalah persoalan tentang bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda tersebut digunakan orang saat berkomunikasi.5

Pierce membagi tanda kedalam tiga jenis, yakni icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).6 Ikon dapat diartikan sebagai tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya mengandung kemiripan. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan antara tanda dan petandanya yang bersifat timbal balik. Sedangkan simbol dapat dimaknai sebagai tanda yang bersifat arbiter dan konvensional serta menunjukkan hubungan yang alamiah antara penanda dan petanda.

Selain Pierce, ranah semiotika modern juga mengenal tokoh Ferdinand de Saussure. Keduanya memiliki perbedaan-perbedaan penting, terutama dalam penerapan konsep-konsep antara hasil karya yang berkiblat pada Pierce dan pengikut Saussure di pihak lain. Ketidaksamaan tersebut terjadi karena perbedaan mendasar yakni Pierce yang notabene seorang ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah tokoh linguistik

5

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 115

6


(35)

umum. Perbedaan inilah yang kemudian memunculkan istilah semiologi bagi Saussure.

Pemikiran yang paling penting menurut Saussure tentang pandangannya mengenai tanda dalam konteks semiotik adalah dengan melakukan perbandingan mengenai apa yang disebut dengan signifier (penanda) dan signified (petanda). Signifier dapat diartikan sebagai aspek material yakni sesuatu yang bermakna seperti sesuatu yang dapat ditulis atau dibaca. Signified yakni aspek mental dari bahasa atau gambaran mental dari signifier dan dalam proses memberi makna tersebut disebut dengan signification.7

Selanjutnya, pokok pikiran penting lain yang diwariskan oleh Saussure adalah mengenai cikal bakal strukturalisme yang kita kenal saat ini. Pokok pikiran utamanya adalah pada beberapa pasangan konsep seperti konsepnya tentang bahasa yakni pasangan langue dan parole.

Berkenaan dengan langue ini, menurut Komarudin Hidayat dikutip Alex Sobur dimaknai sebagai abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat sosial budaya, sedangkan parole dimaknai sebagai ekspresi bahasa pada tingkat individu. Kedua, mengenai pendekatan dalam linguistik yakni sinkronik dan diakronik. Lalu yang ketiga tentang konsepnya mengenai penanda dan petanda.8

7

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.125.

8

Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h.111-113.


(36)

Sebagai penerus pemikiran Saussure, Roland Barthes mengadaptasi pemikiran Saussure dengan membuat model sistematis dalam menganalisa makna dari tanda-tanda. Fokus utamanya adalah gagasan mengenai signifikansi dua tahap (two order of signification). Signifikansi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal yang kemudian disebut Barthes sebagai denotasi yakni makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikansi tahap kedua. Konotasi memiliki makna subjektif yang menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai kebudayaannya. Secara singkat denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek, sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Selanjutnya, pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth) mitos dipahami sebagai upaya bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam.9

Sementara itu, tokoh semiotik lainnya, Umberto Eco mengkritisi berbagai pandangan mengenai semiotik lebih lanjut. Menurutnya berbagai pandangan yang diberikan oleh Pierce lebih luas dan secara semiotik lebih berhasil. Semiotik bagi Pierce merupakan suatu tindakan, pengaruh atau kerjasama tiga subjek yakni tanda, objek dan interpretan, Eco sepakat

9

John Fiske, Introduction to Communication Studies (London: Methuen & Co.Ltd, 1990), second edition. h. 88.


(37)

dengan Pierce dalam mengartikan interpretan sebagai suatu peristiwa psikologis dalam pikiran interpreter.10

Selanjutnya, Eco mengungkapkan bahwa pada dasarnya semiotika sebuah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berdusta dan menegaskan bahwa semiotika adalah teori dusta. Menurutnya tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran sekaligus juga untuk menyatakan kebohongan. Meskipun aneh, namun definisi tersebut secara langsung menegaskan betapa sentralnya konsep dusta dalam wacana semiotika, sehingga dusta tampak menjadi prinsip semiotika.11

2. Macam-macam Analisis Semiotika

Menurut Pateda dikutip Alex Sobur sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang kita kenal saat ini, diantaranya yaitu:12 a) Semiotik analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. b) Semiotik deskriptif, yaitu semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, namun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. c) Semiotik faunal (zoosemiotic), yaitu semiotik yang secara khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. d) Semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem

10

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 109-110.

11

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, h. 24-25.

12

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 100-101.


(38)

tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. e) Semiotik naratif, yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda di dalam sebuah narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan. f) Semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam. g) Semiotik Normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud norma-norma. h) Semiotika Sosial, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa. i) Semiotik Struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.

3. Semiotika Sosial M.A.K Halliday

Banyak sekali kerangka analisis semiotika yang dapat digunakan dengan kesulitan masing-masing dan harus disesuaikan dengan teks yang akan diteliti. Namun, untuk lebih mudahnya, bila ingin mengupas makna dibalik sebuah iklan dan ingin melihat konotasi dan mitos yang ditimbulkan oleh iklan tersebut, maka sebaiknya menggunakan model semiotika Pierce atau Roland Barhes. Namun bila ingin melihat sejauh mana wartawan memaknai sebuah peristiwa yang ada dalam pemberitaan,


(39)

maka lebih cocok menggunakan kerangka atau model semiotika sosial M.A.K Halliday yang lebih sederhana.13

Semiotika sosial merupakan bagian dari metode analisis wacana. Metode analisis wacana sebagai metodologi penelitian sendiri terbagi atas beragam metode analisis wacana, baik sebagai Critical Discourse Analysis (CDA) maupun sebagai analisis teks. Metode analisis wacana sebagai CDA kita kenal berbagai model seperti CDA model Norman Fairclough atau CDA Ruth Wodak. Sedangkan metode analisis wacana sebagai analisis teks terdiri dari semiotika, analisis sosiologis, analisis marxis, psikoanalisis, analisis framing dan analisis semiotika sosial.14

Seperti halnya dalam analisis wacana, pada umumnya ada tiga jenis masalah yang hendak diulas dalam analisis semiotik.15 Yang pertama adalah masalah makna (the problem of meaning) yaitu cara seseorang memahami sebuah pesan, dan bagaimana struktur yang terkandung dalam pesan tersebut. Kedua, masalah tindakan (the problem of action) yaitu pengetahuan bagaimana memperoleh sesuatu melalui pembicaraan. Ketiga, masalah koherensi (problem of coherence) yaitu cara membentuk suatu pola pembicaraan agar masuk akal dan dapat dipahami.

13

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Analisis Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi h. 29-30.

14

Jumroni dan Suhaimi, Metode-Metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 79.

15

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.


(40)

Semiotika sosial dijelaskan dalam buku Michael Alexander Kirkwood Halliday (M.A.K Halliday) yang berjudul Language Social Semiotic sebagai semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik lambang berwujud kata, maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang disebut kalimat.16 Dengan kata lain, semiotika sosial ini dapat digunakan sebagai metode untuk menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.

Pandangan Halliday yang pertama adalah bahasa sebagai semiotika sosial. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa adalah representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial. Dalam hal ini istilah semiotik digunakan untuk memberi batasan terhadap sudut pandang yang digunakan untuk melihat bahasa, yakni bahasa sebagai salah satu dari sejumlah sistem makna yang bersama-sama membentuk budaya manusia.17

Halliday menekankan bahwa bahasa adalah sebuah produk sosial. Tidak ada bahasa yang vakum sosial, namun selalu berhubungan erat dengan aspek sosial. Bahasa sebagai semiotik sosial, dapat diartikan sebagai menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural, tempat kebudayaan tersebut ditafsirkan dalam terminologis semiotik sebagai sebuah sistem informasi. Dalam bahasan yang lebih jelas, bahasa itu tidak berisi kalimat-kalimat, namun bahasa itu berisi “teks” atau “wacana”, yang

16

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. h. 101.

17Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”


(41)

dapat diartikan sebagai pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks interpersonal. Mengkaji bahasa pada hakikatnya adalah mengkaji teks atau wacana.18

Teks dalam pandangan Halliday dimaknai secara dinamis. Teks dimaknai sebagai bahasa yang berfungsi yang melaksanakan tugas dalam konteks situasi. Maka bahasa hidup yang berkaitan dengan konteks situasi dimaknai sebagai teks. Teks, sebagaimana telah dikemukakan, adalah suatu contoh proses dan hasil dari makna sosial dalam konteks situasi tertentu.19

Terkait teks, Halliday memberikan penjelasan sebagai berikut terhadap teks. Pertama, Teks merupakan pilihan semantik dalam konteks sosial yakni suatu cara pengungkapan makna lewat bahasa lisan atau tulis.20 Teks tidak didefinisikan dari ukuran. Meskipun teks dapat diartikan sebagai sesuatu diatas kalimat, namun bagi Halliday itu merupakan salah tunjuk pada kualitas teks. Dalam kenyataannya kalimat-kalimat itu lebih merupakan realisasi teks daripada merupakan sebuah teks tersebut. Kita tidak bisa merumuskan teks itu lebih besar atau lebih besar daripada kalimat atau klausa. Sebuah teks tidak tersusun dari kalimat-kalimat atau klausa tetapi direalisasikan dari kalimat-kalimat.

18Anang Santoso, “

Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”, h.2.

19

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik sosial. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 13-15.

20

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning (London: Edward Arnold, 1978), h. 135.


(42)

Kedua, teks dapat memproyeksikan makna kepada level yang lebih tinggi, yang kemudian disebut Halliday dengan istilah latar depan (foreground).21 sebuah teks juga merupakan realisasi dari level yang lebih tinggi dari interpretasi, kesastraan, sosiologis, psikoanalitis, dan sebagainya yang dimiliki oleh teks itu, selain dapat direalisasikan dalam level-level sistem lingual yang lebih rendah seperti sistem leksikogramatis dan fonologis.

Ketiga, teks merupakan sebuah peristiwa sosiologis, yakni bertemunya semiotik melalui makna-makna yang berupa sistem sosial yang saling dipertukarkan yang bisa disebut sebagai proses sosiosemantis.22 Individu masyarakat adalah seorang pemakna (meaner) melalui tindakan pemaknaan bersama individu lainnya kemudian realitas diciptakan, dijaga terus menerus dan dimodifikasi. Karena pada intinya esensi teks adalah adanya interaksi. Dalam pertukaran makna tersebut terjadilah perjuangan semantik antara individu yang terlibat. Karena perjuangan tersebut maka makna selalu bersifat ganda. Dengan demikian pilihan bahasa merupakan perjuangan untuk memilih kode-kode bahasa tertentu.

21

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 137.

22

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 139.


(43)

Keempat, situasi adalah faktor penentu teks. Perubahan dalam sistem sosial akan direfleksikan dalam teks dan situasi menentukan bentuk dan makna teks karena menurut Halliday makna adalah sistem sosial.23

Dalam pandangan Halliday, teks selalu diliputi oleh dua konteks yakni konteks situasi dan budaya. Ini berarti bahwa teks selalu menyatu dalam konteks nya baik dari pembentukan maupun pemahaman. Inilah yang kemudian berpengaruh terhadap cara pandang terhadap wacana. Wacana adalah teks dalam konteks bersama-sama. Wacana diproduksi, dimengerti lalu ditafsirkan dalam konteks tertentu. Titik perhatian analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama dalam suatu proses komunikasi. Tidak ada tindakan komunikasi tanpa partisipan, antar teks, situasi karena bahasa selalu berada dalam konteks.24

Dengan demikian, semiotika sosial itu sendiri merupakan suatu pendekatan yang memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa. Perhatian utamanya terletak pada hubungan antara bahasa dengan struktur sosial dengan memandang struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial.25

Dalam menganalisis wacana menggunakan pendekatan semiotika sosial M.A.K Halliday, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian

23

M.A.K Halliday, Language as Social Semiotic. The Interpretation of Language and Meaning, h. 141.

24Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis.”

, h. 12.

25

M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek Bahasa dalam pandangan semiotik social, h. 5.


(44)

penafsiran teks secara kontekstual. Ketiga unsur tersebut kemudian yang akan menjadi teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis teks pemberitaan di media massa pada penelitian ini. Ketiga unsur tersebut adalah:26

1. Medan Wacana (Field of Discourse) yaitu menunjuk pada hal yang sedang terjadi atau sedang berlangsung. Apa yang dijadikan wacana oleh pelaku yang dalam konteks ini adalah media massa online mengenai sesuatu yang sedang terjadi di lapangan peristiwa.

2. Pelibat Wacana (Tenor of Discourse) yaitu menunjuk kepada orang-orang yang dicantumkan dalam teks berita tersebut, atribut dan kedudukan sosial mereka. Dengan kata lain, siapa saja yang dikutip dalam teks berita dan bagaimana sumber tersebut digambarkan sifatnya. 3. Sarana Wacana (Mode of Discourse) yaitu menunjuk pada sarana yang digunakan yakni bagian yang diperankan oleh bahasa. Bagaimana media massa sebagai komunikator menggunakan gaya bahasa untuk menggambarkan medan situasi dan pelibat yang dikutip dalam teks berita. Apakah menggunakan bahasa yang diperhalus atau vulgar.

26

Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 148.


(45)

B.Konseptualisasi Pemberitaan 1. Pengertian Berita

Menurut KBBI definisi berita yaitu cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat.27 Satu hal yang perlu dicermati dalam kalimat tersebut adalah kejadian atau peristiwa yang hangat. Hangat tentu saja memberi pengertian bagi kita yaitu sesuatu yang baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak.

Berita dapat didefinisikan sebagai laporan mengenai sebuah peristiwa, kejadian, gagasan, maupun fakta yang menarik perhatian dan bersifat penting. Dalam konteks berita yang dimuat di media massa tentunya merupakan hal penting yang disampaikan dan dimuat oleh media massa agar diketahui dan menjadi kesadaran umum.28

Sebuah fakta menjadi sebuah berita ketika dilaporkan, artinya jika tidak dilaporkan dan diberitahukan melalui media massa dan tidak disampaikan kepada khalayak umum untuk diketahui, maka hal tersebut bukanlah sebuah berita. Karena fakta yang tidak menjadi kesadaran umum tersebut adalah fakta yang tersembunyi.29

Sementara itu menurut Sudirman Tebba, secara singkat menyatakan bahwa berita merupakan jalan cerita tentang peristiwa. Oleh sebab itu menurutnya peristiwa dan jalan cerita merupakan dua hal

27

http://kbbi.web.id/berita Diakses pada 7 Agustus 2016 Pukul 20:30 WIB.

28

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita (Jakarta: Erlangga, 2010), h.26.

29


(46)

penting. Sebuah peristiwa tanpa jalan cerita bukan merupakan sebuah berita dan cerita tanpa peristiwa juga bukan berita.30

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dikemukakan diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa berita dapat didefinisikan sebagai sebuah kejadian atau peristiwa penting yang baru saja terjadi serta memiliki jalan cerita yang kemudian disampaikan kepada khalayak umum.

2. Nilai Berita

Ada beberapa elemen tertentu yang harus dipenuhi untuk menjadikan sebuah berita menjadi bernilai. Nilai sebuah berita ditentukan oleh seberapa jauh hal-hal tersebut dapat dipenuhi yang kemudian akan menjadi tolak ukur penting atau tidaknya sebuah berita. Beberapa hal tersebut merupakan elemen nilai berita yang membuat berita memiliki daya tarik.

Hal-hal yang harus dimiliki sebuah berita diantaranya adalah harus memiliki accuracy, yakni sebuah berita haruslah akurat, cermat dan teliti tidak asal dan menimbulkan kebingungan. Kemudian universality, yakni sebuah berita haruslah berlaku umum. Selanjutnya, fairness, yakni sebuah berita harus lah bersifat jujur, artinya sebuah berita berisi nilai-nilai kebenaran dan bukan sebuah kebohongan untuk publik, serta harus adil dan tidak memihak salah satu pihak saja. Humanity, yakni sebuah berita memiliki nilai kemanusiaan di dalamnya. Dan yang terakhir adalah

30


(47)

immediate yaitu segera, artinya berita harus segera sampaikan agar selalu menjadi kabar yang hangat dan aktual.31

Menurut Septiawan Santana beberapa elemen nilai berita yang mendasari pelaporan kisah berita diantaranya adalah:32

1. Immediacy, yaitu hal yang berkaitan dengan kesegaran peristiwa yang dilaporkan atau kerap disebut timeliness. Unsur waktu merupakan hal yang sangat penting dalam berita karena sebuah berita sering dinyatakan sebagai peristiwa yang dilaporkan dan baru saja terjadi. 2. Proximity, yaitu berkaitan dengan kedekatan dengan pembaca.

Orang-orang akan tertarik dengan berita yang menyangkut peristiwa disekitar mereka dan dalam keseharian mereka.

3. Consequence, yaitu berkaitan dengan konsekuensi dalam berita dan berpengaruh bagi khalayak.

4. Conflict, yaitu peristiwa-peristiwa yang mengandung konflik di dalamnya seperti perang, demonstrasi, criminal, perseteruan dan sebagainya.

5. Oddity, yaitu berita yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa tidak biasa dan jarang ditemui yang akan jadi perhatian masyarakat.

6. Sex, yaitu berkaitan dengan skandal yang ada di dalam pemberitaan.

31

Sedia Willing Barus, Jurnalistik; Petunjuk Teknis Menulis Berita, h.26.

32

Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 18-20.


(48)

7. Emotion, yaitu yang sering dikenal dengan sebutan human interest, yakni kisah yang menyentuh nilai kemanusiaan di dalamnya seperti kesedihan, kemarahan, simpati, cinta dan sebagainya.

8. Prominence, yaitu berkaitan dengan unsur keterkenalan seseorang, tokoh maupun orang-orang penting di dalam berita.

9. Suspense, yaitu berkaitan dengan sesutau peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat.

10.Progress, yaitu berkaitan dengan perkembangan sebuah peristiwa.

3. Teknis Penulisan Berita

Dalam penulisan berita, wartawan kerap menggunakan bahas ajurnalistik sesuai dengan karakter atau gaya tulisannya. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa kreatif yang digunakan kalangan pers dalam penulisan di media massa yang juga kerap disebut bahasa pers. Dalam penulisan di media massa, bahasa jurnalistik juga disesuaikan dengan jenis beritanya. Kini bahasa jurnalistik mulai beragam digunakan untuk menulis berita ekonomi, politik, tajuk rencana dan lainnya disesuaikan dengan angle tulisan, sumber berita dan keterbatasan media massa.33

Dalam penggunaannya, menurut J.S badudu yang dikutip Eni Setiati, bahasa jurnalistik memiliki cirri khas tersendiri diantaranya adalah

33

Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), h. 86-87.


(49)

singkat, padat, sederhana, jelas, lugas dan menarik. Serta tetap berpedoman pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.34

Dalam kaidah penulisan berita dikenal teknik penulisan yang sering digunakan yakni teknik penulisan piramida terbalik. Suatu teknik penulisan yang dalam konteks menulis berita harus dimulai dari hal yang terpenting dengan porsi yang lebih banyak hingga mengerucut kebawah dengan menuliskan hal-hal yang kurang penting atau sebagai pelengkap dengan porsi yang lebih sedikit.

Bentuk piramida terbalik ini membuat jurnalis harus segera mengurutkan laporan beritanya. bagian atasnya lebar, bagian bawahnya kemudian menyempit. Isi berita ditekankan pada bagian awal, selanjutnya semakin ke bawah menuju bagian akhir semakin tidak penting dengan sisipan keterangan. Bagian yang paling atas merupakan ruang penulis untuk ringkasan isi berita (summary statement), kemudian dilanjutkan dengan penjelasan, yakni pengembangan detil-detil, fakta dan sebagainya.35

34

Eni Seiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan (Yogyakarta: Andi Offset, 2005) h. 87.

35


(50)

Sangat Penting

Penting

Tidak Penting

Gambar 2: Piramida Terbalik Pemberitaan

Kemampuan seorang jurnalis dalam menulis berita diuji pada bagian lead ini. Karena lead merupakan paragraf awal atau pembukaan yang meringkas keseluruhan isi berita. Apabila dalam lead ini penulisannya dianggap tidak menarik, maka jangan harap isi berita akan dibaca. Karena dengan membaca dua paragraph di awal saja pembaca bisa mengetahui inti informasi tersebut. Sehingga jika isinya menarik tentu pembaca akan membaca berita secara keseluruhan.

Beberapa manfaat dari teknik penulisan piramida terbalik ini antara lain: Pertama, nilai sebuah berita dapat langsung ditulis tanpa mengunakan penjelasan yang lebih panjang atau detail, sehingga secara singkat pembaca dapat memahami dari isi berita tanpa harus membaca keseluruhan isi berita. Kedua, keterbatasan kolom atau ruang memudahkan redaktur atau editor untuk menyederhanakan panjang tulisan berita.36

36


(51)

Dalam teknik penulisan ini, ringkasan pesannya haruslah mengandung kelengkapan informasi yang mencakup unsur-unsur pemberitaan yakni menggunakan formula penulisan 5W+1H, yaitu:37 1. Who. Berita harus mengandung unsur siapa. Sebuah berita harus

menyebutkan sumber yang jelas. Sumber siapa tersebut bisa mengacu kepada individu, kelompok, lembaga dan sebagainya. Karena kita tidak boleh membuat sebuah berita yang tidak jelas sumbernya yang akan memunculkan keraguan akan kebenaran berita tersebut.

2. What. Setelah mengetahui sumber berita, selanjutnya penting untuk mengetahui apa yang dikatakannya, who to say what. Dengan kata lain, apa adalah mencari tahu hal yang menjadi topik berita tersebut. Jika menyangkut suatu peristiwa atau kejadian, yang menjadi apa adalah kejadian atau peristiwa itu.

3. Where. Berita juga harus merujuk pada tempat kejadian; dimana terjadinya peristiwa tersebut.

4. When. Unsur penting berikutnya yang harus terkandung dalam isi berita adalah kapan terjadinya peristiwa tersebut.

5. Why. Kelengkapan unsur sebuah berita harus dapat menjelaskan mengapa peristiwa tersebut sampai terjadi. Hal ini berkaitan dengan tujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu pembaca mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa. Setiap peristiwa tidak pernah terjadi begitu saja dan selalu punya alasan mengapa bisa terjadi. Alasan mengapa

37


(52)

sampai terjadi juga perlu disampaikan atau dijelaskan kepada pembaca demi memenuhi rasa ingin tahunya.

6. How. Bagaimana terjadinya suatu peristiwa juga sangat dinantikan oleh pembaca. Masyarakat yang sudah mengetahui mengapa suatu peristiwa terjadi tentu akan menuntut lebih jauh tentang bagaimana persisnya peristiwa tersebut terjadi.

C. Media Online

Media massa yang kita kenal saat ini meliputi 3 kelompok, yaitu media cetak, media elektronik dan media online. Media cetak sendiri merupakan media yang paling awal muncul dengan beragam bentuk seperti koran, tabloid, dan majalah. Selanjutnya media elektronik hadir dengan bentuk televisi dan radio. Lalu, yang terakhir ialah hadirnya media online.

Media online merupakan media yang terhubung dengan internet. Banyak yang menilai bahwa media online merupakan media elektronik, namun para pakar memisahkan keduanya tersendiri. Alasannya, media online menggunakan gabungan dari proses media cetak dengan menulis informasi atau berita yang kemudian disalurkan melalui perangkat elektronik, tetapi juga berhubungan dengan komunikasi personal yang terkesan perorangan.38

38

Mondry, Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h.13.


(53)

Pada dasarnya media online memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan jenis media massa lainnya, diantaranya sebagai berikut:39 1. Sifat komunikasinya dua arah (interaktif).

2. Komunikatornya bisa lembaga atau personal. 3. Isi pesannya lebih personal/individual.

4. Informasi diterima publik tidak secara serentak, namun dengan kebutuhan komunikannya.

5. Publiknya bisa homogen.

Dalam hal penulisan, sebenarnya sama saja berita di media online dengan media cetak. Perbedaan mendasarnya adalah hanya pada formatnya di internet. Yang muncul pada bagian awal mungkin judulnya saja yang berbentuk link atau paling banyak sampai lead-nya. Bila pembaca ingin mengetahui informasi selengkapnya, dia harus meng-klik link tersebut. Dengan cara tersebut pengguna internet bisa memilih informasi yang diinginkannya.40

Pada saat surat kabar menjadi online, peran gate keeper menjadi hilang. Sebaiknya surat kabar tradisional agar menyerahkan peran ini dengan menyediakan link-link ke situs-situs berita yang terhubungkan bukannya memutuskan kisah mana yang seharusnya disertakan.

Menurut Septiawan Santana, dalam media massa sejarah memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru yang muncul tidak pernah

39

Diah Wardhani, Media Relation: Sarana Membangun Reputasi Organisasi

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), h.22-23.

40


(54)

menghilangkan teknologi yang lama. Seperti kemunculan radio yang menggantikan surat kabar, kemudian kemunculan televisi tetap tidak bisa secara total menghilangkannya, hanya menciptakan sebuah alternatif dan khalayak baru. Maka sudah tentu dikatakan bahwa jurnalisme online mungkin tidak akan bisa menggantikan sepenuhnya bentuk-bentuk media lama yang sudah ada. Melainkan menciptakan suatu cara yang unik dan berbeda untuk memproduksi dan mendapatkan konsumen berita. Jadi, menurutnya jurnalisme online tidak akan menghapuskan jurnalisme tradisional, namun meningkatkan intensitasnya dengan menggabungkan fungsi-fungsi dari teknologi internet dengan media tradisional.41

Teori konvergensi memperkuat hal tersebut. Yang menyatakan bahwa setiap model media terbaru cenderung merupakan perpanjangan, atau evolusi dari model terdahulu dan bentuk media massa akan terus berkembang dari sejak awal siklus penemuannya. Dalam konteks ini, internet merupakan medium terbaru yang mengkonvergensikan seluruh karakteristik dari model-model terdahulu. Maka, yang berubah adalah mode-mode produksi serta perangkat-perangkat yang digunakannya, bukan substansinya.42

Harus diakui jurnalisme media online memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan jurnalisme media cetak. Pertama, berita-berita yang disampaikan lebih cepat karena selalu di-update, bahkan

41

Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 135.

42


(55)

hingga setiap beberapa menit. Kedua, untuk mengakses berita-berita yang disajikan, tidak hanya melalui perangkat komputer saja, namun juga bisa menggunakan ponsel yang lebih praktis. Ketiga, pembaca media online dapat memberikan tanggapan dan komentarnya secara langsung terhadap berita-berita yang ditampilkan dengan hanya mengetik pada kolom komentar yang telah disediakan.43

Media online juga memiliki kelebihan tersendiri dengan informasinya yang bersifat personal yang artinya dapat diakses kapan saja, dimana saja dan oleh siapa saja selama terhubung dengan internet dan memiliki perangkat yang dibutuhkan. Selanjutnya pencarian berita pun menjadi lebih mudah, karena data yang tersimpan dalam server di media online akan terus ada sampai kapanpun selama tidak dihapus.

Selain memiliki kelebihan, media online juga tentunya memiliki kekurangannya sendiri. Beberapa diantaranya adalah terletak pada peralatan dan kemampuan penggunannya. Media online harus menggunakan perangkat komputer, atau minimal telepon selular dan tentunya terhubung dengan jaringan internet. Masalahnya adalah biayanya yang relatif mahal di Indonesia serta saat ini belum seluruh wilayah di Indonesia sudah memiliki jaringan internet. Selain itu pula masih banyak orang yang belum mampu menguasai dan menggunakan internet.44

43

Zaenuddin HM, The Journalist; Bacaan Wajin Wartawan, Redaktur, Editor dan Para Mahasiswa Jurnalistik, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 3-4.

44


(56)

D. Aliran Sesat

1. Profil Ormas Gafatar

Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) merupakan organisasi kemasyarakat yang resmi berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Agustus 2011 yang berlambangkan bendera “Fajar yang terbit dari Timur dengan

dua belas sinar”. Gafatar sendiri merupakan organisasi kemasyarakatan yang berasaskan Pancasila dan Legalitas pendiriannya terdapat dalam UUD 1945 pasal 28, UU No. 8 tahun 1985 tentang Orkemas dan Akte pendirian ormas No. 01 tanggal 05 September 2011.45

Sebagaimana sebuah organisasi kemasyarakatan, Gafatar memiliki visi dan misi. Visi Gafatar adalah terwujudnya tata kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang damai sejahtera, beradab, berkeadilan dan bermartabat di bawah naungan Tuhan Yang Maha Esa melalui penyatuan nilai-nilai luhur bangsa, peningkatan kualitas ilmu dan intelektualitas, serta pemahaman dan pengamalan nilai-nilai universal agar menjadi rahmat bagi semesta alam.46

Sementara misi dari Gafatar yaitu memperkuat solidaritas, kebersamaan, persatuan, dan kesatuan khususnya antar sesama elemen bangsa Indonesia serta dunia pada umumnya. Selain itu, juga memupuk saling pengertian dan kerja sama antar sesama lembaga yang memiliki

45

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.

46

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.


(57)

kepedulian dan perhatian terhadap upaya perdamaian dan kesejahteraan dunia.47

Pendirian Organisasi Kemasyarakatan Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR) memiliki tujuan sebagai berikut:48

1. Sebagai wadah menghimpun putra-putri Nusantara dalam menyatukan pemahaman moral kemanusiaan dan kebangsaan yang inklusif, kokoh, cerdas, dan menyatu.

2. Sebagai sarana komunikasi dan menumbuhkan persaudaraan diantara sesama putra-putri Nusantara baik di indonesia maupun di negara-negara lain di dunia

3. Mempertahankan dan memperjuangkan cita-cita luhur bangsa yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

4. Mewujudkan dan melahirkan kader-kader pemimpin bangsa yang jujur, berani, tegas, adil, cakap, ber-integritas, bijaksana, cerdas dan sehat, dengan berlandaskan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dari seluruh visi, misi, serta tujuan yang dimiliki oleh Ormas Gafatar, ternyata dinilai hanya sebagai kedok untuk menutupi kesesatan ajaran Gafatar. Berbagai kejanggalan bermunculan dalam Ormas Gafatar ini yang kemudian memunculkan keresahan di masyarakat.

47

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.

48

http://gafatarian.blogspot.co.id/2015/01/apa-itu-gerakan-fajar-nusantara-gafatar.html. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 20.00 WIB.


(58)

Menurut Abu Deedat Syihab yang dikutip Voa-Islam.com, Gafatar merupakan penjelmaan aliran sesat Al Qiyadah Al Islamiyah yang kemudian berganti nama menjadi Komunitas Millah Abraham (Komar) pimpinan Ahmad Mushoddeq. Hal ini terlihat dari para deklaratornya yang merupakan penganut sekte sesat tersebut. Gafatar tetap menganut aqidah sesat yang dikembangkan Mushoddeq lalu mencoba melegalkan diri dalam bentuk ormas sebagai strateginya.49

Sementara itu, menurut Abdul Jamal Malik yang dikutip Tempo.co, Gafatar merubah format menjadi sebuah organisasi yang modern agar menghindari tekanan dari pemerintah. Kementerian Agama pernah meneliti aktivitas Gafatar sejak tahun lalu. Berdasarkan penelitian tersebut, Gafatar saat ini memiliki puluhan ribu pengikut yang tersebar di seluruh provinsi. Dan para pengurus tersebut dilantik langsung oleh Musadeq.50

Seperti yang diketahui, Musadeq alias Abdussalam merupakan terpidana kasus penistaan agama. Majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 4 tahun penjara karena menyebarkan ajaran sesat lewat Al Qiyadah Al Islamiyah. Ajaran ini tidak menganjurkan ibadah salat dan meyakini nabi lain setelah Muhammad. Ajaran ini dikembangkan Musadeq akibat perbedaan haluan dengan pendiri Negara Islam Indonesia KW IX, Panji Gumiwang. Vonis pengadilan kala itu tak

49

http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/04/13/18653/gafatar-sama-sesatnya-dengan-alqiyadah-buatan-nabi-palsu-moshaddeq/#sthash.ARC5yfOb.dpbs. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 21.20 WIB.

50

https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB.


(59)

menyurutkan upaya Musadeq untuk menyebarluaskan ajarannya. Ia kembali mengajak para pengikutnya mendirikan Komunitas Millah Abraham (KOMAR). Organisasi inilah yang kemudian bersalin rupa menjadi Gafatar. Organisasi ini cepat menuai simpati karena banyak berperan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan51.

Aliran Komunitas Millah Abraham (KOMAR), merupakan aliran yang muncul di wilayah kecamatan Haurgelis Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Yang kemudian mendapatkan tanggapan yang serius dari berbagai pihak seperti MUI, Kapolres Indramayu, pemuka agama setempat dan masyarakat setempat serta menjadi pemberitaan di media massa. Kemunculannya kian hari makin meresahkan karena pertumbuhan dan perkembangan aliran tersebut yang semakin hari mengalami peningkatan. Karena aliran ini termasuk aliran sesat sesuai dengan tinjauan MUI yang mengacu pada hasil Munas MUI tahun 2005 yang menentukan 10 Kriteria aliran sesat.52

51

https://m.tempo.co/read/news/2016/01/13/078735611/ini-profil-tokoh-pendiri-gafatar. Diakes tanggal 27 Mei 2016 pukul 22.31 WIB.

52

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Respon Masyarakat Terhadap Aliran dan Paham Keagamaan Kontemporer di Indonesia (Jakarta: 2014) h. 203-204.


(60)

2. Indikator aliran dan gerakan keagamaan bermasalah ditinjau dari peraturan perundang-undangan

Mengacu pada konstitusi dan peraturan perundang-undangan, indikator suatu aliran dan gerakan keagamaan dianggap bermaslah apabila:53

a. Membahayakan ketertiban publik, seperti penafsiran dan penyebaran agama yang nyata-nyata menyimpang, menyesatkan, menyulut masalah dan mendorong kekacauan atau kerusuhan di tengah masyarakat.

b. Membahayakan kesalamatan jiwa, seperti mengajarkan kepada para pengikutnya untuk melukai diri sendiri dan atau orang lain.

c. Mengganggu akhlak publik, seperti ajaran yang memperbolehkan seks bebas dan perzinaan.

d. Membahayakan kesehatan publik, seperti ajaran yang memperbolehkan menggunakan obat-obatan terlarang.

e. Melanggar hak-hak dasar orang lain, seperti pengkonsepsian dan penafsiran ajaran agama yang dalam penyebarannya memaksakan pencucian otak orang lain baik secara langsung maupun tak langsung (Brain washing); memobilisasi pendanaan secara manipulatif dari masyarakat.

53

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia.(Jakarta:2014), h.19-20


(61)

f. Menyebarkan kebencian dan permusuhan di tengah masyarakat, seperti syiar-syiar baik secara lisan maupun tertulis yang menghalalkan darah orang lain bahkan orangtua kandung, atau mendorong orang lain melakukan kekerasan fisik dan terror.

g. Menganjurkan dan mengajarkan makar terhadap pemerintahan yang sah serta tidak mengakui Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Kriteria Paham dan Aliran Sesat menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat.

Di bawah ini adalah 10 kriteria paham dan aliran sesat (dalam Islam) menurut ketetapan MUI hasil Munas tahun 2007. Kriteria ini tidak serta merta menjadi dasar penindakan dan penanganan terhadap pengikut aliran yang dianggap sesat tersebut, sebelum ada vonis dari pengadilan. Kriteria ini dapat digunakan sebagai rujukan awal untuk melihat dan menganalisa aliran-aliran keagamaan (Islam) guna ditindak lanjuti secara hukum. Sepuluh kriteria tersebut adalah :54

1. Mengingkari salah satu dari rukun iman yang enam.

2. Meyakini dan atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan

Al-Qur‟an dan Sunnah.

54

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.20-21.


(62)

3. Meyakini turunnya wahyu setelah Al-Qur‟an.

4. Mengingkari otentisitas atau kebenaran isi Al-Qur‟an.

5. Menafsirkan Al-Qur‟an tidak sesuai pada kaidah-kaidah tafsir. 6. Megingkari Hadits Nabi sebagai sumber ajaran Islam.

7. Menghina atau melecehkan atau merendahkan para nabi dan rasul. 8. Mengingkari Nabi Muhammad sebagai nabi dan rasul.

9. Mengubah, menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang

telah ditetapkan oleh Syari‟ah, seperti haji tidak ke Baitullah, shalat wajib tidak 5 waktu.

10.Mengkafirkan sesama muslim.

4. Dampak Aliran Sesat

Paham, aliran, dan gerakan kegamaan baru bermasalah yang banyak berbenturan dengan paham, aliran dan gerakan keagamaan yang telah lama mapan, dari segi sosiokultural dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:55

1. Dampak terhadap korban atau pengikut dapat berupa:

a. Pengucilan oleh keluarga baik secara sosial maupun ekonomi. b. Terganggunya pendidikan korban baik prestasi belajar, disiplin

maupun berkelanjutan pendidikan.

c. Penghujatan dan pendiskreditan oleh pihak yang menentang.

55

Puslitbang Kementrian Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI , Pedoman Penanganan Aliran dan Gerakan Keagamaan Bermasalah di Indonesia, h.24-26.


(1)

"Untuk kedepannya tidak perlu mencari kambing hitam siapa yang salah, tapi bagaimana menciptakan suatu kebersamaan, dan mengevaluasi kembali tentang apa yang harus dilakukan di masa depan," kata dia.


(2)

Kamis, 04 Februari 2016, 12:35 WIB

MUI Minta Pemerintah Segera Proses Hukum Pimpinan Gafatar

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Bilal Ramadhan Antara/Indrianto Eko Suwarso

Polisi menunjukkan foto satu keluarga yang hilang berikut atribut bendera Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Mapolresta Depok, Jawa Barat, Selasa (19/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Proses hukum pimpinan Gafatar dinilai lambat. Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Muhammad Yunus mengatakan banyak pasal yang dilanggar oleh gerakan tersebut. Pemerintah diminta untuk segera memprosesnya secara hukum.

"Jadi Majelis Ulama Indonesia sudah mengeluarkan fatwa nomor 6 tahun 2016 bahwa Gafatar sesat," kata Yunus, Kamis (4/2).

Menurutnya pasal-pasal yang dilanggar oleh Gafatar sudah jelas. Gafatar telah melanggar Undang-Undang penodaan agama Nomor 1 PNPS tahun 1965, nomor 5 tahun 1968 dan pasal


(3)

156a. Selain itu banyak pengikut Gafatar yang telah menjual hartanya untuk mengikuti gerakan ini.

Menurut Yunus para pemimpin Gafatar telah melanggar pasal KUHP nomor 378 tentang tindak penipuan. Karena itu ia berharap pemerintah segera memproses hukuman kepada pimpinan Gafatar.

"Dari pimpinan pusat sampai yang di kecamatan-kecamatan harus dihukum, karena kasihan yang sekedar ikut-ikutan," katanya.

Mengenai banyak warga Jatim yang menolak eks-Gafatar, Yunus mengatakan MUI sudah menghimbau masyarakat untuk menerima kembali mereka. Dan proses terapi untuk mengembalikan mereka kepada aqidah yang benar terus berlangsung.


(4)

(5)

(6)