EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN SISWA SMAN 1 AMBARAWA
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN
CREATIVE PROBLEM
SOLVING
BERBANTUAN BUKU SAKU PADA HASIL BELAJAR
KIMIA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
SISWA SMAN 1 AMBARAWA
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh :
ERSA ERFAWAN 4301410066
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
(2)
(3)
(4)
iv
MOTTO
Apapun yang kita kerjakan pasti ada hikmahnya Berusaha dahulu baru berkomentar
Sukai apa yang kita tidak sukai Aneh itu istimewa
PERSEMBAHAN:
Dengan penuh rasa syukur, skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. Bapak dan ibuku tercinta;
2. Adik- adikku tersayang;
3. Kesebelasan Frenosium : Musyarofah, Wahyu, Dini, Fika, Yunita, Toni, Lidia, Krisna, Waridi, Nino, yang membuat hari-hari
pembuatan skripsi ini menjadi berwarna;
4. Nasikhatul Zulfa, yang selalu aneh dan memberi semangat; 5. Teman-teman Pendidikan Kimia Angkatan 2010 khususnya
Rombel 3;
(5)
(6)
vi
ABSTRAK
Ersa Erfawan, 2014. Efektifitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving
(CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1 Ambarawa. Skripsi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Sri Nurhayati, M.Pd. Penguji utama Prof. Dr. Kasmadi Imam S, M.S.Penguji kedua Ir. Sri Wahyuni M.Si.
Kata Kunci : Pembelajaran; efektifitas; model CPS; buku saku.
Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan, memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Proses CPS diawali dengan identifikasi masalah, selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik. Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran (CPS) berbantuan buku saku pada hasil belajar kimia siswa materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Sampel diambil dengan teknik cluster random sampling. Sedangkan desain penelitian ini adalah post test only control design. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes, observasi, angket, dan dokumentasi. Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata kelompok eksperimen 80,48 mencapai ketuntasan belajar klasikal dan kelompok kontrol 76,18 belum mencapai ketuntasan belajar klasikal. Berdasarkan hasil uji t ketuntasan belajar kedua kelompok mencapai ketuntasan belajar populasi. Pada uji perbedaan dua rata-rata satu pihak diperoleh thitung sebesar 4,125 lebih tinggi dari t(0,95)(78) sebesar 1,67 menunjukkan rata-rata kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. Keefektifan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku pada hasil belajar kimia siswa SMA materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ditunjukan rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol, hasil belajar, ketuntasan hasil belajar kognitif telah mencapai ketuntasan klasikal, dan hasil belajar afektif dan psikomotorik kelompok eksperimen lebih besar dibanding kelompok kontrol.
(7)
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
PRAKATA ... v
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1. Konsep Belajar ... 8
2.2. Hasil Belajar... 11
2.3. Pembelajaran Kooperatif ... 12
2.4. Metode pembelajaran ... 13
2.5. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 14
(8)
viii
2.7. Buku Saku ... 17
2.8. Efektifitas ... 17
2.9. Materi Pembelajaran ... 18
2.10. Kerangka Berpikir ... 21
2.11. Hipotesis ... 24
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
3.1. Lokasi Penelitian ... 25
3.2. Penentuan Subyek penelitian ... 26
3.3. Variabel Penelitian ... 26
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 27
3.5. Instrumen ... 28
3.6. Analisis Instrumen Penelitian ... 31
3.7. Tehnik Analisis Data ... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48
4.1. Hasil Penelitian ... 48
4.2. Pembahasan ... 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 68
5.1. Simpulan ... 68
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 70
(9)
ix
DAFTAR TABEL
1.1. Persentase Ketuntasan Nilai Materi Kelarutan Dan Ksp ... 3
3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMAN 1 Ambarawa ... 25
3.2. Rancangan Penelitian ... 28
3.3. Klasifikasi Reliabilitas ... 33
3.4. Klasifikasi Daya Pembeda ... 34
3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 35
3.6. Klasifikasi Perhitungan Indeks Kesukaran ... 35
3.7. Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ... 36
3.8. Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi ... 37
3.9. Klasifikasi Reliabilitas ... 38
3.10. Hasil Uji Normalitas Populasi ... 40
3.11. Hasil Uji Homogenitas Populasi ... 41
3.12. Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi ... 42
3.13. Hasil Uji Anava Satu Arah ... 42
3.14. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Diskusi ... 45
3.15. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Afektif ... 46
3.16. Kriteria Skor Keterampilan Dalam Praktikum ... 46
3.17. Kriteria Skor Rata-Rata Nilai Psikomotorik ... 46
3.18. Kriteria Skor Angket Respon Siswa ... 47
4.1. Data Nilai Posttest Materi Kelarutan Dan Hasil Kali Kelarutan ... 48
4.2. Analisis Uji Normalitas... 49
(10)
x
4.4. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Dua Pihak ... 50
4.5. Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) ... 51
4.6. Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar ... 52
4.7. Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal ... 53
4.8. Nilai Afektif Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 54
4.9. Hasil Nilai Psikomotorik... 55
(11)
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1. Kerangka Berfikir ... 23
4.1.Hasil Penilaian Aspek Kognitif ... 63
4.2.Hasil Penilaian Aspek Afektif ... 64
4.3.Hasil Penilaian Aspek Psikomotorik ... 65
(12)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Siswa Kelas XI IPA SMA N 1 Ambarawa Tahun ... 73
2. Daftar Nilai Semester Kelas XI IPA ... 75
3. Uji Normalitas ... 77
4. Uji Homogenitas ... 81
5. Uji Kesamaan Dua Varians ... 82
6. Silabus ... 84
7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Eksperimen ... 89
8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kontrol... 118
9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 145
10. Soal Uji Coba Penelitian ... 148
11. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Indeks, Reliabilitas ... 159
12. Perhitungan validitas Soal Uji Coba ... 164
13. Perhitungan Reliabilitas Soal Uj Coba ... 165
14. Perhitungan Indeks Kesukaran Soal Uji Coba... 166
15. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uj Coba ... 167
16. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 169
17. Soal Posttest... 170
18. Data Hasil Belajar Posttest siswa ... 178
19. Uji Normalitas Data Posttest ... 179
20. Uji Kesamaan Dua Varians Data Posttest ... 181
21. Uji Perbedaan Rata-rata Data Posttest ... 182
(13)
xiii
23. Uji Ketuntasan belajar Kelas Kontrol ... 184
24. Pedoman Penyekoran Aspek Afektif Siswa ... 185
25. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Kontrol ... 187
26. Hasil dan Perhitungan Observasi Efektif Kelas Eksperimen ... 188
27. Reliabilitas Penilaian Afektif ... 189
28. Kriteria Aspek Psikomotorik ... 190
29. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Eksperimen ... 196
30. Rekapitulasi Aspek Psikomotorik Kelas Kontrol ... 197
31. Reliabilitas penilaian Psikomotorik ... 198
32. Daftar Angket Tanggapan Siswa ... 199
33. Angket Tanggapan Siswa ... 200
34. Reliabilitas Angket tanggapan Siswa ... 204
35. Foto-foto Penelitian ... 205
36. Surat Ijin/Rekomendasi Penelitian ... 206
37. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 207
(14)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi bagi kehidupan manusia. Tanpa pendidikan mustahil suatu kelompok manusia dapat berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka (Ihsan, 2008 : 2). Sejalan dengan perubahan zaman, pendidikan juga terus berkembang. Dalam penerapan pendidikan UNESCO merekomendasikan 6 pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to be, learning to live together, learning how to learn, learning throughout life (Suwarno, 2006 :76).
Learning to know bukan hanya memiliki materi sebanyak-banyaknya tetapi juga bagaimana memahami makna di balik materi ajar yang telah diterima.
Learning to do merupakan konsekuensi dari learning to know yaitu bukan hanya sebatas teori tetapi bagaimana perbuatan atau praktik yang sebenarnya, learning to be akan menuntun peserta didik menjadi ilmuwan ataupun tokoh masyarakat yang mampu menggali dan menentukan nilai kehidupan.
Learning to live together menuntut seseorang untuk hidup bermasyarakat dan menjadi educated person yang bermanfaat bagi diri dan masyarakatnya.
Learning how to learn akan membawa peserta didik untuk mampu
mengembangkan strategi dan kiat belajar yang lebih independen, kreatif, inovatif, efektif, efisien dan penuh percaya diri. Learning throughout life menuntun peserta
(15)
didik agar belajar terus menerus sepanjang hayat karena ilmu sebenarnya tidak terbatas.
Dalam sebuah pendidikan tentunya diperlukan suatu proses-proses pembelajaran yang merupakan suatu kegiatan yang diawali dengan interaksi antara guru dan murid dimana akan diakhiri dengan suatu proses evaluasi atau hasil belajar. Kegiatan pembelajaran ini merupakan suatu kegiatan yang disadari atau direncanakan (Ibrahim & Syaodih, 2003 : 50).
Suatu Proses pembelajaran lebih sering dikenal sebagai PBM ( Proses Belajar Mengajar). PBM ini menitikberatkan upaya agar materi pelajaran atau pendidikan lebih mudah diamati, diinternalisasi, dihayati, ditransfer, dan dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Agar mudah diamati biasanya memakai alat peraga atau belajar dengan benda-benda konkret sehingga semua alat indera terlibat. Diinternalisasi artinya dipahami arti dan maknanya sehingga lebih mudah dihayati. Sedangkan ditransfer artinya diaplikasikan pada konsep dan situasi lain yang serupa dan dilaksanakan dalam bentuk pemecahan soal, dapat juga dalam bentuk pemecahan masalah dalam kehidupan ( Pidarta, 2007 : 5). Salah satunya proses belajar belajar pada mata pelajaran kimia.
Kimia merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang suatu materi. Ada berbagai kedudukan pemberian pengajaran kimia. Ada pengajaran kimia secara khusus, sebagai bagian dari bidang yang lebih luas, sebagai kimia terapan, aspek-aspek sosial pengajaran kimia, dan pengajaran kimia untuk penderita cacat (Sastrawijaya, 1988 : 45).
(16)
Pengajaran kimia yang dikembangkan melalui proyek, kebanyakan merupakan pengajaran kimia secara khusus. Pengajaran kimia seperti ini dianggap kurang menarik dan susah di mengerti karena cenderung memberikan teori-teori kompleks yang sulit di mengerti oleh peserta didik. Pemberian pengajaran kimia melalui model-model tertentu hanya bisa untuk membantu mengerti materi-materi hafalan, tetapi untuk materi-materi kompleks seperti hitung-hitungan masih sulit untuk dimengerti dan dipahami.
Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan di SMAN 1 Ambarawa menunjukkan hasil belajar kimia siswa kelas XI SMAN 1 Ambarawa. Observasi ini memberikan hasil bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kelarutan belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terlihat pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Persentase ketuntasan nilai materi kelarutan dan Ksp No Kelas KKM Nilai terendah Nilai tertinggi Persentase ketuntasan
1. XI IPA 1 77 45 88 70,575%
2. XI IPA 2 77 53 84 65,775%
3. XI IPA 3 77 40 87 68,9%
4. XI IPA 4 77 45 95 65,725%
Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada materi kelarutan dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih cenderung ke perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal ini dirasa sulit oleh masing-masing siswa. Penyebab lain juga dari motivasi siswa yang cenderung kurang terhadap perhitungan kimia dan lebih termotivasi oleh materi-materi kimia yang hafalan.
(17)
Dari hasil wawancara dengan beberapa siswa SMAN 1 Ambarawa didapatkan beberapa metode dan model yang diterapkan dalam pembelajaran kimia yaitu metode ceramah, belajar kelompok, dan pemberian soal-soal. Model pembelajaran yang diberikan berpengaruh besar pada tingkat motivasi dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran yang dipilih harus mampu meningkatkan hasil belajar siswa, dengan begitu tujuan dari proses belajar mengajar akan tercapai dengan baik. Sebuah model pembelajaran yang dapat membuat aktif bukan hanya untuk beberapa orang saja tetapi dapat menyeluruh pada semua tingkatan siswa sangat diperlukan. Beberapa model kooperatif sangat cocok untuk diterapkan dalam masalah-masalah seperti ini, karena penggunaannya yang melibatkan semua siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu metode yang baik dalam menemukan solusi yaitu model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving). Pendekatan ini dapat dilakukan secara verbal maupun figural. Secara verbal dapat dilakukan dengan brain storming dan concept maping atau kombinasi antara verbal dan figural. Prosesnya diawali dengan identifikasi masalah, selanjutnya identifikasi alternatif solusi, lalu memilih solusi yang terbaik. Selanjutnya realisasi solusi dan evaluasi. Pendekatan ini sangat dapat diterapkan di setiap sektor kehidupan, apalagi dalam mempelajari kimia. Hal yang paling penting adalah bagaimana menerapkannya dalam dunia pendidikan agar siswa dapat merespon secara kreatif masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. (Kasmadi & Putri, 2010 : 575)
(18)
Model pembelajaran CPS (Creative Problem Solving) suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Model pembelajaran ini menekankan pada kreatifitas siswa dalam menghubungkan, memecahkan, mengevaluasi, menganalisis dan menyelesaikan soal-soal kimia melalui ide-ide yang muncul dalam diskusi kelompok. Melalui metode ini siswa akan aktif dan membuka pikiran seluas-luasnya melalui ide-ide tentang penyelesaian masalah atau soal-soal yang diberikan. Penerapan kelompok sendiri agar seluruh siswa ikut serta tanpa ada yang cuma ikut-ikutan sehingga siswa dapat termotivasi dan meningkatkan pemahamannya. Semua hal ini merupakan proses agar membuat siswa menjadi kreatif. Sesuai dengan pernyataan berikut :
Whether solving problems alone or in a group, you really must have a guided process i.e. a plan or a map of the steps to be followed. This is especially so in a group due to the need to align the capabilities of the members in a positive way. This map is usually called the Creative Problem Solving process and under this denotation there exist a huge number of methods, tools and techniques to support the creative process. (Vidal 2010 : 412)
Pemberian buku saku sendiri dapat membantu siswa mengembangkan kreatifitas dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat sebagai panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses dengan baik.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengambil judul “Efektifitas Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Buku Saku Pada Hasil Belajar Kimia Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ( KSP ) Siswa SMAN 1
(19)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah apakah pembelajaran menggunakan model CPS (Creative Problem Solving) berbantuan buku saku pada pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif terhadap hasil belajar siswa?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas pembelajaran dengan menggunakan model CPS (Creative Problem Solving) berbantuan buku saku terhadap hasil belajar pada pokok materi kelarutan dan hasil kali kelarutan?
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Bagi guru
1. Sebagai satu contoh model pembelajaran dalam meningkatkan variasi keterampilan mengajar dalam sistem pembelajaran.
2. Mendapatkan strategi pembelajaran yang kreatif dan cocok untuk menyampaikan materi-materi yang khususnya berupa perhitungan perhitungan kimia.
1.4.2 Bagi siswa
1. Memudahkan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah pada soal-soal kimia.
(20)
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam pemecahan masalah.
1.4.3 Bagi peneliti
1. Mendapatkan pengalaman langsung dalam pelaksanaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku. 2. Mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Creative
Problem Solving (CPS) berbantuan buku saku terhadap kemampuan pemecahan masalah kimia siswa SMA.
(21)
8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Belajar
Menurut Hilgrad dan Bower sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 : 13) belajar (to learn) memiliki arti :
1. To gain knowledge, comprehension, or mastery of trough experience or study. 2. To fix in the mind or memory.
3. To acquired trough experience.
4. To become in forme of to find out.
Menurut definisi tersebut, belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi menemukan. Belajar memiliki arti dasar adanya aktivitas atau kegiatan dan penguasaan tentang sesuatu.
Dalam belajar yang terpenting adalah proses bukan hasil yang diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik. Ketika seorang anak mendapatkan hasil tes yang bagus tidak bisa dikatakan sebagai belajar apabila hasil tesnya itu didapatkan dengan cara yang tidak benar, misalnya hasil mencontek (Faturrahman & Sobri, 2007 : 6).
Proses belajar adalah serangkaian aktivitas yang terjadi pada pusat syaraf individu yang belajar. Proses belajar terjadi secara abstrak. Karena terjadi secara mental dan tidak dapat diamati. Oleh karena itu, proses belajar hanya dapat
(22)
diamati jika ada perubaan perilaku dari seseorang yang berbeda dengan sebelumnya. Perubahan perilaku tersebut bisa dalam hal pengetahuan, afektif, maupun psikomotorik ( Baharuddin 2008 : 16 ).
Menurut Gagne sebagaimana dikutip oleh Baharuddin (2008 : 17 ) proses belajar, terutama belajar yang terjadi di sekolah, itu melalui tahap-tahap atau fase-fase berikut:
1. Tahap motivasi
Tahap motivasi yaitu saat motivasi dan keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit. Misalnya siswa tertarik untuk memperhatikan apa yang akan dipelajari, melihat gurunya datang, melihat apa yang ditunjukkan guru (buku dan alat peraga), dan mendengarkan apa yang diucapkan guru.
2. Tahap konsentrasi
Tahap konsentrasi yaitu saat siswa harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada hal-hal yang relevan dengan apa yang akan dipelajari. Pada fase motivasi mungkin perhatian siswa hanya tertuju pada penampilan guru (pakaian, tas, model rambut, sepatu dan lain sebagainya).
3. Tahap mengolah
Tahap mengolah yaitu siswa menahan informasi yang diterima dari guru dalam Short Term Memory (STM), atau tempat penyimpanan ingatan jangka pendek, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi makna (meaning) berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Hasil olahan itu berupa simbol-simbol khusus yang antara satu siswa dengan siswa yang lain berbeda. Simbol hasil olahan bergantung dari pengetahuan dan pengalaman
(23)
sebelumnya serta kejelasan penangkapan siswa. Karena itu, tidak merupakan hal aneh jika setiap siswa akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang diberikan oleh seorang guru.
4. Tahap menyimpan
Tahap menyimpan yaitu siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang telah diberi makna ke dalam Long Term Memory (LTM) atau gudang ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian maupun keseluruhan. Perubahan-perubahan pun sudah terjadi, baik perubahan, pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Untuk perubahan sikap dan keterampilan itu diperlukan belajar yang tidak hanya sekali saja, tapi harus beberapa kali, baru kemudian tampak perubahannya.
5. Tahap menggali 1
Tahap menggali 1 yaitu siswa menggali informasi yang telah disimpan dalam LTM ke STM untuk dikaitkan dengan informasi baru yang dia terima. Ini terjadi pada pelajaran waktu berikutnya yang merupakan kelanjutan pelajaran sebelumnya. Penggalian ini diperlukan agar apa apa yang telah dikuasai menjadi kesatuan dengan yang akan diterima, sehingga bukan menjadi yang lepas-lepas satu sama lain. Setelah penggalian informasi dan dikaitkan dengan informasi yang baru, maka terjadi lagi pengolahan informasi untuk diberi makan seperti halnya dalam tahap mengolah untuk selanjutnya disimpan dalam LTM lagi.
6. Tahap menggali 2
Tahap menggali 2 yaitu menggali informasi yang tela disimpan dalam LTM untuk persiapan fase prestasi, naik langsung maupun melalui STM . Tahap
(24)
menggali 2 diperlukan untuk kepentingan kerja, menyelesaikan tugas, menjawab pertanyaan dan latihan soal.
7. Tahap prestasi
Tahap prestasi yaitu informasi yang telah tergali pada tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil belajar. Hasil belajar itu, misalnya, berupa keterampilan mengerjakan sesuatu, kemampuan menjawab soal, atau menyelesaikan tugas.
8. Tahap umpan balik
Tahap umpan balik yaitu siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat perasaan puas atau prestasi yang ditunjukkan. Hal ini terjadi jika prestasi tepat, tapi sebaliknya, jika prestasinya jelek, perasaan tidak puas maupun tidak senang bisa saja diperoleh dari guru (eksternal) atau dari diri sendiri (internal).
2.2 Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar merupakan hal yang penting yang akan dijadikan sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Dari hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam proses pembelajaran (Sudjana, 1989: 22).
Dalam (Sudjana, 1989: 22) hasil belajar dibagi dalam tiga ranah yaitu:
2.2.1 Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek yaitu pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
(25)
2.2.2 Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
2.2.3 Ranah Psikomotorik
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
2.3 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif di dasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme.
Lie (2004: 13), menyatakan bahwa ada tiga pilihan model pembelajaran, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning. Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model cooperative learning dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif .
(26)
Menurut Slavin & Robert (2008: 4) pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Jadi pembelajaran kooperatif merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang identik dengan adanya kerjasama kelompok. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan argumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
2.4 Metode Pembelajaran
Dalam Uno (2006 : 17) variabel metode pembelajaran diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu :
2.4.1 Strategi Pengorganisasian (Organizational Strategy)
Organizational strategy adalah metode mengorganisasi isi bidang studi yang
telah dipilih untuk pembelajaran. “mengorganisasi” mengacu pada suatu tindakan
seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
2.4.1.1Strategi Penyampaian (Delivery Strategy)
Delivery strategi adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan atau untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari siswa. Media pembelajaran merupakan bidang kajian utana dari strategi ini.
(27)
2.4.1.2Strategi Pengolahan (Management Strategy)
Management strategy adalah metode untuk menata interaksi antara si belajar dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
2.5 Model Pembelajaran
Creative Problem Solving
(CPS)
Model CPS adalah suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan ketrampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, 2004:1).
Ada banyak kegiatan yang melibatkan kreatifitas dalam pemecahan masalah seperti riset dokumen, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, kegiatan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, dan penulisan yang kreatif. Melalui CPS, siswa dapat memilih dan mengembangkan ide dan pemikirannya. Berbeda dengan hafalan yang sedikit menggunakan pemikiran, CPS memperluas proses berpikir.
Sasaran dari CPS adalah sebagai berikut:
1. Siswa akan mampu menyatakan urutan langkah-langkah pemecahan masalah dalam CPS.
2. Siswa mampu menemukan kemungkinan-kemungkinan strategi pemecahan masalah.
(28)
3. Siswa mampu mengevaluasi dan menyeleksi kemungkinan-kemungkinan tersebut kaitannya dengan kriteria-kriteria yang ada.
4. Siswa mampu memilih suatu pilihan solusi yang optimal.
5. Siswa mampu mengembangkan suatu rencana dalam mengimplementasikan strategi pemecahan masalah.
6. Siswa mampu mengartikulasikan bagaimana CPS dapat digunakan dalam berbagai bidang/ situasi.
Adapun proses pembelajaran dengan model CPS (Pepkin, 2004: 2) terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klarifikasi Masalah
Klarifikasi masalah meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian seperti apa yang diharapkan.
2. Pengungkapan Pendapat
Pada tahap ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan pendapat tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.
3. Evaluasi dan Pemilihan
Pada tahap evaluasi dan pemilihan ini, setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi mana yang cocok untuk menyelesaikan masalah.
4. Implementasi
Pada tahap ini siswa menentukan strategi mana yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan
(29)
penyelesaian dari masalah tersebut CPS merupakan model yang mengajarkan siswa agar terbiasa memakai langkah-langkah yang kreatif dalam memecahkan masalah, hal ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mengatasi kesulitan dalam belajar.
2.6
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan (Arsyad, 2010:3). Menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010), media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi dan kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media.
Media pembelajaran adalah sarana penyampaian pesan pembelajaran kaitannya dengan model pembelajaran langsung yaitu dengan cara guru berperan sebagai penyampai informasi dan dalam hal ini guru menggunakan berbagai media yang sesuai. Media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan pebelajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar.
Menurut Heinich sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2010: 4), Media pembelajaran adalah perantara yang membawa pesan atau informasi bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran antara sumber dan penerima. Menurut (Arsyad, 2010:15) fungsi utama media pembelajaran adalah
(30)
sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru. Sedangkan menurut Hamalik sebagaimana dikutip oleh (Arsyad, 2010) bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa.
2.7 Buku Saku
Buku saku adalah buku yang mudah dibawa dan dapat dimasukkan ke dalam saku (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990). Penyajian buku saku ini menggunakan banyak Gambar dan warna sehingga memberikan tampilan yang menarik. Siswa cenderung menyukai bacaan yang menarik dengan sedikit uraian dan banyak Gambar dapat membantu pembaca berimajinasi. Imajinasi dapat membantu seseorang meningkatkan kinerja ingatannya dan membantu mengingat kata-kata verbal. Warna juga dapat menjadi bentuk komunikasi non-verbal yang dapat menyampaikan pesan secara instan dan lebih bermakna.
2.8 Efektifitas
Efektifitas berasal dari kata efektif. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata efektif mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi efektifitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Berdasarkan uraian diatas efektifitas dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai melalui cara atau usaha untuk mewujudkan tujuan dari proses tersebut. Soemosasmito dalam Trianto, (2011: 20) Suatu
(31)
pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan utama keefektifan pengajaran, yaitu: (1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; (2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa; (3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi kemampuan belajar ) diutamakan; dan (4) Mengembangkan suasana belajar yang akrab dan positif. Dari uraian di atas, maka yang menjadi indikator keefektifan ada 3 aspek:
1. Ketuntasan belajar siswa
2. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran 3. Respon siswa terhadap pembelajaran.
2.9 Materi Pembelajaran
2.9.1 Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan (Ksp)
3.9.1.1 Pengertian Kelarutan (Solubility)
Istilah kelarutan (solubility) digunakan untuk menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu pelarut. Kelarutan (khususnya untuk zat yang sukar larut) dinyatakan dalam satuan gram.L–1 atau mol.L–1. Apabila suatu zat yang sukar larut (misalnya AgCl) dimasukkan ke dalam air ada sebagian AgCl larut dan sebagian tetap mengendap. Bagian zat yang larut terurai menjadi ion-ionnya.
AgCl(s) + H2O(l) ⇄ AgCl(aq) Ag+(aq) + Cl-(aq)
Karena semua bentuk molekul yang terlarut (aq) terurai menjadi ion-ionnya, di dalam larutan hanya terdapat keseimbangan antara bentuk padat (s) dan ion-ionnya, yang dituliskan sebagai berikut:
(32)
AgCl(s) ⇄ Ag+(aq) + Cl-(aq) Atau secara umum : AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx-(aq)
3.9.1.2 Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Dalam suatu larutan jenuh dari suatu elektrolit yang sukar larut, terdapat kesetimbangan antara zat padat yang tidak larut dan ion-ion zat itu yang larut.
AxBy(s) ⇄ xAy+(aq) + yBx–(aq)
Karena zat padat tidak mempunyai molaritas, maka tetapan kesetimbangan reaksi di atas hanya melibatkan ion-ionnya saja, dan tetapan kesetimbangannya disebut tetapan hasil kali kelarutan (Ksp)
Ksp AxBy = [Ay+]x [Bx–]y
3.9.1.3 Hubungan Kelarutan (s) dengan Tetapan Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Oleh karena (s) dan Ksp sama-sama dihitung pada larutan jenuh, maka antara (s) dan Ksp berhubungan, nilai Ksp ada keterkaitannya dengan nilai s. Secara umum hubungan antara kelarutan (s) dengan tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) untuk larutan elektrolit AxBy dapat dinyatakan sebagai berikut.
AxBy(s) ⇄ xA y+
(aq) + yB
x-(aq)
S ⇄ xs ys
Ksp = [Ay+]x [Bx–]y
Ksp = (xs) x
(ys)y
Sehingga Ksp = xx yy s(x+y) dan S =
3.9.1.4 Pengaruh Ion Senama terhadap Kelarutan
Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat dengan ion (Ag+) dan ion (CrO42–).
(33)
Ag2CrO4(s) ⇄ 2Ag+(aq) + CrO42–(aq)
jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO3 atau larutan K2CrO4 maka larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.
AgNO3(aq)→ Ag+(aq) + NO3–(aq) K2CrO4(aq) → 2K+(aq) + CrO42–(aq)
Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan konsentrasi ion Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Akibatnya jumlah Ag2CrO4 yang larut menjadi berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil kelarutan.
3.9.1.5 Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu asam atau basa yang sukar larut. Sebaliknya harga Ksp suatu asam atau basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan. Beberapa senyawa asam atau basa ada yang sukar larut dalam air. Senyawa asam atau basa tersebut akan membentuk larutan dengan pH jenuh. Besarnya pH sesuai banyaknya ion (H+) dan (OH-) yang terlarut. Konsentrasi ini sangat bergantung pada besarnya harga Ksp sehingga kelarutan akan semakin besar. Pada asam, pH akan semakin kecil, sedangkan pada basa pH larutan akan semakin besar. Konsentrasi ion (H+) dan (OH-) dapat ditentukan dengan cara menghitung harga kelarutannya dalam air.
3.9.1.6 Penggunaan Konsep Ksp dalam Pemisahan Zat
Harga Ksp suatu elektrolit dapat dipergunakan untuk memisahkan dua atau lebih larutan yang bercampur dengan cara pengendapan. Proses pemisahan ini
(34)
dengan menambahkan suatu larutan elektrolit lain yang dapat berikatan dengan ion-ion dalam campuran larutan yang akan dipisahkan. Karena setiap larutan mempunyai kelarutan yang berbeda-beda, maka secara otomatis ada larutan yang mengendap lebih dulu dan ada yang mengendap kemudian, sehingga masing-masing larutan dapat dipisahkan dalam bentuk endapannya.
Misalnya pada larutan jenuh PQ berlaku persamaan : Ksp = [P+] [Q–]
Jika larutan itu belum jenuh (PQ yang terlarut masih sedikit), sudah tentu harga [P+] [Q–] lebih kecil daripada harga Ksp. Sebaliknya jika [P+] [Q–] lebih besar daripada Ksp, hal ini berarti larutan itu lewat jenuh, sehingga PQ akan mengendap.
• Jika [P+
] [Q–] < Ksp, maka larutan belum jenuh (tidak terjadi endapan).
• Jika [P+
] [Q–] = Ksp, maka larutan tepat jenuh (tidak terjadi endapan).
• Jika [P+
] [Q–] > Ksp, maka larutan lewat jenuh (terjadi endapan).
3.10
Kerangka Berpikir
Hasil belajar kelas XI IPA SMAN 1 Ambararawa menunjukkan belum tercapainya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) pada materi kelarutan dan hasil kelarutan, metode pembelajaran disini kurang membuat siswa itu menjadi aktif, kebanyakan siswanya pasif sehingga hasil belajar dari siswa tersebut rendah tidak sesuai dengan KKM. Hasil belajar ini disebabkan oleh pemahaman siswa pada materi kelarutan dan hasil kelarutan yang kurang, dengan materi yang lebih cenderung ke perhitungan-perhitungan dan membutuhkan pemahaman lebih, hal ini dirasa sulit oleh masing-masing siswa. Model pembelajaran yang digunakan
(35)
sudah bagus akan tetapi kurang variatif sehingga siswa kurang aktif dan kurang memahami materi kelarutan dan hasil kelarutan.
Berawal dari permasalahan ini, maka perlu adanya suatu model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam mempelajari materi kimia. Penelitian ini menggunakan dua metode yaitu model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan buku saku pada kelas eksperimen dan metode konvensional pada kelas kontrol. Kedua kegiatan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas diharapkan efektif pada hasil belajar siswa dan dapat membantu mendorong hasil belajar siswa sehingga dapat mencapai KKM pada materi kelrutan dan hasil kelarutan. Secara ringkas Gambaran penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(36)
Gambar 2.1 kerangka berpikir 1. Pemahaman siswa kurang
2. Model Pembelajaran kurang variatif
3. Siswa kurang aktif dan kurang memahami materi Ksp
Nilai Belum mencapai kkm
Perbandingan hasil belajar Pemberian
buku saku
Pembelajaran konvensional ( metode ceramah)
Kelas eksperimen Kelas kontrol
Pembelajaran kooperatif model
Creative Problem Solving
Hasil belajar Hasil belajar
Tes Tes
Efektifitas model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan buku saku
(37)
2.11 Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, penggunaan model pembelajaran CPS berbantuan buku saku pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif terhadap hasil belajar kimia siswa.
(38)
25
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Ambarawa pada semester genap yaitu pada bulan Mei 2014 tahun ajaran 2013/2014. Lokasi penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ambarawa yang terletak di Jl. Yos Sudarso No. 46, Ambarawa, Semarang.
3.2
Penentuan Subyek Penelitian
3.2.1 Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ambarawa tahun pelajaran 2013/2014 terdiri dari empat kelas dengan perincian pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Rincian Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Ambarawa
No Kelas Jumlah siswa
1 XI IPA 1 40
2 XI IPA 2 40
3 XI IPA 3 40
4 XI IPA 4 40
Jumlah 160
(Sumber: Administrasi kesiswaan SMA Negeri 1 Ambarawa Tahun pelajaran 2013/2014)
3.2.1.1Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 sampai dengan XI IPA 4 karena mempunyai kesamaan dalam hal berikut :
(39)
1. Siswa-siswa tersebut berada dalam tingkat kelas yang sama, yaitu kelas XI IPA SMA;
2. Siswa siswa tersebut berada dalam semester yang sama yaitu semester 2; 3. Dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa tersebut diajar dengan kurikulum,
media, dan jumlah jam pelajaran yang sama.
3.2.1.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik cluster random sampling dimana pengambilan sampel penelitian berupa kelompok yang dilakukan secara acak dengan pertimbangan populasi yang terbagi dalam kelas-kelas yang memiliki homogenitas yang sama dan memiliki varian yang tidak berbeda. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.
3.3
Variabel Penelitian
Variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel yang diamati terdiri dari dua yaitu variabel yang mempengaruhi disebut variabel penyebab atau variabel bebas, sedangkan variabel akibat disebut variabel tidak bebas atau variabel terikat (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini akan diselidiki variabel bebas dan variabel terikat sebagai berikut : 1. Variabel bebas yaitu metode ( CPS ) Creative Problem Solving berbantuan
buku saku pada pembelajaran kimia. 2. Variabel terikat yaitu hasil belajar siswa.
3. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kurikulum, materi, dan jumlah jam pelajaran yang sama.
(40)
3.4
Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Metode dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data mengenai jumlah populasi, nilai ulangan semester gasal yang digunakan dalam analisis data awal, dan nama-nama siswa anggota sampel.
3.4.2 Metode Tes
Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto, 2006 :223). Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar.
3.4.3 Angket
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 2006:151). Metode angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui respon (aspek afektif) siswa terhadap penggunaan model CPS.
3.4.4 Observasi
Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2005:30). Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data hasil belajar aspek psikomotorik.
(41)
3.4.5 Desain Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah post test only control design yaitu dengan melihat perbedaan hasil post test antara kelompok eksperimen dan kontrol. Pola rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian
Kelas Perlakuan Post test
Eksperimen Metode CPS berbantuan buku saku Ya
Kontrol Metode ceramah Ya
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2006:160). Sebelum alat pengumpulan data yang berupa tes obyektif digunakan untuk pengambilan data, terlebih dahulu dilakukan uji coba. Hasil uji coba dianalisis untuk mengetahui apakah memenuhi syarat sebagai alat pengambil data atau tidak.
Dalam penelitian ini, instrumen (alat yang dibuat peneliti untuk memperoleh data) adalah: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kerja siswa (LKS), lembar pengamatan aspek afektif, lembar pengamatan aspek psikomotorik, tes hasil belajar kognitif.
3.5.1 Silabus
(42)
3.5.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) digunakan sebagai panduan bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas.
3.5.3 Buku Saku
Buku saku diberikan pada awal kegiatan pembelajaran, pada setiap pertemuan digunakan oleh siswa untuk membantu mengembangkan kreatifitas dalam proses belajarnya. Buku saku dalam hal ini diharapkan dapat sebagai panduan atau penuntun pembelajaran siswa sehingga lebih terproses dengan baik.
3.5.4 Lembar Pengamatan Aspek Afektif
Lembar pengamatan aspek afektif digunakan untuk mengukur dan menilai tingkat apresiasi siswa terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. Pengamatan aspek afektif ini dilakukan oleh observer. Dalam penelitian ini digunakan 5 aspek dengan rentang skor lembar pengamatan aspek afektif dari skor 1 (satu) sampai 4 (empat). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek yang telah ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 4.
3.5.5 Lembar Pengamatan Aspek Psikomotorik
Lembar pengamatan aspek psikomotorik digunakan untuk mengukur dan menilai keterampilan siswa. Penilaian aspek psikomotorik dilakukan pada proses pembelajaran saat praktikum. Dalam penelitian ini digunakan 9 aspek psikomotorik dengan rentang skor lembar pengamatan aspek psikomotor dari skor 1 (satu) sampai 5 (lima). Penyusunan kriteria penskoran mengacu pada skor aspek
(43)
yang telah ditetapkan. Kriteria yang mengGambarkan rendahnya nilai suatu aspek diberi skor terendah, yaitu 1. Sedangkan kriteria yang mengGambarkan nilai aspek yang tinggi diberi skor tertinggi, yaitu 5.
3.5.6 Tes Hasil Belajar Kognitif
Tes hasil belajar kognitif atau post test digunakan untuk mengukur dan menilai penguasaan siswa pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes hasil belajar kognitif yang disusun pada penelitian ini berupa 30 soal pilihan ganda dengan waktu pengerjaan tes 60 menit.
Langkah-langkah penyusunan soal uji coba tes hasil belajar kognitif adalah sebagai berikut:
1. Menentukan jumlah butir soal dan alokasi waktu yang disediakan. Jumlah butir soal yang diujicobakan 50 soal dengan alokasi waktu 90 menit.
2. Menentukan tipe atau bentuk soal. Tipe soal yang digunakan berbentuk Tipe soal pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban.
3. Menentukan Tabel spesifikasi atau kisi-kisi soal. 4. Menyusun butir-butir soal.
5. Mengujicobakan soal.
6. Menganalisis hasil uji coba, dalam hal validitas dan reliabilitas perangkat tes yang digunakan.
3.5.6.1 Uji Alat Evaluasi
Sebelum alat evaluasi digunakan, perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu supaya dapat diketahui apakah alat evaluasi tersebut dapat digunakan. Dari hasil tes uji coba kemudian dihitung validitas dan reliabilitas.
(44)
3.6
Analisis Instrumen Penelitian
3.6.1 Pengujian Perangkat Uji Coba
3.6.1.1Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006: 168). Pengujian seperti silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, lembar pengamatan praktikum dan angket menggunakan metode expert validity. Expert validity merupakan validitas yang disesuaikan dengan kurikulum dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing I, dosen pembimbing II, dan guru SMA. Akan tetapi untuk lembar pengamatan dan angket juga harus memenuhi validitas isi oleh karena itu sebelum instrumen disusun, peneliti menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu berdasarkan kurikulum yang berlaku, selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru pengampu.
Validitas soal-soal post test dalam penelitian ini ada dua macam yaitu validitas isi soal dan validitas butir soal.
3.6.1.1.1 Validitas Isi Soal
Untuk memenuhi validitas isi soal, sebelum instrumen disusun, peneliti menyusun kisi-kisi soal terlebih dahulu berdasarkan kurikulum yang berlaku, selanjutnya dikonsultasikan dengan guru pengampu dan dosen pembimbing. 3.6.1.1.2 Validitas Butir Soal
Untuk menghitung validitas butir soal digunakan rumus Korelasi point biserial yaitu sebagai berikut.
(45)
q p S
M M r
t t p pbis
Keterangan :
p M
= rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal
t
M
= rata-rata skor total
t
S = standar deviasi skor total
p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal
rpbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t.
2
1
2
pbis pbis
r n r t
Kriteria : jika thit > ttab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n adalah jumlah siswa (Sudjana, 1996: 377).
Berdasarkan uji coba soal yang dilakukan terhadap 40 siswa kelas XII IPA 2 SMA N 1 Ambarawa diperoleh hasil analisis validitas soal yang diujicobakan. Perhitungan validitas keseluruhan terdapat 33 soal valid. Hasil analisis uji coba menunjukkan soal uji yang valid adalah soal nomor 4, 5, 6, 8, 10, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 26, 27, 28, 29, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40,, 41, 44, 46, 48, 49, 50.
3.6.1.2 Reliabilitas
Seperangkat tes dikatakan reliabel apabila tes tersebut dapat memberikan hasil tes yang tetap, artinya apabila tes tersebut dikenakan pada sejumlah obyek
(46)
yang sama pada waktu lain, maka hasilnya akan tetap sama atau relatif sama. Reliabilitas dalam rencana penelitian ini menggunakan rumus :
(Arikunto, 2006:189)
keterangan :
11
r = reliabilitas tes keseluruhan
k = banyaknya butir soal
st2 = varians skor total
X t =
n Y
= rata-rata skor total
Harga r11 yang dihasilkan dikonsultasikan dengan aturan penetapan reliabel yang disajikan pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas Nilai r11 Keterangan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Cukup 0,60 – 0,799 Tinggi 0,80 – 1,000 Sangat tinggi
Hasil perhitungan diperoleh r11 = 0,975. Berdasarkan Tabel klasifikasi reliabilitas, soal-soal tersebut mempunyai reliabilitas sangat tinggi.
3.6.1.3Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara testee yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testee yang tidak mampu menjawab
2 11 1 1 kst t X k t X k k r(47)
soal. Daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir soal untuk membedakan antara testee yang berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal adalah sebagai berikut :
1. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu mengurutkan skor hasil tes siswa mulai dari skor tertinggi hingga skor terendah.
2. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi dua kelompok yaitu kelompok atas dan kelompok bawah.
Daya pembeda soal dihitung menggunakan rumus : D =
(Sudijono, 2006 : 389) Keterangan:
D = daya pembeda
BA = banyaknya siswa kelas atas yang menjawab benar BB = banyaknya siswa kelas bawah yang menjawab benar JA = banyaknya siswa pada kelas atas
JB = banyaknya siswa pada kelas bawah
Menurut Arikunto (2009:218), hasil perhitungan dikonsultasikan atau disesuaikan dengan klasifikasi daya pembeda tersaji pada Tabel 3.4
Tabel 3.4 Klasifikasi Daya Pembeda
Inteval Kriteria
DP0,00 0,00<DP0,20 0,20<DP0,40 0,40<DP0,70 0,70<DP1,00
Jelek sekali jelek cukup baik baik sekali
(48)
Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Daya Pembeda Soal No. Kriteria Nomor soal
1 Baik Sekali 32 (1 soal)
2 Baik 4, 5, 8, 10, 28, 29, 30, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 48, 49 (16 soal)
3 Cukup 6, 13, 15, 16, 17, 20, 21, 23, 26, 27, 31, 33, 35, 44, 46, 50 (16 soal)
4 Jelek 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 14, 18, 19, 22, 24, 25, 42, 43, 45, 47 (17 soal)
5 Sangat Jelek - (0 soal)
3.6.1.4 Taraf Kesukaran
Menurut Arikunto (2007: 207), bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00. Tingkat kesukaran soal dihitung dengan menggunakan rumus:
P =
Keterangan :
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS = Jumlah seluruh siswa pengikut tes
Klasifikasi Indeks Kesukaran terlihat pada Tabel 3.6
Tabel 3.6 Klasifikasi Indeks Kesukaran
Interval Kriteria
P = 0,00
0,00 < P 0,30 0,30 < P 0,70 0,70 < P 1,00 P = 1,00
Terlalu sukar Sukar
Sedang Mudah
(49)
Hasil perhitungan diperoleh tingkat kesukaran soal terlihat pada Tabel 3.7 Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal
Kriteria Nomor Soal
Sangat Mudah - (0 soal)
Mudah 1, 2, 3, 7, 9, 11, 12, 18, 19, 20, 22, 23, 27, 31, 33, 35, 42, 43, 45, 47, 50(21 soal)
Sedang 4, 5, 8, 10, 15, 16, 24, 25, 26, 28, 32, 34, 36, 37, 41 (15 soal)
Sukar 6, 13, 14, 17, 21, 29, 30, 38,
39, 40, 44, 46, 48, 49 (14 soal)
Sangat Sukar - (0 soal)
3.6.2 Analisis Lembar Observasi
3.6.2.1 Validitas
Lembar observasi diuji validitas isi dengan menggunakan expert validity
yaitu validitas yang disesuaikan dengan materi pelajaran, kondisi siswa dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing dan guru SMA yang diteliti.
3.6.2.2 Reliabilitas
Untuk mencari reliabilitas lembar observasi, digunakan rumus intereters reliability :
Keterangan :
r11 = reliabilitas instrument n = jumlah objek yang diamati = jumlah varians beda butir
(50)
Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Klasifikasi Reliabilitas Instrumen Observasi
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0 0,6 < r11≤ 0,8 0,4 < r11≤ 0.6 0,2 < r11≤ 0,4
r11≤ 0,2
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
( Arikunto, 2007: 196) Analisis lembar observasi afektif menghasilkan harga r11 sebesar 0,80 dalam kategori tinggi sedangkan lembar observasi psikomotorik menghasilkan r11 sebesar 0,73 dalam kategori tinggi. Kedua harga r11 tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus Thitung menghasilkan Thitung afektif sebesar 3,771 dan Thitung psikomotorik Thitung sebesar 3,021 dengan TTabel =2,306. Karena Thitung > TTabel maka lembar observasi ini reliabel.
3.6.3 Analisis Instrumen lembar Angket
3.6.3.1Validitas
Lembar angket respon diuji validitas isi dengan menggunakan expert validity yaitu validitas yang disesuaikan dengan kondisi siswa dan dikonsultasikan dan disetujui oleh ahli yaitu dosen pembimbing.
3.6.3.2Reliabilitas
Reliabilitas untuk instrumen ini menggunakan rumus Alpha Cronbach
yaitu:
Varians :
–
( Arikunto, 2006 )
(51)
Keterangan :
= reliabilitas instrumen
= banyak butir pertayaan = jumlah varians skor butir = varians total
= banyaknya subjek
= jumlah kuadrat skor butir = jumlah kuadrat skor total
= kuadrat jumlah skor butir = kuadrat jumlah skor total
Klasifikasi reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.9 Tabel 3.9 Klasifikasi Reliabilitas
Inteval Kriteria
0,8 < r11≤1.0 0,6 < r11≤ 0,8 0,4 < r11 ≤ 0.6 0,2 < r11 ≤ 0,4
r11≤ 0,2
Sangat tinggi Tinggi Cukup Rendah Sangat rendah
Analisis angket tanggapan siswa menghasilkan harga r11 sebesar 0,85 dalam kategori sangat tinggi. Harga r11 tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rumus Thitung menghasilkan Thitung sebesar 9,947 dengan TTabel dengan sebesar 2,204. Kriteria lembar angket reliabel yaitu apabila harga Thitung > TTabel. Berdasarkan hasil analisis didapat bahawa lembar observasi ini reliabel yang ditunjukkan dengan nilai Thitung > TTabel.
(52)
3.7
Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah lanjutan dalam penelitian, karena analisis data dilakukan setelah proses penelitian hingga data diperoleh.
3.7.1Analisis Data Tahap Awal
Analisis data tahap awal digunakan untuk mengetahui adanya kesamaan kondisi awal populasi penelitian sebagai pertimbangan dalam pengambilan sampel.
3.7.1.1Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis sehingga dapat ditentukan statistika yang akan digunakan.
Uji statistika yang digunakan adalah uji chi-kuadrat dengan rumus:
k
i i
i i
E E O 1 2
2 = chi kuadratOi = frekuensi pengamatan Ei = frekuensi yang diharapkan
k = banyaknya kelas interval
I = 1, 2, 3,…, k
Membandingkan harga chi kuadrat data dengan Tabel chi kuadrat dengan taraf signifikan 5% kemudian menarik kesimpulan, jika
2hitung <
2tabel (1-a)(k-3)makadata berdistribusi normal. (Sudjana, 1996: 273). Hasil uji normalitas terlihat pada Tabel 3.10
(53)
Tabel 3.10 Hasil Uji Normalitas Populasi No Kelas 2hitung
tabel
2
Kriteria
1 XI IPA 1 4,79 7,81 Distribusi normal
2 XI IPA 2 4,78 7,81 Distribusi normal
3 XI IPA 3 5,79 7,81 Distribusi normal
4 XI IPA 4 1,53 7,81 Distribusi normal
Berdasarkan Tabel 3.10 hasil uji normalitas populasi diperoleh
2hitung <tabel
2
, maka populasi berdistribusi normal sehingga telah memenuhi syaratdijadikan sampel penelitian.
3.7.1.2Uji Homogenitas Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi berangkat dari titik tolak yang sama. Untuk menguji homogenitas populasi digunakan uji Bartlett:
2
2 log ) 1 ( 10
ln B ni Si
data
dengan
(logs2) (ni 1)
B dan
) 1 ( ) 1 ( 2 2 i i i n s n s Keterangan:= besarnya homogenitas
B = koefisien Bartlet
si2 = variansi masing-masing kelas
s2 = variansi gabungan
2
(54)
ni = jumlah siswa dalam kelas
Kriteria pengujian jika 2hitung 2tabel(1)(k1), dimana
2(1)(k1) didapatdari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1- ) dan dk = (k-1),maka populasi homogen. (Sudjana, 1996: 263). Hasil uji homogenitas terlihat pada Tabel 3.11
Table 3.11 Hasil Uji Homogenitas Populasi
Data 2hitung
tabel
2
Kriteria
Nilai UAS 4,664 7,81 Homogen
Berdasarkan Tabel 3.11 diperoleh 2hitung 4,6642tabel(1)(k1) 7,81, maka dapat disimpulkan bahwa H diterima yang berarti varians dari populasi tidak berbeda satu dengan yang lain atau sama (homogen).
3.7.1.3Uji Kesamaan Rata-Rata (Uji Anava)
Uji anava digunakan untuk mengetahui kesamaan rata-rata dari anggota populasi.
Perhitungan uji ini ada beberapa langkah yaitu : 1. Menentukan jumlah kuadrat rata-rata (RY)
n x RY
2
) (
2. Menentukan jumlah kuadrat antar kelompok (AY)
RY
ni xi
AY
2
) (
3. Menentukan jumlah kudrat total (JK total) JKtot = RY-AY
(55)
DY = JKtot – RY – AY Langkah-langkah uji anava terlihat pada Tabel 3.12
Tabel 3.12 Hasil Uji Kesamaan Keadaan Awal Populasi (Uji Anava)
Sumber Variasi Dk JK KT F
Rata-rata 1 RY K= RY:1
D A
Antar kelompok k-1 AY A= AY:(k-1) Dalam Kelompok (ni-1) DY D= DY:(ni-1)
Total ni x2
Kriteria pengujian : Ho diterima jika Fhit < F(k-1)(n-k), ini berarti tidak ada perbedaan rata-rata keadaan awal populasi termasuk didalamnya keadaan awal populasi ( Sudjana, 1996 : 305). Hasil uji anava satu arah terlihat pada Tabel 3.13
Tabel 3.13 Hasil Uji Anava satu arah
Data Fhitung FTabel Kriteria
Nilai UAS 2,2106 6,66 Homogen
Berdasarkan hasil analisis diperoleh 2hitung 2,21062tabel(1)(k1) 6,66, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata dari keempat populasi. Keempat populasi berdistribusi normal, memiliki homogenitas sama dan memiliki kesamaan rata-rata sehingga dapat dilakukan pengambilan sampel dengan teknik cluster random sampling yang menghasilkan kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 1 sebagai kelas kontrol.
3.7.2 Analisis Data Tahap Akhir
3.7.2.1Uji Normalitas Data
Uji ini digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis. Uji statistik yang digunakan adalah uji chi-kuadrat.
(56)
k i i i i E E O 1 2 Keterangan : 2
= chi kuadrati
O = frekuensi pengamatan
i
E = frekuensi yang diharapkan K = banyaknya kelas
i = 1,2,3,...,k
Kriteria pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Ho diterima jika (1 )( 3)
2 2
khitung
dengan taraf signifikan 5% dan derajat kebebasan (k-3), yang berarti bahwa data tidak berbeda normal atau data berdistribusi normal, sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik.2. Ho diterima jika (1 )( 3) 2
2
khitung
dengan taraf signifikan 5% dan derajat kekebasan (k-3), yang berarti bahwa data berbeda normal atau tidak berdistribusi normal sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik non parametrik.( Sudjana, 1996 : 273)
3.7.2.2Uji Kesamaan Dua Varians
Uji kesamaan 2 varians bertujuan untuk mengetahui kesamaan varians dari populasi agar menaksir dan menguji bisa berlangsung. Hipotesis yang diajukan yaitu :
(57)
Ho : 1 2 = 22
Ha :
1
2 2
2
Ho diterima apabila Fhitung F1/2 (nb-1): (nk-1)
F =
terkecil terbesar ians
ians
var var
Kriteria pengujian; jika harga Fhitung < FTabel, maka kedua kelompok mempunyai varians yang sama (homogen) (Sudjana, 1996 : 250).
3.7.2.3Uji Ketuntasan Belajar
Uji efektifitas pendekatan pembelajaran yang digunakan dapat diketahui dari uji ketuntasan belajar. Uji ketuntasan belajar bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kimia kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat mencapai ketuntasan belajar atau tidak. Untuk mengetahui ketuntasan belajar individu dapat dilihat dari data hasil belajar siswa. Rumus statiska yang digunakan yaitu statistika t.
( Sudjana,1996)
Keterangan :
t = tingkat keefektifan
= rata-rata hasil belajar siswa S = simpangan baku
(58)
Uji ketuntasan belajar bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kimia kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat mencapai ketuntasan belajar atau tidak. Menurut mulyasa (2007) keberhasilan kelas (ketuntasan klasikal) dapat dilihat sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan individu. Uji ketuntasan klasikal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
n = jumlah seluruh siswa
= jumlah siswa yang mencapai ketuntasan belajar 3.7.3 Analisis Hasil Belajar Afektif
Pada analisis hasil belajar aspek afektif digunakan analisis keterampilan dalam diskusi.
Skor Terendah : 5 Skor Tertinggi : 25 Rentang Nilai : 5 – 25
Kriteria skor keterampilan dalam diskusi dapat dilihat pada Tabel 3.14 Tabel 3.14. Kriteria Skor Keterampilan dalam Diskusi
Kriteria Skor
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
21 – 25 16 – 20 11 – 15 6 – 10
(59)
Tabel 3.15. Kriteria Skor Rata-rata nilai afektif
Kriteria Skor
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
3,3 – 4,0 2,5 – 3,2 1,7 – 2,4 0,9 – 1,6
Pada aspek afektif, dikatakan efektif jika kriteria mencapai baik atau sangat baik.
3.7.4 Analisis Aspek Psikomotor
Pada analisis hasil belajar aspek psikomotor digunakan data hasil dari keterampilan praktikum.
Skor Terendah : 9 Skor Tertinggi : 45 Rentang Nilai : 9 – 45
Kriteria skor keterampilan dalam praktikum dapat dilhat pada Tabel 3.16 Tabel 3.16 Kriteria Skor Keterampilan dalam Praktikum
Kriteria Skor
Sangat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang
37 – 45 28 – 36 19 – 27 10 – 18
9
(60)
Tabel 3.17 Kriteria Skor Rata-rata nilai psikomotorik
Kriteria Skor
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
4,2 – 5,0 3,3 – 4,1 2,4 – 3,2 1,5 – 2,3
Pada aspek psikomotorik, dikatakan efektif jika kriteria mencapai baik atau sangat baik.
3.7.5 Analisis Data Angket
Analisis tahap akhir ini digunakan data hasil pengisian angket oleh siswa. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kimia materi kelarutan dan hasil kelarutan yang diungkapkan menggunakan angket.
Tiap aspek dari pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran CPS berbantuan buku saku dianalisis untuk mengetahui rata-rata nilai tiap aspek dalam kelas eksperimen. Penganalisisan data yang berasal dari angket bergradasi atau berperingkat satu sampai dengan empat, peneliti menyimpulkan makna setiap alternatif sebagai berikut
1) sangat setuju, diberi nilai 4; 2) setuju, diberi nilai 3;
3) tidak setuju, diberi nilai 2; dan 4) sangat tidak setuju, diberi nilai 1.
(61)
Tabel 3.18. Kriteria skor Angket Respon Siswa
Kriteria Skor
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
31 – 40 21 – 30 11 – 20
(62)
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
Untuk mengetahui hasil penelitian, maka dilakukan analisis data yang diperoleh dari data hasil penelitian atau analisis data akhir. Analisis data tersebut akan menghasilkan simpulan apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau diterima.
4.1.1 Analisis Data
Tujuan dari analisis tahap akhir adalah untuk menjawab hipotesis yang telah dikemukakan. Data yang digunakan untuk analisis tahap ini adalah data nilai post test, baik pada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol.
4.1.1.1Analisis Nilai Post test
Analisis nilai post test dilakukan dengan uji normalitas, uji kesamaan dua varians, Uji perbedaan dua rata-rata dua pihak, uji perbedaan rata-rata satu pihak kiri, uji ketuntasan hasil belajar, persentase ketuntasan belajar klasikal, analisis nilai afektif, psikomotorik, dan analisis angket. Adapun hasil analisis post test
yaitu sebagai berikut :
4.1.1.2Deskripsi Hasil Penelitian
Hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol terdapat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Data Nilai Posttest Materi Kelarutan dan Hasil kelarutan
Kelas N Rata-rata SD Nilai
Tertinggi
Nilai Terendah Eksperimen (XI IPA 2) 40 80,48 5,24 90,0 70
Kontrol (XI IPA 1) 40 76,18 4,00 83,0 67,0
(63)
4.1.1.3Uji Normalitas
Dari data post test kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan uji normalitas untuk mengetahui data berdistribusi normal. Hasil perhitungan uji normalitas disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Analisis Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas χ²hitung χ²Tabel Kriteria
XI IPA 1 7,52 7,81 Data berdistribusi normal XI IPA 2 7,80 7,81 Data berdistribusi normal Perhitungan uji normalitas data kelas eksperimen dan kelas kontrol
diperoleh χ2
hitung pada kelas eksperimen = 7,80; kelas kontrol = 7,52 dengan
kriteria α =5% dan dk = k-3 diperoleh χ2Tabel = 7,81. Karena χ2hitung < χ2Tabel maka dapat disimpulkan bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. sehingga uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik. Perhitungan uji normalitas populasi terdapat pada Lampiran 19 halaman 179.
4.1.1.4Uji Kesamaan Dua Varians
Hasil analisis uji kesamaan dua varians nilai post test kelas ekaperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Analisis Dua Varians Nilai Post test
Kelas Varians (s2) Fhitung FTabel Kriteria Eksperimen
Kontrol
27,49
15,98 1,72 1,89
Varians tidak berbeda
Berdasarkan perhitungan diperoleh varians kelas eksperimen = 15,98 sedangkan varians kelas kontrol = 27,49. Nilai F(hitung) = 1,72 untuk α = 5% dengan dk pembilang 39 dan dk penyebut 39 diperoleh F(0,95)(39,39) = 1,89. Dari perhitungan tersebut dapat diketahui Fhitung < FTabel, yang berarti varians kelas
(64)
eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda. Perhitungan analisis terdapat pada Lampiran 20 halaman 181.
4.1.1.5Uji Perbedaan Dua Rata-Rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Hasil analisis uji perbedaan dua rata-rata dua pihak disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Uji perbedaan dua rata-rata dua pihak
Kelas Rata-rata Varians dk thitung tTabel Kriteria Eksperimen 80,47 27,49
78 4,125 1,991 Rata-rata berbeda Kontrol 76,18 15,98
Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol , diperoleh thitung = 4,125, dengan α=5% dan dk= 78 diperoleh t(0,975)(78) = 1,991. Oleh karena thitung > tTabel maka H0 ditolak yang berarti nilai rata-rata posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berbeda. Perhitungan analisis uji kesamaan rata-rata post test (uji dua pihak) terdapat pada Lampiran 21 halaman 182.
4.1.2 Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk membuktikan kebenaran dari hipotesis yang diajukan yaitu untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran CPS berbantuan buku saku pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan efektif terhadap hasil belajar kimia siswa. Data post test dianalisis menggunakan uji perbedaan rata-rata satu pihak kiri dan uji ketuntasan hasil belajar.
(65)
4.1.3.1Uji Perbedaan Rata-Rata
Uji perbedaan rata-rata pihak kiri digunakan untuk mengetahui apakah kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Apabila kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol maka dapat dikatakan model pembelajaran Creative Problem Solving berbantuan buku saku efektif meningkatkan hasil belajar.
Hasil analisis uji perbedaan rata-rata satu pihak (pihak kiri) ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Perbedaan Rata-Rata Satu Pihak (Pihak Kiri) Kelas Rata-rata Varians dk thitung tTabel Kriteria Eksperimen 80,47 27,49
78 4,125 1,991 Kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol Kontrol 76,18 15,98
Berdasarkan perhitungan uji perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol , diperoleh thitung = 4,125 dengan α=5% dan dk= 78 diperoleh t(0,975)(78) = 1,991. Oleh karena thitung > tTabel maka H0 ditolak yang berarti nilai rata-rata post test kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol berbeda. Perhitungan analisis uji kesamaan rata-rata posttest (uji dua pihak) terdapat pada Lampiran 21 halaman 182.
4.1.3.2Uji Ketuntasan Hasil Belajar
Uji ketuntasan hasil belajar digunakan untuk mengetahui ketuntasan pencapaian kompetensi materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, dari hasil kelas eksperimen dan kelas kontrol dibandingkan untuk ditentukan kelas mana yang lebih baik. Hasil Perhitungan uji ketuntasan hasil belajar kelas eksperimen dan kelas kontrol disajikan pada Tabel 4.6.
(66)
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Ketuntasan Belajar
Kelas Rata-rata kelas thitung tTabel Kriteria
Eksperimen 80,48 11,43 2,02 Tuntas
Kontrol 76,18 8,19 2,02 Tuntas
Uji ketuntasan belajar pada kelas ekperimen diperoleh thitung sebesar 11,43 dan tTabel sebesar 2,02. Karena thitung > tTabel maka kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar. Uji ketuntasan belajar pada kelas kontrol diperoleh thitung sebesar 8,19 dan tTabel sebesar 2,02. Karena thitung > tTabel maka kelas kontrol telah mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan hasil perhitungan uji ketuntasan dapat dilihat bahwa kelas eksperimen maupun kelas kontrol telah mencapai ketuntasan belajar dengan rata-rata pada kelas eksperimen 80,48 dan kelas kontrol 76,18. Hal ini menunjukkan bahwa kelas eksperimen mempunyai rata-rata nilai lebih baik daripada kelas kontrol. Selanjutnya dilakukan perhitungan melalui persentase ketuntasan belajar klasikal untuk mengetahui ketuntasan dari keseluruhan siswa di kelass eksperimen maupun di kelas kontrol. Perhitungan analisis ketuntasan belajar kelas eksperimen terdapat pada Lampiran 22 halaman 183 dan perhitungan ketuntasan belajar kelas kontrol terdapat pada Lampiran 23 halaman 184.
4.1.3.3Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal
Uji ketuntasan belajar bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kimia kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat mencapai ketuntasan belajar atau tidak. Menurut mulyasa (2007) keberhasilan kelas (ketuntasan klasikal) dapat dilihat sekurang-kurangnya 85% dari jumlah siswa yang ada di kelas tersebut telah mencapai ketuntasan individu, bila hasil perhitungan pada kelas eksperimen mencapai ketuntasan belajar klasikal sebesar 85% maka model pembelajaran CPS
(67)
berbantuan buku saku dapat disimpulkan efektif pada hasil belajar siswa. Hasil presentase ketuntasan belajar klasikal ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Persentase Ketuntasan Belajar Klasikal
Kelas Rata-rata Jumlah siswa
yang tuntas Presentase (%) kriteria
Eksperimen 80,48 34 85 Tuntas
Kontrol 76,18 28 70 Belum tuntas
Berdasarkan analisis tersebut, kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan belajar klasikal sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan klasikal. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan model CPS berbantuan buku saku efektif pada hasil belajar siswa materi kelarutan dan hasil kelarutan. Perhitungan analisis presentase ketuntasan belajar klasikal kelas eksperimen terdapat pada Lampiran 22 halaman 183 dan perhitungan analisis presentase ketuntasan belajar klasikal kelas kontrol terdapat pada Lampiran 23 halaman 184.
4.1.3.4Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar Afektif
Penilaian afektif dilakukan untuk mengetahui perbedaan aktifitas siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Terdapat 5 aspek pada ranah afektif yang digunakan untuk menilai aktifitas siswa. Tiap aspek dianalisis sacara diskriptif yang bertujuan untuk mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa untuk dibina dan dikembangkan. Nilai afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.8.
(68)
Tabel 4.8 Nilai Afektif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Aspek Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
Rata-rata Kategori Rata-rata Kategori 1 Kehadiran siswa di
kelas
3,9 Sangat Baik 4,0 Sangat Baik 2 a. Keseriusan siswa dan
ketepatan dalam mengerjakan tugas
3,3 Sangat Baik 3,4 Sangat Baik
3 Menghargai
pendapat orang lain
3,1 Baik 3,3 Sangat Baik
4 Perhatian siswa dalam mengikuti proses belajar
3,2 Baik 3,3 Sangat Baik
5 Keberanian siswa mengerjakan tugas di depan kelas
3,2 Baik 3,3 Sangat Baik
Keterangan: data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25 halaman 187. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dikatakan rata-rata nilai aspek afektif kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
4.1.3.5Analisis Deskriptif Data Hasil Belajar Psikomotorik
Ranah psikomotorik yang digunakan untuk menilai ada 6 aspek. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama pembelajaran dengan menggunakan instrumen berupa lembar obsevasi psikomotorik, diperoleh hasil analisis skor aspek psikomotorik pada tiap-tiap aspek. Nilai psikomotorik kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.9.
(69)
Tabel 4.9 Hasil Nilai Psikomotorik
No Aspek
Kelas Kontrol Kelas eksperimen
Rata-rata
Kategori Rata-rata Kategori 1 b. Persiapan alat dan
bahan
5 Sangat Baik 5 Sangat Baik
2 Keterampilan menggunakan alat
3,26 Cukup 3,75 Baik
3 Penguasaan prosedur praktikum
3,69 Baik 3,74 Baik
4 Ketepatan dalam melakukan pengamata
3,7 Baik 3,8 Baik
5 Kerjasama dalam kelompok
3,8 Baik 3,85 Baik
6 Kebersihan tempat dan alat
4,05 Baik 4,23 Sangat Baik
7 Kemampuan berkomunikasi
3,75 Baik 3,83 Baik
8 Menarik simpulan dan mengkomunikasikan hasil percobaan
3,86 Baik 3,71 Baik
9 Kemampuan membuat laporan praktikum sementara
3,8 Baik 4,2 Sangat Baik
Keterangan : data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29 halaman 196. Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan rata-rata nilai aspek psikomotorik praktikum Kelarutan dan hasil kali kelarutan kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.
4.1.3.6Analisis Deskriptif Hasil Angket Tanggapan Siswa
Data tanggapan siswa diperoleh dengan menggunakan angket. Penyebaran angket dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketertarikan siswa terhadap proses pembelajaran.
(70)
Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan siswa menyukai pembelajaran dengan model pembelajaran CPS berbantuan buku saku karena lebih menyenangkan, menarik, dan dapat membuat siswa lebih mudah memahami materi, hal ini dapat dilihat dari rasa ingin tahu siswa yang meningkat dalam pembelajaran dan mereka lebih termotivasi untuk giat belajar. Hasil Angket tanggapan siswa disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Hasil Angket Tanggapan Siswa No
. Pernyataan
Jumlah Siswa Yang Merespon SS S TS STS
1. Saya menyukai pelajaran kimia 14 26 0 0
2. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku menarik dan menyenangkan.
4 33 3 0
3. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku membuat proses belajar mengajar lebih aktif.
4 29 6 1
4. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku dapat meningkatkan semangat dan motivasi saya belajar kimia.
2 31 7 0
5. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku membuat Saya lebih mudah memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
4 26 10 0
6. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku meningkatkan cara berpikir saya dalam
mengerjakan soal-soal kimia.
3 30 7 0
7. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku melatih kerja sama dalam kelompok.
2 32 6 0
8. Setelah mengikuti pembelajaran ini saya lebih tertarik untuk mempelajari ilmu kimia.
4 31 5 0
9. Setelah mengikuti pembelajaran ini saya lebih percaya diri bertanya.
8 25 7 0
10. Model pembelajaran CPS berbantuan buku saku sangat sesuai jika diterapkan dalam pelajaran kimia.
5 27 7 1
Keterangan: data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 33 halaman 200 SS : Sangat Setuju
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)