BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Perkembangan Kognitif Remaja
Menurut  Jean  Piaget  Slavin,  2011:  45,  orang  berkembang  melalui  tahap perkembangan kognisi antara saat dilahirkan dan usia dewasa. Masing-masing
tahap  ditandai  oleh  kemunculan  kemampuan  intelektual  baru  yang memungkinkan orang memahami dunia ini dengan cara yang lebih rumit.
Tabel 2.1 : Tahap-tahap Perkembangan Kognisi menurut Piaget Tahap
Perkiraan Usia Pencapaian Utama
Sensorimotor Saat lahir hingga 2 tahun
Pembentukan konsep “keajekan objek”  dan  kemajuan  bertahap
dari perilaku refleks ke perilaku yang diarahkan oleh tujuan
Praoperasi 2
– 7 tahun Perkembangan
kemampuan menggunakan
simbol untuk
melambangkan  objek  di  dunia ini.  Pemikiran  masih  terus
bersifat egosentris dan terpusat
Operasi Konkret 7
– 11 tahun Perbaikan
kemampuan baru
meliputi penggunaan
pengoperasian yang
dapat dibalik.
Pemikiran tidak
terpusat dan
pemecahan masalah  kurang  dibatasi  oleh
egosentrisme. Pemikiran
abstrak tidak mungkin
9
Operasi Formal 11 tahun hingga dewasa
Pemikiran  abstrak  dan  semata- mata  simbolik  dimungkinkan.
Masalah dapat
dipecahkan melalui
penggunaan eksperimentasi sistematik
Berdasarkan  tahap-tahap  perkembangan  kognisi  menurut  Piaget,  siswa Sekolah  Menengah  Pertama  mampu  menghasilkan  sejumlah  hubungan  yang
abstrak dari informasi yang tersedia dan kemudian membandingkan hubungan abstrak tersebut satu dengan yang lain Slavin, 2011 : 54
B. Belajar
1. Definisi Belajar
Sudjana dalam Jihad 2012 : 2 berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses  yang  ditandai  dengan  adanya  perubahan  pada  diri  seseorang,
perubahan  sebagai  hasil  proses  belajar  dapat  ditunjukkan  dalam  berbagai bentuk  seperti  perubahan  pengetahuan,  pemahaman,  sikap  dan  tingkah
laku,  keterampilan,  kecakapan,  kebiasaan,  serta  perubahan  aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.
2. Tiga Tahap Proses Belajar
Teori Bruner tentang tiga tahap proses belajar berkait dengan tiga tahap yang  harus  dilalui  siswa  agar  proses  pembelajarannya  menjadi  optimal,
sehingga  akan  terjadi  internalisasi  pada  diri  siswa,  yaitu  suatu  keadaan dimana  pengalaman  yang  baru  dapat  menyatu  ke  dalam  struktur  kognitif
mereka  Shadiq,  2011  :  37.  Ketiga  tahap  pada  proses  belajar  tersebut adalah:
a. Tahap Enaktif
Pada  tahap  ini,  para  siswa  mempelajari  matematika  dengan menggunakan  sesuatu  yang  “konkret”  atau  “nyata”,  yang  berarti  dapat
diamati  dengan  menggunakan  panca  indera.  Contohnya  ketika  akan membahas  penjumlahan  dan  pengurangan,  di  awal  pembelajaran  siswa
dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah, lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa model atau alat peraga lainnya.
Mempelajari  matematika  dengan  cara  menggunakan  model  atau  alat peraga,  diharapkan  siswa  akan  lebih  mudah  mempelajari  materi  yang
diberikan.  Maka  cara  pembelajaran  matematika  yang  tepat  adalah memulai  dengan  sesuatu  yang  benar-benar  konkret  dalam  arti  dapat
diamati dengan menggunakan panca indera.
b. Tahap Ikonik
Para siswa sudah dapat mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar  atau  diagram  sebagai  perwujudan  dari  kegiatan  yang
menggunakan benda konkret atau nyata.
c. Tahap Simbolik
Menurut  Bruner,  tahap  simbolik  adalah  tahap  dimana  pengetahuan tersebut  diwujudkan  dalam  bentuk  simbol-simbol  abstrak.  Dengan  kata
lain, siswa harus mengalami proses abstraksi dan idealisasi. Cooney dan Henderson  1975  dalam  Shadiq  2011:39  berpendapat  bahwa    proses
abstraksi  terjadi  pada  saat  seseorang  menyadari  adanya  kesamaan  di antara perbedaan-perbedaan yang ada.
C. Hasil Belajar
Hasil  belajar  merupakan  pencapaian  bentuk  perubahan  perilaku  yang cenderung  menetap  dari  ranah  kognitif,  afektif,  dan  psikomotoris  dari  proses
belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu Jihad, 2012 : 14 Usman 2001  yang dikutip oleh Jihad 2012:16 menyatakan  bahwa  hasil
belajar  yang  dicapai  oleh  siswa  erat  kaitannya  dengan  rumusan  tujuan instruksional  yang  direncanakan  guru  sebelumnya  yang  dikelompokan  ke
dalam  tiga  kategori,  yaitu  domain  kognitif,  afektif,  dan  psikomotorik.  Pada penelitian ini, peneliti lebih mengutamakan hasil belajar pada domain kognitif.
Berikut hasil belajar pada domain kognitif :
1. Pengetahuan knowledge
Merupakan  jenjang  yang  paling  rendah  dalam  kemampuan  kognitif. Pengetahuan  meliputi  pengingatan  tentang  hal-hal  yang  bersifat  khusus
atau universal, mengetahui metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau setting
2. Pemahaman comprehension
Merupakan  jenjang  yang  berada  setingkat  di  atas  pengetahuan. Pemahaman  meliput  penerimaan  dalam  komunikasi  secara  akurat,
menempatkan  hasil  komunikasi  dalam  bentuk  penyajian  yang  berbeda, mereorganisasikannya  secara  setingkat  tanpa  merubah  pengertian  dan
dapat mengeksplorasi
3. Aplikasi  atau  Penggunaan  Prinsip  atau  Metode  Pada  Situasi  yang
Baru
4. Analisa
Merupakan  jenjang  keempat  ini  akan  menyangkut  kemampuan  anak dalam  memilah  terhadap  suatu  materi  menjadi  bagian-bagian  yang
membentuknya, mendeteksi hubungan di antara bagian-bagian itu dan cara materi itu diorganisir
5. Sintesa
Merupakan  jenjang  yang  sudah  satu tingkat  lebih sulit dari analisa  ini. Pada jenjang ini, siswa menempatkan bagian-bagian atau elemen bersama
sehingga membentuk suatu keseluruhan yang koheren
6. Evaluasi
Merupakan  jenjang  yang  paling  atas  atau  yang  dianggap  paling  sulit dalam  kemampuan  pengetahuan  siswa.  Pada  jenjang  ini  siswa  dituntut
untuk  mengambil  keputusan  atau  dalam  menyatakan  pendapat  tentang nilai  sesuatu  tujuan,  ide,  pekerjaan,  pemecahan  masalah,  metode,  materi,
dan lain-lain
D. Penilaian Acuan Patokan PAP
Pendekatan pada PAP lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh  peserta  didik,  artinya  PAP  lebih  menekankan  kemampuan-kemampuan
apa yang telah dicapai peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program.
PAP  meneliti  apa  yang  dapat  dikerjakan  oleh  peserta  didik  dan  bukan membandingkan  seorang  peserta  didik  dengan  teman  sekelasnya,  melainkan
dengan  suatu  kriteria  atau  patokan  yang  spesifik.  Kriteria  yang  dimaksud adalah  suatu  tingkat  pengalaman  belajar  yang  diharapkan  tercapai  sesudah
selesai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih  dahulu  sebelum  kegiatan  belajar  berlangsung.  Tujuan  PAP  adalah
mengukur secara pasti tujuan dan kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya.
Ditinjau dari tuntutn prestasi belajar dalam persentil yang bersifat gradiatif atau  berderajat  yang  menyebabkan  tuntutan  dalam  passing  scorenya  tidak
sama, maka Masidjo 1995 : 153 berpendapat ada dua tipe PAP, yaitu :
1. PAP Tipe I
Pada PAP tipe I, seorang guru telah menetapkan suatu batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat meluluskan
passing score dari keseluruhan penguasaan bahan yakni 65 yang diberi nilai  cukup  6  atau  C.    Passing  score  sebesar  65  merupakan  batas
penguasaan  kompetensi  minimal  yang  cukup  tinggi.  Berikut  tingkat penguasaan kompetensi PAP tipe I :
Tabel 2.2 : PAP Tipe I Tingkat Penguasaan
Kompetensi Nilai Angka
Nilai Huruf
95 - 100 10
A 90 - 94
9 85 - 89
8 B
80 - 84 7
65 - 79 6
C 60 - 64
5 D
55 - 59 4
50 - 54 3
E
45 - 49 2
0 - 44 1
2. PAP Tipe II
Pada  PAP  tipe  II  ini,  seorang  guru  telah  menetapkan  suatu  batas penguasaan  bahan  pelajaran  atau  kompetensi  minimal  yang  dianggap
dapat  meluluskan  passing  score  dari  keseluruhan  penguasaan  bahan yakni 56 yang diberi nilai cukup 6 atau C.  Passing score sebesar 56
merupakan  batas  penguasaan  kompetensi  minimal  yang  paling  rendah. Berikut tingkat penguasaan kompetensi PAP tipe II :
Tabel 2.3 : PAP Tipe II Tingkat Penguasaan
Kompetensi Nilai Angka
Nilai Huruf
91 - 100 10
A 81 - 90
9 74 - 80
8 B
66 - 73 7
56 - 65 6
C 51 - 55
5 D
46 - 50 4
41 - 45 3
E 36 - 40
2 0 - 35
1
E. Korelasi
1. Koefisien Korelasi
Menurut Siregar 2013 :  337, koefisien korelasi  adalah  bilangan  yang menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga dapat
menentukan arah hubungan dari kedua variabel.
Untuk  kekuatan  hubungan,  nilai  koefisien  korelasi  berada  diantara
−1
sampai 1, sedangkan untuk arah dinyatakan dalam  bentuk positif
+
dan negatif
−
. Misalnya : a.
Apabila
= −1
korelasi  negatif  sempurna  maka  terjadi  hubungan bertolakbelakang antara variabel   dan variabel  . Jika variabel   naik
maka variabel   turun b.
Apabila
= 1
korelasi positif sempurna maka terjadi hubungan searah antara variabel   dan variabel  . Jika variabel   naik maka variabel
naik
Tabel 2. 4 : Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan No
Nilai Korelasi
�
Tingkat Hubungan
1 0.00
– 0.199 Sangat lemah
2 0.20
– 0.399 Lemah
3 0.40
– 0.599 Cukup
4 0.60
– 0.799 Kuat
5 0.80
– 1.000 Sangat kuat
2. Koefisien Determinasi
Menurut Siregar 2013 : 337, koefisien determinasi
�
adalah angka yang  menyatakan  atau  digunakan  untuk  mengetahui  kontribusi  atau
sumbangan  yang  diberikan  oleh  sebuah  variabel  atau  lebih bebas
terhadap variabel   terikat. Rumus :
� =
2
× 100
F. Bentuk Aljabar
1. Istilah Dalam Aljabar
Menurut  Wardhani  2004  :  11,  belajar  aljabar  adalah  belajar  bahasa lambang dan operasi atau relasinya. Oleh karena itu siswa perlu memahami
dengan baik definisi lambang aljabar sebelum mempelajari tentang operasi aljabar.  Berikut  adalah  istilah-istilah  yang  sering  digunakan  pada  operasi
aljabar Wardhani, 2004 : 11 :
a. Lambang Aljabar
Lambang  aljabar  adalah  suatu  tempat  bagi  bilangan-bilangan  atau lambang yang mewakili bilangan-bilangan.
Contoh  :
2
+ +
= 0, , , , ,
dan  0  adalah  lambang-lambang aljabar dengan
operasi “+” dengan relasi “=”
b. Variabel
Variabel  adalah  lambang  atau  gabungan  lambang  yang  mewakili sebarang bilangan dalam himpunan semestanya.
Contoh  :
6
3
− 5
2
+
,  lambang    menyatakan  variabel  dari  bilangan 6, -5, dan 1
c. Konstanta
Konstanta  adalah  lambang  yang  menunjuk  anggota tertentu  berupa bilangan dalam himpunan semesta
Contoh :
+ 2
, bilangan 2 merupakan suatu konstanta
d. Suku
Suku adalah seperangkat lambang aljabar yang dapat berupa variabel atau  konstanta  dan  ditulis  tanpa  tanda  operasi  penjumlahan  atau
pengurangan Contoh :
, 2 , ,
,
2
e. Suku Sejenis
Suku sejenis
adalah suku-suku
aljabar yang
variabelnya dilambangkan dengan huruf yang sama
Contoh :
, 3 , 23
f. Koefisien
Koefisien  adalah  bagian  konstanta  dari  suku  aljabar  yang menyatakan banyaknya variabel
Contoh : suku
2
mempunyai koefisien 2 untuk variabel
2. Operasi Hitung Pada Bentuk Aljabar
a. Penjumlahan dan Pengurangan
Operasi  penjumlahan  dan  pengurangan  pada  bentuk  aljabar  dapat diselesaikan  dengan  memanfaatkan  sifat  komutatif,  asosiatif,  dan
distributif dengan memerhatikan suku-suku yang sejenis. Pada  dasarnya,  sifat-sifat  penjumlahan  dan  pengurangan  yang
berlaku  pada  bilangan  riil,  berlaku  juga  untuk  penjumlahan  dan pengurangan pada bentuk-bentuk aljabar, sebagai berikut :
1 Sifat Komutatif
+ =
+
, dengan
, ∈ �
2 Sifat Asosiatif
+ +
= +  +
, dengan
, , ∈ �
3 Sifat Distributif
+   = +
, dengan
, , ∈ �
b. Perkalian
1 Perkalian Suatu Bilangan dengan Bentuk Aljabar
Jika
, ,
dan    bilangan  real  maka  berlaku
+   = +
. Sifat distributif ini dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan operasi
perkalian pada bentuk aljabar. Perkalian  suku  dua
+
dengan  skalar  atau  bilangan dinyatakan sebagai berikut :
+   = +
2 Perkalian Antara Bentuk Aljabar dengan Bentuk Aljabar
Dengan  memanfaatkan  sifat  distributif  pada  perkalian  suatu bilangan  dengan  bentuk  aljabar,  perkalian  antara  bentuk  aljabar
suku  dua
+
dengan  suku  dua
+
,  diperoleh  sebagai berikut :
+    +      = +   +   +
= +     +     +
=
2
+ +
+
Sifat  distributif  dapat  pula  digunakan  perkalian  suku  dua
+
dan suku tiga
2
+ +
+
2
+ +
=
2
+ +
+
2
+ +
= _
2
+     +     +
2
+ +
=
3
+ +
2
+ +
+
c. Perpangkatan
Operasi  perpangkatan  diartikan  sebagai  operasi  perkalian  berulang dengan unsur yang sama. Untuk sebarang bilangan bulat   dan bilangan
asli  , berlaku :
= ×
× ×
× … ×
Pada  perpangkatan  bentuk  aljabar  suku  satu,  perlu  diperhatikan perbedaan antara
3
2
, 3
2
, − 3
2
, −3
2
sebagai berikut :
3
2
= 3 × ×
= 3
2
3
2
= 3   ×  3
= 9
2
− 3
2
= −  3   ×  3
= −9
2
−3
2
= −3   ×  −3
= 9
2
Untuk  menentukan  perpangkatan  pada  bentuk  aljabar  suku  dua,  dapat diuraikan sebagai berikut :
+
1
= +
+
2
= +    +
= +   +   +
=
2
+ 2 +
2
+
3
= +    +    +
= +    +
2
= +
2
+ 2 +
2
=
2
+ 2 +
2
+
2
+ 2 +
2
=
2
+  2 +
2
+
2
+  2 +
2
=
3
+ 2
2
+
2
+
2
+ 2
2
+
3
=
3
+ 3
2
+ 3
2
+
3
d. Pembagian
Jika  suatu  bilangan dapat  diubah  menjadi
= ×
dengan
, ,
merupakan  bilangan  bulat  makan    dan    disebut  faktor-faktor dari  . Hal tersebut berlaku pula pada bentuk aljabar. Contoh :
2
2 2
= 2 ×
2
× ×
2 3
2
=
3
×
2
×
Dari  bentuk  aljabar  di  atas
2,
2
, ,
2
merupakan  faktor-faktor  dari
2
2 2
,
sedangkan
3
,
2
,
merupakan  faktor-faktor dari
3 2
.
Faktor persekutuan  antara
2
2 2
dan
3 2
adalah
2
, ,
dan    sehingga diperoleh :
2
2 2
3 2
=
2
2
2
= 2
Berdasarkan  contoh  di  atas  dapat  disimpulkan  bahwa  dua  bentuk aljabar  memiliki  faktor  persekutuan  yang  sama  maka  hasil  bagi  kedua
bentuk aljabar tersebut dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga  pada  operasi  bentuk  aljabar  harus  ditentukan  faktor
persekutuan  terlebih  dahulu  dari  kedua  bentuk  aljabar  tersebut, kemudian baru dilakukan pembagian
e. Pemfaktoran
Pemfaktoran  atau  faktorisasi  bentuk  aljabar  adalah  menyatakan bentuk penjumlahan menjadi suatu bentuk perkalian dari bentuk aljabar
tersebut. Terdapat beberapa macam faktorisasi bentuk aljabar, yaitu :
1 Bentuk
+ +
+ ⋯
dan
+ −
Bentuk aljabar yang terdiri atas dua suku atau lebih dan memiliki faktor  persekutuan  dapat  difaktorkan  dengan  menggunakan  sifat
distributif :
+ +
+ ⋯ =  + + + ⋯
+ −
=  + −
2 Bentuk Selisih Dua Kuadrat
2
−
2
Bentuk aljabar  yang terdiri dari dua suku dan  merupakan selisih kuadrat dapat dijabarkan sebagai berikut :
2
−
2
=
2
+ −   −
2
=
2
+ −   +
2
= +   −   +
= −    +
Dengan  demikian,  bentuk  selisih  dua  kuadrat
2
−
2
dapat dinyatakan sebagai berikut :
2
−
2
= −    +
3 Bentuk
2
+ 2 +
2
dan
2
− 2 +
2
Untuk  memfaktorkan  bentuk  aljabar
2
+ 2 +
2
dan
2
− 2
+
2
dapat diuraikan sebagai berikut :
a
2
+ 2 +
2
=
2
+ +
+
2
=
2
+ +   +
2
= +   +   +
= +    +
=  +
2
b
2
− 2 +
2
=
2
− −
+
2
=
2
−   −   −
2
= −   −   −
= −    −
= −
2
4 Bentuk
2
+ +
dengan
= 1
Untuk  memfaktorkan  bentuk
2
+ +
dilakukan  dengan  cara mencari  dua  bilangan  real  yang  hasil  kalinya  sama  dengan    dan
jumlahnya sama dengan Misalkan
2
+ +
sama dengan
+   +
, maka :
2
+ +
= +   +
= +   +   +
= +     +     +
=
2
+ +   +
2
+ +
=
2
+ +   +
5 Bentuk
2
+ +  dengan
≠ 1 ≠ 0
a Menggunakan sifat distributif
2
+ +
=
2
+ +
+
dengan
× =
×
dan
+ =
b Menggunakan rumus
2
+ +
=
1
+   +
dengan
× =
×
dan
+ =
G. Lingkaran
1. Unsur-unsur Lingkaran
Gambar 1 : Lingkaran dengan Titik Pusat di O a.
Titik Pusat
Titik  pusat  lingkaran  adalah  titik  yang  terletak  di  tengah-tengah lingkaran. Pada gambar di atas, titik O merupakan titik pusat lingkaran,
dengan demikian lingkaran di atas dinamakan lingkaran O
b. Jari-jari r
Jari-jari  adalah  garis  dari  titik  pusat  lingkaran  ke  lengkungan lingkaran.  Pada  gambar  di  atas,  jari-jari  lingkaran  ditunjukkan  oleh
garis OA, OB, dan OC
c. Diameter d
Diameter  adalah  garis  lurus  yang  menghubungkan  dua  titik  pada lengkungan  lingkaran dan  melalui titik pusat. Garis  AB  pada  lingkaran
di atas merupakan diameter lingkaran tersebut
d. Busur
Busur  lingkaran  merupakan  garis  lengkung  yang  terletak  pada lengkungan  lingkaran  dan  menghubungkan  dua  titik  sebarang.  Pada
lingkaran  di  atas,  garis  lengkung  AC,  garis  lengkung  CB,  dan  garis lengkung AB merupakan busur lingkaran O
e. Tali Busur
Tali  busur  lingkaran  adalah  garis  lurus  dalam  lingkaran  yang menghubungkan dua titik pada  lengkungan  lingkaran. Berbeda dengan
diameter,  tali  busur  tidak  melewati  pusat  lingkaran  O.  Tali  busur lingkaran di atas ditunjukkan oleh garis lurus AC
f. Tembereng
Tembereng  adalah  luas  daerah  dalam  yang  dibatasi  oleh  busur  dan tali  busur.  Pada  lingkaran  di  atas,  tembereng  merupakan  daerah  yang
diarsir dan dibatasi oleh busur AC dan tali busur AC
g. Juring
Juring  lingkaran  adalah  luas  daerah  dalam  lingkaran  yang  dibatasi oleh  dua  buah  jari-jari  lingkaran  dan  sebuah  busur  yang  diapit  oleh
kedua  jari-jari  lingkaran  tersebut.  Pada  lingkaran  di  atas,  juring ditunjukkan oleh daerah yang diarsir yang dibatasi oleh jari-jari OC dan
OB serta busur BC  dinamakan juring BOC
h. Apotema
Pada sebuah
lingkaran, apotema
merupakan garis
yang menghubungkan  titik  pusat  lingkaran  dengan  tali  busur  lingkaran
tersebut.  Garis  yang  dibentuk  bersifat  tegak  lurus  dengan  tali  busur. Pada lingkaran di atas, garis apotema pada lingkaran O adalah garis OE
2. Keliling Lingkaran
a. Jika diketahui diameter lingkaran
= � ×
atau
=
22 7
×
b. Jika diketahui jari-jari lingkaran
=  2 × � ×
atau
=  2 ×
22 7
×
3. Luas Lingkaran
= � ×
2
atau
= � ×
2 2
4. Panjang Busur dan Luas Juring Lingkaran
Gambar 2 : Contoh Luas Juring dan Busur Lingkaran yang Berpusat dititik O
a. Panjang busur
= �
360 ×
b. Luas juring
= �
360 ×
5. Luas Tembereng
Gambar 3 : Contoh Tembereng Lingkaran yang Berpusat dititik O a.
Luas Segitiga OAC
� =
1 2
× ×
�
b. Luas Segitiga OAB
� = 2 × �
c. Luas Tembereng
= �
− �
6. Sudut Keliling
Gambar 4 : Contoh Sudut Keliling dititik B
= =
Sifat sudut keliling lingkaran : 1
Sudut  keliling  yang  menghadap  diameter  lingkaran  selalu membentuk sudut 90
o
atau sudut siku-ku 2
Semua  sudut  keliling  yang  menghadap  busur  yang  sama  memiliki ukuranbesar sudut yang sama
3 Jumlah sudut keliling yang saling berhadapan sama dengan 180
o
7. Panjang Garis Singgung Lingkaran
Gambar 5 : Contoh Garis Singgung Singgung Lingkaran yang Berpusat dititik O
Pada  gambar  5,  garis  AB  dan  garis  CB  merupakan  garis  singgung lingkaran yang berpusat dititik  O.
Perhatikan ∆�   pada  gambar  di  atas,  pada  ∆�   berlaku  teorema
Phytagoras, yaitu :
�
2
+
2
= �
2 2
= �
2
− �
2 2
= �
2
−
2
= �
2
−
2
……. 1
Perhatikan ∆�  pada gambar di atas, pada  ∆�   juga  berlaku teorema
Phytagoras, yaitu :
�
2
+
2
= �
2 2
= �
2
− �
2 2
= �
2
−,
2
= �
2
−
2
……. 2
Dari persamaan 1 dan 2 diketahui  bahwa panjang  AB  dan  AC  sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang garis singgung yang ditarik dari
sebuah titik di luar lingkaran mempunyai panjang yang sama
8. Garis Singgung Dua Lingkaran
a. Garis Singgung Persekutuan Dalam
Gambar 6 : Contoh Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran
d = panjang garis singgung persekutuan dalam
R = jari-jari lingkaran besar
r = jari-jari lingkaran kecil
P = titik pusat lingkaran besar
Q = titik pusat lingkaran kecil
k = jarak titik pusat P ke titik pusat Q
∶
=
2
−  � +
2
b. Garis Singgung Persekutuan Luar
Gambar 7 : Contoh Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran
l = panjang garis singgung persekutuan luar
R = jari-jari lingkaran besar
r = jari-jari lingkaran kecil
P = titik pusat lingkaran besar
Q = titik pusat lingkaran kecil
k = jarak titik pusat P ke titik pusat Q
∶
=
2
−  � −
2
H. Kerangka Berpikir
Salah  satu  karakteristik  pembelajaran  matematika  adalah  mempelajari konsep yang mudah ke konsep yang lebih kompleks. Pada Kurikulum Satuan
Tingkat  Pendidikan  KTSP,  standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar mengenai  operasi  bentuk  aljabar  dipelajari  terlebih  dahulu  sebelum
mempelajari  standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar  lingkaran,  artinya siswa  harus  memahami  konsep  operasi  hitung  pada  bentuk  aljabar  sebelum
mempelajari  materi  lingkaran.  Akibatnya  pemahaman  konsep  operasi  hitung pada  bentuk aljabar  yang  baik akan  mempermudah siswa dalam  mempelajari
materi  lingkaran  sebaliknya  apabila  siswa  belum  memahami  konsep  operasi hitung  pada  bentuk  aljabar  dengan  baik  maka  siswa  akan  kesulitan  dalam
mempelajari materi lingkaran.
I. Hipotesis
H :
Tidak  ada  pengaruh  yang  signifikan  antara  kemampuan  siswa  dalam memahami  operasi  hitung  pada  bentuk  aljabar    dengan  kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran
H
1
:
Ada  pengaruh  yang  signifikan  antara  kemampuan  siswa  dalam memahami  operasi  hitung  pada  bentuk  aljabar    dengan  kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran
33
33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis  penelitian  yang  akan  dilakukan  adalah  penelitian  deskriptif  dengan pendekatan  kuantitatif  dan  kualitatif.  Penelitian  deskriptif  berarti  penelitian
yang  berusaha  mendeskripsikan  suatu  gejala, peristiwa, kejadian  yang terjadi saat sekarang. Noor, 2010 ; 34.
Pendekatan kualitatif
digunakan untuk
mendeskripsikan tentang
kemampuan  siswa  dalam  menyelesaikan  soal  operasi  hitung  pada  bentuk aljabar  dan  kemampuan  siswa  dalam  menyelesaikan  soal  lingkaran.
Sedangkan  pendekatan  kuantitatif  digunakan  untuk  melihat  hubungan  dan pengaruh  kemampuan  siswa  dalam  memahami  operasi  hitung  pada  bentuk
aljabar terhadap kemampuan menyelesaikan soal lingkaran.
B. Subjek Penelitian
Subjek  penelitian  ini  adalah  seluruh  siswa  kelas  VIII  A  SMP  Budya Wacana pada tahun ajaran 20142015.
C. Objek Penelitian
Objek  penelitian  ini  adalah  kemampuan  siswa  dalam  memahami  operasi hitung pada  bentuk aljabar terhadap kemampuan  siswa dalam  menyelesaikan
soal lingkaran.