Perkembangan Kognitif Remaja Kerangka Berpikir

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Perkembangan Kognitif Remaja

Menurut Jean Piaget Slavin, 2011: 45, orang berkembang melalui tahap perkembangan kognisi antara saat dilahirkan dan usia dewasa. Masing-masing tahap ditandai oleh kemunculan kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia ini dengan cara yang lebih rumit. Tabel 2.1 : Tahap-tahap Perkembangan Kognisi menurut Piaget Tahap Perkiraan Usia Pencapaian Utama Sensorimotor Saat lahir hingga 2 tahun Pembentukan konsep “keajekan objek” dan kemajuan bertahap dari perilaku refleks ke perilaku yang diarahkan oleh tujuan Praoperasi 2 – 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol untuk melambangkan objek di dunia ini. Pemikiran masih terus bersifat egosentris dan terpusat Operasi Konkret 7 – 11 tahun Perbaikan kemampuan baru meliputi penggunaan pengoperasian yang dapat dibalik. Pemikiran tidak terpusat dan pemecahan masalah kurang dibatasi oleh egosentrisme. Pemikiran abstrak tidak mungkin 9 Operasi Formal 11 tahun hingga dewasa Pemikiran abstrak dan semata- mata simbolik dimungkinkan. Masalah dapat dipecahkan melalui penggunaan eksperimentasi sistematik Berdasarkan tahap-tahap perkembangan kognisi menurut Piaget, siswa Sekolah Menengah Pertama mampu menghasilkan sejumlah hubungan yang abstrak dari informasi yang tersedia dan kemudian membandingkan hubungan abstrak tersebut satu dengan yang lain Slavin, 2011 : 54

B. Belajar

1. Definisi Belajar

Sudjana dalam Jihad 2012 : 2 berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang, perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu yang belajar.

2. Tiga Tahap Proses Belajar

Teori Bruner tentang tiga tahap proses belajar berkait dengan tiga tahap yang harus dilalui siswa agar proses pembelajarannya menjadi optimal, sehingga akan terjadi internalisasi pada diri siswa, yaitu suatu keadaan dimana pengalaman yang baru dapat menyatu ke dalam struktur kognitif mereka Shadiq, 2011 : 37. Ketiga tahap pada proses belajar tersebut adalah:

a. Tahap Enaktif

Pada tahap ini, para siswa mempelajari matematika dengan menggunakan sesuatu yang “konkret” atau “nyata”, yang berarti dapat diamati dengan menggunakan panca indera. Contohnya ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan, di awal pembelajaran siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah, lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa model atau alat peraga lainnya. Mempelajari matematika dengan cara menggunakan model atau alat peraga, diharapkan siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang diberikan. Maka cara pembelajaran matematika yang tepat adalah memulai dengan sesuatu yang benar-benar konkret dalam arti dapat diamati dengan menggunakan panca indera.

b. Tahap Ikonik

Para siswa sudah dapat mempelajari suatu pengetahuan dalam bentuk gambar atau diagram sebagai perwujudan dari kegiatan yang menggunakan benda konkret atau nyata.

c. Tahap Simbolik

Menurut Bruner, tahap simbolik adalah tahap dimana pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak. Dengan kata lain, siswa harus mengalami proses abstraksi dan idealisasi. Cooney dan Henderson 1975 dalam Shadiq 2011:39 berpendapat bahwa proses abstraksi terjadi pada saat seseorang menyadari adanya kesamaan di antara perbedaan-perbedaan yang ada.

C. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan pencapaian bentuk perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu Jihad, 2012 : 14 Usman 2001 yang dikutip oleh Jihad 2012:16 menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai oleh siswa erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan guru sebelumnya yang dikelompokan ke dalam tiga kategori, yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada penelitian ini, peneliti lebih mengutamakan hasil belajar pada domain kognitif. Berikut hasil belajar pada domain kognitif :

1. Pengetahuan knowledge

Merupakan jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif. Pengetahuan meliputi pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, mengetahui metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau setting

2. Pemahaman comprehension

Merupakan jenjang yang berada setingkat di atas pengetahuan. Pemahaman meliput penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mereorganisasikannya secara setingkat tanpa merubah pengertian dan dapat mengeksplorasi

3. Aplikasi atau Penggunaan Prinsip atau Metode Pada Situasi yang

Baru

4. Analisa

Merupakan jenjang keempat ini akan menyangkut kemampuan anak dalam memilah terhadap suatu materi menjadi bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi hubungan di antara bagian-bagian itu dan cara materi itu diorganisir

5. Sintesa

Merupakan jenjang yang sudah satu tingkat lebih sulit dari analisa ini. Pada jenjang ini, siswa menempatkan bagian-bagian atau elemen bersama sehingga membentuk suatu keseluruhan yang koheren

6. Evaluasi

Merupakan jenjang yang paling atas atau yang dianggap paling sulit dalam kemampuan pengetahuan siswa. Pada jenjang ini siswa dituntut untuk mengambil keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai sesuatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan masalah, metode, materi, dan lain-lain

D. Penilaian Acuan Patokan PAP

Pendekatan pada PAP lebih menitikberatkan pada apa yang dapat dilakukan oleh peserta didik, artinya PAP lebih menekankan kemampuan-kemampuan apa yang telah dicapai peserta didik sesudah menyelesaikan satu bagian kecil dari suatu keseluruhan program. PAP meneliti apa yang dapat dikerjakan oleh peserta didik dan bukan membandingkan seorang peserta didik dengan teman sekelasnya, melainkan dengan suatu kriteria atau patokan yang spesifik. Kriteria yang dimaksud adalah suatu tingkat pengalaman belajar yang diharapkan tercapai sesudah selesai kegiatan belajar atau sejumlah kompetensi dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum kegiatan belajar berlangsung. Tujuan PAP adalah mengukur secara pasti tujuan dan kompetensi yang ditetapkan sebagai kriteria keberhasilannya. Ditinjau dari tuntutn prestasi belajar dalam persentil yang bersifat gradiatif atau berderajat yang menyebabkan tuntutan dalam passing scorenya tidak sama, maka Masidjo 1995 : 153 berpendapat ada dua tipe PAP, yaitu :

1. PAP Tipe I

Pada PAP tipe I, seorang guru telah menetapkan suatu batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat meluluskan passing score dari keseluruhan penguasaan bahan yakni 65 yang diberi nilai cukup 6 atau C. Passing score sebesar 65 merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang cukup tinggi. Berikut tingkat penguasaan kompetensi PAP tipe I : Tabel 2.2 : PAP Tipe I Tingkat Penguasaan Kompetensi Nilai Angka Nilai Huruf 95 - 100 10 A 90 - 94 9 85 - 89 8 B 80 - 84 7 65 - 79 6 C 60 - 64 5 D 55 - 59 4 50 - 54 3 E 45 - 49 2 0 - 44 1

2. PAP Tipe II

Pada PAP tipe II ini, seorang guru telah menetapkan suatu batas penguasaan bahan pelajaran atau kompetensi minimal yang dianggap dapat meluluskan passing score dari keseluruhan penguasaan bahan yakni 56 yang diberi nilai cukup 6 atau C. Passing score sebesar 56 merupakan batas penguasaan kompetensi minimal yang paling rendah. Berikut tingkat penguasaan kompetensi PAP tipe II : Tabel 2.3 : PAP Tipe II Tingkat Penguasaan Kompetensi Nilai Angka Nilai Huruf 91 - 100 10 A 81 - 90 9 74 - 80 8 B 66 - 73 7 56 - 65 6 C 51 - 55 5 D 46 - 50 4 41 - 45 3 E 36 - 40 2 0 - 35 1

E. Korelasi

1. Koefisien Korelasi

Menurut Siregar 2013 : 337, koefisien korelasi adalah bilangan yang menyatakan kekuatan hubungan antara dua variabel atau lebih, juga dapat menentukan arah hubungan dari kedua variabel. Untuk kekuatan hubungan, nilai koefisien korelasi berada diantara −1 sampai 1, sedangkan untuk arah dinyatakan dalam bentuk positif + dan negatif − . Misalnya : a. Apabila = −1 korelasi negatif sempurna maka terjadi hubungan bertolakbelakang antara variabel dan variabel . Jika variabel naik maka variabel turun b. Apabila = 1 korelasi positif sempurna maka terjadi hubungan searah antara variabel dan variabel . Jika variabel naik maka variabel naik Tabel 2. 4 : Tingkat Korelasi dan Kekuatan Hubungan No Nilai Korelasi � Tingkat Hubungan 1 0.00 – 0.199 Sangat lemah 2 0.20 – 0.399 Lemah 3 0.40 – 0.599 Cukup 4 0.60 – 0.799 Kuat 5 0.80 – 1.000 Sangat kuat

2. Koefisien Determinasi

Menurut Siregar 2013 : 337, koefisien determinasi � adalah angka yang menyatakan atau digunakan untuk mengetahui kontribusi atau sumbangan yang diberikan oleh sebuah variabel atau lebih bebas terhadap variabel terikat. Rumus : � = 2 × 100

F. Bentuk Aljabar

1. Istilah Dalam Aljabar

Menurut Wardhani 2004 : 11, belajar aljabar adalah belajar bahasa lambang dan operasi atau relasinya. Oleh karena itu siswa perlu memahami dengan baik definisi lambang aljabar sebelum mempelajari tentang operasi aljabar. Berikut adalah istilah-istilah yang sering digunakan pada operasi aljabar Wardhani, 2004 : 11 :

a. Lambang Aljabar

Lambang aljabar adalah suatu tempat bagi bilangan-bilangan atau lambang yang mewakili bilangan-bilangan. Contoh : 2 + + = 0, , , , , dan 0 adalah lambang-lambang aljabar dengan operasi “+” dengan relasi “=”

b. Variabel

Variabel adalah lambang atau gabungan lambang yang mewakili sebarang bilangan dalam himpunan semestanya. Contoh : 6 3 − 5 2 + , lambang menyatakan variabel dari bilangan 6, -5, dan 1

c. Konstanta

Konstanta adalah lambang yang menunjuk anggota tertentu berupa bilangan dalam himpunan semesta Contoh : + 2 , bilangan 2 merupakan suatu konstanta

d. Suku

Suku adalah seperangkat lambang aljabar yang dapat berupa variabel atau konstanta dan ditulis tanpa tanda operasi penjumlahan atau pengurangan Contoh : , 2 , , , 2

e. Suku Sejenis

Suku sejenis adalah suku-suku aljabar yang variabelnya dilambangkan dengan huruf yang sama Contoh : , 3 , 23

f. Koefisien

Koefisien adalah bagian konstanta dari suku aljabar yang menyatakan banyaknya variabel Contoh : suku 2 mempunyai koefisien 2 untuk variabel

2. Operasi Hitung Pada Bentuk Aljabar

a. Penjumlahan dan Pengurangan

Operasi penjumlahan dan pengurangan pada bentuk aljabar dapat diselesaikan dengan memanfaatkan sifat komutatif, asosiatif, dan distributif dengan memerhatikan suku-suku yang sejenis. Pada dasarnya, sifat-sifat penjumlahan dan pengurangan yang berlaku pada bilangan riil, berlaku juga untuk penjumlahan dan pengurangan pada bentuk-bentuk aljabar, sebagai berikut : 1 Sifat Komutatif + = + , dengan , ∈ � 2 Sifat Asosiatif + + = + + , dengan , , ∈ � 3 Sifat Distributif + = + , dengan , , ∈ �

b. Perkalian

1 Perkalian Suatu Bilangan dengan Bentuk Aljabar Jika , , dan bilangan real maka berlaku + = + . Sifat distributif ini dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan operasi perkalian pada bentuk aljabar. Perkalian suku dua + dengan skalar atau bilangan dinyatakan sebagai berikut : + = + 2 Perkalian Antara Bentuk Aljabar dengan Bentuk Aljabar Dengan memanfaatkan sifat distributif pada perkalian suatu bilangan dengan bentuk aljabar, perkalian antara bentuk aljabar suku dua + dengan suku dua + , diperoleh sebagai berikut : + + = + + + = + + + = 2 + + + Sifat distributif dapat pula digunakan perkalian suku dua + dan suku tiga 2 + + + 2 + + = 2 + + + 2 + + = _ 2 + + + 2 + + = 3 + + 2 + + +

c. Perpangkatan

Operasi perpangkatan diartikan sebagai operasi perkalian berulang dengan unsur yang sama. Untuk sebarang bilangan bulat dan bilangan asli , berlaku : = × × × × … × Pada perpangkatan bentuk aljabar suku satu, perlu diperhatikan perbedaan antara 3 2 , 3 2 , − 3 2 , −3 2 sebagai berikut : 3 2 = 3 × × = 3 2 3 2 = 3 × 3 = 9 2 − 3 2 = − 3 × 3 = −9 2 −3 2 = −3 × −3 = 9 2 Untuk menentukan perpangkatan pada bentuk aljabar suku dua, dapat diuraikan sebagai berikut : + 1 = + + 2 = + + = + + + = 2 + 2 + 2 + 3 = + + + = + + 2 = + 2 + 2 + 2 = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 2 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2 = 3 + 2 2 + 2 + 2 + 2 2 + 3 = 3 + 3 2 + 3 2 + 3

d. Pembagian

Jika suatu bilangan dapat diubah menjadi = × dengan , , merupakan bilangan bulat makan dan disebut faktor-faktor dari . Hal tersebut berlaku pula pada bentuk aljabar. Contoh : 2 2 2 = 2 × 2 × × 2 3 2 = 3 × 2 × Dari bentuk aljabar di atas 2, 2 , , 2 merupakan faktor-faktor dari 2 2 2 , sedangkan 3 , 2 , merupakan faktor-faktor dari 3 2 . Faktor persekutuan antara 2 2 2 dan 3 2 adalah 2 , , dan sehingga diperoleh : 2 2 2 3 2 = 2 2 2 = 2 Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa dua bentuk aljabar memiliki faktor persekutuan yang sama maka hasil bagi kedua bentuk aljabar tersebut dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana sehingga pada operasi bentuk aljabar harus ditentukan faktor persekutuan terlebih dahulu dari kedua bentuk aljabar tersebut, kemudian baru dilakukan pembagian

e. Pemfaktoran

Pemfaktoran atau faktorisasi bentuk aljabar adalah menyatakan bentuk penjumlahan menjadi suatu bentuk perkalian dari bentuk aljabar tersebut. Terdapat beberapa macam faktorisasi bentuk aljabar, yaitu : 1 Bentuk + + + ⋯ dan + − Bentuk aljabar yang terdiri atas dua suku atau lebih dan memiliki faktor persekutuan dapat difaktorkan dengan menggunakan sifat distributif : + + + ⋯ = + + + ⋯ + − = + − 2 Bentuk Selisih Dua Kuadrat 2 − 2 Bentuk aljabar yang terdiri dari dua suku dan merupakan selisih kuadrat dapat dijabarkan sebagai berikut : 2 − 2 = 2 + − − 2 = 2 + − + 2 = + − + = − + Dengan demikian, bentuk selisih dua kuadrat 2 − 2 dapat dinyatakan sebagai berikut : 2 − 2 = − + 3 Bentuk 2 + 2 + 2 dan 2 − 2 + 2 Untuk memfaktorkan bentuk aljabar 2 + 2 + 2 dan 2 − 2 + 2 dapat diuraikan sebagai berikut : a 2 + 2 + 2 = 2 + + + 2 = 2 + + + 2 = + + + = + + = + 2 b 2 − 2 + 2 = 2 − − + 2 = 2 − − − 2 = − − − = − − = − 2 4 Bentuk 2 + + dengan = 1 Untuk memfaktorkan bentuk 2 + + dilakukan dengan cara mencari dua bilangan real yang hasil kalinya sama dengan dan jumlahnya sama dengan Misalkan 2 + + sama dengan + + , maka : 2 + + = + + = + + + = + + + = 2 + + + 2 + + = 2 + + + 5 Bentuk 2 + + dengan ≠ 1 ≠ 0 a Menggunakan sifat distributif 2 + + = 2 + + + dengan × = × dan + = b Menggunakan rumus 2 + + = 1 + + dengan × = × dan + =

G. Lingkaran

1. Unsur-unsur Lingkaran

Gambar 1 : Lingkaran dengan Titik Pusat di O a. Titik Pusat Titik pusat lingkaran adalah titik yang terletak di tengah-tengah lingkaran. Pada gambar di atas, titik O merupakan titik pusat lingkaran, dengan demikian lingkaran di atas dinamakan lingkaran O

b. Jari-jari r

Jari-jari adalah garis dari titik pusat lingkaran ke lengkungan lingkaran. Pada gambar di atas, jari-jari lingkaran ditunjukkan oleh garis OA, OB, dan OC

c. Diameter d

Diameter adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran dan melalui titik pusat. Garis AB pada lingkaran di atas merupakan diameter lingkaran tersebut

d. Busur

Busur lingkaran merupakan garis lengkung yang terletak pada lengkungan lingkaran dan menghubungkan dua titik sebarang. Pada lingkaran di atas, garis lengkung AC, garis lengkung CB, dan garis lengkung AB merupakan busur lingkaran O

e. Tali Busur

Tali busur lingkaran adalah garis lurus dalam lingkaran yang menghubungkan dua titik pada lengkungan lingkaran. Berbeda dengan diameter, tali busur tidak melewati pusat lingkaran O. Tali busur lingkaran di atas ditunjukkan oleh garis lurus AC

f. Tembereng

Tembereng adalah luas daerah dalam yang dibatasi oleh busur dan tali busur. Pada lingkaran di atas, tembereng merupakan daerah yang diarsir dan dibatasi oleh busur AC dan tali busur AC

g. Juring

Juring lingkaran adalah luas daerah dalam lingkaran yang dibatasi oleh dua buah jari-jari lingkaran dan sebuah busur yang diapit oleh kedua jari-jari lingkaran tersebut. Pada lingkaran di atas, juring ditunjukkan oleh daerah yang diarsir yang dibatasi oleh jari-jari OC dan OB serta busur BC dinamakan juring BOC

h. Apotema

Pada sebuah lingkaran, apotema merupakan garis yang menghubungkan titik pusat lingkaran dengan tali busur lingkaran tersebut. Garis yang dibentuk bersifat tegak lurus dengan tali busur. Pada lingkaran di atas, garis apotema pada lingkaran O adalah garis OE

2. Keliling Lingkaran

a. Jika diketahui diameter lingkaran

= � × atau = 22 7 ×

b. Jika diketahui jari-jari lingkaran

= 2 × � × atau = 2 × 22 7 ×

3. Luas Lingkaran

= � × 2 atau = � × 2 2

4. Panjang Busur dan Luas Juring Lingkaran

Gambar 2 : Contoh Luas Juring dan Busur Lingkaran yang Berpusat dititik O

a. Panjang busur

= � 360 ×

b. Luas juring

= � 360 ×

5. Luas Tembereng

Gambar 3 : Contoh Tembereng Lingkaran yang Berpusat dititik O a. Luas Segitiga OAC � = 1 2 × × �

b. Luas Segitiga OAB

� = 2 × �

c. Luas Tembereng

= � − �

6. Sudut Keliling

Gambar 4 : Contoh Sudut Keliling dititik B = = Sifat sudut keliling lingkaran : 1 Sudut keliling yang menghadap diameter lingkaran selalu membentuk sudut 90 o atau sudut siku-ku 2 Semua sudut keliling yang menghadap busur yang sama memiliki ukuranbesar sudut yang sama 3 Jumlah sudut keliling yang saling berhadapan sama dengan 180 o

7. Panjang Garis Singgung Lingkaran

Gambar 5 : Contoh Garis Singgung Singgung Lingkaran yang Berpusat dititik O Pada gambar 5, garis AB dan garis CB merupakan garis singgung lingkaran yang berpusat dititik O. Perhatikan ∆� pada gambar di atas, pada ∆� berlaku teorema Phytagoras, yaitu : � 2 + 2 = � 2 2 = � 2 − � 2 2 = � 2 − 2 = � 2 − 2 ……. 1 Perhatikan ∆� pada gambar di atas, pada ∆� juga berlaku teorema Phytagoras, yaitu : � 2 + 2 = � 2 2 = � 2 − � 2 2 = � 2 −, 2 = � 2 − 2 ……. 2 Dari persamaan 1 dan 2 diketahui bahwa panjang AB dan AC sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa panjang garis singgung yang ditarik dari sebuah titik di luar lingkaran mempunyai panjang yang sama

8. Garis Singgung Dua Lingkaran

a. Garis Singgung Persekutuan Dalam

Gambar 6 : Contoh Garis Singgung Persekutuan Dalam Dua Lingkaran d = panjang garis singgung persekutuan dalam R = jari-jari lingkaran besar r = jari-jari lingkaran kecil P = titik pusat lingkaran besar Q = titik pusat lingkaran kecil k = jarak titik pusat P ke titik pusat Q ∶ = 2 − � + 2

b. Garis Singgung Persekutuan Luar

Gambar 7 : Contoh Garis Singgung Persekutuan Luar Dua Lingkaran l = panjang garis singgung persekutuan luar R = jari-jari lingkaran besar r = jari-jari lingkaran kecil P = titik pusat lingkaran besar Q = titik pusat lingkaran kecil k = jarak titik pusat P ke titik pusat Q ∶ = 2 − � − 2

H. Kerangka Berpikir

Salah satu karakteristik pembelajaran matematika adalah mempelajari konsep yang mudah ke konsep yang lebih kompleks. Pada Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan KTSP, standar kompetensi dan kompetensi dasar mengenai operasi bentuk aljabar dipelajari terlebih dahulu sebelum mempelajari standar kompetensi dan kompetensi dasar lingkaran, artinya siswa harus memahami konsep operasi hitung pada bentuk aljabar sebelum mempelajari materi lingkaran. Akibatnya pemahaman konsep operasi hitung pada bentuk aljabar yang baik akan mempermudah siswa dalam mempelajari materi lingkaran sebaliknya apabila siswa belum memahami konsep operasi hitung pada bentuk aljabar dengan baik maka siswa akan kesulitan dalam mempelajari materi lingkaran.

I. Hipotesis

H : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan siswa dalam memahami operasi hitung pada bentuk aljabar dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran H 1 : Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan siswa dalam memahami operasi hitung pada bentuk aljabar dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran 33 33

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Noor, 2010 ; 34. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan tentang kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal operasi hitung pada bentuk aljabar dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat hubungan dan pengaruh kemampuan siswa dalam memahami operasi hitung pada bentuk aljabar terhadap kemampuan menyelesaikan soal lingkaran.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII A SMP Budya Wacana pada tahun ajaran 20142015.

C. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam memahami operasi hitung pada bentuk aljabar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal lingkaran.

Dokumen yang terkait

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika|b:Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/2003

0 11 80

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika: Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/200

0 13 80

Diaknosis kesalahan penerapan konsep dalam menyelesaikan soal-soal fisika tentang kalor (Studi deskriptif pada siswa kelas II Cawu 1 SLTP Negeri 12 Jember tahun pelajaran 200/2001

0 5 77

Hubungan antara kemampuan siswa dalam memecahkan soal cerita dengan kemampuan memecahkan soal non cerita pokok bahasan pecahan pada murid kelas VI Cawu I SDN I Gebang Jember tahun Pelajaran 1999 / 2000.

0 44 70

Identifikasi miskonsepsi materi biologi kelas II semester 1 pada siswa SMP negeri di kecamatan Kencong tahun ajaran 2003/2004

2 6 94

Analisis kesulitan menyelesaikan soal cerita matematika pada siswa kelas IV MI YAPIA Parung-Bogor

2 71 82

Peningkatan kemampuan reduplikasi dalam karangan narasi dengan metode tugas individu: penelitian tindakan kelas pada siswa kelas VIII SMP PGRI 2 Ciputat

12 84 118

Pengaruh penggunaan media pembelajaran cd interaktif terhadap pemahaman konsep lingkaran siswa

1 16 0

Pengaruh motivasi belajar terhadap kemampuan abstraksi siswa di kelas VII SMPN 01 Kalidawir Tulungagung tahun ajaran 20172018

0 0 6

Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi himpunan pada siswa kelas vii smp swasta Al-Washliyah 8 Medan tahun ajaran 2017/2018 - Repository UIN Sumatera Utara

1 4 153