Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan akan penolakan terjadi paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan individu yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi akan cemas mengharapkan penolakan dari orang lain Butler, dkk., 2007. Sensitivitas terhadap penolakan sering dikenal dengan rejection sensitivity atau interpersonal rejection sensitivity Butler, dkk., 2007; Downey Feldman, 1996; Harb, Heimberg, Fresco, Schneier, Liebowitz, 2002. Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis yang berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi terhadap ekspektasi dan kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi penolakan dalam berbagai situasi sosial Feldman Downey, 1994. Reaksi yang muncul tersebut dapat melibatkan proses kognitif dan afektif seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas Boyce Parker, 1989; Downey Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011. Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah, sehingga membuat individu tersebut mengalami kesulitan interpersonal di kemudian hari Bernstein Benfield, 2013; Boyce Parker, 1989; Downey Feldman, 1996. Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai sensitivitas terhadap penolakan lebih banyak dihubungkan dengan hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial, seperti hubungan interpersonal dengan teman sebaya atau sahabat London, Downey, Bonica, Paltin, 2007; Bowker, Thomas, Norman, Spencer, 2011 dan pasangan romantis Hafen, Spilker, Chango, Marston, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Allen, 2014; Harper, Dickson, Welsh, 2006. Penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan yang dihubungkan dengan performansi kerja individu masih jarang ditemukan. Padahal sifat atau karakteristik individu dapat memberikan pengaruh pada performansi kerja individu Lamont Lundstrom, 1977. Agen sangat membutuhkan kemampuan untuk membangun hubungan interpersonal dengan kliennya agar dapat meningkatkan kesempatan penjualan yang dapat meningkatkan performansi kerjanya. Kemampuan agen dalam membangun hubungan interpersonal tersebut berkaitan erat dengan tingkat sensitivitas terhadap penolakan yang dimilikinya Butler, dkk., 2007. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi agen asuransi jiwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang didapatkan adalah apakah terdapat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja pada agen asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja pada agen asuransi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dalam menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan

Pengetahuan mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa dapat menjadi dasar ketika perusahaan akan melakukan rekrutmen atau mengadakan pelatihan bagi para agen asuransi jiwa. b. Bagi Subjek Penelitian Penelitian ini dapat menjadi sarana refleksi bagi subjek penelitian untuk dapat mengenali dirinya, sehingga dapat mengantisipasi masalah- masalah yang mungkin muncul dan meningkatkan performansi kerjanya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8

BAB II LANDASAN TEORI

A. Sensitivitas terhadap Penolakan 1. Pengertian Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis yang berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi terhadap ekspektasi dan kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi penolakan dalam berbagai situasi sosial Feldman Downey, 1994. Reaksi yang muncul tersebut dapat melibatkan proses kognitif dan afektif seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas Boyce Parker, 1989; Downey Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011. Boyce dan Parker 1989 menambahkan bahwa individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan cenderung mempersepsikan perilaku dan perasaan orang lain yang ambigu sebagai kritikan atau penolakan. Bowker, dkk. 2011 menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi dapat berdampak pada maladaptasi psikologis. Hal ini didukung oleh Bernstein Benfield 2013 yang menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu kecenderungan atau sifat yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas dari relasi sosial. Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah Bernstein Benfield, 2013. Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan cenderung menginterpretasikan isyarat interpersonal yang ambigu sebagai sebuah penolakan dan menyebabkan pengalaman ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang rendah Ng Johnson, 2013. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa sensitivitas terhadap penolakan merupakan kecenderungan seseorang untuk menyadari, cemas, merasa peka, dan bereaksi berlebihan secara tidak wajar terhadap kemungkinan penolakan dari lingkungan dalam berbagai situasi sosial.

2. Pengukuran Sensitivitas terhadap Penolakan

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas terhadap penolakan seseorang adalah Rejection Sensitivity Questionnaire RSQ Downey Feldman, 1996; Feldman Downey 1994. RSQ telah terbukti memiliki konsistensi internal yang tinggi dengan α sebesar 0,83 dan konsistensi test-retest yang tinggi pula Downey Feldman, 1996. Hal ini mengindikasikan bahwa RSQ merupakan alat ukur yang terpercaya untuk mengukur komponen ekspektasi kecemasan terhadap penolakan dari sensitivitas terhadap penolakan Downey Feldman, 1996. RSQ terdiri dari dua dimensi, yaitu harapan akan penerimaan atau penolakan dan derajat kekhawatiran terhadap akibat yang muncul Feldman Downey, 1994. Nilai sensitivitas terhadap penolakan yang dihasilkan dapat memprediksi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tingkat ekspektasi kecemasan seseorang terhadap penolakan pada situasi yang ambigu Downey Feldman,1996. Alat ukur lain yang dapat mengukur sensitivitas terhadap penolakan adalah The Interpersonal Sensitivity Measure IPSM yang dikembangkan oleh Boyce dan Parker 1989. Skala ini menggambarkan ketakutan dan ketidaknyamanan seseorang yang berhubungan dengan perasaan akan penolakan dari lingkungan sosial Butler, dkk., 2007; Harb, dkk., 2002. Boyce dan Parker 1989 merumuskan 5 dimensi yang dapat menggambarkan tingkat sensitivitas individu terdahap penolakan, yaitu Interpersonal Awareness, Need for Approval, Separation Anxiety, Timidity, dan Fragile Inner-Self. Interpersonal Awareness merupakan kewaspadaan terhadap perilaku orang lain dalam usaha untuk mengukur respon mereka, serta kekhawatiran dalam interaksi interpersonal Boyce Parker, 1989. Need for Approval merupakan kebutuhan untuk memastikan bahwa orang lain akan menyukai mereka dan tidak menolak mereka Boyce Parker, 1989. Separation Anxiety merupakan kecemasan inidividu akan keberlansungan kelekatan di masa dewasa karena individu tersebut kesusahan dalam membentuk kelekatan di masa dewasa Boyce Parker, 1989. Timidity merupakan suatu ketidakmampuan individu untuk bersikap secara asertif dalam interaksi interpersonal Boyce Parker, 1989. Sedangkan, Fragile Inner-Self berbicara mengenai harga diri, khusus mengenai keyakinan bahwa ada bagian pokok dalam diri atau batin yang