Korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja agen asuransi jiwa.

(1)

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKAN DAN PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Priscilla Fanifati Zebua ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Subjek dalam penelitian ini adalah agen asuransi jiwa yang memiliki pengalaman kerja di bawah atau sama dengan satu tahun berjumlah 30 agen. Data penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan diungkap dengan menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM). Skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi memiliki estimasi reliabilitas 0,825 dengan alpha berstrata. Performansi kerja menggunakan data perusahaan mengenai jumlah closing agen asuransi jiwa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara sentivitas terhadap penolakan sebesar -0,311 dengan nilai p = 0,047 (p < 0,05), yang berarti ada hubungan negatif yang lemah antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa pada taraf signifikansi 5%.


(2)

CORRELATION BETWEEN REJECTION SENSITIVITY AND WORK PERFORMANCE IN LIFE INSURANCE’S AGENT

Priscilla Fanifati Zebua ABSTRACT

This research aimed to know the correlation between rejection sensitivity and work

performance in life insurance’s agents. The hypothesis was there was a negative correlation between

rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The subject were 30 agents who had work experience in assurance under one year. The data about rejection sensitivity was revealed by the adaptation scale of Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) with the reliability

0.825. Work performance used the company’s data about the total of closing by life insurance’s agents. The data was analyzed with Spearman’s rho Correlation. The results were shown that

correlation coefficient of rejection sensitivity and work performance was -0.311, p = 0,047 (p < 0,05), that means there was negative and weak correlation between rejection sensitivity and work

performance in life insurance’s agents at 5% significant level.


(3)

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKANDAN

PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh: Priscilla Fanifati Zebua

129114035

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

HALAMAN PERSETUJUAI\I IX)SEN PEMBIMBING

SKRIPSI

Telah Disetujui Oleh:

Dosen Perrbimbing,

frulwl^

l1

TERIIADAP PENOLAKAI\i DAht

Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si.

Tanggal:

12

AUG 2016


(5)

IIALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERIIADAP PENOLAKAN DAN

PERFORMAI\ISI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Dipersiapkan dan Ditulis Oleh: Priscilla Fanifati Zebua

129114035

Telah dipertatrankan di depan Panitia Penguji Pada tanggal

i

JUL

2016

dan dinyatakan memenuhi syarat

Penguji 1

Penguji 2 Penguji 3

Susunan Panitia Penguji Nama Lengkap

: Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si. : P. Henrietta PDADS., M. A. : P. Eddy Suhartanto, M. Si.

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

111

Yogyakarta

'!

i,U:

20;6

ry*

ff*t{

i6s-qffi

\"i;;d;as7


(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan,

sabarlah dalam kesesakan,

dan bertekunlah dalam doa!

-Roma 12:12

Itulah sebabnya kita berjerih payah dan berjuang,

Karena kita menaruh pengharapan kita

kepada Allah yang hidup,

juruselamat semua manusia,

terutama mereka yang percaya.

-1 Timotius 4:10


(7)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Proudly dedicated for,

Jesus Christ

and my beloved Family


(8)

(9)

vii

KORELASI ANTARA SENSITIVITAS TERHADAP PENOLAKAN DAN PERFORMANSI KERJA AGEN ASURANSI JIWA

Priscilla Fanifati Zebua

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Peneliti berhipotesis bahwa terdapat hubungan yang negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Subjek dalam penelitian ini adalah agen asuransi jiwa yang memiliki pengalaman kerja di bawah atau sama dengan satu tahun berjumlah 30 agen. Data penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan diungkap dengan menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM). Skala

Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi memiliki estimasi reliabilitas 0,825 dengan alpha berstrata. Performansi kerja menggunakan data perusahaan mengenai jumlah closing agen asuransi jiwa. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi Spearman’s rho. Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara sentivitas terhadap penolakan sebesar -0,311 dengan nilai p = 0,047 (p < 0,05), yang berarti ada hubungan negatif yang lemah antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa pada taraf signifikansi 5%.


(10)

viii

CORRELATION BETWEEN REJECTION SENSITIVITY AND WORK

PERFORMANCE IN LIFE INSURANCE’S AGENT

Priscilla Fanifati Zebua

ABSTRACT

This research aimed to know the correlation between rejection sensitivity and work

performance in life insurance’s agents. The hypothesis was there was a negative correlation between

rejection sensitivity and work performance in life insurance’s agents. The subject were 30 agents who had work experience in assurance under one year. The data about rejection sensitivity was revealed by the adaptation scale of Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) with the reliability

0.825. Work performance used the company’s data about the total of closing by life insurance’s agents. The data was analyzed with Spearman’s rho Correlation. The results were shown that

correlation coefficient of rejection sensitivity and work performance was -0.311, p = 0,047 (p < 0,05), that means there was negative and weak correlation between rejection sensitivity and work

performance in life insurance’s agents at 5% significant level.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas segala

berkat, pernyertaan, dan tuntunanNya selama proses penulisan skripsi ini sehingga

dapat selesai dengan baik. Terima kasih Tuhan Yesus selalu memberikan jalan

keluar bagi setiap permasalahan atau kendala yang saya hadapi selama proses

penulisan skripsi ini dan membuat saya belajar untuk lebih dewasa.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan dan

dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak T. Priyo Widiyanto, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si., selaku Kepala Program Studi

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Ratri Sunar A., M. Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis

menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terima kasih atas dukungan dan bimbingan Ibu selama perkuliahan saya dan

penulisan skripsi ini.

4. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

selalu mau meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran,


(13)

xi

penyusunan skripsi ini. Terima kasih karena Bapak selalu bersedia memberikan

waktu ketika saya membutuhkan meskipun di luar jadwal yang seharusnya,

bahkan ketika Bapak belum resmi menjadi Dosen Pembimbing saya. Terima

kasih Bapak telah bersedia membantu saya untuk menyelesaikan skripsi ini

tepat waktu.

5. Ibu Debri Pristinella, M. Si., yang sudah bersedia mendengarkan saya dari awal

kebingungan saya terhadap skripsi dan memberikan berbagai solusi yang sangat

membantu kelancaran skripsi saya. Terima kasih untuk perhatian dan semangat

yang Ibu berikan ketika saya sudah hampir putus asa.

6. Bapak Prof. A. Supratiknya yang telah bersedia meluangkan sedikit waktunya

ketika saya putus asa dan bersedia memberikan solusi yang sangat membantu.

7. Segenap Dosen Psikologi yang telah mendidik, memberikan banyak ilmu

pengetahuan dan pengalamannya selama penulis menempuh pendidikan di

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Segenap karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

(Mas Gandung, Mas Muji, dan Bu Nanik) yang selalu ramah dan sabar dalam

membantu serta terbuka untuk memberikan berbagai informasi yang

dibutuhkan sehingga dapat melancarkan proses penulisan skripsi ini sampai

selesai.

9. Dr. Philip Boyce selaku pembuat skala Interpersonal Sensitivity Measure

(IPSM) versi asli yang telah terbuka dan bersedia memberikan ijin untuk

adaptasi skala ke dalam Bahasa Indonesia agar dapat digunakan penulis dalam


(14)

xii

10.Tante Ria, selaku native speaker yang telah bersedia direpotkan

ditengah-tengah kesibukannya untuk mereview, membandingkan kedua versi skala dan

memperbaiki skala yang telah diterjemahkan. Terima kasih Tante sudah

melancarkan proses adaptasi skala yang penulis lakukan.

11.Kak Lia, Mas Victor, dan Kak Anita, selaku pihak PT. Prudential Life

Assurance yang telah sabar dan sangat terbuka memberikan informasi dan

solusi kepada penulis mengenai industri asuransi jiwa. Terima kasih telah

memberikan ijin dan membantu melancarkan proses pengambilan data dalam

rangka penyusunan skripsi ini.

12.Papa, mama, abang Novan, dan abang Andra, terima kasih atas cinta, dukungan,

bantuan dan semangat yang selalu kalian berikan kepada penulis dalam keadaan

apapun. Terima kasih untuk doa yang tidak pernah berhenti dan dukungan

materi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

13.Seluruh keluarga besar yang telah mendukung dalam doa untuk kesuksesan

penulis.

14.Michel Richard Christovel Sinaga, atas segala dukungan dan motivasi yang

selalu diberikan. Terima kasih sudah selalu mendengarkan segala keluh kesah

dan ketakutanku. Terima kasih sudah selalu ada dan mau direpotkan untuk

membantuku saat menghadapi berbagai kesulitan dan mau menemani segala

proses penyusunan skripsi ini dari awal, proses adaptasi, pengambilan data, dan

hingga skripsi ini selesai. Terima kasih telah membangkitkan semangatku


(15)

xiii

15.Erlin, Zelda, Aprek, dan Asoy sebagai keluarga “Helikopter” yang selalu memberikan dukungan selama perkuliahan maupun selama proses penyusunan

skripsi ini. Terima kasih kalian mau mendengarkan segala keluh kesah dan

ketakutanku. Terima kasih untuk persahabatan dan kekeluargaan yang telah

kalian berikan. Sungguh sangat bersyukur bisa bertemu dan berdinamika

bersama kalian keluarga keduaku. See you on top, gengssss!!!

16.Chopi, Dian, Monic, Suci, Pras, dan Kak Saktya yang telah banyak membantu

dan bertukar pikiran sehingga aku dapat menemukan jalan keluar dari berbagai

masalah yang aku hadapi.

17.Seluruh teman-teman Fakultas Psikologi 2012 yang saling mendukung dan

berproses bersama. Semoga kesuksesan selalu beserta kita!

18.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah menjadi

kepanjangan tangan Tuhan untuk menolong dan mendukung penulis dalam

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih

terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki karya

penulis ini. Terima kasih.

Yogyakarta, 23 Juni 2016

Penulis,


(16)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR SKEMA ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7


(17)

xv

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Sensitivitas terhadap Penolakan ... 8

1. Pengertian Sensitivitas terhadap Penolakan ... 8

2. Pengukuran Sensitivitas terhadap Penolakan ... 9

3. Dampak Sensitivitas terhadap Penolakan ... 11

B. Performansi Kerja ... 12

1. Pengertian Performansi Kerja ... 12

2. Faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja ... 14

3. Pengukuran terhadap Performansi Kerja ... 16

C. Dinamika Hubungan antara Sensitivitas terhadap Penolakan dengan Performansi Kerja ... 17

D. Skema Penelitian ... 19

E. Hipotesis ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 21

A. Jenis Penelitian ... 21

B. Identifikasi Variabel ... 21

1. Variabel Tergantung ... 21

2. Variabel Bebas ... 21

C. Definisi Operasional ... 21

1. Performansi Kerja ... 21

2. Sensitivitas terhadap Penolakan ... 22

D. Subjek Penelitian ... 23


(18)

xvi

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 26

1. Validitas ... 26

2. Reliabilitas ... 29

G. Analisis Data ... 32

1. Uji Asumsi ... 32

a. Uji Normalitas ... 32

b. Uji Linieritas ... 33

2. Uji Hipotesis ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

A. Persiapan Penelitian ... 35

B. Pelaksanaan Penelitian ... 35

C. Deskripsi Subjek Penelitian ... 37

D. Deskripsi Data Penelitian ... 38

E. Hasil Penelitian ... 39

1. Uji Normalitas ... 39

2. Uji Linieritas ... 40

3. Uji Hipotesis ... 41

F. Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Keterbatasan Penelitian ... 46

C. Saran ... 47


(19)

xvii

2. Bagi Perusahaan ... 47

3. Bagi Subjek ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala The Interpersonal Sensitivity Measure(IPSM)………..25 Tabel 2. Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM…………..31

Tabel 3. Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek………37

Tabel 4. Deskripsi Lama Bekerja Subjek………...37

Tabel 5. Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Sensitivitas terhadap Penolakan..38

Tabel 6. Analisis One-Sample T-test Pada Mean Empirik dan Mean Hipotetik…39

Tabel 7. Test of Normality………...…….. 40

Tabel 8. Hasil Uji Linieritas Pada IPSM dan Rerata Closing………... 41 Tabel 9. Ringkasan Korelasi Spearman’s rho, Mean, dan Standart Deviasi untuk


(21)

xix

DAFTAR SKEMA

Skema 1.Hubungan antar dimensi performansi kerja………... 16 Skema 2.Hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dan


(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Perhitungan Alpha Cronbach, Varians, dan rit Tiap Dimensi

IPSM………..…… 53 LAMPIRAN 2. Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM)………... 58 LAMPIRAN 3. Hasil Direct-Translation Interpersonal Sensitivity Measure…….61 LAMPIRAN 4. Hasil Back-Translation Interpersonal Sensitivity Measure……...65 LAMPIRAN 5. Hasil Pemeriksaan Interpersonal Sensitivity Measure……….….69 LAMPIRAN 6. Skala AdaptasiInterpersonal Sensitivity Measure…………...….76 LAMPIRAN 7. Hasil Perhitungan SPSS Uji Asumsi dan Uji Hipotesis…………86


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran semakin berkembang dengan pesat, sehingga membuat peluang dan kesempatan yang ditawarkan untuk posisi tenaga penjual dan pemasaran semakin tinggi (Mariyanti & Meinawati, 2007). Salah satu industri pemasaran di bidang jasa yang saat ini sedang berkembang dan sangat banyak membutuhkan tenaga penjual adalah industri jasa asuransi (Fitriandini, 2013). Tenaga penjual dalam industri jasa asuransi sering dikenal dengan sebutan agen (Crosby, Evans, & Cowles, 1990; Crosby & Stephens, 1987).

Industri asuransi memiliki peluang sangat besar di Indonesia. Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 247 juta jiwa (Bayundara, 2014), namun penduduk yang telah menggunakan asuransi dari sektor swasta masih kurang dari 10% penduduk. Hal ini menunjukkan masih banyaknya peluang bagi perusahaan asuransi, khususnya bagi para agen asuransi untuk mencari klien atau nasabah baru.

Meski peluang yang ada cukup besar, akan tetapi persaingan antar industri asuransi swasta juga cukup ketat. Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG, Johnson Chai (dalam Setiawan, 2014) juga mengakui persaingan di industri asuransi semakin ketat, khususnya asuransi jiwa karena perusahaan asuransi saat ini semakin banyak di Indonesia. Budi (2012) menyebutkan saat


(24)

ini ada 44 perusahaan asuransi yang bergerak di bidang asuransi jiwa di Indonesia.

Di samping itu, persaingan antar industri asuransi swasta yang cukup ketat tersebut semakin diperketat dengan adanya Peraturan Presiden Republik Indonesia. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 109 tahun 2013 menyatakan bahwa pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mulai tanggal 1 Juli 2015. Hal ini membuat sebagian pekerja tidak membutuhkan jaminan tambahan karena BPJS Kesehatan menjamin perawatan sampai kelas 1 (Zuhra, 2014).

Persaingan yang ketat tersebut membuat setiap industri asuransi saling berlomba-lomba untuk meningkatkan pemasukan perusahaan. Hal ini dilakukan agar perusahaan tidak kalah saing dengan perusahaan asuransi lain. Peningkatan pemasukan perusahaan ini membutuhkan kinerja agen asuransi yang baik karena agen memiliki tugas untuk menarik klien atau nasabah sebanyak-banyaknya. Semakin banyak klien yang bergabung menggunakan produk asuransi jiwa yang ditawarkan perusahaan, maka semakin besar pemasukan perusahaan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kinerja atau performansi kerja agen asuransi jiwa merupakan hal yang sangat penting.

Performansi kerja sering dikenal dengan istilah job performance (Hsu, 2014; Mulki, Caemmerer, & Heggde, 2015) atau work performance (Blumberg & Pringle, 1982). Beberapa ahli mendefinisikan performansi kerja sebagai suatu perilaku yang konsisten dan penting untuk mencapai tujuan perusahaan atau organisasi (Campbell, dalam Dalal, Bhave, & Fiset, 2014; Campbell, McCloy,


(25)

Oppler, dan Sager, dalam Randhawa, 2007; Mulki, dkk., 2015). Sedangkan Chu dan Lai (2011) mendefinisikan performansi kerja sebagai perilaku dan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Sonnentag dan Frese (2002) menyatakan bahwa meskipun performansi kerja sering kali dapat dilihat sebagai perilaku atau tindakan dan hasil, namun akan lebih mudah untuk melihat sebagai hasil. Hal ini dikarenakan pada kenyataannya masih susah untuk mendefinisikan performansi kerja sebagai tindakan tanpa merujuk pada hasil (Sonnentag & Frese, 2002).

Mengingat pentingnya performansi kerja tersebut, sangat disayangkan ketika ada performansi kerja agen asuransi jiwa yang kurang maksimal. Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada salah satu manager di perusahaan asuransi swasta pada tanggal 12 April 2016, sering kali hanya sekitar 80 sampai 90 agen yang berproduksi dari sekitar 400 sampai 450 agen yang direkrut. Berproduksi yang dimaksud adalah ketika agen menghasilkan atau mendapatkan klien-klien baru atau sering disebut dengan istilah closing. Agen-agen yang telah berproduksi tersebut tidak semua dapat berproduksi secara rutin setiap minggunya. Di samping itu, staff yang diwawancara oleh peneliti juga mengatakan bahwa banyak agen yang sering mendapatkan penolakan dari orang yang ditawarkan produk asuransi jiwa. Rata-rata agen dapat melakukan 2 sampai 3 klien yang diclosing setelah menawarkan produk asuransi jiwa kepada kurang lebih 30 orang. Akan tetapi, tidak jarang juga agen asuransi jiwa dengan pengalaman kerja di bawah 1 tahun masih belum dapat melakukan closing sama sekali.


(26)

Salah satu keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan perfomansi kerja tenaga penjual adalah keterampilan interpersonal (Plank & Greene, 1996). Agen yang memiliki keterampilan interpersonal yang baik dapat membangun hubungan yang baik dan berkualitas dengan kliennya. Pada layanan asuransi jiwa, hubungan antara agen dengan klien merupakan hal penting yang berlangsung terus menerus (Crosby, dkk., 1990). Crosby, dkk. (1990) menyatakan bahwa dalam pemasaran asuransi seumur hidup, kemampuan agen untuk mempengaruhi komitmen dan ketergantungan klien terhadap provider sebagian besar ditentukan oleh hubungan interpersonal yang dibangun agen dengan klien tersebut. Agen merepresentasikan layanan yang kompleks harus mengenali perannya sebagai pengendali relasi antara agen dengan klien. Kualitas hubungan dapat meningkatkan probabilitas kesempatan penjualan di mana hubungan interpersonal mempengaruhi variasi hasil penjualan individu. Kesempatan penjualan yang lebih banyak dapat menghasilkan performansi penjualan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan interpersonal yang dibangun oleh agen dengan kliennya dapat meningkatkan performansi penjualannya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain adalah sensitivitas terhadap penolakan (Butler, Doherty, & Potter, 2007; Downey & Feldman, 1996; Downey, Feldman, Khuri, & Friedman, 1994; Feldman & Downey, 1994). Butler, dkk. (2007) menyatakan bahwa ketika sensitivitas terhadap penolakan seseorang meningkat, maka keyakinan dan kemampuan seseorang dalam interaksi sosial menurun,


(27)

khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan akan penolakan terjadi paling tinggi. Hal tersebut dikarenakan individu yang memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi akan cemas mengharapkan penolakan dari orang lain (Butler, dkk., 2007).

Sensitivitas terhadap penolakan sering dikenal dengan rejection sensitivity atau interpersonal rejection sensitivity (Butler, dkk., 2007; Downey & Feldman, 1996; Harb, Heimberg, Fresco, Schneier, Liebowitz, 2002). Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis yang berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi terhadap ekspektasi dan kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi penolakan dalam berbagai situasi sosial (Feldman & Downey, 1994). Reaksi yang muncul tersebut dapat melibatkan proses kognitif dan afektif seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas (Boyce & Parker, 1989; Downey & Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011). Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah, sehingga membuat individu tersebut mengalami kesulitan interpersonal di kemudian hari (Bernstein & Benfield, 2013; Boyce & Parker, 1989; Downey & Feldman, 1996).

Penelitian-penelitian sebelumnya mengenai sensitivitas terhadap penolakan lebih banyak dihubungkan dengan hubungan interpersonal dalam kehidupan sosial, seperti hubungan interpersonal dengan teman sebaya atau sahabat (London, Downey, Bonica, & Paltin, 2007; Bowker, Thomas, Norman, & Spencer, 2011) dan pasangan romantis (Hafen, Spilker, Chango, Marston, &


(28)

Allen, 2014; Harper, Dickson, Welsh, 2006). Penelitian mengenai sensitivitas terhadap penolakan yang dihubungkan dengan performansi kerja individu masih jarang ditemukan. Padahal sifat atau karakteristik individu dapat memberikan pengaruh pada performansi kerja individu (Lamont & Lundstrom, 1977).

Agen sangat membutuhkan kemampuan untuk membangun hubungan interpersonal dengan kliennya agar dapat meningkatkan kesempatan penjualan yang dapat meningkatkan performansi kerjanya. Kemampuan agen dalam membangun hubungan interpersonal tersebut berkaitan erat dengan tingkat sensitivitas terhadap penolakan yang dimilikinya (Butler, dkk., 2007). Oleh karena itu, peneliti ingin melihat apakah terdapat hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi agen asuransi jiwa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah yang didapatkan adalah apakah terdapat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja pada agen asuransi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja pada agen asuransi.


(29)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Industri dan Organisasi, mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Selain itu, hasil penelitian juga dapat digunakan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan dalam menjadi sumber acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Perusahaan

Pengetahuan mengenai ada tidaknya hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa dapat menjadi dasar ketika perusahaan akan melakukan rekrutmen atau mengadakan pelatihan bagi para agen asuransi jiwa.

b. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini dapat menjadi sarana refleksi bagi subjek penelitian untuk dapat mengenali dirinya, sehingga dapat mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin muncul dan meningkatkan performansi kerjanya.


(30)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Sensitivitas terhadap Penolakan

1. Pengertian Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu konsep psikologis yang berbicara mengenai kecenderungan seseorang dalam bereaksi terhadap ekspektasi dan kekhawatiran akan kehidupan yang mungkin terjadi penolakan dalam berbagai situasi sosial (Feldman & Downey, 1994). Reaksi yang muncul tersebut dapat melibatkan proses kognitif dan afektif seseorang, seperti sadar, peka, dan cemas (Boyce & Parker, 1989; Downey & Feldman, 1996; Bowker, dkk., 2011). Boyce dan Parker (1989) menambahkan bahwa individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan cenderung mempersepsikan perilaku dan perasaan orang lain yang ambigu sebagai kritikan atau penolakan.

Bowker, dkk. (2011) menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi dapat berdampak pada maladaptasi psikologis. Hal ini didukung oleh Bernstein & Benfield (2013) yang menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu kecenderungan atau sifat yang dimiliki seseorang yang dapat mempengaruhi kualitas dari relasi sosial. Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah (Bernstein & Benfield, 2013). Individu dengan sensitivitas terhadap


(31)

penolakan yang tinggi akan cenderung menginterpretasikan isyarat interpersonal yang ambigu sebagai sebuah penolakan dan menyebabkan pengalaman ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang rendah (Ng & Johnson, 2013).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa sensitivitas terhadap penolakan merupakan kecenderungan seseorang untuk menyadari, cemas, merasa peka, dan bereaksi berlebihan secara tidak wajar terhadap kemungkinan penolakan dari lingkungan dalam berbagai situasi sosial.

2. Pengukuran Sensitivitas terhadap Penolakan

Alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas terhadap penolakan seseorang adalah Rejection Sensitivity Questionnaire (RSQ) (Downey & Feldman, 1996; Feldman & Downey 1994). RSQ telah terbukti memiliki konsistensi internal yang tinggi dengan α sebesar 0,83 dan konsistensi test-retest yang tinggi pula (Downey & Feldman, 1996). Hal ini mengindikasikan bahwa RSQ merupakan alat ukur yang terpercaya untuk mengukur komponen ekspektasi kecemasan terhadap penolakan dari sensitivitas terhadap penolakan (Downey & Feldman, 1996). RSQ terdiri dari dua dimensi, yaitu harapan akan penerimaan atau penolakan dan derajat kekhawatiran terhadap akibat yang muncul (Feldman & Downey, 1994). Nilai sensitivitas terhadap penolakan yang dihasilkan dapat memprediksi


(32)

tingkat ekspektasi kecemasan seseorang terhadap penolakan pada situasi yang ambigu (Downey & Feldman,1996).

Alat ukur lain yang dapat mengukur sensitivitas terhadap penolakan adalah The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) yang dikembangkan oleh Boyce dan Parker (1989). Skala ini menggambarkan ketakutan dan ketidaknyamanan seseorang yang berhubungan dengan perasaan akan penolakan dari lingkungan sosial (Butler, dkk., 2007; Harb, dkk., 2002). Boyce dan Parker (1989) merumuskan 5 dimensi yang dapat menggambarkan tingkat sensitivitas individu terdahap penolakan, yaitu Interpersonal Awareness, Need for Approval, Separation Anxiety, Timidity, dan Fragile Inner-Self. Interpersonal Awareness merupakan kewaspadaan terhadap perilaku orang lain dalam usaha untuk mengukur respon mereka, serta kekhawatiran dalam interaksi interpersonal (Boyce & Parker, 1989). Need for Approval merupakan kebutuhan untuk memastikan bahwa orang lain akan menyukai mereka dan tidak menolak mereka (Boyce & Parker, 1989). Separation Anxiety merupakan kecemasan inidividu akan keberlansungan kelekatan di masa dewasa karena individu tersebut kesusahan dalam membentuk kelekatan di masa dewasa (Boyce & Parker, 1989). Timidity merupakan suatu ketidakmampuan individu untuk bersikap secara asertif dalam interaksi interpersonal (Boyce & Parker, 1989). Sedangkan, Fragile Inner-Self berbicara mengenai harga diri, khusus mengenai keyakinan bahwa ada bagian pokok dalam diri atau batin yang


(33)

tidak dapat disukai dan butuh untuk disembunyikan dari orang lain (Boyce & Parker, 1989).

IPSM berisi dari 36 item yang terdiri atas 7 item Interpersonal Awareness, 8 item Need for Approval, 8 item Separation Anxiety, 8 item Timidity, dan 5 item Fragile Inner-Self. IPSM memiliki internal konsistensi yang tinggi, yaitu sebesar 0,85 (Boyce & Parker, 1989; Butler, dkk., 2007; Harb, dkk., 2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa IPSM merupakan alat ukur yang reliabel.

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan skala IPSM dalam mengukur sensitivitas terhadap penolakan subjek. Peneliti memilih menggunakan skala IPSM karena skala tersebut telah terbukti memiliki validitas yang baik dan telah dihasilkan sebagai literatur penelitian terapan yang luas (Butler, dkk., 2007).

3. Dampak Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan memiliki dampak serius yang dapat merusak hubungan interpersonal seseorang (Bernstein & Benfield, 2013; Downey & Feldman, 1996; Feldman & Downey, 1994). Butler, dkk. (2007) menyatakan bahwa ketika sensitivitas terhadap penolakan meningkat, maka kepercayaan diri dan kemampuan dalam interaksi sosial akan menurun, khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan akan penolakan terjadi lebih tinggi. Hal ini didukung dengan pernyataan Bernstein dan Benfield (2013) bahwa seseorang dengan


(34)

sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan menunjukkan perilaku maladaptif dan lemahnya keterampilan sosial (Bernstein & Benfield, 2013). Feldman & Downey (1994) juga menjelaskan bahwa pengalaman penolakan pada masa kanak-kanak akan membentuk strategi pengkodean, harapan, nilai, dan rencana pengelolaan diri yang dibawa seseorang bertahan dalam situasi yang baru. Di samping itu, McCabe, Blankstein, dan Mills (dalam Butler, dkk., 2007) menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan memiliki dampak pada rendahnya performansi akademis seseorang.

B. Performansi Kerja

1. Pengertian Performansi Kerja

Performansi kerja sering dikenal dengan istilah job performance (Hsu, 2014; Mulki, Caemmerer, & Heggde, 2015) atau work performance (Blumberg & Pringle, 1982). Randhawa (2007) menyatakan bahwa tujuan dari sebuah perusahaan diukur melalui performansi. Campbell, McCloy, Oppler, dan Sager (dalam Randhawa, 2007) menyatakan bahwa performansi mencangkup segala tindakan yang relevan dengan tujuan dan dapat diukur dari segi kemampuan masing-masing individu. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa performansi kerja merupakan suatu perilaku yang konsisten dengan tujuan perusahaan dan secara umum dinilai berdasarkan sejauh mana karyawan mampu melakukan tugasnya untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut (Mulki, dkk., 2015). Hal tersebut


(35)

diperkuat oleh Campbell (dalam Dalal, Bhave, & Fiset, 2014) yang menyatakan bahwa performansi kerja merupakan perilaku karyawan yang penting untuk mencapai tujuan organisasi.

Selain didefinisikan sebagai perilaku seseorang, performansi juga dapat didefinisikan sebagai hasil pekerjaan seorang karyawan. Hal ini didukung dengan pernyataan Chu dan Lai (2011) yang mendefinisikan performansi kerja sebagai perilaku dan hasil perkerjaan yang dilakukan oleh karyawan. Selain itu Sonnentag dan Frese (2002) juga menjelaskan bahwa performansi memiliki dua aspek yang berbeda, yaitu aspek tindakan dan aspek hasil (Sonnentag & Frese, 2002). Aspek hasil dari performansi yang dimaksud adalah konsekuensi atau hasil dari perilaku individu (Sonnentag & Frese, 2002). Namun, aspek hasil tersebut juga bergantung pada faktor-faktor lain di luar perilaku individu (Sonnentag & Frese, 2002). Sebagai contoh, seorang penjual hanya menunjukkan performansi yang biasa saja dalam berinteraksi langsung dengan klien yang potensial (aspek tindakan), namun dapat mencapai hasil penjualan yang tinggi (aspek hasil) karena secara umum permintaan terhadap barang yang dijual sangat tinggi (Sonnentag & Frese, 2002).

Berbeda dengan aspek hasil yang dapat dijelaskan dengan mudah, aspek tindakan dari performansi terkadang masih susah untuk didefinisikan dalam prakteknya tanpa merujuk pada aspek hasil (Sonnentag & Frese, 2002). Seseorang membutuhkan kriteria untuk mengevaluasi seberapa jauh tingkat performansi individu mencapai tujuan organisasi karena tidak semua


(36)

tindakan yang dilakukan individu merupakan performansi, namun hanya tindakan yang relevan dengan tujuan organisasi saja yang merupakan performansi (Sonnentag & Frese, 2002). Oleh karena itu, penekanan performansi pada aspek tindakan tidak terlalu memecahkan semua masalah (Sonnentag & Frese, 2002).

Berdasarkan pengertian-pengertian performansi kerja tersebut, dapat disimpulkan bahwa performansi kerja merupakan hasil pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau perusahaan. Pada penelitian ini, subjek yang akan digunakan adalah agen asuransi jiwa, dimana performansi agen secara langsung dipengaruhi oleh komisi yang diterima (pemasukan) dari menjual produk asuransi (Hsu, 2014).

2. Faktor yang Mempengaruhi Performansi Kerja

Blumberg dan Pringle (1982) mengelompokkan 3 faktor yang dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang, yaitu kemampuan (capacity to perform), motivasi (willingness to perform), dan lingkungan luar (opportunity to perform) (Blumberg & Pringle, 1982).

a. Capacity to Perform

Kemampuan merujuk pada kecakapan psikologis dan kognitif yang memampukan individu untuk melakukan sebuah tugas secara efektif (Blumberg & Pringle, 1982). Capacity to perform terdiri dari beberapa variabel, yaitu kemampuan, usia, pengetahuan, keterampilan,


(37)

kecerdasan, tingkat pendidikan, ketahanan, keuletan, tingkat energi, dan keterampilan motorik (Blumberg & Pringle, 1982). Salah satu keterampilan yang dapat mempengaruhi performansi kerja seseorang adalah keterampilan interpersonal (Tsai, Chen, & Chin, 2010) Plank dan Greene (1996) juga menyatakan bahwa keterampilan interpersonal merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga penjual untuk meningkatkan performansi penjualannya. Hal ini dikarenakan keterampilan interpersonal dapat memberikan dampak pada perilaku penjualan yang menghasilkan efektivitas penjualan (Plank & Greene, 1996).

b. Willingness to Perform

Sedangkan faktor willingness to perform meliputi karakteristik psikologis dan emosional yang mempengaruhi ke arah mana kecenderungan individu untuk melakukan suatu tugas (Blumberg & Pringle, 1982). Faktor ini terdiri atas motivasi, kepuasan kerja, status pekerjaan, kecemasan, kekuasaan partisipasi, sikap, persepsi mengenai karakteristik tugas, keterlibatan kerja, keterlibatan ego, gambaran diri, kepribadian, norma, nilai, persepsi mengenai ekspektasi peran, dan perasaan akan keadilan (Blumberg & Pringle, 1982). Salah satu karakteristik psikologis penting dalam suatu pekerjaan yang memiliki intensitas tinggi bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan


(38)

penolakan tinggi adalah sensitivitas terhadap penolakan (Butler, dkk., 2007).

c. Opportunity to Perform

Berbeda dengan dua faktor sebelumnya yang berasal dari dalam diri individu, faktor opportunity to perform berasal dari luar diri individu yang mencangkup lingkungan luar yang dapat mempengaruhi performansi kerja individu (Blumberg & Pringle, 1982). Variabel yang dimaksud dalam faktor opportunity to perform antara lain, kondisi kerja, tindakan rekan kerja, perilaku pimpinan, pelatihan atau pengajaran, dan yang lainnya (Blumberg & Pringle, 1982). Berikut merupakan bagan hubungan antar faktor yang mempengaruhi performansi kerja.

Skema 1. Hubungan antar faktor yang mempengaruhi performansi kerja

3. Pengukuran terhadap Performansi Kerja

Performansi kerja dapat dilihat dari perilaku dan hasil pekerjaan karyawan (Chu & Lai, 2011; Sonnentag & Frese, 2002). Pengukuran

Capacity

Opportunity Willingness


(39)

terhadap perilaku biasa dilakukan dengan menggunakan skala performansi kerja (Mulki, dkk., 2015; Randhawa, 2007). Sedangkan pengukuran performansi kerja dilihat dari hasil pekerjaan seorang karyawan biasa dilakukan dengan melihat data perusahaan mengenai hasil pekerjaan selama jangka waktu tertentu (Hsu, 2014).

Penjual dalam industri asuransi atau yang sering disebut agen, memiliki sumber pendapatan utama dari komisi atas penjualan produk asuransi dan performansi agen secara langsung dapat dilihat dari penjualannya (Hsu, 2014). Penjualan yang buruk menyebabkan pemasukan yang rendah, dan kemudian agen akan keluar (Hsu, 2014). Hasil penjualan dalam bidang asuransi dapat dilihat dari jumlah individu yang berhasil ditarik menjadi nasabah atau sering disebut dengan istilah jumlah closing. Oleh karena itu, peneliti akan menggunakan jumlah closing untuk mengukur performansi kerja.

C. Dinamika Hubungan antara Sensitivitas terhadap Penolakan dengan Performansi Kerja

Sensitivitas terhadap penolakan merupakan suatu kecenderungan seseorang untuk menyadari, cemas, peka, dan bereaksi berlebihan yang tidak wajar terhadap penolakan dari lingkungan hubungan interpersonalnya. Sensitivitas terhadap penolakan dapat mempengaruhi kualitas dari relasi sosial (Bernstein & Benfield, 2013). Individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan cenderung menginterpretasikan isyarat interpersonal yang


(40)

ambigu sebagai sebuah penolakan dan menyebabkan pengalaman ketidaknyamanan yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang rendah (Ng & Johnson, 2013). Selain itu, individu dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi menunjukkan perilaku maladaptif dan keterampilan interpersonal yang rendah (Bernstein & Benfield, 2013).

Keterampilan interpersonal dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain secara tepat dan efektif (Butler, dkk., 2007; Slaughter, dkk., 2014) serta mengembangkan jejaring sosialnya (Tsai, dkk., 2010). Keterampilan interpersonal termasuk dalam salah satu dimensi performansi kerja, yaitu capacity to perform (Blumberg & Pringle, 1982). Plank dan Greene (1996) juga menyatakan bahwa keterampilan interpersonal merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh tenaga penjual untuk meningkatkan performansi penjualannya. Berdasarkan penelitian empiris yang ada, keterampilan interpersonal dapat memberikan dampak pada perilaku penjualan yang menghasilkan efektivitas penjualan (Plank & Greene, 1996). Efektivitas penjualan yang baik dapat meningkatkan hasil penjualan. Pada agen asuransi, performansi kerja secara langsung dapat dilihat dari hasil penjualannya (Hsu, 2014). Penjualan yang buruk menyebabkan pemasukan yang rendah, dan kemudian agen akan keluar (Hsu, 2014). Penjualan yang baik dapat menjaga performansi agen tetap bagus dan meningkatkan posisinya (Hsu, 2014). Pada bidang asuransi, jumlah penjualan dapat dilihat dari banyaknya


(41)

nasabah yang berhasil diperoleh agen asuransi jiwa atau sering disebut sebagai jumlah closing.

D. Skema Penelitian

Skema 2. Hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja

Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap Penolakan Tinggi;

- Cemas akan penolakan - Peka akan penolakan

- Bereaksi berlebihan terhadap penolakan

Performansi Kerja (Jumlah Closing) Agen Asuransi Rendah

Sensitivitas terhadap Penolakan Rendah;

- Tenang

- Tidak peka akan penolakan - Tidak bereaksi berlebihan

terhadap penolakan

Performansi Kerja (Jumlah Closing) Agen Asuransi Tinggi - Kepercayaan diri dan

kemampuan berinteraksi menurun

- Perilaku maladaptif

- Percaya diri dan mampu berinteraksi


(42)

E. Hipotesis

Berdasarkan penjabaran tersebut, hipotesis dalam penelitian ini adalah adanya korelasi negatif antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa.


(43)

21 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yang termasuk dalam jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional meneliti sejauh mana satu karakteristik atau variabel terkait dengan satu atau lebih karakteristik atau variabel lain (Leedy & Ormrod, 2005). Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah terdapat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa.

B. Identifikasi Variabel

1. Variabel Tergantung : Performansi Kerja

2. Variabel Bebas : Sensitivitas terhadap Penolakan

C. Definisi Operasional 1. Performansi Kerja

Performansi kerja merupakan hasil penjualan yang dilakukan oleh agen asuransi jiwa dalam melakukan penjualan produk asuransi jiwa untuk mencapai target penjualan produk asuransi jiwa. Pada agen asuransi jiwa, aspek dari performansi kerja yang akan dilihat hanya aspek hasil. Oleh karena itu, performansi kerja pada agen asuransi jiwa diukur dengan melihat jumlah closing atau orang yang berhasil diajak untuk menjadi nasabah


(44)

asuransi jiwa selama satu tahun. Semakin tinggi jumlah closing agen asuransi jiwa menunjukkan bahwa semakin tinggi performansi kerja agen asuransi jiwa. Sebaliknya, semakin rendah jumlah closing agen asuransi jiwa menunjukkan bahwa semakin rendah performansi kerja agen asuransi jiwa. Data jumlah closing agen dengan pengalaman kerja menjadi agen asuransi jiwa di bawah atau sama dengan 1 tahun akan didapatkan dari tiap supervisor agen asuransi jiwa.

2. Sensitivitas terhadap Penolakan

Sensitivitas terhadap penolakan adalah kecenderungan agen asuransi jiwa untuk menyadari, cemas, sensitif dan bereaksi berlebihan yang tidak sewajarnya pada perasaan dan perilaku orang lain yang ambigu sebagai penolakan dari lingkungannya. Pada penelitian ini isyarat interpersonal yang ambigu yang diinterpretasikan sebagai sebuah penolakan dapat berasal dari klien asuransi jiwa (lingkungan hubungan interpersonal). Sensitivitas terhadap penolakan tersebut dapat mempengaruhi kualitas relasi sosial antara agen asuransi jiwa dengan klien asuransi jiwa.

Sensitivitas terhadap penolakan pada agen asuransi jiwa akan diukur menggunakan adaptasi skala Interpersonal Sensitivity Measure atau IPSM yang dikembangkan oleh Boyce dan Parker (1989). Peneliti mengadaptasi skala IPSM karena sudah terbukti validitas dan reliabilitasnya dalam mengukur sensitivitas terhadap penolakan. IPSM memiliki lima dimensi, yaitu (a) Interpersonal Awareness, (b) Need for Approval, (c) Separation


(45)

Anxiety, (d) Timidity, (e) Fragile Inner-Self. Semakin tinggi skor total IPSM yang diperoleh agen asuransi jiwa, maka semakin tinggi tingkat sensitivitas agen asuransi jiwa terhadap penolakan. Sebaliknya, semakin rendah skor total IPSM yang diperoleh agen asuransi jiwa, maka semakin rendah tingkat sensitivitas agen asuransi jiwa terhadap penolakan.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah orang-orang yang menjadi sumber data dari penelitian, memiliki karakteristik yang sesuai variabel penelitian dan pada dasarnya yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2015). Penentuan subjek penelitian menggunakan teknik sampel nonprobability atau convenience sample (Creswell, 2010). Convenience sample adalah teknik untuk memilih subjek berdasarkan kemudahan (convenience) dan ketersediaannya (Creswell, 2010). Pada penelitian ini kemudahan dan ketersediaan subjek yang dapat dijangkau peneliti adalah agen asuransi jiwa di PT. Prudential Life Assurance.

Agen asuransi jiwa yang dipilih adalah agen yang memiliki pengalaman kerja di bidang agen asuransi jiwa di bawah atau sama dengan 1 tahun. Peneliti memilih subjek dengan pengalaman kerja di bawah atau sama dengan 1 tahun untuk mengesampingkan pengaruh pengalaman kerja pada performansi kerja agen.


(46)

E. Alat Pengambilan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala psikologis dan data perusahaan dari supervisor agen asuransi jiwa. Skala psikologis mengacu kepada alat ukur non-kognitif yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap variabel yang hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari variabel yang hendak diukur (Azwar, 2015). Skala psikologis yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam skala Likert. Pada skala Likert, subjek diminta untuk menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam sebuah kontinum terhadap pernyataan-pernyataan dan pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk mengukur atribut psikologis (Supratiknya, 2014). Pada penelitian ini, skala psikologis digunakan untuk mengukur sensitivitas terhadap penolakan, sedangkan performansi kerja diukur dengan menggunakan data perusahaan dari supervisor agen asuransi jiwa. Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut mengenai skala psikologis yang akan digunakan.

The Interpersonal Sensitivity Measure atau IPSM yang dikembangkan oleh Boyce & Parker (1989) digunakan untuk mengukur tingkat sensitivitas agen asuransi jiwa terhadap penolakan. Skala IPSM terdiri atas pernyataan-pernyataan yang menggambarkan diri subjek yang mencangkup lima dimensi, yaitu Interpersonal Awareness, Need for Approval, Separation Anxiety, Timidity, dan Fragile Inner-Self. Pada skala ini subjek diminta untuk menilai seberapa tepat pernyataan tersebut menggambarkan diri subjek. Pilihan jawaban yang disediakan dalam IPSM ada empat pilihan, yaitu “Sangat Setuju”,


(47)

“Agak Setuju”, “Agak Tidak Setuju”, dan “Sangat Tidak Setuju”. Pada skala IPSM tidak disediakan pilihan jawaban netral untuk menghindari rendahnya tingkat validitas karena munculnya kecenderungan subjek untuk memberikan penilaian pada pusat gelaja (Central Tendency Effect). Skala IPSM terdiri atas 36 item favorable dengan cara pemberian nilai 1 untuk jawaban “Sangat Tidak Setuju”, 2 untuk jawaban “Agak Tidak Setuju, 3 untuk jawaban “Agak Setuju”, dan 4 untuk jawaban “Sangat Setuju”. Berikut ini merupakan blue print dari Skala The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM).

Tabel 1.

Blue Print Skala The Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM)

Dimensi Item Proporsi Jumlah

Interpersonal Awareness 2, 4, 10, 23, 28, 30, dan

36 19,4% 7

Need for Approval 6, 8, 11, 13, 16, 18, 20,

dan 34 22,2% 8

Separation Anxiety 1, 12, 15, 17, 19, 25, 26,

dan 29 22,2% 8

Timidity 3, 7, 9, 14, 21, 22, 32,

dan 33 22,2% 8

Fragile Inner-Self 5, 24, 27, 31, dan 35 14% 5

Total 100% 36

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan data uji coba (try out) terpakai. Berdasarkan hasil perhitungan dengan IBM SPSS 23 pada Lampiran 1, dapat dilihat daya diskriminasi item (rit) terhadap total item pada tiap dimensi.

Pertama, daya diskriminasi item (rit) terhadap total item pada dimensi

Interpersonal Awareness bergerak dari -0,22 sampai dengan 0,622. Kemudian, daya diskriminasi item (rit) terhadap total item pada dimensi Need for Approval


(48)

memiliki nilai minimum 0,099 dan nilai maksimum 0,686. Pada dimensi Separation Anxiety, daya diskriminasi item (rit) bergerak dari 0,235 sampai

dengan 0,655. Selanjutnya, daya diskriminasi item (rit) terhadap item total item

pada dimensi Timidity memiliki nilai minimum 0,021 dan nilai maksimum 0,536. Pada dimensi yang terakhir, daya diskriminasi item (rit) terhadap total

item pada dimensi Fragile Inner-Self memiliki nilai minimum 0,227 dan nilai maksimum 0,57.

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas merupakan sejauh mana tingkat akurasi suatu alat tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2014). Suatu alat pengukuran dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti yang dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Ketika suatu alat tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran, maka alat tes tersebut dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki validitas yang rendah (Azwar, 2014). Uji validitas dilakukan pada skala Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) yang diadaptasi oleh peneliti dalam penelitian ini dengan tujuan untuk melihat sejauh mana skala tersebut mampu benar-benar mengungkapkan tingkat sensitivitas terhadap penolakan seorang agen asuransi jiwa dan keterampilan interpersonal yang dimiliki agen asuransi jiwa.


(49)

Metode penerjemahan skala yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah back-translation. Back-translation melibatkan pengambilan protokol dari suatu penelitian dalam bahasa tertentu, kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa lain, dan meminta orang lain untuk menerjemahkan kembali ke bahasa yang asli (Matsumoto & Juang, 2008). Metode ini dipilih untuk menekan kemunculan bias (Matsumoto & Juang, 2008). Langkah pertama yang dilakukan adalah menerjemahkan skala IPSM dalam Bahasa Inggris menjadi skala IPSM dalam versi Bahasa Indonesia (direct-translation). Proses penerjemahan dilakukan dengan menggunakan jasa dari penerjemah di Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Setelah didapatkan hasil terjemahan skala IPSM dalam versi Bahasa Indonesia, peneliti melanjutkan proses adaptasi ke tahap berikutnya, yaitu back-translation. Pada tahap ini, peneliti akan menerjemahkan kembali skala IPSM versi Bahasa Indonesia ke dalam Bahasa Inggris. Proses penerjemahan kali ini juga dilakukan dengan menggunakan jasa Lembaga Bahasa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan penerjemah yang berbeda dari penerjemah pada tahap pertama. Peneliti memilih satu lembaga yang sama namun berbeda penerjemah untuk melakukan proses adaptasi tahap pertama dan kedua karena peneliti ingin menjaga kualitas hasil terjemahan yang ada. Hasil terjemahan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti setelah mendapatkan hasil terjemahan adalah proses generalisasi konsep dan bahasa dari dua budaya


(50)

yang berbeda atau bisa disebut decentering (Hambleton, Merenda, & Spielberger, 2005; Matsumoto & Juang, 2008). Pada tahap ini, peneliti meminta bantuan seorang native speaker untuk membandingkan skala IPSM versi asli (Bahasa Inggris) dengan skala IPSM hasil back-translation (Bahasa Inggris). Hal ini perlu dilakukan untuk melihat adanya kesetaraan antara skala IPSM yang telah diterjemahkan dengan skala IPSM versi aslinya. Ketika ditemukan ada kata-kata yang tidak setara atau memiliki makna dan nuansa yang sangat berbeda, maka peneliti memeriksa kembali hasil terjemahan skala IPSM pada tahap pertama dan memperbaikinya. Hasil pemeriksaan native speaker dapat dilihat pada Lampiran 5.

Setelah peneliti mendapatkan hasil terjemahan skala IPSM dalam Bahasa Indonesia yang telah diperbaiki (lihat Lampiran 6), peneliti melakukan validitas isi terhadap skala tersebut. Validitas isi merupakan sejauh mana elemen-elemen dalam suatu instrument ukur benar-benar relevan dan merupakan representasi dari konstrak yang sesuai dengan tujuan pengukuran (Azwar, 2014). Validitas isi diestimasi dengan analisis dari professional judgement, dalam hal ini adalah dosen pembimbing. Hal ini bertujuan untuk melihat skala yang diterjemahkan sesuai dengan raa. nah dan batasan pengukuran.

Selanjutnya peneliti melakukan uji coba skala IPSM yang telah divalidasi oleh dosen pembimbing kepada subjek yang tergolong usia dewasa dan pernah atau sedang bekerja di bidang penjualan. Kriteria tersebut dipilih yang paling mendekati kriteria subjek yang akan digunakan,


(51)

yaitu agen asuransi jiwa. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat kalimat pada item skala IPSM yang tidak dapat dipahami dan berapa waktu yang diperlukan untuk mengerjakan skala. Berdasarkan hasil uji coba skala, semua item yang ada dapat dipahami dengan baik oleh subjek. Pada akhirnya diperoleh skala IPSM versi Bahasa Indonesia yang siap untuk digunakan mengambil data penelitian.

2. Reliabilitas

Reliabilitas berbicara mengenai sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2014). Hasil suatu pengukuran dapa dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah (Azwar, 2014). Meskipun ada toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran, namun ketika perbedaan itu sangat besar maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dikatakan tidak reliabel (Azwar, 2014). Peneliti menggunakan koefisien alpha (α) dari Cronbach dan alpha berstrata untuk menentukan reliabilitas alat ukur yang digunakan. Berikut merupakan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini.

a. Reliabilitas Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi asli

Skala asli Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) telah diukur internal konsistensinya pada dua kelompok non klinis yang terpisah. Hasil analisis dengan koefisien alpha Cronbach untuk skala IPSM yang


(52)

lengkap pada kelompok umum adalah 0,85 dan pada kelompok mahasiswa adalah 0,86 (Boyce & Parker, 1989; Harb, dkk., 2002; Butler, dkk., 2007). IPSM juga telah diuji reliabilitasnya secara eksternal, yaitu dengan reliabilitas tes-retes. Skala IPSM diujikan ulang setelah enam minggu pada sampel mahasiswa dan menghasilkan skor korelasi sebesar 0,70 (Boyce & Parker, 1989; Harb, dkk., 2002; Butler, dkk., 2007). Hasil yang diperoleh tersebut menunjukkan IPSM memiliki reliabilitas yang baik.

b. Reliabilitas Interpersonal Sensitivity Measure (IPSM) versi adaptasi Meskipun telah diketahui bahwa skala asli IPSM memiliki reliabilitas yang baik, koefisien reliabilitas hasil ukur bagi subjek penelitian masih tetap diperlukan. Pada subjek penelitian, hasil alpha (α) Cronbach yang diperoleh skala IPSM secara keseluruhan adalah 0,805. Di samping itu, perlu juga diketahui alpha berstrata dari skala IPSM. Alpha berstrata digunakan untuk mengestimasi reliabilitas sebuah alat tes yang terdiri dari beberapa subtes atau merupakan pengukuran multidimensi (Widhiarso, 2009). Perhitungan alpha berstrata (αs)

dilakukan dengan menggunakan rumus (Widhiarso, 2009):

= −

∑ �

2

− �

�2

Keterangan:

��2 = varians subtotal butir komponen ke – i

��2 = varians skor total


(53)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS, didapatkan varians skor total skaal IPSM adalah 155,206. Sedangkan hasil perhitungan koefisien alpha dan varians setiap dimensi dalam skala IPSM dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.

Ringkasan Koefisien Alpha dan Varians Tiap Dimensi IPSM

Dimensi Varians Koefisien Alpha

Interpersonal Awareness 13,007 0,531

Need for Approval 15,476 0,643

Separation Anxiety 21,775 0,717

Timidity 13,541 0,550

Fragile Inner-Self 10,878 0,700

Berikut merupakan perhitungan alpha berstrata skala IPSM:

��= −

, − , − , − , − , − ,

− . − , − , − ,

,

�� = − ,,

�� = − ,

�� = ,

Berdasarkan hasil perhitungan, alpha berstrata yang diperoleh skala IPSM adalah 0,825. Hasil tersebut menunjukkan bahwa skala yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang baik.


(54)

G. Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi perlu dilakukan peneliti sebelum melakukan uji hipotesis. Hal ini dikarenakan beberapa metode analisis data untuk pengujian hipotesis memiliki prasyarat yang harus terpenuhi untuk dapat dilakukan.

a. Uji Normalitas

Uji asumsi pertama yang perlu dilakukan peneliti adalah uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk melihat sebaran data yang ada apakah terdistribusi normal atau tidak. Analisis statistik parametrik mensyaratkan data yang akan diolah mengikuti distribusi normal (Santoso, 2012). Sebaran data dikatakan terdistribusi normal ketika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012). Ketika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05) maka sebaran data yang ada dapat dikatakan tidak terdistribusi normal (Santoso, 2012). Pada penelitian ini, uji normalitas akan dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai residu atau eror. Uji normalitas dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov dilakukan ketika subjek penelitian lebih dari 30 subjek (Santoso, 2012). Ketika subjek penelitian tidak lebih dari 30 subjek, maka uji normalitas harus dilakukan dengan Shapiro-Wilk (Santoso, 2012).


(55)

b. Uji Linieritas

Apabila data terdistribusi normal, maka uji asumsi berikutnya yang perlu dilakukan adalah uji linieritas. Uji linieritas bertujuan untuk melihat apakah korelasi antar variabel bersifat linier atau tidak. Hal ini diperlukan karena teknik korelasi produk momen dan turunannya cenderung melakukan underestimasi kekuatan hubungan antara dua varibel apabila hubungannya tidak linier (Santoso, 2012). Uji linieritas ini dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS 23. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05), maka hubungan antara variabel tergantung dengan variabel bebas bersifat linier. Oleh karena itu, hubungan antara variabel tergantung dengan variabel bebas tidak linier ketika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012).

2. Uji Hipotesis

Setelah uji asumsi semuanya terpenuhi, peneliti melanjutkan uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Pearson melalui IBM SPSS 23. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Taraf signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05. Apabila korelasi yang didapatkan memiliki nilai p < 0,05, maka dapat dikatakan bahwa korelasi antar variabel signifikan. Sedangkan jika nilai p > 0,05, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antar variabel.


(56)

Apabila data yang ada tidak dapat memenuhi syarat dilakukannya statistik parametrik, maka peneliti perlu melakukan uji hipotesis dengan statistik non parametrik (Santoso, 2012). Pada uji hipotesis dengan statistik non parametrik, peneliti melakukan uji hipotesis dengan analisis korelasi

Spearman’s rho. Pada penelitian ini, peneliti akan menguji korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Korelasi antar variabel dikatakan signifikan ketika p < 0,05 (Santoso, 2016).


(57)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian yang pertama kali dilakukan peneliti adalah meminta izin kepada pembuat skala IPSM untuk mengadaptasi dan menggunakan skala tersebut dalam penelitian ini. Peneliti meminta izin dengan menghubungi pembuat skala IPSM melalui email. Setelah mendapatkan izin, peneliti melakukan penerjemahan skala dengan metode back-translation.

Selama proses penerjemahan berlangsung, peneliti juga melakukan proses izin kepada pihak Prudential untuk melaksanakan pengambilan data di kantor tersebut. Oleh karena itu, ketika skala telah siap untuk dibagikan, peneliti menunjukkan skala tersebut kepada salah satu atasan di PT. Prudential Life Insurance. Setelah mendapatkan persetujuan dengan pihak Prudential, peneliti segera menyebarkan skala untuk mengambil data.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilaksanakan dari tanggal 27 Mei 2016 sampai dengan 7 Juni 2016. Proses pengambilan data pertama dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2016. Peneliti menyebarkan skala kepada 14 subjek yang hadir dalam sebuah pertemuan kecil di PT. Prudential Life Insurance. Peneliti benar-benar menjaga identitas pada subjek penelitian. Adapun prosedur pelaksanaan angket, subjek penelitian yang telah menerima angket diminta


(58)

untuk membaca informed consent dan memberikan tanda tangan persetujuan untuk menjadi subjek penelitian pada lembar angket. Lalu peneliti menjelaskan instruksi pengerjaan angket secara klasikal di sebuah ruangan. Peneliti tidak dapat langsung mengumpulkan kembali skala yang telah disebar saat itu karena subjek meminta untuk membawa pulang skala. Kemudian pada tanggal 30 Mei 2016, peneliti kembali menyebar skala dalam sebuah pertemuan rutin yang bersifat wajib bagi pada agen asuransi di PT. Prudential Life Insurance. Pada pertemuan saat itu peneliti juga melakukan prosedur pengambilan data seperti sebelumnya namun peneliti dapat mengumpulkan skala yang telah diisi langsung pada saat itu.

Selanjutnya peneliti memutuskan untuk meninggalkan skala kosong dan menghubungi salah satu staff di PT. Prudential Life Insurance untuk meminta tolong menyebarkan skala apabila ada agen asuransi yang datang ke kantor. Hal ini dilakukan peneliti karena jumlah subjek yang dapat terpakai dari hasil pengumpulan data selama dua hari masih sedikit karena subjek yang memiliki pengalaman kerja di bawah atau sama dengan 1 tahun hanya setengah dari jumlah subjek yang datang. Pada tanggal 7 Juni 2016, peneliti mengambil skala yang telah diisi oleh agen asuransi di PT. Prudential Life Insurance melalui bantuan salah satu staff yang ada. Total skala yang kembali ada 72 skala dari 121 skala yang disebar. Akan tetapi, skala yang dapat digunakan hanya 30 skala dikarenakan banyak skala yang tidak diisi dengan lengkap. Hal ini dapat terjadi karena pada saat skala dibagikan dalam pertemuan, peneliti melihat banyak subjek yang terburu-buru untuk pergi.


(59)

C. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini merupakan agen asuransi jiwa yang bekerja di PT. Prudential Life Insurance dengan pengalaman bekerja di bawah atau sama dengan 1 tahun. Setelah melalui proses penyaringan data, dari jumlah 72 subjek yang mengisi skala, hanya 30 subjek yang datanya dapat digunakan dalam penelitian ini. Berikut merupakan gambaran subjek secara umum.

Tabel 3.

Deskripsi Usia dan Jenis Kelamin Subjek

Usia Jumlah Subjek

Dewasa Awal (20 – 40 tahun)

Laki-laki 6 Perempuan 16 Dewasa Madya (41 – 65 tahun)

Laki-laki 0 Perempuan 7

Tidak teridentifikasi 1

Total 30

Tabel 4.

Deskripsi Lama Bekerja Subjek

Lama Bekerja Jumlah Subjek

< 6 bulan 10

7 – 12 bulan 20

Tidak teridentifikasi 0

Total 30

Berdasarkan deskripsi data yang ada, dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek memiliki jenis kelamin perempuan (lihat Tabel 3). Usia subjek sebagian besar termasuk dalam rentang usia dewasa awal, yaitu antara 20 tahun sampai dengan 40 tahun (lihat Tabel 3.). Akan tetapi ada satu subjek yang tidak


(60)

teridentifikasi usianya dikarenakan subjek tidak mengisikan data usia pada skala. Di samping itu, jumlah subjek yang memiliki lama bekerja kurang dari sama dengan 6 bulan ada 10 agen asuransi. Sedangkan subjek yang memiliki lama bekerja lebih dari 6 bulan dan masih di bawah satu tahun ada 20 agen asuransi (lihat Tabel 4.). Semua subjek dalam penelitian ini belum pernah menjadi agen asuransi jiwa di perusahaan lain sebelumnya.

D. Deskripsi Data Penelitian

Pada penelitian ini, analisis deskripsi data penelitian hanya dapat dilakukan pada variabel sensitivitas terhadap penolakan. Analisis deskripsi data penelitian yang diperoleh perlu dilakukan untuk mengetahui tinggi rendahnya sensitivitas terhadap penolakan yang dimiliki oleh subjek. Analisis deskripsi data penelitian dilakukan dengan membandingkan mean teoritik dengan mean empiris dari data yang diperoleh menggunakan one-sample t-test. Berikut merupakan hasil deskripsi data dan analisis one-sample t-test yang diperoleh: Tabel 5.

Hasil Pengukuran Deskripsi Variabel Sensitivitas terhadap Penolakan

Teoritik Empirik

Min Max Mean Min Max Mean SD 36 144 90 68 125 93,97 12,458


(61)

Tabel 6.

Analisis One-Sample T-test Pada Mean Empirik dan Mean Hipotetik

Test Value = 90

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper IPSM 1,744 29 ,092 3,967 -,69 8,62

Berdasarkan perhitungan deskripsi data pada Tabel 5, dapa dilihat bahwa mean empiris pada sensitivitas terhadap penolakan lebih besar daripada mean teoritik. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji T, perbedaan di antara kedua hal tersebut tidak siginifikan (lihat Tabel 6.). Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap penolakan yang dimiliki oleh subjek penelitian sedang.

E. Hasil Penelitian

Sebelum melakukan uji hipotesis, harus dilakukan pengujian asumsi terhadap data penelitian bahwa data tersebut telah memenuhi syarat-syarat data yang tepat yang disesuaikan dengan analisis data yang dilakukan. Pada penelitian ini digunakan statistik non parametrik karena jumlah data yang ada hanya 30 subjek (Santoso, 2012).

1. Uji Normalitas

Pertama, melihat data yang digunakan terdistribusi secara normal. Kaidah normal untuk uji normalitas ini adalah jika p > 0,05 maka sebaran data terdistribusi normal, sedangkan jika p < 0,05 maka sebaran data tidak


(62)

terdistribus normal (Santoso, 2012). Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk menggunakan IBM SPSS 23.

Tabel 7.

Test of Normality

Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Rerata Closing 0,688 30 0,000

IPSM 0,131 30 0,774

a. Lilliefors Significance Correction

Berdasarkan Tabel 7. dapat dilihat bahwa uji Shapiro-Wilk menunjukkan nilai p < 0,05, yaitu p = 0,000 pada data rerata closing. Hal ini berarti bahwa sebaran data yang ada tidak terdistribusi dengan normal. Sedangkan pada sebaran data sensitivitas terhadap penolakan (IPSM) didapatkan nilai p > 0,05, yaitu p = 0,774. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data yang ada terdistribusi dengan normal.

2. Uji Linieritas

Uji asumsi berikutnya yang perlu dilakukan adalah uji linieritas untuk melihat korelasi antara variabel bebas dan tergantung bersifat linier atau tidak. Jika nilai signifikansi kurang dari 0,05 (p < 0,05), maka hubungan antara variabel tergantung dengan variabel bebas bersifat linier. Oleh karena itu, hubungan antara variabel tergantung dengan variabel bebas tidak linier ketika nilai signifikansi lebih dari 0,05 (p > 0,05) (Santoso, 2012). Berikut


(63)

merupakan hasil perhitungan uji linieritas dengan menggunakan IBM SPSS 23.

Tabel 8.

Hasil Uji Linieritas Pada IPSM dan Rerata Closing

F Sig. Rerata Closing *

IPSM

Between Groups

(Combined) 3,795 0,022 Linearity 6,192 0,035 Deviation from Linearity 3,669 0,025

Berdasarkan Tabel 8. dapat dilihat bahwa uji linieritas antara sensitivitas terhadap penolakan (IPSM) dengan performansi kerja (rerata closing) menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,035 (p < 0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja agen asuransi jiwa bersifat linier.

3. Uji Hipotesis

Penelitian ini menggunakan statistik non parametrik dikarenakan data yang ada sedikit (hanya 30 subjek) dan distribusi data tidak normal (Santoso, 2016). Oleh karena itu, uji korelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Spearman’s rho (Santoso, 2016). Angka korelasi Spearman’s rho berkisar pada 0 (tidak ada korelasi sama sekali) dan 1 (korelasi sempurna). Sedangkan tanda korelasi negatif (-) menunjukkan adanya arah hubungan yang berlawanan dan tanda korelasi positif (+) menunjukkan adanya arah hubungan yang sama (Santoso, 2016).


(64)

Uji signifikansi angka korelasi dilakukan untuk melihat ada atau tidak adanya hubungan atau korelasi antar variabel. Taraf signifikansi yang digunakan adalah p < 0,05 (Santoso, 2016). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS 23. Berikut merupakan hasil analisis korelasi Spearman’s rho one tailed.

Tabel 9.

Ringkasan Korelasi Spearman’s rho, Mean, dan Standart Deviasi untuk IPSM dan Rerata Closing

Measure 1 2 M SD

1. IPSM Koefisien korelasi - -0,311* 93,97 12,46 Sig. (1-tailed) - 0,047

2. Rerata Closing

Koefisien korelasi -0,311* - 1,34 1,73 Sig. (1-tailed) 0,047 -

M 93,97 1,34

SD 12,46 1,73

*korelasi signifikan pada 0,05 (1-tailed)

Berdasarkan hasil analisis korelasi dengan menggunakan Spearman’s rho pada Tabel 9. dapat dilihat bahwa korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa memiliki korelasi negatif namun lemah (koefisien korelasi di bawah 0,5). Meski demikian, korelasi antar kedua variabel tersebut cukup signifikan (p = 0,047; p < 0,05).

F. Pembahasan

Hasil analisis deskripsi data menunjukkan bahwa subjek penelitian cenderung memiliki tingkat sensitivitas yang sedang. Hasil tersebut didukung dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada salah satu subjek penelitian. Subjek mengaku dirinya sering kali mudah menerima penolakan dari


(65)

orang baru yang hendak diajak untuk menjadi nasabah. Subjek mengatakan bahwa ketika orang yang hendak diprospek tersebut memberikan respon yang ambigu, seperti akan memikirkannya terlebih dahulu, subjek cenderung menganggap bahwa orang tersebut ada kemungkinan telah menolak subjek. Akan tetapi, subjek tidak terlalu mempermasalahkannya karena subjek merasa bahwa penolakan itu merupakan hal yang wajar.

Berdasarkan hasil analisis korelasi (-0,311 dengan p = 0,047) dapat dilihat bahwa hipotesa peneliti diterima. Sensitivitas terhadap penolakan secara signifikan berhubungan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Hubungan antar kedua variabel tersebut bersifat negatif atau berlawanan arah. Hal ini menunjukkan bahwa sensitivitas terhadap penolakan agen asuransi jiwa yang tinggi akan diikuti dengan performansi kerja agen asuransi jiwa yang rendah. Sebaliknya, sensitivitas terhadap penolakan agen asuransi jiwa yang rendah akan diikuti dengan performansi kerja agen asuransi jiwa yang tinggi.

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan cenderung menunjukkan keterampilan interpersonal yang lemah dan dapat mempengaruhi kualitas relasi sosial yang dimilikinya (Bernstein & Benfield, 2013). Butler, dkk. (2007) menyatakan bahwa ketika sensitivitas terhadap penolakan meningkat, maka kepercayaan diri dan kemampuan dalam interaksi sosial akan menurun, khususnya pada kesempatan bertemu dengan orang baru di mana kemungkinan akan penolakan terjadi lebih tinggi. Seorang agen asuransi jiwa yang ingin meningkatkan performansi kerjanya sering kali harus menemui


(66)

orang baru yang belum dikenal sebelumnya untuk menawarkan berbagai produk asuransi yang dibutuhkan orang tersebut agar mau bergabung menjadi nasabah di perusahaan asuransi tempat agen tersebut bekerja. Semakin banyak jumlah nasabah yang berhasil didapatkan oleh agen asuransi jiwa, maka semakin tinggi komisi yang didapatkannya dan semakin baik performansi kerja yang dimilikinya.

Seorang agen asuransi jiwa merupakan tenaga penjual yang menjajakan produk tidak kasat mata, seperti asuransi kesehatan atau yang lainnya (Crosby, dkk., 1990; Crosby & Stephens, 1987). Oleh karena itu, keterampilan interpersonal agen memainkan peran yang sangat penting dalam meningkatkan hasil penjualan yang merupakan tolak ukur performansi kerja agen asuransi jiwa. Di sisi lain, Blumberg dan Pringle (1982) menyatakan bahwa keterampilan interpersonal tersebut merupakan salah satu dimensi yang dapat menjadi prediktor pada performansi kerja, yaitu kemampuan (capacity to perform).

Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa korelasi negatif yang signifikan antara sensitivitas terhadap penolakan dan performansi kerja agen asuransi jiwa sesuai dengan penjelasan teoritis dari penelitian sebelumnya yang secara teoritis dijembatani oleh keterampilan interpersonal agen asuransi jiwa.

Meski demikian, koefisien korelasi yang didapatkan (0,311) menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variabel tersebut tidak kuat (kurang dari 0,5). Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya faktor lain yang dapat meningkatkan


(67)

atau menurunkan performansi kerja agen asuransi jiwa selain sensitivitas terhadap penolakan. Berdasarkan hasil wawancara, sering kali jumlah closing yang didapatkan agen asuransi bisa lebih dari jumlah yang diprospek karena nasabah juga mengikutsertakan anggota keluarganya menjadi nasabah. Di samping itu, budaya perusahaan tempat penelitian dilakukan sering kali terus memberikan motivasi satu sama lain untuk terus berusaha dan tidak menyerah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa motivasi merupakan salah satu prediktor yang kuat pada performansi kerja (Blumberg & Pringle, 1982).


(68)

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa sensitivitas terhadap penolakan agen asuransi jiwa berhubungan secara signifikan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa. Di samping itu, dapat juga dilihat bahwa hubungan antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa bersifat negatif atau arahnya berlawanan. Hal ini berarti sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi akan diikuti dengan performansi kerja agen asuransi jiwa yang rendah. Sebaliknya, sensitivitas terhadap penolakan yang rendah akan diikuti dengan performansi kerja agen asuransi jiwa yang tinggi.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan penelitian. Pertama, subjek dalam penelitian ini masih sangat sedikit, yaitu hanya 30 subjek dan hanya diambil dari satu lingkungan perusahaan asuransi. Oleh karena itu, hasil penelitian ini tidak dapat langsung digeneralisasikan secara luas pada agen asuransi pada perusahaan lain. Selain itu, proses pengambilan data hanya dilakukan peneliti dengan menyebarkan skala secara langsung pada suatu pertemuan. Peneliti kurang melakukan pendekatan sebelum menyebarkan skala, sehingga sebagian besar agen merasa tidak berkepentingan untuk mengisi


(69)

skala secara lengkap dan serius. Hal ini menyebabkan banyaknya subjek yang tidak dapat terpakai pada saat pengolahan data. Di samping itu, penelitian ini hanya melihat korelasi antara sensitivitas terhadap penolakan dengan performansi kerja agen asuransi jiwa, sehingga penelitian ini hanya dapat memprediksi hubungan yang ada.

C. Saran

1. Bagi Penelitian Selanjutnya

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada, peneliti selanjutnya disarankan untuk dapat memperkaya data dengan menggunakan sampel yang lebih banyak dan berasal dari berbagai perusahaan asuransi jiwa. Di samping itu, peneliti selanjutnya dapat melakukan pendekatan terlebih dahulu dengan agen asuransi jiwa. Hal ini dibutuhkan agar peneliti dapat menarik minat agen asuransi untuk secara sukarela mengisi skala dengan lengkap dan serius. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian dengan melakukan eksperimen untuk dapat lebih jauh melihat pengaruh sensitivitas terhadap penolakan pada performansi kerja agen asuransi jiwa.

2. Bagi Perusahaan

Berdasarkan hasil penelitian yang ada, perusahaan asuransi jiwa dapat lebih mempertimbangkan aspek-aspek kepribadian agen asuransi jiwa dalam melakukan proses rekrutmen untuk mengurangi jumlah agen yang


(70)

mundur atau berhenti setelah berhasil direkrut dan memiliki ijin praktek sebagai agen. Selain itu, perusahaan dapat mengadakan pelatihan untuk membantu agen yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi agar tetap dapat meningkatkan performansinya. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kemajuan perusahaan.

3. Bagi Subjek

Berdasarkan hasil penelitian yang ada, subjek yang memiliki sensitivitas terhadap penolakan yang rendah dapat terus mengembangkan berbagai kemampuannya untuk meningkatkan performansi kerjanya. Sedangkan subjek dengan sensitivitas terhadap penolakan yang tinggi dapat lebih merefleksikan sejauh mana hal tersebut menghambat performansi kerjanya dan dapat mencari alternatif untuk tetap dapat meningkatkan performansi kerjanya.


(1)

No. PERNYATAAN SS AS ATS STS 19. Saya takut jangan-jangan perasaan

saya akan memberatkan orang lain 20. Saya bisa membuat orang lain merasa

bahagia

21. Sangat sulit bagi saya untuk marah kepada orang lain

22. Saya kawatir untuk mengkritisi orang lain

23. Saya tidak suka ketika seseorang kritis terhadap apa yang saya lakukan

24. Jika orang lain tahu seperti apa saya yang sebenarnya, mereka akan menganggap saya rendah

25. Saya selalu mengharapkan kritikan 26. Saya tidak pernah tahu dengan pasti

apakah seseorang berkenan kepada saya atau tidak

27. Saya tidak suka jika orang lain

benar-benar mengetahui saya yang

sebenarnya

28. Jika seseorang mengecewakan saya, saya sulit melupakan kejadian tersebut 29. Saya merasa bahwa orang lain tidak

memahami saya

30. Saya kawatir akan penilaian orang terhadap saya


(2)

No. PERNYATAAN SS AS ATS STS 31. Saya tidak merasa bahagia kecuali jika

orang yang saya kenal mengagumi saya

32. Saya tidak pernah berkata kasar kepada orang lain

33. Saya kawatir jangan-jangan saya menyakiti perasaan orang lain

34. Saya merasa sangat sedih ketika seseorang marah kepada saya

35. Harga diri saya sebagai pribadi sangatlah tergantung pada apa yang orang lain pikirkan tentang saya

36. Saya peduli mengenai apa yang orang rasakan tentang saya


(3)

LAMPIRAN 7

Hasil Perhitungan SPSS Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

RerataClosing ,235 30 ,000 ,688 30 ,000

IPSM ,131 30 ,200* ,978 30 ,774

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction

Hasil Perhitungan SPSS Uji Linieritas

ANOVA Table

Sum of Squar

es df

Mean

Square F Sig.

RerataClosing * IPSM

Between Groups

(Combined) 77,200 20 3,860 3,795 ,022

Linearity 6,299 1 6,299 6,192 ,035

Deviation from Linearity 70,901 19 3,732 3,669 ,025

Within Groups 9,155 9 1,017

Total 86,355 29

Hasil Perhitungan SPSS Uji Hipotesis – Korelasi Spearman’s rho

Correlations

RerataClosing IPSM

Spearman's rho RerataClosing Correlation Coefficient 1,000 -,311*

Sig. (1-tailed) . ,047

N 30 30

IPSM Correlation Coefficient -,311* 1,000

Sig. (1-tailed) ,047 .

N 30 30


(4)

LAMPIRAN 8


(5)

(6)